Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

1.1

LatarBelakang
Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik

dan khas, terdapat di daerah pasang surut diwilayah pesisir, pantai, atau pulaupulau kecil. Menurut Setyawan, dkk. (2002), kata mamgrove merupakan
perpaduan bahasa Melayu manggi-manggi dan bahasa Arab ei-gurm menjadi
mang-gurm, keduanya sama-sama berarti Avicennia (api-api), pelatinan nama
Ibnu Sina, seseorang dokter Arab yang banyak mengidentifikasi mafaat obat
tumbuhan mangrove. Kata Mangrove dapat ditunjukan untuk menyebutkan spesis
tumbuhan, hutan atau komunitas. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar
yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km,
sehingga negara kita memiliki potensi sumberdaya wilayah pesisir laut yang
besar.
Ekosistem hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman spesies
tumbuhan yang tinggi dengan spesies tercatat sebanyak lebih kurang 202 spesies
yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies liana, 44 spesies
epifit, dan satu spesies sikas (Bengen, 2000).
Di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah, luas hutan mangrove (bakau)
berdasarkan SK. Gubernur Nomor: 188.44/3933 tanggal 30 agustus 1989 tentang
penetapan sementara Hutan Tanaman dan Hutan Bakau diluar TGHK menjadi
hutan tetap terdapat seluas 46.000 Ha yang tersebar didelapan wilayah Kabupaten
(Donggala, Poso, Banggai, Buol, Toli-toli, Morowali, Bangkep, Dan Parimo).

Berdasarkan hasil identifikasi hutan mangrove oleh Dinas Kehutanan tahun


1999/2000 ternyata luas areal yang masih bervegetasi mangrove, tersisa seluas
22.377 Ha (48,54%) dan seluas 23.685 Ha (51,42%) yang telah mengalami
kerusakan. Kerusakan ekosistem mangrove seluas 23.685 Ha di daerah ini
sebagian disebabkan oleh abrasi pantai dan penembangan pohon bakau untuk
pemenuhan kayu bakar dan arang. (Akhbar, 2003 dalam Nursin 2014).
1.2

Rumusan Masalah
Kendala yang didapatkan dalam pengelolaan kawasan mangrove di Desa

Lebo Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong kurangnya keanekaragaman


mangrove.
1.3

Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dari penelitian ini yaitu, untuk mengetahui Karakteristik Hutan

Mangrove di Desa Lebo Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong.


Kegunaan dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi
atau data ilmiah tentang Karakteristik Habitat Hutan Mangrove di Desa Lebo
Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong.

I.

2.1

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan Mangrove


Hutan mangrove adalah yang terdapat di daerah pantai yang selau atau

secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi
tidak terpengaruhi oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang
terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut
dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%
(Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas yaitu
komunitas atau penduduk tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam
atau salinitas (pasang surut air laut), dan kedua sebagai individu spesies (Magne
dkk, 1968 dalam Rusdianti dan sunito, 2012). Magne kemudian menggunakan
istilah mangal apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan mangrove untuk
invidu tumbuhan. Mangrove sering diterjemahkan sebagai komunitas hutan
bakau, sedangkan tumbuhan bakau merupakan salah satu jenis dari tumbuhan
yang hidup di hutan pasang surut tersebut. Jenis-jenis pohon mangrovenya seperti
Avicenia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp, dan Ceriops sp. Jenis ini
hampir sama dengan jenis-jenis mangrove yang ada di Philiphina yaitu
Rhizophora, Avicenia, Bruguiera, dan Sonneratia (Yuniarti, 2004 dalam
Rusdianti dan Sunito, 2012).

2.2

Manfaa Hutan Mangrove


Hutan Mangrove sebagai sumber daya alam hayati mempunyai keragaman

potensi. Potensi yang ada dihutan mangrove memberikan manfaat bagi kehidupan
manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Masyarakat yang tinggal
disepanjang pantai merupakan masyarakat yang langsung merasakan manfaat dari
hutan mangrove. Sedangkan masyarakat yang tinggal jauh dari hutan mangrove
secara tidak langsung juga merasakan manfaat dari hutan tersebut. Manfaat yang
dapat dirasakan manusia berupa bebrabagai produk barang dan jasa yaitu berupa
kayu bakar, arang, serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga.
Serta menghasilkan bahan baku industri misalnya pulp, kertas tekstil,makanan,da
obat-obatan,alkohol,penyemak kulit kosmetik,dan zat pewarna. Sedangkan produk
jasa yang dapat dinikmati masyarakat adalah sebagai kawasan wisata alam
pantaidengan keindahan vegetasi dan satwa, sebagai tempat pendidikan,
konsevasi,dan penelitian. Aneka produk barang dan jasa yang dapat dinikmati dari
hutan mangrove telah banyak dirasakan manfaatnya oleh manusia. Barang dan
jasa tersebut dapat berasal dari komponen biotik maupun abiotik. Produk-produk
yang dapat dihasilkan berupa kayu dan non kayu (Kusumana,2011 dalam
Gunawan,2013).

