667 1618 1 SP
667 1618 1 SP
MAKALAH KOLOKIUM
Nama Pemrasaran/NIM
Departemen
Pembahas
Dosen Pembimbing/NIP
Judul Rencana Penelitian
:
:
:
:
:
Nurul Fitriyanti/I34100137
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Farhatul Hanifah Amalia/I34100062
Dr. Ir. Dwi Sadono, M.Si/19641102 199203 1 003
Partisipasi
Masyarakat
Dalam
Program
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri
20 Maret 2014, Pukul 09.00-10.00 WIB
Nasional
1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembangunan di wilayah pedesaan tentunya tidak akan terlepas dari pelibatan masyarakat
dan stakeholders yang terlibat. Pentingnya pelibatan masyarakat dalam sebuah proses
pembangunan di pedesaan dapat menjadi faktor keberhasilan program tersebut. Partisipasi adalah
proses aktif inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka
sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka
dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: pertama, warga
komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan
dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk
keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak,
kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut pada subjek yang sadar (Nasdian 2006).
Partisipasi ini akan terwujud dalam kegiatan nyata apabila ada kemampuan, kemauan
dan kesempatan. Kemampuan dan kemauan masyarakat dalam berpartisipasi dalam sebuah
program tertentu berasal dari dalam diri masyarakat sendiri, artinya meskipun ada kesempatan
yang diberikan oleh pemerintah atau negara untuk membangun infrastuktur tetapi jika tidak ada
kemampuan dan kemauan dari masyarakat maka pertisipasi tidak akan terwujud. Dalam kegiatan
pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian
serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk
memperbaiki mutu hidup mereka. Artinya, melalui partisipasi yang diberikan, berarti benar-benar
menyadari bahwa kegiatan pembangunan bukanlah sekedar kewajiban yang dilaksanakan oleh
aparat pemerintah sendiri, tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki
hidupnya.
Sebelum diluncurkannya PNPM Mandiri pada tahun 2007, telah banyak program-program
penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang menggunakan konsep pemberdayaan
masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. Dimulai dari program
yang paling terkenal di masa Pemerintahan Orde Baru adalah program IDT (Inpres Desa
Tertinggal) yang dimulai pada tahun 1993/1994 pada awal Repelita VI. Program IDT dilaksanakan
dengan memberikan bantuan modal usaha, pemerintah juga memberikan bantuan teknis
pendampingan. Program-program pemerintah pengentas kemiskinan dan pemberdayaan
masyarakat mulai dicanangkan. Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia menurut UU No 25 tahun
2004 mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar
dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat. PNPM-Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta
mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk
mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang
pengambilan keputusan masih berada pada pihak yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari
masyarakat.
Dalam tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi masyarakat masih memiliki
keterlibatan yang sangat rendah. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat pentingnya pelibatan
masyarakat dari mulai tahap perencanaan hingga tahap evaluasi, yang ditujukan agar masyarakat
mampu menjalankan program pemberdayaan dengan baik dan merasa memperoleh peningkatan
taraf hidup dari program yang dilaksanakan. Selain itu Nasdian (2006) juga menjelaskan bahwa
masyarakat yang menghadiri rapat pun kurang terlibat dalam memberikan ide, pendapat,
masukan, kritikan, dan banyaknya masyarakat yang kurang tertarik dan merasa proses evaluasi
cukup dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat saja. Hal ini menunjukkan bahwa anggota
komunitas karena terjerat dalam berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat
tidak memiliki inisiatif, gairah dan tidak dinamis untuk mengubah hidup mereka yang kurang baik.
Secara umum, PNPM Mandiri merupakan program yang memiliki prinsip bottom up, di
mana kegiatan tersebut bertumpu pada masyarakat dan membutuhkan partisipasi masyarakat.
Tujuan peminjaman bergulir untuk kelompok swadaya masyarakat adalah pengembangan
kemandirian masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaan dan
penyelenggaraan pembangunan desa dan antar-desa, serta peningkatan penyediaan modal
secara ekonomi sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari upaya mempercepat
penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu menjadi penting untuk dilihat bagaimana
partisipasi masyarakat (pelibatan dari tahap pengambilan keputusan hingga tahap evaluasi)
dalam sebuah program besar pemerintah yaitu PNPM-Mandiri?
1.2.
Masalah Penelitian
1.3.
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
Tinjauan Pustaka
Partisipasi
1. Pengertian Partisipasi
Secara etimologi arti kata partisipasi berasal dari bahasa latin, pars artinya bagian dan
capare berarti mengambil bagian atau dapat juga disebut peran serta atau keikutsertaan. Jadi
partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan secara sukarela oleh masyarakat dalam
perubahan yang ditentukannya sendiri (Supriyadi 2001 dalam Wibowo 2011).
