Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Anemia ( bahasa Yunani) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di
bawah normal.Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan
mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian
tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen
dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh . keadaan ini sering menyebabkan energi
dalam tubuh menjadi menurun sehingga terjadi 5L atau lemah, lesu, lemas, lunglai,
dan letih. Dalam hal ini orang yang terkena anemia adalah orang yang menderita
kekurangan zat besi. Seseorang yang sering mengalami anemia di sebabkan karena
pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa
menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui pembentukan dari pembentukan hemoglobin
dan jumlah hemoglobin dalam sel
2. Agar mahasiswa mampu memahami pembentukan dari sel darah merah
3. Agar mahasiswa mampu mengetahui hubungan oksigen dengan hemoglobin
4. Agar mahasiswa mampu memahami metabolisme dari besi
5. Agar mahasiswa mampu memahami pengklafisiskasi dari anemia
C. Terminologi
1. Konjungtiva
2. HB
3. MCV
4. MCH

D. Rumusan masalah
1. Pembentukan hemoglobin dan jumlah hemoglobin dalam sel
2. Pembentukan sel darah merah
3. Hubungan oksigen dengan hemoglobin
4. Metabolisme besi
5. Pengklafisikasi anemia

BAB II
PEMBAHASAN
1. Skenario
Tubuhku Lemas
Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke puskesmas mengeluh lemas sejaj satu
bulan. Pasien juga mengeluh ngos-ngosan (bernafas cepat) ketika naik tangga. Dari
pemeriksaan didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 100x per menit,
frekuensi nafas 22x per menit, mukosa konjungtiva pucat, suara jantung dalam batas
normal. Dari pemeriksaan didapatkan Hb 7 g/dl, MCV 65 fL, MCH 23 pg. Kemudian,
dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada pasien.
2. Terminologi
2.1 Konjungtiva
Suatu membrane tipis dan bening yang melapisi begian dalam kelopak mata dan
menutupi mata bagian depan skera kecuali kornea.
2.2 HB
HB atau hemoglobin merupakan substansi protein yang terdiri dari zat besi yang
berguna membawa oksigen.
2.3 MCV
Ukuran atau volume rata-rat eritrosit ang dinyatakan fentolifer
2.4 MCH
Ukuran masa hemoglobin dalam sel darah merah.
3. Rumusan masalah
3.1 PEMBENTUKAN

HEMOGLOBIN

DAN

JUMLAH

HEMOGLOBIN

DALAM SEL
Pembentukan hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan
dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu,
ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam aliran darah,
retikulosit tetap membentuk meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam
aliran darah , retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari
sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.
Mula-mula, suksilin-KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs, berikatan
dengan glisin untuk membentuk molekul pirol, kemudian empat pirol bergabung
untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk
membentuk molekul heme .akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan
3

rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk
suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin. Tiap-tiap rantai
mempunyai berat molekul kira-kira 16.000 empat rantai ini selanjutnya akan
berikatan longgar satu sama lain untuk membentuk molekul hemoglobin yang
lengkap.
Terdapat beberapa variasi kecil di berbagai rantai subunit hemoglobin,
bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptidanya.Tipe-tipe rantai itu
disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma dan rantai delta.Bentuk hemoglobin
yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi
dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.hemoglobin A mempunyai berat molekul
64.458.3

Gambar 32-5. pembentukan hemoglobin


Karena setiap rantai hemoglobin mempunyai sebuah gugus postetik heme
yang mengandung satu atom besi, dan karena adanya empat rantai hemoglobin di
setiap molekul hemoglobin, kita dapat menemukan adanya empat atom besi di
setiap molekul hemoglobin ; setiap atom ini dapat berikatan longgar dengan satu
molekul oksigen sehingga empat molekul oksigen (atau delapan atom oksigen)
dapat dianggkut oleh setiap molekul hemoglobin.
Tipe rantai hemoglobin pada molekul hemoglobin menentukan afinitas
ikatan hemoglobin terhadap oksigen .abnormalitas rantai ini dapat mengubah ciriciri fisik molekul hemoglobin. Contohnya , pada anemia sel sabit, asam amino
valin di gantikan dengan asam glutamate pada satu titik, masing-masing dikedua
rantai beta. Jika tipe hemoglobin ini terpapar dengan oksigen berkadar rendah,
4