2.3

Fungsi Hutan Mangrove


Menurut (Odum dan Johannes, 1975), (Soegiarto dan Polunin, 1982) dalam

(Sukmawan, 2004). Ada beberapa fungsi penting hutan mangrove diantaranya


adalah :
1.

Kayunya dapat dipakai sebagai kayu bakar karena nilai kalorinya yang

tinggi, maka kayu mangrove dapat dipakai sebagai arang (charcoal). Selain itu
beberapa jenis pohon mangrove tertentu mempunyai kualitas kayu yang baik,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk perumahan dan kontruksi kayu.
2.

Kulit kayu merupakan sumber tannin yang biasa digunakan untuk

penyamak kulit dan pengawet jala atau jaring ikan. Selain itu tannin juga
merupakan sumber lem plywood dan beberapa zat warna.
3.

Daunnya bisa digunakan sebagai makanan ternak. Beberapa daun dari

jenis-jenis tertentu digunakan sebagai obat tradisional, baik untuk manusia


ataupun ternak, bahkan adapula yang dipakai sebagai pengganti untuk teh dan
tembakau.
4.

Bunga-bungaan sebagai sumber madu.

5.

Buah-buahan ada yang dimakan, walaupun beberapa dari buah-buah

tersebut ada beracun bagi ikan.


6.

Akar-akarnya efektif untuk perangkap sedimen, memperlambat kecepatan

arus dan mencegah erosi pantai.


7.

Tempat mencari makanan dan berlindung bagi berbagai ikan dan hewan-

hewan air lainnya seperti kerang-kerangan terutama pada tingkat juvenile.

8.

Hutan mangrove merupakan suatu penyangga antara komunitas daratan

dan pesisir (laut) misalnya antara terumbu karang dan lamun (Seagress)
Dari beberapa fungsi tersebut diatas, dapat digolongkan berdasarkan fungsi
fisik, fungsi biologi dan fungsi ekonomi. Menurut (Hamilton dan Sneadaker,
1984), (Arif, 1994) dan (Bann, 1998) dalam (Nugroho, 2009). Fungsi hutan
mangrove sebagaiberikut :
1.

Fungsi biologi
1. Tempat pemijahan (spawing ground) dan pertumbuhan paska larva
(nusery ground) komoditi perikanan bernilai ekonomis tinggi (ikan,
kepiting, udang dan kerang).
2. Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati.
3. Penyerap karbon dan penghasil oksigen yang sangat berguna bagi
peningkatan kualitas lingkungan hidup.

a. Fungsifisik
1. Pembangunan

lahan

dan

pengendapan

lumpur

sehingga

dapat

memperluas daratan.
2. Menjaga garis pantai agar tetap stabil, perlindungan pantai dan abrasi
akibat gempuran ombak, arus, banjir akibat laut pasang dan terpaan
angin.
3. Pencegah intruksi air laut kedaratan.
4. Pengolah limbah-limbah organik dan perangkap zat-zat pencemar
(pollutanttrap).
b. Fungsiekonomi

1. Bahan bakar (kayu dan arang).


2. Bahan bangunan (kayu bangunan, tiang dan pagar).
3. Alat penangkap ikan (tiang sero, bubu, pelampung dan bagang
4. Makanan,minuman dan obat-obatan.
5. Bahan baku pulp dan kertas.
6. Bahan baku untuk membuat alat-alat rumah tangga dan kerajinan.
7. Pariwisata.
2.4

Karakteistik Hutan Mangrove


hutan mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek seperti tekstur tanah,

salinitas, pH (derajat keasaman). Secara umum, karakteristik habitat hutan


mangrove dikemukakan oleh (Bengen, 2000 dalam Farida, 2011), sebagai berikut:
Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempeng dan berpasir.
Daerahnya tergenang air secara berkala baik setiap hari maupun yang
hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan
menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.
Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.
Terlindung dari gelombang dan air pasang surut yang kuat.
Airnya bersalinitasi payau 2-22% hingga asin 38%
Hutan mangrove mempunyai ciri khas, yakni bentuk-bentuk perakaran yang
menjangkar dan bersifat pneumatopore (akar napas) yakni berfungsi untuk

mengambil oksigen dari udara dan bertahan pada substrat yang berlumpur
(Arief, 2003 dalam Farida, 2011).
2.3.1

Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena

terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang
terkandung dalam tanah. Tanah atau tempat tumbuh substrat bagi mangrove biasa
dikategorikan dengan bermacam cara. Ada yang dikategorikan tanah mangrove
menjaditanah berlumpur menjadi tanah berlumpur, berpasir atau berkoral. Tanah
mangrove biasa dikategorikan berdasarkan kematanngannya. Tanah belum masak
biasanya disebut lunak atau lembek, sehingga rang yang berjalan diatasnya akan
terperosok jauh kebawah (biasa ini adalah tanah berlumpur). Tanah yang sudah
matang biasanya disebut stabil atau keras, sehingga orang yang berjalan diatasnya
tidak

mengalami

kejadian

terperosok

kebawah

(Kusuma,

2003

dalam

Farida,2011).
2.3.2 Salinitas
Salinitas adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air.
Menurut (Kusmana, 2003 dalam Farida 2011), salinitas air dan tanah merupakan
faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove.
Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara berbeda-beda.
Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dan
media tumbuhnya, sementara jenis yang lain mampu mengeluarkan garam dari
kelenjar khususnya pada daunnya (Rusila, 1999 dalam Farida, 2011).

III. METODE PELAKSAAN

3.1

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lebo Kecamtan Parigi Kabupaten Parigi

Moutong. Pada bulan Maret sampai Mei 2015.


3.2

Alat dan Badan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tali rafia,parang pipa

paralon ukuran 2,5 inci panjang 65cm, meteran. Balak untuk penumbuk pipa,btol
palstik untuk menyimpan air, buku panduan lapangan, alat tulis menulis,kantong
plastik, label dan kamera.
Bahan yang digunakan adalah sampel tanah dan sampel air yang diambil
dari lokasi penelitian,air dan zat-zat kimia yang digunakan dalam proses analisis
laboratorium.
3.3

MetodePraktikum
Peneletian ini menggunakan metode jalur berpetak. Metode jalur berpetak

yaitu kombinasi antara jalur berpetak. Untuk tingkatan pohon dilakukan dengan
cara jalur, sedangkan untuk kombinasi tingkat semai dn panjang dilakukan garis
berpetak, yaitu didalam petak yang besar terdapat petak yang kecil (Simon, 2007).
3.4
3.4.1

Jenis Data dan Sumber Data


Data Primer

Pengambilan data primer ini di laksanakan dengan survey langsung ke


lapangandengan melakukan pengamatan di lokasi penelitian adapun data-data
yang dikumpulkan meliputi pengukuran salinitas air laut, mencatat jumlah jenis,
nama jenis, diameter jenis untuk pohon pancang dan tinggi untuk tingkat semai
serta tekstur.
3.4.2

Data Sekunder
Data sekunde meliputi keadaan umum lokasi, dan literatur-literatur yang

mendukng penelitian ini.


3.5

Prosedur Penelitian
Observasi lapangan dilakukan melihat langsung lokasi penelitian. Observasi

ini meliputi:
1. Survey lokasi penelitian, hal ini dilakukan untuk menentukan letak petak
ukur.
2. Membuat jalur sebnyak 2 jalur dari laut tegak ke arah daratan dengan jarak
antara jalur 500m.
3. Pada setiap jalur dibuat plot pengamatan yang berukuran 10 m x 10m
secara sistematis.

4. Dalam plot yang berukuran 10m x 10m dibuat plot yang brukuran 5mx 5m
untuk tingkatan pancang di dalamnya dibuat ukuran plot 2m x 2m untuk
tingkat semai, seperti gambar yang dibawah ini.
5. Melakukan pengamatan jumlah dan jenis serta diameter untuk tingkat pohon
dan pancang serta tinggi untuk tingkat semai.
6. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan cara jalur berpetak dan
dimulai dari survey lapangan dimana akan dilakukan penentuan kelima
titik,selanjutnya sampel tanah diambil menggunakan pipi paralon yang
berukuran 2,5 inci dan kemudian di tancapkan kedalam tanah secara tegak
lurus dengan kedalaman 60cm (Toknok dkk,2006 dan Toknok,2012). Untuk
tiap titik diambil 1 sampel tanah dengan keseluruhan sampel tanah adalah 5
sampel tanah mangrove di Desa Lebo Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi
Moutong Sulawesi Tengah. Kemudian sampel-sampel tanah dari masingmasing titik tersebut dimasukan kedalam karung besar yang berukuran 50kg
dan diikat rapat sehingga sampel tersebut mudah dibawah ke laboratorium
untuk analisis.
7. Pengambilan sampel air dilakukan sesudah pengambilan sampel tanah pada
titik tersebut.
8. Tanah dan air dibawah ke laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian.

