Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(CVA-IVH)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal di
Ruang 26s RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
OLEH:
NI MADE ARDANINGSIH
115070201111008
1. DEFINISI
Perdarahan intraventrikel atau yang biasa disebut dengan IVH adalah perdarahan
yang terdapat pada sistem ventrikel otak, dimana cairan serebrospinal di produksi dan
disirkulasikan ke ruang subarachnoid. Perdarahan ini dapat disebabkan karena adanya
trauma ataupun juga perdarahan pada stroke.
Disebutkan pula bahwa Primary Intraventricular Hemorrhage merupakan perdarahan
intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan
sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam
dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel. IVH sekunder
mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang
masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH)
berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating
artery atau dari posterior communicating artery.
Sepertiga pasien IVH tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%). Angka
kejadian IVH di antara seluruh pasien dengan perdarahan intrakranial adalah 3,1%
dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis pasien perdarahan
intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas, termasuk perkembangan
hidrosefalus dan menurunnya kesadaran. Dilaporkan terdapat banyak faktor yang
berhubungan dengan IVH, namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering
ditemukan. Sering kali kejadian IVH bersamaan dengan munculnya CVA hemoragik lain,
yang tersering adalah ICH (intra cranial Hematoma), sehingga kejadian CVA ICH ini juga
menimbulkan kesan gejala yang sama dengan CVA yang terjadi setelah atau bersamaan.
Selain itu kejadian IVH lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan dengan orang
dewasa. Pada bayi IVH banyak terjadi pada bayi yang prematur atau BBLR, ha ini
dikarenakan belum matangnya pembentukan pembuluh darah, terutama di otak.
Ketidakmatangan inilah yang akan mengakibatkan adanya ruptur pembuuh darah pada
sistem ventrikel. Sedangkan pada orang dewasa IVH banyak terjadi karena perdarahan
dari sistem atau tempat disekitar ventrikel otak.
2. ETIOLOGI
Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi menurut
penelitian didapatkan :
a. Hipertensi, aneurisma bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada
arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem
ventrikuler.
b. Kebiasaan merokok dan Alkoholisme
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke perdarahan pada
pasien merokok dan konsumsi alkohol. Kandungan (zat) yang terkandung dalam
rokok, terutama nikotin dapat menyebabkan penurunan elastisitas dinding vaskuler.
Konsumsi alkohol dengan jumlah banyak maupun sedikit namun dalam jangka
waktu yang lama akan berefek pada sistem kardiovasluler, gangguan yang mungkin
muncul pada sistem jantung diantaranya adalah berhubungan dengan fungsi
fisiologis jantung, yang tersering diantaranya adalah fungsi sebagai pompa darah,
sedangkan pada sistem vaskuler, konsumsi alkohol dapat mengganggu lipid profile
yang kedepannya akan mengakibatkan gangguan pada lemak di vaskuler yang
nantinya dapat menyebabkan penyempitan vaskuler.
c. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali pembuluh dara
hserebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma
serebri merupakan penyebab tersering PIVH pada usia muda. Pada orang dewasa,
PIVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensiprimer dari
struktur periventrikel.
3. FAKTOR RESIKO
a. Usia tua
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme
d. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg.
e. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
f. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-50%),
lobus(30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%) dan serebelum
(5%). Adanya perdarahan intraventrikular meningkatkan resiko kematian yang
berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.
4. PATOFISIOLOGI
Hipertens
i
abnormalitas formasi
vaskuler otak
Nyeri kepala
Peningkatan TIK
Gangguan kesadaran
(penurunan)
Penekanan pada
area tertentu pada
otak dapat
menyebabkan
gangguan fisiologis
otak seperti
:gangguan bicara
(area broca),
gangguan gerak,
dll
5. GEJALA
Pada dasarnya gejala dari IVH sama dengan gejala pada perdarahan intraserebral
lainnya, seperti sakit kepala mendadak, mual dan muntah, perubahan/penurunan status
mental atau level kesadaran.
a. Sakit kepala mendadak
b. Kaku kuduk
c. Muntah
d. Letargi.
e. Penurunan Kesadaran.
f. Gangguan atau penurunan fisiologis pada bagian tubuh tertentu misal pada anggota
gerak.
