Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TENTANG
PENYAKIT HIRSCHSPRUNG ATAU MEGACOLON

OLEH
KELOMPOK 2 IPN 5A
1. ROSSIFUL HUDA
2. LORENCIA DIKA Y.
3. MAHARDIKA ROCHMANA K.P.
4. ROSWITTA NINING OLLA.
5. ADHA BAYU NUGROHO.
6. DANIEL YOSEF MEAK.
7. NATALIA HOAR T.
8. KRISANTUS NAHAK.
9. DEBI TANTIA.
10. CANDRA WASANA P.
11. RUDI CAHYO S.
12. YOPIE W.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI

TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan, yang mana atas berkat rahmat, nikmat dan
hidayahnya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Tidak lupa pula sholawat serta salam kita

ucapkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang mana beliau telah membawa
umatnya dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang dan penuh ilmu pengetahuan.
Penulis menyusun makalah yang berjudul Penyakit Hirschsprung ini karena ada sangkut
pautnya antara ilmu keperawatan dengan Ilmu Keperawatan khususnya pada Sistem Pencernaan.
Penulis berharap makalah Penyakit Hirschsprung ini akan sangat berguna dalam menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di bidang Ilmu Keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari akan segala kekurangan dan
kemampuan yang sangat terbatas dimiliki oleh penulis, sehingga dalam penulisan, penyusunan
kalimat dan dalam mencari sumber buku serta internet masih kurang dan teramat sulit. Namun
penulis sudah berusaha semaksimal mungkin agar makalah ini dapat diselesaikan untuk memenuhi
tugas yang telah diberikan oleh dosen pembimbing dan berusaha untuk menjadikan yang terbaik.
Dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran saran yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini. Dan penulis berharap semoga makalah ini
dapat memenuhi harapan kita semua.

Kediri, 13 Desember 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Sampul........................................................................................................
Kata Pengantar...........................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan...........................................................................................
1.5 Luaran yang Diharapkan.................................................................................
BAB II Tinjauan Teori
2.1 Pengertian Penyakit Hirschsprung.................................................................
2.2 Etiologi Penyakit Hirschsprung.....................................................................

i
ii
iii

2.3 Patofisiologi dan Web of Caution Penyakit Hirschsprung.............................


2.4 Manifestasi Klinis Penyakit Hirschsprung.....................................................
2.5 Klasifikasi Penyakit Hirschsprung.................................................................
2.6 Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung........................................................
2.7 Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschsprung............................................
2.8 Komplikasi Penyakit Hirschsprung................................................................
2.9 Epidemiologi Penyakit Hirschsprung............................................................
BAB III Skenario Kasus
3.1 Contoh Ilustrasi Kasus Penyakit Hirschsprung...............................................
BAB IV Pembahasan
4.1 Pembahasan Ilustrasi Kasus sesuai dengan Konsep Asuha Keperawatan.......
BAB V Penutup
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................
5.2 Saran................................................................................................................
Daftar Pustaka............................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit Hirschsprung atau Megacolon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily & Sowden: 2000). Penyakit hirschsprung atau megacolon adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki laki daripada perempuan. (Arief Mansjoeer,
2000).

Melakukan asuhan keperawatan (askep) pada pasien dengan gangguan hirschsprung


merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di
berbagai rumah sakit berbeda-beda. Seorang perawat profesional di dorong untuk dapat
memberikan pelayanan kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar
dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku.

Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu aspek yang dapat
menentukan kualitas asuhan keperawatan (askep) yang diberikan yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita sebagai perawat profesional dalam
pelayanan pasien gangguan hischsprung. Pemberian asuhan keperawatan pada tingkat anak,
remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan
keperawatan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat
khususnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka rumusan masalah
dari makalah yang berjudul Penyakit Hirschsprung adalah sebagai berikut :
a. Apa pengertian dari penyakit hirschsprung ?
b. Apa etiologi dari penyakit hirschsprung ?
c. Bagaimana patofisiologi dan WOC dari penyakit hirschsprung ?
d. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit hirschsprung?
e. Apakah klasifikasi dari penyakit hirschsprung ?
f. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit hirschsprung?
g. Pemeriksaan penunjang apa yang digunakan dalam mendeteksi penyakit
hirschsprung ?
h. Komplikasi apa yang bisa terjadi jika pasien menderita penyakit hirschsprung ?
i. Bagaimana epidemiologi dari penyakit hirschsprung ?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah yang telah ditulis, maka tujuan penulisan dari makalah yang
berjudul tentang Penyakit Hirschsprung adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui pengertian dari penyakit hirschsprung.
b. Mengetahui penyebab penyakit hirschsprung.
c. Mengetahui patofisiologi dan web of caution dari penyakit hirschsprung.
d. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit hirschsprung.
e. Mengetahui klasifikasi penyakit hirschsprung.
f. Mengetahui penatalaksanaan dari penyakit hirschsprung.
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan penyakit
hirschsprung.
h. Mengetahui komplikasi yang dapat disebabkan dari penyakit hirschsprung.
i. Mengetahui epidemiologi dari penyakit hirschsprung.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat secara teoritis yaitu dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan dengan penyakit hirschsprung, sementara
manfaat praktis untuk mahasiswa adalah dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
semua mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit hirschsprung.
1.5 Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan pada pembuatan makalah ini adalah mengacu pada Panduan
Pembuatan Makalah yang telah diberikan oleh Dosen Pengampu Mata Kuliah Sistem
Pencernaan.

BAB II
TINAJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Penyakit Hirschsprung


Penyakit hirschsprungs atau yang juga disebut congenital megakolon, merupakan
akibat tidak adanya sel ganglion dalam rectum atau bagian usus besar (Corwin, Elizabeth J.
2008).
Penyakit hirschsprungs adalah kelainan congenital yang mengakibatkan obstruksi
mekanik dari tidak memadainya motilitas pada bagian usus (Hockenberry, Marilyn J, et al.
2003).
Hirschsprungs atau Megacolon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily L, et.al. 2002).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir
3 Kg, lebih banyak laki laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer : 2000 ).
Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel sel ganglion di dalam usus yang
terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu. (Behrman &
vaughan,1992:426)
Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya neuron mienterikus
dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal sfingter ani (Isselbacher,dkk,1999:255)
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada
usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219)

2.2 Etiologi Penyakit Hirschsprung


Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Megacolon itu sendiri adalah
sebagai berikut :

Aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter
ani internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai

seluruh kolon dan sekitarnya, 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan
down syndrome.

Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

2.3 Patofisiologi Penyakit Hirschsprung


Aganglionis kongenital pada usus bagian distal merupakan pengertian penyakit
Hirschsprung. Aganglionosis bermula pada anus, yang selalu terkena, dan berlanjut ke arah
proximal dengan jarak yang beragam. Pleksus myenterik (Auerbach) dan pleksus submukosal
(Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan berkurangnya peristaltik usus dan fungsi lainnya.
Mekanisme akurat mengenai perkembangan penyakit ini tidak diketahui.
Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama perkembangan
normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan
sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiology
Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus
bagian distal.
Migrasi neuroblast yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast
dalam bertahan, berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi
komponen yang tidak proporsional untuk pertumbuhan dan perkembangan neuronal telah
terjadi pada usus yang aganglionik, komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural cell
adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.
Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon aganglionik menunjukkan
bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan elektrofisiologi, hal ini
menunjukkan adanya kelainan myogenik pada perkembangan penyakit Hirschspurng. Kelainan
pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan antara saraf enterik dan otot polos usus,
juga telah dipostulat menjadi faktor penting yang berkontribusi.
Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal
(Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi dan
berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran
darah. Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini
mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi. Fungsi usus
telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik
dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik menyebabkan
inhibisi.
Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan sehingga
kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi
dari sistem kolinergik dan adrenergik meningkat 2-3 kali dibandingkan innervasi normal.

Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus


otot polos usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi
dan mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak
terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fugsional. Penyakit Hirschsprung adalah akibat
tidak adanya sel ganglion pada dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus
sampai panjang yang bervariasi.
Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari
usus proksimal ke distal. Segman yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75%
penderita; pada 10%, seluruh kolon tanpa sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-ujung
saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi. Secara
histologi, tidak didapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf
yang hipertrofi dengan konsentrasi asetilkolinesterase yang tinggi diantara lapisan-lapisan otot
dan pada submukosa. (Betz, Cecily L, et.al. 2002).

Pathway
Kegagalan migrasi ganglion sel cranio caudal (5 12 minggu)
Pembentukan saraf parasimpatis pada segmen usus besar tidak sempurna (aganglionik)
Tidak adanya sel ganglion parasimpatis otonom (Pleksusmeisner dan Auerbach)
Hirschsprung (segmen panjang : melebihi sigmoid seluruh kolon atau usu halus dan segmen
pendek)
Hipertrofi otot kolon pada sub
proximal atau zona peralihan antara
usus dan persarafan

Anxietas
Kegagalan sphincter anal internal
untuk relaksasi
Motilitas usus menurun

Penebalan dinding colon


Terjadi konstipasi atau obstipasi
Colon distal berdilatasi hebat
Akumulasi feses dan gas
Mikroorgnisme berkembang biak
di daerah colon
Akumulasi enterocolitis

Dilatasi colon distal


Megacolon

Tindakan pembedahan
Luka terbuka dan terpasang
stoma

Peningkatan peristaltik pada


colon proksimal
Perubahan Pola
Eliminasi

Diare

Hipertrofi otot colon dan


distensi abdomen

Terputusnya kontinuitas
jaringan

Output cairan dan elektrolit


Berlebih
Dehidrasi berat

Resiko Tinggi Kerusakan


Integritas Kulit

Gangguan Keseimbangan
Stagnansi makanan
Cairan dan Elektrolit

Menekan diafragma

Impuls ke Sistem Saraf Pusat

Ekspansi paru paru menurun

Merangsang untuk vomitus

Sesak nafas

Anorexia
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh

Pola Nafas Tidak


Efektif
Pengeluaran zat vasoaktif misalnya
bradikinin dan serotonin
Merangsang reseptor saraf bebas
Rangsang thalamus
Korteks cerebri

Nyeri
Akut

2.4 Manifestasi Klinis Penyakit Hirschsprung


Penyakit megakolon ini sendiri memiliki gejala klinis berupa obstipasi, obstruksi akut
(baru lahir) dan yang terkena kebanyakan bayi yang cukup bulan. Dan trias penyakit ini adalah
mekonium terlambat keluar (>24 jam), perut kembung, dan muntah berwarna hijau. Pada anak
yang lebih besar biasanya juga terjadi diare dan enterokolitis kronik.
Sembilan puluh sembilan persen bayi lahir cukup bulan mengeluarkan mekonium dalam
waktu 48 jam setelah lahir. Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup
bulan (penyakit ini tidak biasa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat mengeluarkan
tinja. Beberapa bayi akan mengeluarkan mekonium secara normal, tetapi selanjutnya
memperlihatkan riwayat konstipasi kronis.
Gagal tumbuh dengan hipoproteinemia karena enteropati pembuang protein sekarang
adalah tanda yang kurang sering karena penyakit Hirschsprung biasanya sudah dikenali pada
awal perjalanan penyakit. Bayi yang minum ASI tadak dapat menampakkan gejala separah bayi
yang minum susu formula.
Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar dan
perut menjadi kembung. Karena usus besar melebar, tekanan di dalam lumen meningkat,
mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang mukosa terganggu. Stasis memungkinkan
proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis (Clostridium difficile,
Staphylococcus aureus, anaerob, koliformis) dengan disertai sepsis dan tanda-tanda obstruksi
usus besar. Pengenalan dini penyakit Hirschsprung sebelum serangan enterokolitis sangat
penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Penyakit Hirschsprung pada penderita yang lebih tua harus dibedakan dari penyebab
perut kembung lain dan konstipasi kronis. Riwayat seringkali menunjukkan kesukaran
mengeluarkan tinja yang semakin berat, yang mulai pada umur minggu-minggu pertama.
Massa tinja besar dapat diraba pada sisi kiri perut, tetapi pada pemeriksaan rektum biasanya
tidak ada tinja.
Tinja ini, jika keluar, mungkin akan keluar berupa butir-butir kecil, seperti pita, atau
berkonsistensi cair; tidak ada tinja yang besar dan yang berkonsistensi seperti tanah pada
penderita dengan konstipasi fungsional. Pada penyakit Hirschsprung masa bayi harus
dibedakan dari sindrom sumbat mekonium, ileus mekonium, dan atresia intestinal. Pemeriksaan
rektum menunjukkan tonus anus normal dan biasanya disertai dengan semprotan tinja dan gas
yang berbau busuk. Serangan intermitten obstruksi intestinum akibat tinja yang tertahan
mungkin disertai dengan nyeri dan demam.