Dalam kamus sosiologi, partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang didalam kelompok
sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya
sendiri (Mardikanto 2010). Dalam kegiatan pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan
perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya
pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Artinya, melalui partisipasi
yang diberikan, berarti benar-benar menyadari bahwa kegiatan pembangunan bukanlah sekedar
kewajiban yang dilaksanakan oleh aparat pemerintah sendiri, tetapi juga menuntut keterlibatan
masyarakat yang akan diperbaiki hidupnya.
Partisipasi adalah proses aktif inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh
cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme)
dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan:
pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh
orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan
kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan,
bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut pada subjek yang sadar (Nasdian
2006).
Slamet dalam Mardikanto (2010), menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan tiga unsur pokok yaitu:
a Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
b Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi
Menurut Wibowo (2011), partisipasi rakyat merupakan prasyarat utama untuk keberhasilan
proses pembangunan di Indonesia. Namun hal ini belum menjadi perhatian utama karena di
lapangan masih terdapat hambatan yaitu belum dipahaminya konsep partisipasi yang sebenarnya
oleh pihak perencana dan pihak pembangunan.
Kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi menurut Ife dan Tesoriero (2008):
1 Mereka akan ikut berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut
penting.
2 Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan.
3 Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.
4 Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya.
5 Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan.
Adanya keaktivan warga dalam pemberian ide-ide pada tahap perencanaan dinilai sangat
penting, selain itu adanya kesadaran dan rasa kepemilikan yang tinggi dari masyarakat dibutuhkan
dalam tahap pelaksanaan, adanya manfaat yang dirasakan masyarakat dan keikutsertaan
masyarakat dalam menilai hasil kerja pada tahap evaluasi merupakan hal terpenting yang harus
ada dalam tahapan partisipasi (Girsang 2011).
Mendorong dan mendukung partisipasi adalah suatu proses yang membutuhkan
keterampilan dan melibatkan pemantauan terus menerus tentang dampaknya terhadap rakyat
mengenai partisipasi mereka dalam kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat. Partisipasi
harus menghasilkan keluaran positif, baik dari segi membangun kepercayaan pribadi dan dalam
segi kontrol terhadap lingkungan seseorang dan kemampuan untuk memengaruhi keputusan yang
akan memberi dampak pada kehidupan seseorang. Hal-hal tersebut bukanlah keluaran yang
secara otomatis mengalir dari partisipasi.
Dalam menjelaskan pelibatan masyarakat dalam sebuah program sangatlah penting. Tetapi
dalam mendefinisikan partisipasi masyarakat haruslah berhati-hati, hal ini dikarenakan adanya
berbagai kepentingan yang ada dalam pelaksanaan partisipasi. Ada beberapa unsur yang perlu
dipertimbangkan dalam partisipasi masyarakat adalah insiatif dan proses pengambilan keputusan
yang berasal dari bawah, yaitu komunitas. Masyarakat memiliki pengalaman tersendiri akibat
adanya proses interaksi yang berlangsung secara terus menerus dengan lingkungannya
(Susantyo 2007).
2. Tahapan-tahapan Partisipasi
Menurut Cohen dan Uphoff seperti yang dikutip oleh Girsang (2011), menjelaskan
pengertian partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan,
pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi. Cohen dan Uphoff juga membagi partisipasi ke
dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1 Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam
rapat-rapat.
2 Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti
dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk
sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.
3 Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat
pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi
masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek
dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.
4 Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap
sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan proyek
selanjutnya.
Yadav dalam Mardikanto (2010), mengemukakan tentang adanya empat macam kegiatan
pembangunan, yaitu partisipasi dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan,
pemantauan dan evaluasi, serta partisipasi dan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.
a). Partisipasi dalam pengambilan keputusan
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum
yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi langsung didalam proses pengambilan keputusan
tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal.
b). Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai
pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang-tunai, dan atau berbentuk
korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang diterima oleh masing-masing warga
masyarakat yang bersangkutan.
c). Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan
Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat diperlukan.
Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk
memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan
pembangunan yang bersangkutan.
d). Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan sering terlupakan. Sebab, tujuan
pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan
hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Partisipasi sering kurang mendapat perhatian
pemerintah dan administrasi pembangunan pada umumnya, yang seringkali menganggap bahwa
dengan selesainya pelaksanaan pembangunan itu otomatis manfaatnya pasti dapat dirasakan
oleh masyarakat sasarannya.