6. PROGNOSA
Prognosa IVH akan sangat buruk apabila merupakan hasil dari perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hipertensi, dan prognosa akan bertambah buruk apabila
hydrocephalus mengikuti. Hal ini dapat menyababkan peningkatan TIK dan dapat
menyebabkan hernia otak. Darah yang berada pada ventrikular otak dapat menggumpal
dan akan menyumbat aliran dari CSF sehingga dapat terjadi hydrochepalus yang dapat
dengan cepat meningkatkan TIK dan dapat menyebabkan kematian. Kemudian, produkproduk pemecahan bekuan darah dapat merangsang pelepasan agen-agen inflamsi yang
dapat merusak granulasi dari arachnoid, menghalangi reabsorbsi CSF dan dapat
menyebabkan hydrochepalus permanen.
7. KOMPLIKASI
a. Hidrosefalus (Octaviani, 2011)
Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan karena
obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal.
Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran
yang buruk.
Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf
dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt merupakan
tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan
dari ventrikel otak ke rongga peritoneum. Sebuah studi tentang hidrosefalus
menunjukkan rasio kesuksesan perbaikan gejala dan tanda klinis pada 50%- 90%
penelitian pada anjing yang mendapatkan tatalaksana ventriculoperitoneal shunting.
b. Perdarahan ulang (rebleeding) (Octaviani, 2011)
Dapat terjadi setelah serangan hipertensi. Tindakan medis untuk mencegah
perdarahan ulang setelah SAH dari AHA Guideline 2009: 1). Tekanan darah sebaiknya
dimonitor dan dikontrol untuk mengimbangi risiko stroke, hipertensi yang berhubungan
dengan perdarahan ulang, dan mempertahankan CPP (cerebral perfusion pressure).
2). Tirah baring saja tidak cukup untuk mencegah perdarahan ulang setelah SAH.
Dapat dipertimbangkan strategi tatalaksana yang lebih luas, bersamaan dengan
pengukuran yang lebih definitif. 3). Meskipun studi yang lalu menunjukkan
keseluruhan efek negatif dari antifibrinolitik, bukti sekarang menyarankantatalaksana
awal dengan pemberian antifibrinolitik jangka pendek dilanjutkan dengan penghentian
antifibrinolitik dan profilaksis melawan hipovolemi dan vasospasme
c. Vasospasme. (Octaviani, 2011)
Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara intraventricular hemorrhage
(IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu: 1). Disfungsi arteriovena
hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme intrakranial. 2).
Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi
cairan serebrospinal. Rekomendasi tatalaksana vasospasme serebri dari AHA
Guideline pada SAH, yaitu: Nimodipin oral diindikasikan untuk mengurangi keluaran
yang buruk yang berhubungan dengan SAH aneurisma (I, A). Nilai dari pemberian
antagonis kalsium secara oral atau intravena masih belum jelas. Dosis oral yang
dianjurkan adalah 60 mg setiap 6 jam.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis klinis dari PIVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan meskipun
gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepala diperlukan
e.
f.
g.
h.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli
(tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau
perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan
otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai
keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan
refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
12.
PEMERIKSAAN FUNGSI REFLEKS
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
a. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 30 0.
Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks
hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah
ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon
m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian
dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi
pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
c. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90 0 , tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otototot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
d. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang
diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
e. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores
seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
Reflek Patologis
a. Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari jari kaki.
b. Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis
dari posterior ke anterior. Respons : seperti babinski.
c. Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal. Respons : seperti
babinski.
d. Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras, Respons : seperti babinski.
e. Schaeffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras. Respons : seperti babinski.
f. Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat. Respons : seperti
babinski.
g. Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien. Respons : ibu jari, telunjuk dan jari
jari lainnya berefleksi.
h. Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien. Respons : seperti Hoffman.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput otak
(misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
a. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
b. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan
tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada
secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai
bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
c. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
d. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan
tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai
bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan
rasa sakit terhadap hambatan.
