ABSTRAK
Tumbuhan paku merupakan tumbuhan Cormophyta berspora yang dapat hidup
kosmopolitan. Tumbuhan paku tersebar luas diseluruh bagian dunia dan sebagian besar
tumbuh di daerah tropika basah yang lembab, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah gurun.
Total spesies yang sudah diketahui sekitar 10.000 spesies (diperkirakan 3.000 diantaranya
tumbuh di Indonesia). Bentuk tumbuhan paku bermacam-macam, ada yang berupa pohon,
herba. Dryopteridoidea merupakan salah satu anggota tumbuhan paku yang tergolong dalam
bangsa paku sejati yang terbanyak. Malang merupakan dataran yang cukup tinggi dengan
suhu yang sejuk berkisar 1730 oC, kelembapan udara 60 - 96 % dan ketinggan 4001500mdpl memiliki banyak jenis tumbuhan paku, termasuk jenis paku Dryopteris. Didaerah
wisata coban pelangi kecamatan tumpang kabupaten malang memiliki ketinggian 1200-1300
Mdpl. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola persebaran paku Dryopyteris yang ada
dikawasan Malang. Metode yang digunakan adalah metode jelajah bebas. Hasil penelitian ini
menunjukkan persebaran paku pada ketinggian 400-500 adalah Dryopteris hertipes dan
Dryopteris pectiniformis,pada ketinggian 500-1000 adalah Dryopteris sparsa, dan
Dryopteris hertipes dan pada ketinggian 1000-1500 ditemukan Dryopteris hertipes.
Kata Kunci : Pola persebaran, Dryopteris, Ketinggian
I.
PENDAHULUAN
Tumbuhan paku merupakan satu vegetasi yang umumnya lebih beragam di daerah
dataran tinggi dari pada di dataran rendah. Hal ini karena tumbuhan paku menyukai tempat
yang lembab terutama dataran tinggi (Sastrapradja, 1979 dalam Haryadi, 2000). Secara
ekologis tumbuhan paku memiliki peranan penting bagi keseimbangan ekosistem hutan yaitu
sebagai pencegah erosi, pengaturan tata air dan membantu proses pelapukan serasah hutan
(Arini, 2009).
Penyebaran tumbuhan paku sangat khas mulai dari dataran rendah sampai dataran
tinggi. Pola penyebaran merupakan salah salah satu ciri khas dari setiap organisme di suatu
habitat. Pola penyebaran tergantung pada faktor lingkungan maupun keistimewaan biologis
organisme itu sendiri. Organisme dalam populasi dapat tersebar dalam bentukbentuk umum
yang terdiri dari tiga macam yaitu penyebaran secara acak, merata dan berkelompok
(Indriyanto, 2008). Informasi mengenai penyebaran sangat penting karena hal tersebut
beerperan dalam pengelompokkan individu yang dapat daklam populasi. Selain itu pola
penyebaran berhubungan pula dengan faktor bioekologi yang memberikan pengaruh pada
individu yang di teliti.
Kota Malang yang terletak di dataran tinggi yaitu pada ketinggian antara 440 - 667
meter diatas permukaan air laut, merupakan salah satu kota tujuan pariwisata karena
keindahan alamnya yang dikelilingi pegunungan. Letak kota Malang berada di tengah-tengah
wilayah Kabupaten Malang dan secara astronomis terletak 112,06 - 112,07 Bujur Timur dan
7,06 - 8,02 Lintang Selatan. Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2006 tercatat ratarata suhu udara berkisar antara 22,2 C - 24,5 C. Sedangkan suhu maksimum mencapai
32,3 C dan suhu minimum 17,8 C . Rata kelembaban udara berkisar 74% - 82%. dengan
kelembaban maksimum 97% dan minimum mencapai 37%. Seperti umumnya daerah lain di
Indonesia, Kota Malang mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan, dan musim
kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso curah hujan yang relatif
tinggi terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, April, dan Desember. Sedangkan pada
bulan Juni, Agustus, dan November curah hujan relatif rendah. Kecepatan angin maksimum
terjadi di bulan Mei, September, dan Juli.
Poncokusumo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur,
Indonesia. Luas Kecamatan Poncokusumo adalah 20.632 hektare. Sebagian besar penduduk
Poncokusumo bekerja sebagai petani. Kecamatan Poncokusumo mempunyai 17 desa dan
jumlah penduduknya sebanyak 93.153 jiwa (Laki-laki 49.401 jiwa, Perempuan 49.752 jiwa).