Azimi (2013) juga menjelaskan bahwa dalam tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi
masyarakat masih memiliki keterlibatan yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan partisipasi yang
berasal dari stakeholders yaitu pihak swasta masih sangat tinggi, sehingga hal ini membuat
masyarakat kurang membuat taraf hidup masyarakat menjadi lebih baik dan tidak ada rasa
memiliki dalam menjalankan program pemberdayaan. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat
pentingnya pelibatan masyarakat dari mulai tahap perencanaan hingga tahap evaluasi, yang
ditujukan agar masyarakat mampu menjalankan program pemberdayaan dengan baik dan merasa
memperoleh peningkatan taraf hidup dari program yang dilaksanakan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
Menurut Nasdian (2006) faktor-faktor yang menghambat pemberdayaan dan partisipasi
serta menjadi penyebab mengapa masyarakat lapisan bawah di tingkat komunitas tidak berdaya
menghadapi lapisan yang lebih kuat perlu dicermati dan diperhatikan dengan baik. Kendala upaya
pemberdayaan dan meningkatkan partisipasi warga komunitas pada dasarnya dapat ditelaah dari
dimensi struktural-kultural. Dimensi struktural bersumber terutama pada struktur sosial yang
berlaku dalam suatu komunitas. Dimensi kultural adalah sikap pasrah dari anggota komunitas
karena terjerat dalam berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat tidak
memiliki inisiatif, gairah dan tidak dinamis untuk mengubah hidup mereka yang kurang baik.
Dimensi struktural-kultural mengandung makna berlakunya hubungan-hubungan sosial dan
interaksi sosial yang khas dalam komunitas yang mengakibatkan berlangsungnya suatu kebiasaan
yang dapat membius dan membatasi inisiatif dan semangat warga komunitas untuk berkembang.
Berlangsungnya sikap-sikap pasrah, kurang kreatif, inisiatif dan berani dalam masyarakat secara
langsung atau tidak langsung dapat mengkekalkan bentuk-bentuk dan sifat hubungan sosial yang
khas dalam komunitas.
Tingkat partisipasi masyarakat dapat dikatakan tergolong rendah karena adanya kendala
yang berasa dari dimensi kutural masyarakat yang lebih memilih tidak yang pada saat kegiatan
rapat, dengan alasan kesibukan pekerjaan dan tidak punya akses menuju tempat rapat. Selain itu,
masyarakat yang menghadiri rapat pun kurang terlibat dalam memberikan ide, pendapat,
masukan, kritikan, dan banyaknya masyarakat yang kurang tertarik dan merasa proses evaluasi
cukup dilakukan oleh Ketua RT dan tokoh-tokoh masyarakat saja. Hal ini menunjukkan bahwa
anggota komunitas karena terjerat dalam berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas
terlihat tidak memiliki inisiatif, gairah dan tidak dinamis untuk mengubah hidup mereka yang
kurang baik.
Achnes dkk (2012) juga menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan
implementasi PNPM dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh komunikasi
yang kurang dipahami oleh masyarakat, ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan petugas dalam
menyampaikan informasi-informasi. Struktur birokrasi yang sulit untuk dipahami dan kurang
sistematis. Kemudian aspek fragmentasi dari luar yang terlalu ikut campur dalam pelaksanaan.
Wibowo (2011) juga mengemukakan bahwa hambatan yang sering dihadapi di lapangan ketika
mewujudkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan adalah
karena belum dipahaminya makna atau konsep yang sebenarnya dari partisipasi oleh pihak
perencana dan pihak pembangunan.
3.1 Faktor Internal
Pangestu dalam Girsang (2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor internal yang
mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program adalah segala sesuatu yang
mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi
dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban
keluarga dan jumlah serta pengalaman berkelompok. Menurut Max Weber dan Zanden dalam
Yulianti (2012) mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang
mengidentifikasi adanya tiga komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan
kekuasaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut. Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu
individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau
ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan
penghasilan (Slamet dalam Yulianti 2012). Slamet dalam Yulianti (2012) juga mengemukakan
secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi seperti usia,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan,
keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi.
Menurut Plumer dalam Yulianti (2012), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat
untuk mengikuti proses partisipasi adalah:
Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh
lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat masyarakat memahami ataupun
tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada.
Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih
meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi
pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah
adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk
berpartisipasi.
Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan
tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.
Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap
faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk
berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan
pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan.
Kepercayaan terhadap budaya tertentu. Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang
tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang
digunakan serta metodologi yang digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat
bertentangan dengan konsep-konsep yang ada.