13.
TATALAKSANA
a. CT Scan kepala sangat sensitif dalam mengidentifikasi
perdarahan akut dandipertimbangkan sebagai gold standard.
b. Terapi konvensional PIVH berpusat pada tatalaksana hipertensi dan
peningkatantekanan intrakranial bersamaan dengan koreksi koagulopati dan
mencegah komplikasiseperti perdarahan ulang dan hidrosefalus.
Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan :
a. Resusitasi cairan intravena
7.
Riwayat Psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologi klien dengan timbul gejalagejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penerimaan terhadap
penyakitnya.
8.
Pola Sehari-hari :
1.
Pola Nutrisi dan Metablisme
Biasanya pada klien dengan CVA makanan yang disukai atau tidak disukai oleh
klien, mual muntah, penurunan nafsu makan sehingga mempengaruhi status
nutrisi
2.
Pola Eliminasi.
Kebiasaan dalam BAB didapatkan ,sedangkan kebiasaan BAK akan terjadi retensi,
konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
3.
Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien dengan CVA tidak bisa melakukan aktivitas, badan terasa lemas,
muntah dan terpasang infus.
4.
Pola tidur dan istirahat.
Biasanya klien sebelum tidur, lama tidur siang dan malam karena nyeri kepala yang
hebat maka kebiasaan tidur akan terganggu.
5.
Pola persepsi dan konsep diri.
Didalam perubahan konsep diri itu bisa berubah bila kecemasan dan kelemahan
tidak mampu dalam mengambil sikap.
6.
Pola sensori dan kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan
dan kemampuan dalam merawat diri.
7.
Pola reproduksi sexual
Pada pria reproduksi dan seksual pada klien yang telah/sudah menikah akan terjadi
perubahan
8.
Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan peran dan peran
serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
9.
Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang klien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
11. Pola tata dan kepercayaan.
Timbulnya distress dalam spiritual pada klien, maka klien akan menjadi cemas dan
takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
# Pemeriksaan Fisik :
1.
Keadaan umum
Biasanya klien CVA mengalami badan lemah, nyeri kepala, penurunan kesadaran, tensi
meningkat, suhu, nadi, pernafasan.
2.
Kepala dan leher
Keadaan rambut, kepala simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan kepala, panas atau
tidak, maka simetris atau tidak, keadaan sclera, puppi reflek terhadap cahaya, hidung
simetris atau ada tidaknya polrip, epistaksis mulut, leher simetris serta ada pembesaran
kelenjar tiroid
3.
Thorax dan abdomen
Biasanya klien CVA tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris.
4.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan abnormal, tidak ada suara tambahan dan tidak terdapat
pernafasan cuping hidung
5.
Sistem kardio vaskuler
Pada umumnya klien dengan CVA ditemukan tekanan darah normal/meningkat akan
tetapi bisa didapatkan Tachicardi atau Bradicardi
6.
Sistem integument
Pada umumnya klien CVA turgor kulit menurun, kulit bersih, wajah pucat, berkeringat
banyak
7.
Sistem eliminasi
Pada sistem eliminasi urine dan alvi biasanya tidak ditemukan kelainan
8.
Sistem muskulos keletal
Apakah ada gangguan pada extriminitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan
9.
Sistem endoksin
Apakah didalam penderita CVA ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil
10.
Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma dalam klien CVA
Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial yang berhubungan dengan peningkatan volume
intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,
penurunan mobilitas fisik, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/ hemiplegia, kelemahan
neuromuskular pada ekstremitas.
4. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan sensari, luas lapang pandang.
5. Defisit perawatan diri : mandi dan eliminasi berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan
secara umum.