Kecamatan ini berada di ketinggian 1200-1400 Mdpl dan terletak di kaki Gunung Semeru.
Coban Pelangi Jika pernah mendengar nama Coban Trisula, maka Coban Pelangi merupakan
zona wisata alam andalan di Kecamatan Poncokusumo. Air terjun itu berada di jalur menuju
Gunung Bromo dan Semeru itu, tepatnya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Obyek wisata Coban Pelangi merupakan zona konservasi alam dibawah perlindungan Perum
Perhutani. Air terjun menakjubkan itu, berjarak 10 km dari Kecamatan Tumpang dan 32
km dari Kota Malang. Coban Pelangi berada di kawasan pegunungan bertopografi terjal
dengan kemiringan diatas 45 % dan berada di ketinggian 1200-1400 Mdpl. AIR terjun Coban
Pelangi mengalir dari tebing yang memiliki ketinggian 110 meter.
Pada dasarnya, masing-masing vegetasi tumbuhan memiliki kisaran toleransi tertentu
terhadap semua kondisi faktor lingkungan abiotik. Setiap organisme mempunyai suatu
minimum dan maksimum ekologis yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran
toleransi organisme itu terhadap kisaran faktor lingkungannya. Daerah antara batas terbawah
dan batas teratas inilah yang menjadi daerah optimum yang merupakan kondisi fisiologisyang
paling baik bagi vegetasi tumbuhan. Apabila vegetasi tumbuhan berada pada kondisi faktor
lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinnya, maka vegetasi tumbuhan tersebut
akan mengalami tekanan atau berada dalam kondisi kritis menetukan vegetasi tumbuhan
untuk tumbuh.
Berdasarkan uraian tersbut maka dilakukan penelitian yang mengkaji pola penyebaran dan
faktor bioekologis tumbuhan paku di kawasan cagar alam gunung ambang sub kawasan
kabupaten bolaang mongondow timur.
II.
dengan metode jelajah secara acak terwakili dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari
tiap-tiap kawasan jelajah, sehingga tiap kawasan memiliki contoh yang bisa dijadikan sebagai
pembanding dengan daerah lainnya. Dimana pengumpulan datanya dibedakan berdasarkan
ketinggian lokasi. Menentukan stasiun berdasarkan topografi atau ketinggian. Stasiun 1 pada
ketinggian 400-500 m dpl, stasiun 2 pada ketinggian 500-1000 m dpl, dan stasiun 3 pada
ketinggian 1000-1500 m dpl.
Data yang di peroleh di analisis dengan menggunakan analisis Deskriptif Kuantitatif yakni
dengan mendeskripsikan cirri dari spesies tumbuhan bahwa yang di temukan di Kawasan
Tumpang Coban Pelangi. Setiap spesies tumbuhan bawah diuraikan hirarki taksonominya
dengan pedoman buku Flora of Malaya (Holtum,. 1967).
III.
Pola penyebaran tumbuhan paku yang terdapat di kawasan Malang paku pada masing-masing
stasiun yang dapat adalah sebagai berikut:
1. Pola persebaran 1 (Ketinggian 400-500 m dpl) adalah Dryopteris hertipes dan
Dryopteris pectiniformis
2. Pola persebaran 2 pada ketinggian 500-1000 m dpl adalah Dryopteris sparsa, dan
Dryopteris hertipes
3. Pada ketinggian 1000-1500 m dpl ditemukan Dryopteris hertipes
Berdasarkan
Menurut Holdridge
Dryopteris hertipes yang kami temukan terdapat pada ketiga ketinggian berbeda
sedangkan pada Dryopteris pectiniformis dan Dryopteris sparsa hanya ditemukan pada satu
ketinggian yang berbeda hal tersebut menurut Wiesner (1907), Went (1940) dalam
Hasar dan Kaban, (1997) Tumbuhan paku memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi,
sehingga tidak jarang dijumpai paku dapat hidup di mana-mana, diantaranya di daerah
lembab, di bawah pohon, di pinggiran sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan bahkan
banyak yang sifatnya menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di atas tanah. Hal
tersebut sesuai dengan hasil pengamatan di lapangan karena pada Dryopteris hertipes
dijumpai di selokan, pinggiran sungai, atau menempel pada tanah yang berdinding.
Tabel 1. Jenis dan Pola Penyebaran Tumbuhan Paku Pada Ketinggian yang Berbeda
No.