3.2 Faktor Eksternal
Menurut Sunarti dalam Yulianti (2012), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh
(stakeholders), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap
program ini. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau
mempunyai posisi penting guna kesuksesan program. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang
dilakukan oleh Yulianti (2012) yang menjelaskan peran pemerintah, pengurus kelurahan (RT/RW),
tokoh masyarakat dan peran fasilitator yang merupakan faktor eksternal mempengaruhi seluruh
bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat.
Selain itu, Tjokroamidjojo dalam Girsang (2011) mengungkapkan faktor-faktor yang perlu
mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah
a Faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan adanya
pimpinan dan kualitas; dan
b Faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencana-rencana baru
akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.
Faktor kepemimpinan juga disinggung dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Susantyo
(2007) yang mengungkapkan bahwa kepemimpinan lokal juga merupakan faktor strategis dari
partisipasi masyarakat. Hal ini berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pembentukan suatu
kelembagaan ekonomi dan saluran pendapatan publik terhadap kebijaksanaan pembangunan.
Girsang (2011) juga menyebutkan faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi adalah
kepemimpinan desa, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktivan tim pendamping kegiatan. Tetapi
faktor yang paling berpengaruh adalah keaktivan tim pendamping dalam mendampingi
masyarakat.
Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata
Power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita
untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat
mereka. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial, karena itu kekuasaan dan hubungan kekuasaan
dapat berubah. Pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses
perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain kemungkinan terjadinya
proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal (Suharto 2010):
1 Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan
tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
2 Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian
kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah
sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam a) memenuhi kebutuhan dasarnya
sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan
pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan bebas dari kesakitan; b)
menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan dan c) berpartisipasi
dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Pemberdayaan menurut Ife dan Tesoriero (2008) memuat dua pengertian kunci, yakni
kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan
politik dalam arti sempit, melainkan penguasaan atau penguasaan klien atas:
Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam
membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal dan pekerjaan.
Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi
dan keinginannya.
Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam
suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.
Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi
pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan,
kesehatan.
Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan
kemasyarakatan.
2. Prinsip pemberdayaan
Mardikanto (2010) mengemukakan bahwa pemberdayaan memiliki prinsip-prinsip:
1) Mengerjakan, artinya kegiatan pemberdayaan harus sebanyak mungkin melibatkan
masyarakat untuk mengerjakan atau menerapkan sesuatu. Karena melalui mengerjakan
mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan dan
keterampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
2) Akibat, artinya kegiatan pemberdayaan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik
atau bermanfaat. Sebab, perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa akan
10
11
12
Otonomi. Pengertian prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan
mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif dari luar.
Desentralisasi. Pengertian prinsip desentralisasi adalah memberikan ruang yang lebih luas
kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan
yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas
masyarakat.
Partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam
proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi,
perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan
tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil.
Kesetaraan dan keadilan gender. Pengertian prinsip kesetaraan dan keadilan gender
adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai dalam perannya di setiap
tahapan program dan dalam menikmati kegiatan pembangunan,kesetaraan juga dalam
pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik.
Prioritas. Pengertian prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan
dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan
kemiskinan.
2.2.
Kerangka Pemikiran
13
kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Dalam program ini,
seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara
partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan
pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan
kegiatan dan pelestariannya. PNPM-Mandiri memiliki prinsip bottom-up dimana kegiatan tersebut
bertumpu pada masyarakat dan membutuhkan partisipasi masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam mengikuti program
dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang diduga
mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan
tingkat pendapatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut. Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok
masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku
individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin,
pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan (Slamet dalam Yulianti 2012). Slamet dalam Yulianti
(2012) juga mengemukakan secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan
tingkat partisipasi seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota
masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat
berpengaruh pada partisipasi.
Faktor eksternal yang diduga mempengaruhi tingkat partisipasi yaitu kepemimpinan
formal/informal, intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktivan fasilitator. Hal
ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2012) yang menjelaskan peran
fasilitator merupakan faktor eksternal mempengaruhi seluruh bentuk dan tingkat partisipasi
masyarakat. Faktor kepemimpinan juga disinggung dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh
Susantyo (2007) dan Girsang (2011) yang menyebutkan faktor eksternal yang mempengaruhi
partisipasi adalah kepemimpinan desa. selain itu Girsang (2011) juga menyebutkan intensitas
sosialisasi kegiatan dan keaktivan tim pendamping kegiatan sebagai faktor yang mempengaruhi
partisipasi. Tetapi faktor yang paling berpengaruh adalah keaktivan tim pendamping dalam
mendampingi masyarakat. Achnes dkk (2012) juga menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan
ketidakberhasilan implementasi PNPM dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dipengaruhi oleh komunikasi yang kurang dipahami oleh masyarakat.
