Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga yang akan
membentuk sikap, perilaku dan kepribadian seorang anak, selain
pengembangan pengetahuan. Sama dengan ketika anak di dalam
keluarga, seringkali dengan alasan mendidik kita memperlakukan
anak-anak dengan pendekatan kekerasan, dengan alasan kedisiplinan
seringkali kita menghukum anak dengan tindakan-tindakan yang tanpa
kita sadari adalah pelanggaran atas hak asasi si anak.
Namun, di sisi yang lain, sekolah seringkali diperhadapkan
dengan situasi dan kondisi dimana

anak-anak atau siswa-siswi

melakukan hal-hal yang tidak dapat ditolerir, kenakalan, perkelahian,


kekerasan antar siswa, narkoba bahkan tindakan yang melawan
hukum. Hal tersebut menghadapkan sekolah pada problematik antara
mengambil

tindakan

tegas

yang

artinya

bisa

jadi

merupakan

pelanggaran HAM ataukah melakukan pembiaran.


Atas persoalan tersebut tujuan mempelajari HAM adalah untuk
memperjelas

konsep

sekolah

sebagai

tempat

pendidikan

yang

didalamnya terdapat penghormatan dan perlindungan HAM dan


keadilan gender bagi siswa serta membangun jaringan sekolah peduli
HAM.
Persoalan-persoalan yang banyak dihadapi oleh sekolah baik
guru maupun kepala sekolah. Kenakalan siswa, pelanggaran tata tertib
sekolah,

senioritas,

bullying,

tawuran

MOS
hingga

yang

sering

narkoba,

memunculkan

pornografi

dan

kekerasan,

seks

bebas.

Persoalannya kemudian menurut para kepala sekolah tersebut adalah


dimana batasan-batasan atau apa saja indikator tindakan sekolah
terhadap siswanya yang merupakan pelanggaran HAM dan mana yang
bukan.
B. Tujuan

Mengetahui

tentang

penyebab,

penyelesaian

dan

alternative

penyelesaian kasus HAM pembunuhan pelajar oleh pacarnya di


Banyuwangi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyebab Kasus
BANYUWANGI, KOMPAS.com - Motif pembunuhan terhadap Eni
Marpuah (14) yang dimutilasi di Banyuwangi terungkap. Pelaku adalah
SA, siswa SMK swasta yang masih berumur 17 tahun yang tak lain
adalah kekasih korban.
Kepada Kompas.com, Senin (28/4/2014), SA mengaku kesal
dengan Eni yang meminta pertanggungjawabannya karena sudah
hamil dua bulan.
"Dia terus mendesak saya untuk bertanggungjawab. Sedang saya
sendiri masih sekolah. Kekesalan saya memuncak ketika dia tidak mau
pulang dan memilih tidur di rumah saya beberapa hari," kata SA.
Pada Sabtu malam (19/04/2014) SA mengajak Eni untuk jalanjalan bersama dengan temannya ARA (17) dengan menggunakan
sepeda motor. Mereka lantas berboncengan bertiga. Saat tiba di
Lapangan Kabat, mereka berhenti.
Lalu di lokasi yang sepi itulah, SA mencekik Eni hingga tewas.
Sedangkan ARA menunggu di atas sepeda motor. "Setelah tewas, saya
dan ARA membawa mayatnya ke jurang di pinggir sungai. Rencananya
mau ditanam tapi enggak jadi karena waktu itu sudah pagi. Akhirnya
kami biarkan saja mayatnya di situ. Hari minggu itu kami berdua
inisiatif untuk memotong kepalanya untuk menghilangkan jejak. Saya
sudah panik sekali," katanya.
Setelah di mutilasi, SA dan ARA meletakkan tubuh dan kepalanya
berdampingan dan ditutup dedaunan.
"Ada sekitar lima hari saya biarkan di sana, tapi setiap hari saya
selalu datang buat ngecek masih ada atau enggak mayatnya. Terakhir
ya hari Jumat malam (25/04/2014) saya liat masih ada di tempatnya,
sebelum hari Sabtu ditemukan di sungai. Saya sendiri enggak tau kok
bisa. Saya hanya meletakkan di pinggir sungai. Mungkin sungainya
banjir jadi mayatnya ke bawa," ungkap SA.
Pengajian