Jenis
Ketinggian
Pola
Dryopteris hertipes
1 (400-500 m dpl)
2 (500-1000 m dpl)
3 (1000-1500 m dpl)
Dryopteris
(400-500 m dpl)
Berkelompok
pectiniformis
Dryopteris sparsa
(500-1000 m dpl)
Berkelompok
persebaran
Berkelompok
oleh
faktor
(2008) distribusi
berkelompok pada suatu populasi merupakan distribusi yang umum terjadi di alam, baik
bagi tumbuhan maupun bagi hewan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan bahwa pada keempat ketinggian pengambilan titik sampel pola penyebaran
tumbuhan paku yang diperoleh adalah pola penyebaran berkelompok.
Stasiun 1 ketinggian 400-500 m dpl (Gambar 1) ditemukan 2 jenis tumbuhan
paku. Pola penyebaran tumbuhan paku pada stasiun ini yaitu berkelompok. Pola ini paling
umum ditemukan di alam, karena adanya kebutuhan akan faktor lingkungan yang sama.
paku terestrial lebih menyukai kondisi lingkungan yang lembab sehingga itu pola
penyebarannya berkelompok di bawah naungan yang intensitas cahayanya lebih rendah.
Stasiun II ketinggian 500-1000 m dpl (Gambar 1) ditemukan 2 jenis tumbuhan
paku. Pola penyebaran paku pada ketinggian ini yaitu pola penyebaran berkelompok.
Pola penyebaran
penyebaran
tumbuhan
berkelompok, hal ini terjadi karena adanya kebutuhan yang sama akan faktor lingkungan
berupa kelembaban dan intensitas cahaya. Jenis paku ini lebih mendominasi tempat yang
ternaung dengan kondisi lingkungan lebih lembab dan intensitas cahaya yang kurang
sehingga menyebabkan pola penyebarannya berkelompok. Selain itu juga disebabkan karena
adanya upaya tumbuhan paku dalam merespon pengaruh kondisi lingkungan untuk usaha
mempertahankan hidup. Menurut Dirdjosoemarto (1986) bahwa dengan hidup berkelompok
tumbuhan akan mampu menghadapi pengaruh tiupan angin atau untuk menghambat
penguapan air daripada hidup secara sendirisendiri.
Selain itu, pada ketinggian ini terjadi pengurangan jenis tumbuhan paku sehingga
hanya
tempat naungan sehingga mengakibatkan intensitas cahaya matahari dan tiupan angin
semakin tinggi. Keadaan seperti ini menyebabkan hanya jenis paku tertentu yang bisa
beradaptasi. Menurut Holdridge dalam Lubis (2009) menjelaskan bahwa berkurangnya
jumlah jenis dapat dikaitkan dengan meningkatnya ketinggian dan curah hujan yang
berkurang.
Akar
2)
Batang : berupa rimpang yang tegak panjang dan ramping, permukaannya halus dan
Daun : Bentuk/bangun daun dari Dryopteris adalah bentuk delta dengan tepi bersirip-
sirip (pinna), daunnya sporofil yakni terdapat spora di bagian ventral. Ujungnya meruncing,
tepi bercangap, ukuran daun terdiri dari 2 ukuran yaitu satu lebih besar dan yang satu lebih
kecil (anisofil). Warna daun Hijau kecoklatan, tekstur daun berbentuk helaian, permukaan
ventral daun ditutupi spora, bagian dorsalnya halus. Termasuk daun majemuk menyirip, daun
dimorfisme yakni dalam 1 tangkai ada daun tropofil dan sporofil, di bagian ventral sporofil
dan dorsal tropofil
1)
Sistem reproduksi :
Sporangium (tjitrosoepomo, 2005): sporangium terletak berkelompok, dan berwarna
2)
Gamet (sulisetjono, 2010): generasi gametofit merupakan protalium berupa talus hijau
berbentuk jatung, tipis dengan gametangia pada sisi bawah, hidup pada permukaan tanah.
Terbagi atas anteridium ( gamet jantan ) dan arkegonium ( gamet betina). Paku ini termasuk
homospora.
Karakteristik khusus yang bisa kita temukan pada dryopteris yang sudah kita temukan
dari beberapa ketinggian yang berbeda, yaitu:
1. Dryopteris Sparsa
Mempunyai sisik rapat, lamina berbentuk telur, rhizomanya dapat tumbuh tebal
sampai 5 cm. Pada bagian apeks terdapat sisik padat, pina primer berjumlah lebih dari 8
pasang dari ukuran pina terkecil ke ukuran yang terbesar. Pada bagian tepi daun bergigi,
selain itu pada bagian rakula terdapat sayap di kedua sisinya.peruratan daunnya pada
bagian atas jelas sedangkan pada bagian bawah kurang jelas. Pada bagian rakis dan costa
terdapat sisik, indusium berwarna coklat diselubungi oleh membrane yang tipis.