Faktor internal dan ekstenal yang diduga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat
dalam tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil dan tahap
evaluasi. Hasil sebuah program pemberdayaan dapat dinilai oleh keberhasilan program yang
dilaksanakan secara partisipasi. Keberhasilan suatu program pembangunan akan sangat efektif
dan efisien jika dapat dinikmati atau dimanfaatkan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan
masyarakat. Manfaat yang diperoleh yaitu terdapat peningkatan fasilitas prasarana dan sarana
sosial dan ekonomi, peningkatan peluang usaha, peningkatan partisipasi masyarakat dalam
kegiatan ekonomi, peningkatan pendapatan rumahtangga dan peningkatan kemandirian warga
dalam menunjang kebutuhan hidup.
Faktor Internal:
1
Usia
2
Tingkat pendidikan
3
Jenis pekerjaan
4 Tingkat Pendapatan
PNPM-MANDIRI
Hasil:
1
Tingkat partisipasi masyarakat
-
Faktor Eksternal:
1
Gaya
kepemimpinan
formal/informal
2
Intensitas
komunikasi
3
Intensitas
sosialisasi kegiatan
4 Keaktivan fasilitator
Tahap pengambilan
keputusan
Tahap pelaksanaan
Tahap menikmati hasil
Tahap evaluasi
2
3
4
5
Peningkatan fasilitas
prasarana dan sarana
sosial dan ekonomi
Peningkatan peluang
usaha
Peningkatan partisipasi
masyarakat dalam
kegiatan ekonomi
pedesaan
Peningkatan pendapatan
rumahtangga
Peningkatan kemandirian
warga dalam menunjang
kebutuhan hidup
14
Catatan:
Mempengaruhi
Terhadap
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka hipotesis yang dirumuskan
dalam penelitian adalah:
1. Semakin tinggi pengaruh faktor internal maka semakin tinggi tingkat partisipasi
masyarakat.
2. Semakin tinggi pengaruh faktor eksternal maka semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat.
3. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat maka semakin tinggi hasil yang
diperoleh masyarakat.
2.4.
Definisi Operasional
Faktor internal dan eksternal
Faktor internal atau karakteristik individu adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu
responden yang dapat memotivasi diri atau merupakan dorongan dalam diri untuk ikut
berpartisipasi dalam program PNPM-Mandiri. Faktor internal meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan dan tingkat pendapatan. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri
individu atau lingkungan yang mempengaruhi seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam program
PNPM-Mandiri. Faktor eksternal meliputi kepemimpinan formal/informal, intensitas sosialisasi
kegiatan.
1. Usia adalah lama hidup konsumen pada saat penelitian dilakukan yang dihitung sejak hari
kelahiran yang dinyatakan dalam satuan tahun. Pengelompokkan usia menurut Havighurst
(1950) dalam Mugniesyah (2006) membagi kategori usia, yaitu dewasa awal berusia 18 29
tahun, usia pertengahan berusia 30 50 tahun, dan usia tua berusia lebih dari 50 tahun. Usia
dikelompokkan dan dibedakan dalam skala ordinal.
- Dewasa awal
: 18 29 tahun diberi skor 1
- Dewasa pertengahan : 30 50 tahun diberi skor 2
- Dewasa akhir/tua
: > 50 tahun diberi skor 3
2. Tingkat pendidikan adalah jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah diikuti oleh responden.
Berdasarkan data BPS per mei 2012 membagi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan
2010-2012 dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori dan diukur dalam skala ordinal.
- Tidak sekolah, diberi skor 1
- SD, diberi skor 2
- SMP, diberi skor 3
- SMA/SMK, diberi skor 4
- Diploma/Perguruan Tinggi, diberi skor 5
3. Jenis Pekerjaan adalah kegiatan yang langsung memperoleh penghasilan berupa uang. Jenis
pekerjaan dikategorikan berdasarkan data potensi Desa Kotabatu tahun 2010 dan diukur
dengan skala nominal.
- Tidak Bekerja, diberi skor 1
- Buruh, diberi skor 2
- Swasta, diberi skor 3
- Pegawai Negeri Sipil, diberi skor 4
15
4. Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah pemasukan atau pendapatan yang diperoleh
konsumen dalam sebulan. Dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori pendapatan dan diukur
dalam skala ordinal.