SA bercerita, ia mengenal Eni Marpuah sejak masih anak-anak,


karena rumah mereka hanya berjarak 500 meter. "Pacarannya sudah
lima bulan terakhir ini setelah sering pengajian bareng di kampung.
Setelah itu sering jalan bareng," jelasnya.
SA mengaku dua kali berhubungan badan dengan Eni setelah dua
bulan berpacaran. Sementara itu ARA kepada Kompas.com mengaku
membantu SA, karena selama beberapa minggu terakhir ia tinggal di
rumah SA.
"Saya berutang budi karena saya tidur, makan di rumah SA. Saya
nggak tinggal di rumah karena bapak ibu saya tinggal di Bali.
Kebetulan bapak ibunya SA juga tinggal di Bali. Saya keluarga broken
home dan tidak melanjutkan sekolah," tambah ARA.
ARA mengaku pertama kali yang memotong kepala korban
dengan golok atas perintah SA. "Karena saya nggak bisa, akhirnya
motongnya dilanjutkan sama SA," jelasnya.
ARA mengaku menyesal telah melakukan pembunuhan tersebut
apalagi sejak di tahan di Polres Banyuwangi tidak satu pun keluarga
yang menjenguknya. "Sekarang saya cuma pingin ketemu sama bapak
ibu. Saya mau minta maaf karena sudah buat malu keluarga," kata
pemuda itu.
Sementara

itu,

Kepala

Polres

Banyuwangi

AKBP

Yusuf

menegaskan, pelaku masih berusia di bawah umur dan akan mendapat


perlakuan khusus yang akan disesuaikan dengan pengembangan
penyelidikan.
"Nanti dulu dilihat akan dikenakan pasal berapa, karena kedua
pelaku masih berusia 17 tahun," ungkap dia.
Yusuf juga menambahkan, saat ini fokusnya adalah mencari
kepala korban yang masih belum ditemukan. "Sudah koordinasi dengan
warga sekitar sungai untuk kerjasama mencari kepala korban atau
melaporkan jika menemukan hal-hal yang mencurigakan," tegasnya.
Selain menahan dua pelaku, pihak kepolisian juga menyita barang
bukti beruapa golok, cangkul, anting korban dan juga sepeda motor
milik pelaku.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sabtu (26/04/2014) warga geger
karena menemukan mayat perempuan tanpa kepala mengambang di

sungai. Saat ditemukan kondisi mayat sudah membusuk dan hanya


menggunakan bra dan celana pendek.
Dari bra warna biru diketahui mayat tersebut bernama Eni, siswa
kelas tiga Mts warga Desa Badean Kecamatan Kabat.
B. Cara Penyelesaian Kasus
BANYUWANGI - Syaiful Hadi, 17, benar-benar telah berbuat sadis.
Dengan tega dia menghabisi nyawa kekasihnya yang masih bau
kencur, Eni Marfuah. Kematian remaja 14 tahun yang tinggal di Dusun
Bodean, Desa Kabat, itu terungkap ketika mayatnya ditemukan warga
di sungai Dusun Kabat Mantren, Desa/Kecamatan Kabat kemarin (26/4).
Warga sangat tercengang lantaran mayat tersebut ditemukan tanpa
kepala
Polisi menduga Syaiful dibantu salah satu temannya, Abdul
Rasyid, 17. Mereka tinggal sekampung dengan korban. ''Dua tersangka
sudah kami tangkap,'' ujar Kasatreskrim AKP Nandu Dyanata yang
mewakili Kapolres Banyuwangi AKBP Yusuf tadi malam (26/4).
Syaiful yang diduga menjadi dalang dalam pembunuhan tersebut
ternyata masih berstatus pelajar kelas XI salah satu SMK swasta di
Banyuwangi. Sementara itu, Eni duduk di bangku salah satu SMP di
Kecamatan Kabat. ''Kalau Rasyid tidak sekolah,'' ujarnya.
Syaiful dan Rasyid itu ditangkap sekitar pukul 14.00 atau hanya
berselang delapan jam setelah penemuan mayat pada pukul 06.00.
Saat menemukan mayat tersebut, warga belum mengetahui
identitas korban. Apalagi kepala mayat dengan tubuh mulai membesar
itu juga tidak ada. Identitas korban baru diketahui setelah Anwar, 66,
kakek korban, datang ke kamar mayat RSUD Blambangan.
Meski tanpa kepala, Anwar mengenali mayat perempuan itu
ternyata cucunya, Eni Marfuah, yang sudah sepekan terakhir tidak
pulang. ''Pak Anwar mengenali korban dari pakaian yang dikenakan
saat terakhir bertemu pada Sabtu (19/4),'' papar Nandu.
Dengan terkuaknya identitas korban tersebut, polisi langsung
melakukan penyelidikan. Berdasar sejumlah keterangan saksi, polisi
lantas menduga bahwa Eni meninggal karena dibunuh. ''Kami segera
melacak dan berhasil menangkap pelakunya,'' ujarnya.
Di antara mereka, kata Nandu, yang pertama ditangkap adalah
Abdul Rasyid. Remaja pengangguran tersebut ditangkap petugas di

Jalan Raya Dusun Babakan, Desa Kedayunan, Kecamatan Kabat.


''Rasyid kami tangkap saat naik motor di jalanan,'' jelasnya.
Polisi tangkap tiga remaja usia 16 tahun di Banyuwangi, Jawa
Timur, Rabu siang. Mereka terlibat kasus pembunuhan seorang remaja
putri, Selasa sore.
Polisi Banyuwangi menangkap tiga remaja terkait pembunuhan
siswi SMA Negeri 1 Purwoharjo. Ketiga tersangka masih muda dengan
usia 15 dan `16 tahun. Hasil pemeriksaan polisi mengungkapkan,
pembunuhan

didorong

keinginan

salah

satu

tersangka

untuk

membayar hutang dengan cara menguasai sepeda motor korban.