akan terbentuk Kristal panjang di dalam sel-sel darah merah yang panjangnya
kadang-kadang mencapai 15 mikrometer. Hal ini membuat sel-sel tersebut hampir
tidak mungkin melewati kapiler-kapiler kecil, dan ujung Kristal tersebut yang
tajam cenderung merobek membrane sel, sehingga terjadi anemia sel sabit.
Jumlah hemoglobin dalam sel
Sel-sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan
sel sampai sekitar 34 mg/dl. Konsentrasi ini tak pernah meningkat lebih dari nilai
tersebut , karena ini merupakan batas metabolic dari dari mekanisme
pembentukan hemoglobin sel. Selanjutnya, pada orang normal, persentase
hemoglobin hampir selalu mendekati maksimum dalam setiap sel. Namum, bila
pemebntukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, maka perentase
hemoglobin dalam sel dapat turun sampai dibawah nilai ini, dan volume sel darah
merah juga menurun karena hemoglobin untuk mengisi sel berkurang.
Bila hematokrit ( persentase sel dalam darah-normalnya 40 sampai 45
persen) dan jumlah hemoglobin dalam masing-masing sel nilainya normal, maka
seluruh darah seorang pria rata-rata mengandung 16 gram hemoglobin per
desiliter, dan pada wanita rata-rata 14 mg/dl, setiap gram hemoglobin murni
mampu berikatan dengan kira-kira 1,39 mililiter oksigen. Oleh karena itu, pada
orang normal, lebih dari 21 mililiter oksigen dapat dibawa dalam bentuk
gabungan dengan hemoglobin pada setiap desiliter darah, dan pada wanita
normal, oksigen yang dapat diangkut sebesar 19 mililiter.
3.2 PEMBENTUKAN SEL DARAH MERAH
Sel stem hematopoietic pluripotent, penginduksi pertumbuhan, dan
penginduksi diferensiasi. Sel darah memulai kehidupannya didalam sumsung
tulang dari suatu tipe sel yang disebut sel stem hematopoietik pluripotent, yang
merupakan asal dari semua sel dalam darah sirkulasi. Gambar ini memperlihatkan
urutan pembelahan sel-sel pluripotent untuk membentuk berbagai sel darah
sirkulasi. Sewaktu sel-sel darah ini bereproduksi, ada sebagian kecil dari sel-sel ini
yang bertahan persis seperti sel-sel pluripoten asalnya dan disimpan dalam sumsum tulang guna mempertahankan suplai sel-sel darah tersebut, walaupun
jumlahnya berkurang seiring dengan pertambahan usia.
Sebagian besar sel-sel yang direproduksi akan berdifrensiasi untuk
5

membentuk sel-sel tipe lain. Sel berada pada tahap pertengahan sangat mirip
dengan sel stem pluripoten, walaupun sel-sel ini telah membentuk suatu jalur
khusus pembelahan sel dan disebutcommited stem cells.
Berbagai commitedstem cells, bila ditumbuhkan dalam biakan, akan
menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu commited stem cells yang
menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit,dan singkatan CFUE digunakan untuk menandai jenis sel stem ini. Demikian pula, unit yang
membentuk koloni granulosit dan monosit ditandai dengan singkatan CFU-GM,
dan seterusnya.
Pertumbuhan dan reproduksi berbagai sel stem diatur oleh bermacammacam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Telah dikemukakan empat
penginduksi pertumbuhan. Telah dikemukakan empat penginduksi pertumbuhan
yang utama dan masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah
interleukin-3, yang memulai pertumbuhan dan reproduksi hampir semua jenis
commited stem cells yang berbeda-beda, sedangkan yang lain hanya menginduksi
pertumbuhan pada tipe-tipe sel yang spesifik.
Penginduksi pertumbuhan akan memicu pertumbuhan dan bukan memicu
diferensiasi sel - sel. Diferensiasi sel adalah fungsi dari rangkaian protein yang
lain, yang disebut penginduksi diferensiasi. Masing- masing protein ini akan
menghasilkan satu tipe coommited stem cells untuk berdiferensiasi sebanyak satu
langkah atau lebih menuju ke sel darah dewasa bentuk akhir.
Pembentukan penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi itu
sendiri dikendalikan oleh faktor faktor di luar sumsum tulang. Contohnya, pada
eritrosit (sel darah merah), paparan darah dengan oksigen yang rendah dalam
waktu yang lama akan mengakibatkan induksi pertumbuhan, diferensiasi, dan
produksi eritrosit dalam jumlah yang sangat banyak. Pada sel darah putih, penyakit
infeksi akan menyebabkan pertumbuhan,diferensiasi, dan akhirnya pembentukan
sel darah tipe tertentu yang diperlukan untuk memberantas setiap infeksi.

Tahap - Tahap Diferensiasi Sel Darah Merah


Sel pertama yang dapat dikenali sebagai bagian dari rangkaian sel darah
merah adalah proeritroblas, yang tampak pada permulaan Gambar ini. Dengan
rangsangan yang sesuai, sejumlah sel ini dibentuk dari sel - sel stem CFU-E.
6

Begitu proeritroblas ini terbentuk, maka ia akan membelah beberapa kali, sampai
akhirnya membentuk banyak sel darah merah yang matur. Sel - sel generasi
pertama ini disebut basofil eritroblas sebab dapat dipulas dengan zat warna basa;
sel yang terdapat pada tahap ini mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada
generasi berikutnya, seperti yang tampak pada Gambar dibawah ini, sel sudah
dipenuhi oleh hemoglobin sampai sampai konsentrasi sekitar 34 persen, nukleus
memadat menjadi kecil, dan sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keluar oleh sel.
Pada saat yang sama, retikulum endoplasma direabsorbsi. Sel pada tahap ini
disebut retikulosit karena masih mengandung sejumlah kecil materi basofilik, yaitu
terdiri dari sisa - sisa aparatus Golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma
lainnya. Selama tahap retikulosit ini, sel - sel berjalan dari sum - sum tulang masuk
ke dalam kapiler darah dengan cara diapedesis (terperas melalui pori - pori
membran kapiler).
Materi basofolik yang tersisa dalam retikulosit normalnya akan menghilang
dalam waktu 1 sampai 2 hari, dan sel kemudian menjadi eritosit matur. Karenaa
waktu hidup retikulosit ini pendek, maka konsentrasinya di antara semua sel darah
merah normalnya sedikit kurang dari 1 persen.