- <Rp. 500.000,00 diberi skor 1
- Rp. 500.000,00 Rp. 1.000.000,00 diberi skor 2
- >Rp. 1.000.000,00 diberi skor 3
5. Gaya kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin desa (kepala desa, kepala RW dan kepala
RT) dalam mengajak masyarakat mengikuti kegiatan yang dilihat dari keaktivan pemimpin dan
frekuensi kedatangannya dalam kegiatan tersebut. Gaya kepemimpinan diukur dalam skala
ordinal yang digolongkan menjadi:
- Peran keaktivan kepemimpinan formal/informal dalam menyampaikan informasi tentang
program pinjaman bergulir, dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Peran keaktivan kepemimpinan formal/informal dalam mengarahkan masyarakat untuk
terlibat dalam program pinjaman bergulir, dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Peran keaktivan kepemimpinan formal/informal ketika program pinjaman bergulir sedang
terlaksana, dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Peran keaktivan kepemimpinan formal/informal dalam menyampaikan informasi dalam
tahap evaluasi program pinjaman bergulir, dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
6. Intensitas komunikasi adalah frekuensi penyampaian informasi, ide, sikap, atau emosi dari satu
orang atau kelompok ke orang atau kelompok lainnya, Intensitas komunikasi diukur dalam skala
ordinal yang digolongkan menjadi:
- Efektivitas proses komunikasi yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator dalam
menyampaikan informasi tentang program pinjaman bergulir, dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Efektivitas proses komunikasi yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator dalam
mengarahkan masyarakat untuk terlibat dalam program pinjaman bergulir, dikategorikan
menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Efektivitas proses komunikasi yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator ketika
program pinjaman bergulir sedang terlaksana, dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Efektivitas proses komunikasi yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator dalam tahap
evaluasi program pinjaman bergulir, dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
16
7. Intensitas sosialisasi kegiatan adalah frekuensi pertemuan yang diikuti oleh masyarakat untuk
menambah informasi tentang suatu kegiatan. Intensitas sosialisasi diukur dalam skala ordinal
yang digolongkan menjadi:
- Efektivitas pengaruh sosialisi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator pada
awal diadakan program pinjaman bergulir, yang dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Efektivitas pengaruh sosialisi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator ketika
diadakan program pinjaman bergulir, yang dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Efektivitas pengaruh sosialisi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator ketika
program pinjaman bergulir sedang terlaksana, yang dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Efektivitas pengaruh sosialisi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator
dalam tahap evaluasi program pinjaman bergulir, yang dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
8. Keaktivan fasilitator adalah frekuensi tim pendamping dalam mendampingi dan membantu
masyarakat di lapangan. Keaktivan diukur dalam skala ordinal yang digolongkan menjadi:
- Peran keaktivan fasilitator pada tahap pengambilan keputusan program pinjaman bergulir,
yang dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Peran keaktivan fasilitator pada tahap pelaksanaan program pinjaman bergulir, yang
dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Peran keaktivan fasilitator pada tahap menikmati hasil program pinjaman bergulir, yang
dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
- Peran keaktivan fasilitator pada tahap evaluasi program pinjaman bergulir, yang
dikategorikan menjadi:
a. Rendah, diberi skor 1
b. Sedang, diberi skor 2
c. Tinggi, diberi skor 3
Berdasarkan masing-masing kategori tersebut, maka dapat dikategorikan pengaruh faktor internal
dan eksternal menjadi, pengaruh faktor internal dan eksternal tinggi (skor 43-63) skor= 3,
pengaruh faktor internal dan eksternal sedang (skor 23-42) skor= 2, dan pengaruh faktor internal
dan eksternal rendah (skor 20-22) skor= 1.
Tingkat Partisipasi
Tingkat partisipasi adalah keikutsertaan anggota dalam semua tahapan kegiatan kelompok
yang meliputi tahap pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil.
17
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif yang
akan dilakukan merupakan penelitian survei. Metode kuantitatif dilakukan melalui pengisian
kuesioner. Pendekatan kuantitatif ini diharapkan dapat menjawab bagaimana partisipasi
masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri di Desa
18
April
Mei
Juni
19
dilakukan secara acak hanya digunakan untuk anggota Kelompok Swadaya masyarakat yang
mengikuti program pinjaman bergulir dengan menggunakan teknik penarikan sampel simple
random sampling. Karakteristik dari responden yang akan diteliti merupakan anggota kelompok
swadaya masyarakat di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor yang memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel.
3.3.
20
Girsang LJ. 2011. Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan perbaikan
prasarana jalan (Kasus: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perdesaan di Desa Megamendung, Bogor)[Skripsi]. [Internet]. [diunduh tanggal 10 Oktober
2013].
Dapat
diunduh
dari:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49980/I11ljg.pdf
Ife J, Tesoriero F. 2008. Alternatif pengembangan masyarakat di era globalisasi community
development. Yogyakarta [ID]:Pustaka Pelajar
Indrianingrum L. 2011. Respon masyarakat terhadap metode PNPM P2KP: Pengalaman
masyarakat Sadang Serang Kota Badung. Jurnal Teknik Sipil dan Kebijakan [Internet].