Memiliki spora berwarna coklat pada saat berumur dewasa atau ketika sudah tua
(Holtum, 1967).
Dryopteris hirtipes
Mempunyai sisik
Bagian
Pada
bawah
Sorus
berwarna gelap
Sorus berwarna
Indisium
saat dewasa
Mempunyai Indusium
dewasa
Mempunyai Indusium
dewasa
Mempunyai Indusium
Pinnae
berwarna coklat
semakin ke atas pinna
berwarna coklat
semakin ke atas pinna
berwarna coklat
semakin ke atas pinna
semakin kecil
semakin kecil
semakin kecil
bagian
Dryopteris pectiniformis
Mempunyai sisik
dasar Pada bagian dasar berwarna
gelap
coklat Sorus berwarna coklat saat
Dryopteris sparsa
Mempunyai sisik
Pada
bagian
dasar
berwarna gelap
Sorus berwarna coklat saat
Dryopteris hirtipes
Memiliki rhizoma yang
Sisik
tegak lurus
sisik diseluruh
Dryopteris pectiniformis
bagian Sisik
berwarna
berwarna
Dryopteris sparsa
rhizomanya dapat tumbuh
sisik padat
coklat pendek
Lamina
gelap,
Lamina berbentuk lanset
Pinna
dibagian apex
Mempunyai pina lebih
dari 20 pasang,pinna
20 pasang
berjumlah
Memiliki spora
pada
suhu,
kelembaban dan intensitas cahaya. Pada stasiun I (ketinggian 400-500 m dpl) suhunya
28C - 32C, stasiun II (ketinggian 500-1000 m dpl) suhunya 26C- 29C, dan stasiun
III (ketinggian 1000-1500 m dpl) suhunya 23C 25C, Semakin bertambahnya
ketinggian suhu udara di
lokasi penelitian semakin menurun. Menurut Anwar dalam Lubis (2009) laju penurunan
suhu umumnya sekitar 0,6 0C setiap penambahan ketinggian 100 m dpl. Tetapi penurun
suhu tersebut berbeda-beda tergantung padatempat, musim, waktu, kandungan uap dan sifat
fisik lainnya.
IV.
SIMPULAN
Pola penyebaran
tumbuhan paku
di stasiun
ketinggian 500-1000 m dpl, dan stasiun III ketinggian 1000-1500 m dpl . Pola penyebaran
berkelompok (clumped). Terdapat factor bioekologi yang mempengaruhi tumbuhan paku
yakni factor abiotic yang terdiri atas suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya .
V.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat dilakukan penelitian lebih
lanjut khususnya
untuk
mengetahui
wilayah penelitian yang lebih luas dan menyeluruh untuk spesies dari genus dryopteris
sehingga dapat memberikan informasi yang lebih banyak lagi tentang keberadaan Dryopteris
yang berada di kawasan malang Jawa Timur.
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Arini, D.I.D dan Kinho, J. 2009. Keragaman Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di
Cagar Alam Gunung Ambang Sulawesi Utara (Jurnal). Info BPK Manado
Volume 2 No 1, Juni 2012. Di akses 28 september 2015.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press
Sulisetjono. 2010. Taksonomi Tumbuhan. Malang: UM Press
Hariyadi, Bambang. 2000. Sebaran dan keanekaragaman jenis tumbuhan paku di bukit
sari, Jambi (Tesis).Bandung ITB. Di akses 29 september 2015.
Hoshizaki, B. J., and R. C. Moran. 2001. Fern Growers Manual. Timber Press.
Portland. 604 p.
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengolahan Kawasan Hutan Lindung Pulau
Marsegu. Kabupaten Seram Bagian Barat. Provinsi Maluku. Tesis. Program
Pascasarjana Universitas Gajah Manada; Yogyakarta
Sugianto, Agoes. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode Analisis Populasi Komunitas.
Jakarta : Usaha Nasional
Sumargo,Wirendro . 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia periode 2000-2009 (Jurnal).
Jakarta: ISBN : 978-979-96730-1-5. Thomas, A. and M. P. Garber. 1999.
Growing fern. Online tersedia di http://www.ces.uga.edu. Di akses 26 september
2015.
Tjitrosoepomo, G. 2011. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta Bryophyta.
Pteridophyta). Yogyakarta: Gadjahmada University Press.