1. Pada bayi
Tidak bisa mengeluarkan meconium (feses pertama) dalam 24-28 jam pertama

setelah lahir.
Tampak malas mengkonsumsi cairan.
Muntah bercampur dengan cairan empedu.
Distensi abdomen.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare.
Demam.
Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas.
Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans, terjadi distensi abdomen hebat dan diare
berbau busuk yang dapat berdarah (Betz, Cecily L, et.al. 2002).

2. Pada anak
Konstipasi.
Tinja seperti pita dan berbau busuk.
Distensi abdomen.
Failure to thrive (gagal tumbuh).
Nafsu makan tidak ada (anoreksia).
Adanya masa di fecal, dapat dipalpasi.
Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia.
Letargi.
Infeksi kolon, khususnya anak baru lahir atau yang masih sangat muda, yang dapat
mencakup enterokolitis, infeksi serius dengan diare, demam dan muntah dan
kadang-kadang dilatasi kolon yang berbahaya (Betz, Cecily L, et.al. 2002).

2.5 Klasifikasi Penyakit Hirschsprung


Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu antara lain
sebagai berikut :

Penyakit hirschsprung pendek


Yaitu penyakit hirscprung dengan aganglionik mulai dari anus hingga sigmoid.
Ini adalah 70 % penyakit yang ditemukan dan sering terjadi pada anak laki

laki dibanding anak perempuan.


Penyakit hirschsprung panjang
Yaitu dengan aganglionik dapat melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai
seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan.

2.6 Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung

Pembedahan
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus
besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis antara lain sebagai berikut :
Temporari ostomy
Yaitu penatalaksanaan yang dibuat proksimal terhadap segmen
aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah

dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.


Pembedahan koreksi
Pembedahan yang diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat
anak mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah
operasi pertama (Betz, Cecily L, et.al. 2002).

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan antara lain sebagai berikut :
Prosedur Duhamel
Umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun.
Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian

posterior kolon normal yang ditarik tersebut.


Prosedur Swenson
Bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan
anastomosis end-to-end pada kolon berganglion dengan saluran anal

yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.


Prosedur Soave
Dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur
yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung.
Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya
anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang
tersisa.

Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium
dan udara.

Tindakan bedah sementara


Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis b e r a t d a n

k e a d a a n u m u m m e m buruk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion


normal yang paling distal.

Terapi farmakologi
Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet

dan wujud feses adalah efektif.


Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon
toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba.

2.7 Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Hirschsprung

Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya
iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38%-50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27%-44% pada obstruksi non strangulata.
Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat
ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan
alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila tedapat tanda-tanda
shock.

Biopsi rectum
Biopsi merupakan tes paling akurat untuk penyakit Hirschsprung. Pemeriksaan
ini memberikan diagnosa definitif dan digunakan untuk mendeteksi ketiadaan
ganglion. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit Hirschsprung.

Colok dubur
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tertentu akan
ada tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bau dari tinja, kotoran
yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.

2.8 Komplikasi Penyakit Hirschsprung

Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu gangguan


elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi. Menurut Mansjoer (2000:381)
menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung adalah sebagai berikut :

Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.

Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.

Abses peri kolon


Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.

Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.

Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena
iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.

Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain sebagai berikut :

Gawat pernafasan (akut)


Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.

Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.

Stenosis striktura ani


Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan
relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun
penyempitan.

2.9 Epidemiologi Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran hidup dan merupakan
penyebab tersering obstruksi saluran cerna bagian bawah pada neonatus. Penyakit yang lebih
sering ditemukan memperlihatkan predominasi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 4:1. Insidens penyakit Hirschsprung bertambah pada kasus-kasus
familial yang rata-rata mencapai sekitar 6% (berkisar antara 2-18%). Sementara untuk
distribusi ras setara untuk bayi berkulit putih dan Amerika keturunan Afrika.

Penelitian yang dilakukan Iqbal dkk. (2010) di Rumah Sakit Sheikh Zayed, Pakistan
menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih tinggi pada anak laki-laki (70,59% ; 12
dari 17 orang) daripada anak perempuan (29 ,41% ; 5 dari 17 orang). Penelitian tersebut juga
menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih banyak ditemukan pada umur < 2 tahun
(58,83% ; 10 dari 17 orang) dibandingkan dengan umur > 2 tahun (41,17% ; 7 dari 10 orang).
Berdasarkan penelitian Hidayat dalam kurun waktu 3 tahun (2005-2008) di Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo terhadap 28 kasus penyakit Hirschsprung menunjukkan proporsi jenis
kelamin laki-laki adalah 42,85% (12 dari 28 kasus) dan pada perempuan adalah 57,15% (16
dari 28 kasus).

Menurut penelitian Kartono yang menangani penyakit Hirschsprung di RS Cipto


Mangunkusumo memperlihatkan proporsi penyakit Hirschprung lebih banyak ditemukan pada
pasien berumur 0-1 bulan yaitu sebesar 29,71% (52 dari 175 orang) sedangkan untuk umur 1
bulan-1 tahun sebesar 22,85% (40 dari 175 orang). Kartono juga mencatat penderita penyakit
Hirschsprung sebanyak 131 orang (74,85%) berjenis kelamin lelaki sedangkan perempuan
yang berjumlah 44 orang (25,15%).

Hasil penelitian Sari di RSUP H. Adam Malik pada tahun2005 2009 tercatat ada 50
orang anak yang menderita penyakit Hirschsprung dan dijadikan sampel penelitian. Dari 50
orang sampel tersebut, distribusi tertinggi pada kelompok usia 0-2 tahun yaitu sebanyak 40
orang (80%). Ada 36 orang (72%) berjenis kelamin laki -laki dan 14 orang (28%) berjenis
kelamin perempuan yang tercatat menderita penyakit Hirschsprung.

BAB III
SKENARIO KASUS
3.1 Contoh Ilustrasi Kasus Penyakit Hirschsprung
Seorang bayi M berusia 1 bulan dibawa ibunya ke rumah sakit pada tanggal 2 Juni
2013 dikarenakan perutnya kembung dan tidak bisa BAB. Setelah mendapatkan pelayanan dari
rumah sakit, ibu mengatakan, anaknya baru bisa BAB jika diberi obat lewat dubur, anaknya
sudah tidak muntah dan sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang. Ibu
pasien mengatakan bahwa sebelumnya anaknya mengalami kembung, pasien muntah setelah
minum susu, muntah berupa susu yang diminum dan muntah sejak 3 hari yang lalu. Riwayat

proses persalinan adalah lahir spontan ditolong dokter, langsung boleh pulang karena tidak ada
kelainan.Ibu bingung karena dokter umum membolehkan pulang dan rawat jalan tapi dokter
spesialis anak belum boleh karena sekalian mau di operasi. Pada riwayat penyakit
keluargatidak ditemukan ada saudara yang sakit dengan penyakit yang sama seperti yang
dirasakan pasien sekarang. Pada saat dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital adalah sebagai
berikut :
Tekanan darah 70 / 50 mmHg.
Nadi 114 x / menit.
Suhu tubuh 36,5 C.
Respiratory rate 40 x / menit.

Anda mungkin juga menyukai