[diunduh tanggal 30 Oktober 2013]. 13 (1): 61-70. Dapat diunduh dari:Mardikanto T. 2010. Konsep-konsep pemberdayaan masyarakat. Surakarta [ID]: UNS Press
Mugniesyah SS. 2006. Pendidikan orang dewasa. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nasdian FT. 2006. Modul pengembangan masyarakat: Bagian Sosiologi Pedesaan dan
Pengembangan Masyarakat [ID]: (tidak diterbitkan) [IPB] Institut Pertanian Bogor.
Panduan Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Petunjuk teknis
operasional PNPM mandiri pedesaan. 2008. Jakarta: Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia.
Singarimbun M , Effendi S. 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Pustaka LP3ES
Indonesia. 334 hal.
Suharto E. 2010. Membangun masyarakat memberdayakan rakyat. Bandung [ID]: Refika Aditama.
Sumodiningrat G. 1999. Pemberdayaan masyarakat dan jaringan pengaman sosial. Jakarta [ID]:
Gramedia Pustaka Utama.
Susantyo B. 2007. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan di pedesaaan. [Internet]. [diunduh
tanggal
10
Oktober
2013].
12
(03).
Dapat
diunduh
di:
http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/10478777c884de207dff32598345592b539.pdf
Tentang PNPM Mandiri Perdesaaan. 2013. [diunduh tanggal 10 Oktober 2013]. Dapat diunduh
dari: http://www.pnpm-perdesaan.or.id
Wibowo R. 2011. Pendekatan partisipatif masyarakat terhadap implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jurnal Administrasi Bisnis. [Internet]. [diunduh
tanggal
10
Oktober
2013].
8
(2).
Dapat
diunduh
dari:http://repository.upnyk.ac.id/6219/2/Rudi_Wibowo_Naskah.pdf
Yulianti Y. 2012. Analisis partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Di Kota Solok. Jurnal Penelitian.
[Internet].
[diunduh
tanggal
10
Oktober
2013].
Dapat
diunduh
dari:
http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/
ANALISIS-PARTISIPASIMASYARAKAT.pdf
21
Lampiran 2. Kuesioner
No. Responden:
Tanggal:
22
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama
: ...
2. Jenis Kelamin*
:L/P
3. Alamat
: ...
4. No. HP/Telp.
: ...
* Lingkari salah satu jawaban yang sesuai!
A. Variabel Faktor Internal
1. Berapa usia Anda saat ini?
a. 18-29 tahun
b. 30-50 tahun
c. > 50 tahun
2.
3. 2. Tingkat Pendidikan terakhir Anda?
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA/SMK
e. Diploma/Perguruan Tinggi
4.
68.69.
Tinggi
70.
14. Seberapa efektif pengaruh sosialisi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator
ketika diadakan pelatihan program pinjaman bergulir di Desa Kotabatu?
Rendah
71.72.
74.
Sedang
73.
Tinggi
75.76.
77.
15. Seberapa efektif pengaruh sosialisi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator
ketika program pinjaman bergulir di Desa Kotabatu sedang terlaksana?
Rendah
78.79.
Sedang
80.81.
Tinggi
82.83.
84.
16. Seberapa efektif pengaruh sosialisi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator
dalam tahap evaluasi program pinjaman bergulir di Desa Kotabatu?
Rendah
85.86.
Sedang
87.88.
Tinggi
89.90.
91.
17. Seberapa besar peran keaktivan fasilitator pada tahap pengambilan keputusan program
pinjaman bergulir di Desa Kotabatu?
Rendah
92.93.
95.
Sedang
94.
Tinggi
96.97.
98.
18. Seberapa besar peran keaktivan fasilitator pada tahap pelaksanaan program pinjaman
bergulir di Desa Kotabatu?
99.100. Rendah
102. Sedang
101.
104. Tinggi
103.
105.
19. Seberapa besar peran keaktivan fasilitator pada tahap menikmati hasil program pinjaman
bergulir di Desa Kotabatu?
107. Rendah
106.
109. Sedang
108.
111. Tinggi
110.
112.
20. Seberapa besar peran keaktivan fasilitator pada tahap evaluasi program pinjaman bergulir di
Desa Kotabatu?
114. Rendah
113.
116. Sedang
115.
118. Tinggi
117.
119.
120.
C. Variabel Partisipasi
121.
Beri tanda pada pernyataan di bawah ini dan isi seuai dengan keadaan yang
sebenarnya !
122. 123.
Pernyataan
124.
125.
N
Y
Ti
126.