Selain sepeda motor, polisi juga menyita tas dan sejumlah barang lain
milik korban.
Rima Lutfitasari, siswi SMA Negeri 1 Purwoharjo, Banyuwangi,
Selasa petang ditemukan tewas terbunuh di kolong jembatan,

Desa

Gambor, Kecamatan Singojuruh. Di tubuh korban terdapat tiga luka


tusukan. Pengungkapan kasus pembunuhan itu berawal dari kesaksian
seseorang yang mengenali identitas para pelaku. Polisi bergerak cepat
hingga mampu menyita barang korban sebelum sempat berpindah
tangan. Ketiga tersangka diringkus aparat kepolisian di rumah masing
masing
C. Alternatif Penyelesaian Kasus
Terdeteksi pada beberapa sekolah, ada beberapa guru yang
melakukan kekerasan terhadap murid. Bukan hanya kekerasan fisik,
pelecehan seksual pun terdeteksi juga. Hal ini tentu bagian dari
pelanggaran HAM pada anak. Komnas HAM dan khususnya Komnas
Perlindungan Anak, harusnya mengambil langkah tegas, karena bukan
hanya kondisi fisik anak yang terganggu, psikologis atau mentalnya
pun tentu terganggu dan tak bisa dipungkiri trauma akan terjadi pada
diri si anak.
Terdeteksi pula kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga,
banyak istri yang dianiaya oleh suaminya karena berbagai faktor, mulai
dari faktor ekonomi dan masih banyak lagi. Hak ini tentu bagian dari
pelanggaran HAM. Komnas HAM dan Komnas perlindungan anak dan
wanita harusnya mengambil langkah tegas, karena bukan hanya

kondisi fisik yang akan terganggu tapi bisa menimbulkan korban jiwa
apabila si istri sudah tidak bisa menahan tekanan itu maka banyak
diantara mereka yang memutuskan untuk bunuh diri adapula yang
memutuskan untuk meracuni anaknya.
Penyelesaian hukum secara litigasi adalah penyelesaian hukum
melalui jalur pengadilan baik itu pengadilan negeri, pengadilan agama,
pengadilan tata usaha Negara, dan pengadilan militer tergantung
perkara apa yang diaujukan ole pihak yang bersengketa. Dalam
bukunya Agnes M.toar yang berjudul seri dasar-dasar hukum ekonomi 2
arbitrase di Indonesia menyebutkan bahwa litigasi merupakan suatu
proses gugatan suatu konflik yang diriutalisasikanyang menggantikan
konflik sesungguhnya, yaitu para pihak dengan memberikan kepada
seorang

pengambil

keputusan

dua

pilihan

yang

bertentangan.

Aturannya sudah dimuat dalam aturan khusus dalam undang-undang


materiil dan dalam undang-undang formil. Sedangkan non litigasi
merupakan proses penyelesaian perkara atau kasus diluar pengadilan.
Penyelesaiannya bisa terjadi melalui cara mediasi, konsiliasi dan bisa
juga

terjadi

dengan

kesepakatan

bersama

untuk

mengakhiri

persengketaan antar kedua belah pihak.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga, banyak istri yang
dianiaya oleh suaminya karena berbagai faktor, mulai dari faktor
ekonomi dan masih banyak lagi. Hak ini tentu bagian dari pelanggaran
HAM. Komnas HAM dan Komnas perlindungan anak dan wanita
harusnya mengambil langkah tegas, karena bukan hanya kondisi fisik
yang akan terganggu tapi bisa menimbulkan korban jiwa apabila si istri
sudah tidak bisa menahan tekanan itu maka banyak diantara mereka
yang memutuskan untuk bunuh diri adapula yang memutuskan untuk
meracuni anaknya.

Pada beberapa sekolah, ada beberapa guru yang melakukan


kekerasan terhadap murid. Bukan hanya kekerasan fisik, pelecehan
seksual pun terdeteksi juga. Hal ini tentu bagian dari pelanggaran HAM
pada anak. Komnas HAM dan khususnya Komnas Perlindungan Anak,
harusnya mengambil langkah tegas, karena bukan hanya kondisi fisik
anak yang terganggu, psikologis atau mentalnya pun tentu terganggu
dan tak bisa dipungkiri trauma akan terjadi pada diri si anak
B. Saran
1. Siswa/siswi hendaknya menggunakan pakaian yang sederhana dan
tidak

menggunakan

perhiasan

berlebihan

untuk

menghindari

munculnya keinginan jahat dari orang yang melihat.


2. Hendaknya siswi berpenampilan yang sopan dan selalu menjaga
pergaulan dengan teman/pacar untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan.

TUGAS PKn
TENTANG
KASUS HAM MAYAT TANPA KEPALA, DIBUNUH
PACAR KARENA HAMIL

Anda mungkin juga menyukai