Rencana Intervensi
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial yang berhubungan dengan peningkatan
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
NOC : Tissue Perfusion: Cerebral
INDICATOR
Severe
deviation
from normal
range
Substantial
deviation
from normal
range
Moderate
deviation from
normal range
Mild
deviation
from normal
range
No deviation
from normal
range
Tekanan intracranial
Tekanan sistolik
Tekanan diastolic
MAP
Indicator
Headache
Carotid bruit
Decreased level of
consciousness
Impaired neurological
reflexes
v
v
v
v
severe
substantial
moderate
mild
v
none
V
V
Intervensi
a. Intracranial pressure (ICP) Monitoring
a. Mengkaji dengan alat monitoring ICP
b. Memeberikan informasi kepada pasien dan keluarga
c. Set alarm monitor
parameter
Indicator
Severely
compromised
Substantially
compromised
Moderately
compromised
Midly
compromised
Balance
Coordination
Muscle movement
Joint movement
Moves with ease
Not
compromised
V
V
V
V
V
NIC:
1. Exercise Therapy: balance
Menentukan kemampuan pasien untukmengikuti latihan
Mengevaluasi kemampuan sensori (penglihatan, pendengaran)
Menyediakan tempat yang aman untuk latihan
Kaji respon klien selama latihan
2. Joint mobility
Menetukan keterbatasan gerak sendi
Kolaborasi dengan therapist dalam mengembangkan program latihan
Mengkaji tingkat nyeri sebelum melakukan latihan
Melindungi klien dari trauma selama latihan
Membantu klien untuk posisi yang optimal dalam melakukan
passive/aktive joint movement
Mendorong klien melakukan latihan ROM aktif
Mengajari PROM dan membantu AROM jika diindikasikan
Berikan pujian yang positif untuk
3. Defisit perawatan diri: Mandi
Setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam klien nampak bersih
dan terawat.
NOC
Indicators
Cuci muka
Mandi
badan
bagian atas
Mandi
badan
bagian bawah
Severely
compromised
Substantially
compromised
Moderately
compromised
Midly
compromised
V
V
V
Not
compromised
Memebersihkan
area perineal
Mengeringkan
badan
V
V
NIC:
Self-care Assistance: Bathing/Hygiene
1. Mempertimbangkan budaya pasien ketika akan memandikan
2. Mempertimbangkan usia pasien ketika akan memandikan
3. Menetukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan
4. Menyiapkan alat-alat mandi (handuk, sabun, deodorant, dan kebutuhan
mandi lainnya)
5. Menyediakan lingkungan yang terapeutik dan mejaga privacy klien
6. Bantu klien menggosok gigi dengan tepat
7. Bantu klien membersihkan badannya
8. Monitor kebersihan kuku klien.
9. Monitor integritas kulit klien.
DAFTAR PUSTAKA
Arboix, Adria, dkk. 2012. Spontaneous Primary Intraventricular Hemorrhage: Clinical
Features and Early Outcome. Medical Journal of Neurology International Scholarly
Research Network. 2012 (07) 22 : 1-7.
Boderick, Joseph, Connoly, Sander. 2007. Penuntun Manajemen Perdarahan Intraserebral
Spontan Usia Dewasa. AHA Journal. 2007 (04) 5 :1-36.
Deputy,
Stephen.
2009.
Neurological
Emergencies.
http://facesofneurosurgery.blogspot.com/2011/10/
acute-management-of-adult.html,
diakses 01 September 2013.
Hinson, Holly E, dkk. 2010. Management of Intraventricular Hemorrhage. NIH (national
Institute of Health) Journal of Nourology. 2010 (03) 2 :1-16.
Kumar, raj, dkk. 2007. Delayed intraventricular hemorrhage with hydrocephalus following
evacuation of post traumatic acute subdural hematoma. Indian Journal of Neurotrauma
(IJNT). Vol. 4, No. 2. 2007 (06) 5 :119-122.
Octaviani, Donna, dkk. 2011. Perdarahan Intra Ventrikuler Primer. Jurnal Indonesian Medical
Association. Volume: 61. 2011. (05) 5: 210-217.
Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.