127.
129.
130.
131.
2
132.
Saya berperan sebagai struktur anggota (ketua, sekretaris,
bendahara, pembicara, dll) dalam rapat/pelatihan.
133.
134.
135.
2
136.
Saya memberikan masukan dan kritik mengenai apa saja
yang akan dilakukan dalam program.
137.
138.
139.
2
140.
Saya ikut memberikan solusi-solusi atas permasalahan
yang dihadapi.
141.
142.
143.
2
144.
Saya ikut berperan dalam menentukan kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan.
145.
146.
147.
148.
2
Tahap Pelaksanaan
149.
Saya ikut dalam memilih lokasi untuk melaksanakan
program peminjaman bergulir.
150.
151.
152.
2
153.
Saya ikut menyebarkan informasi mengenai pelaksanaan
program peminjaman bergulir kepada orang-orang sekitar saya.
154.
155.
156.
2
157.
Saya ikut kegiatan pelatihan-pelatihan dalam pelaksanaan
program peminjaman bergulir.
158.
159.
160.
2
161.
Saya ikut meberikan sumbangan berupa materi dan tenaga
dalam pelaksanaan program peminjaman bergulir.
162.
163.
164.
3
165.
Saya
bergulir.
166.
167.
168.
169.
3
171.
172.
173.
3
174.
Saya ikut memelihara program peminjaman bergulir yang
telah dilaksanakan.
175.
176.
177.
3
178.
Saya mendapatkan pengetahuan dari pelatihan-pelatihan
dalam program peminjaman bergulir yang telah dilaksanakan.
179.
180.
181.
3
182.
Saya memilki relasi yang ada di anggota kelompok lain
dalam pelaksanaan program peminjaman bergulir yang telah
dilaksanakan.
186.
Saya merasakan manfaat setelah adanya program
peminjaman bergulir.
183.
184.
187.
188.
192.
193.
196.
197.
200.
201.
185.
3
189.
190.
3
194.
3
198.
3
aktif dalam
Tahap Evaluasi
191.
Saya ikut dalam proses evaluasi setiap rapat dalam
kegiatan program peminjaman bergulir yang telah dilaksanakan di
Desa Kotabatu.
195.
Saya ikut dalam pembuatan laporan/pembukuan tentang
program peminjaman bergulir setiap bulan dalam kegiatan program
peminjaman bergulir yang telah dilaksanakan di Desa Kotabatu.
199.
Saya ikut dalam pembuatan laporan pembukuan tentang
program peminjaman bergulir setiap tahun dalam kegiatan program
peminjaman bergulir yang telah dilaksanakan di Desa Kotabatu.
202.
3
203.
Saya ikut dalam proses evaluasi tentang kegiatan program
peminjaman bergulir yang telah dilaksanakan di desa Kotabatu.
204.
205.
206.
4
207.
Saya ikut dalam pembuatan dokumentasi tentang kegiatan
program peminjaman bergulir yang telah dilaksanakan di Desa
Kotabatu.
208.
209.
210.
211.
D. Variabel Hasil
212.
Beri tanda pada pernyataan di bawah ini dan isi seuai dengan keadaan yang
sebenarnya !
213. 214.
Pernyataan
215.
216.
N
Y
Ti
217.
2
218.
Adanya peningkatan fasilitas prasarana dan sarana sosial
ekonomi setelah mengikuti program pinjaman bergulir.
219.
220.
221.
3
222.
Adanya peningkatan peluang usaha setelah mengikuti
program pinjaman bergulir.
223.
224.
225.
3
226.
Adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
ekonomi pedesaan setelah mengikuti program pinjaman bergulir.
227.
228.
229.
3
230.
Adanya peningkatan pendapatan rumahtangga setelah
mengikuti program pinjaman bergulir.
231.
232.
233.
3
234.
Adanya peningkatan kemandirian masyarakat dalam
menunjang kebutuhan hidup setelah mengikuti program pinjaman
bergulir.
235.
236.
237.
238.
239.
240.
246.
1. Bagaimana sejarah kegiatan program peminjaman bergulir di Desa Kotabatu Kecamatan
Ciomas Kabupaten Bogor? Jelaskan!
2. Bagaimana peran pemimpin dalam proses pelaksanaan kegiatan program peminjaman
bergulir yang dilakukan?
3. Bagaimana proses komunikasi yang terjadi selama tahap perencanaan sampai pada tahap
menikmati hasil pembangunan?
4. Bagaimana proses sosialisasi yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator?
5. Bagaimana cara tim pendamping/fasilitator dalam menyelesaikan masalah yang ada?
6. Bagaimana keadaan program peminjaman bergulir sekarang?