10cm

10cm
10 Gamabr 1. Skema Penempatan Plot Pada Setiap Tingkat Pertumbuhan
A

3.6 Analisis Vegetasi


Data di analisis menggunakan rurmus sebagai berikut:

Gambar 1. Skema Penetapan Plot pada Setiap Tingkat Pertumbuhan


Keterangan :

A = Petak pengamatan tingkat semai (2m x 2m)


B = petak pengamatan tingkat pancang (5m x 5m)
C = petak pengamatan tingkat pohon ( 10m x10m )

3.6

Analisis Vegetasi

Kerapatan jenis (K) =

Kerapatan relatif (KR)

1. Frekuensi (F)

Frekuensi relatif

x 100%

x 100%

Luas bidang datar (LBD) =

x x d2

3,14) : merupakan suatu konstanta


2. Dominasi suatu jenis(LBD)=

Dominasi relati (DR) =

x 100%

3. Indeks nilai penting (INP) tingkat pancang dan pohon =KR+ FR + DR


4. Indeks nilai penting (INP) tingkat semai

= KR + FR

Dari hasil pengukuran dan pengumpulan data dilakukan perhitungan


indeks nilai penting (INP) jenis yang bertujuan untuk menentukan dan
mengetahui jenis mana yang paling dominan. Indeks nilai penting (INP)
untuk tingkatan pohon dan pancang diperoleh dari hasil penjumlahan
antara kerapatan relative (KR), frekuensi relative (FR), dominasi relative
(DR), sedangkan untuk semai diperoleh dari penjumlahan antara kerapatan
relative (KR) dan frekuensi relative (FR) masing-masing jenis Kusmana
(1997).
Indeks nilai penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh
atau peran suatu jenis tumbuhan mangrove yang berasosiasi dalam
komunitas mangrove. Semakin besar nilai indeks nilai penting jenis maka
semakin besar pula interaksi atau asosiasi jenis mangrove tersebut.
(Indriani D.P, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Akhbar, 2003. Potensi Degradasi, dan Perencanaan Rehabilitasi Hutan


Mangrove di Sulawesi Tengah. Yayasan Perhutanan Sosial Bumi Tadulako
(YPSBT) Sulawesi Tengah.
Arief, A ., 2003. Hutan Mangrove, Kanisius. Yogyakarta.
Bengen, D.G., 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
Gunawan, H., 1998. Hutan Pelestarian Mangrove untuk Konservasi Satwa
Langka di sulawesi. Eboni No. 1 Tahun 1998. Balai Penelitian Kehutanan
Ujung Pandang. Sulawesi Selatan. Indonesia.
Hamilton, L.S. dan S.C.Snedaker. 1984. Handbook for Mangrove Area
Management. Commissiion on Ecologi, IUCN, Paris, France.
Indriani D.P, 2009. Keanekaragaman Spesies Tumbuan pada Kawasan Mangrove
Nipah (Nypa fruticas Wurmb.) di Kec. Pulau Rimau Kab. Bayuasin.
Kusmana, C., 1995. Tehnik Rehabilitasi Kerusakan Ekosistem Mangrove.
Makalah Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Angkatan II Tanggal 24 Juli-24 November 1995. Bogor.
Ruslia, 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WIIP. Bogor.
Rochana, E., 2001. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaan di Indonesia. Makalah
Falsafa Sains, Program Pasca Sarjan, IPB. http ://www. Hayatiipb.com/user/rudyct2001/e-rohana.htm. Diakses pada 5 Oktober 2003.
Santoso, N., 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah lokakarya
Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000.
Jakarta. Indonesia.

Samiangan, T., 1972. Tipe-Tipe Vegetasi (Pengantar Dendrologi). Fakultas


Pertanian IPB. Bogor.
Simon, 1993. Metode Inventore Hutan. Puataka Yogyakarta.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif :

Metode Analisis Populasi dan

Komunitas. Jakarta : Penerbit Usaha Nasional.


Saenger, 1983. Pedoman Teknis Pengenalan dan Sistem Pengelolaan Mangrove.
PKSPL-IPB, Bogor.
Toknok, B., Bratawinata, A. A., dan Soetrisno, K., 2006. Karakteristi Habitat dan
Keanekaragaman Mangrove Darat Di Lompio Kabupaten Donggala
Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu Kehutanan Unmul Volume 2, nomor 1;17-31.
Toknok, B., 2012. Restorasi Ekosistem Mangrove Tanjung Malakosa Di
Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Disertai Program Doktor Ilmu
Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. 204 h.

Anda mungkin juga menyukai