Gambar 32-3. Pembentukan sel darah (SDM), dan karakteristik sel darah merah
dalam berbagai tipe anemia. Lihat sisipan gambar berwarna.

Pengaturan Produksi Sel Darah Merah Peran Eritropoietin


Jumlah total sel darah merah dalam system sirkulasi diatur dalam kisaran
batas yang kecil, sehingga(1) sejumlah sel darah merah yang adekuat selalu
tersedia mengangkut oksigen yang cukup dari paru-paru ke jaringan,namun (2) selsel tersebut tidak menjadi berlimpah ruah sehingga aliran darah tidak terhambat.
Hal-hal yang kita ketahui tentang mekanisme pengaturan ini diperlihatkan pada
gambar dibawah ini dan dalam pembahasan sebagai berikut.

Gambar 32-4. Fungsi mekanisme eritropoietin untuk meningkatkan produksi sel


darah merah ketika oksigenerasi jaringan berkurang.
Oksigenasi jaringan adalah pengatur utama produksi sel darah merah.
Setiap keadaan yang menyebabkan penurunan transportasi sejumlah
oksigen kejarigan biasanya akan meningkatkan kecepatan produksi sel darah
merah. Jadi, bila seseorang menjadi begitu anemis akibatadanya perdarahan atau
kondisi lainya, maka sum-sum tulang segra memulai produksi sejumlah besar sel
darah merah. Selain itu, bila terjadi kerusakan pada sebagian besar sum-sum
tulang akibat sebab apapun, terutama oleh terapi sinar-x,akan mengakibatkan
hyperplasia sum-sum tulang yang tersisa, dalam usahanya untuk memenuhi
kebutuhan sel darah merah dalam tubuh.
Didataran yang sangat tinggi, dengan jumlah oksigen dalam udara yang
sangat rendah, oksigen dalam jumlah yang tidak cukup itu di angkut ke jaringan,
dan produksi sel darah merah sangat meningkat. Dalam hal ini, bukan konsentrasi
9

sel darah merah dalam darah yang mengatur produksi sel, melainkan jumlah
oksigen yang di angkut ke jaringan dalam hubunganya dengan kebutuhan
jaringan akan oksigen.
Berbagai penyakit pada system sirkulasi yang menyebabkan penurunan
aliran darah melalui pembuluh darah perifer, dan terutama yang dapat
menyebabkan kegagalan penyerapan oksigen oleh darah sewaktu melewati paruparu, dapat juga meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah. Hal ini
tampak jelas terutama pada keadaan gagal jantung yang lama, dan pada
kebanyakan penyakit paru, karna hipoksia jaringan yang timbul akibat keadaan
ini akan meningkatkan produksi sel darah merah dengan hasil akhir berupa
kenaikan hematokrit dan biasanya juga akan meningkatkan volume darah total.
Eritropoietin merangsang produksi sel darah merah, dan pembentukanya
meningkat sebagai respon terhadap hipoksia. Stimulus utama yang dapat
merangsang produksi sel darah merah dalam keadaan oksigen yang rendah adalah
hormone dalam sirkulasi yang disebut eritropoietin, yaitu suatu glikoprotein
dengan berat molekul kira-kira 34000. Tanpa adanya eritropoietin, keadaan
hipoksia tidak akan berpengaruh atau pengaruhnya sedikit sekali dalam
perangsangan produksi sel darah merah. Akan tetapi, bila system eritropoietin ini
berfungsi, maka hipoksia akan menimbulkan peningkatan produksi eritropoietin
yang nyata, dan eritropoietin selanjutnya akan memperkuat produksi sel darah
merah sampai hipoksia mereda.
Peran ginjal dalam pembentukan eritropoietin. Pada orang normal, kira-kira
90 persen dari seluruh eriropoietin dibentuk dalam ginjal ; sisanya terutama
dibentuk di hati. Bagian ginjal tempat pembentukan eritropoietin masih belum
diketahui dengan pasti. Ada suatu kemungkinan yang cukup kuat bahwa
eritropoietin di sekresi oleh sel epitel tubulus renal, karna darah yang anemis
tidak mampu menghantarkan cukup oksigen dari kapiler peritubulus ke sel
tubulus yang sangat banyak mengonsumsi oksigen, sehingga merangsang
produksi eritropoietin.
Kadang-kadang, keadaan hipoksia dibagian tubuh lainya, tapi bukan
diginjal, akan merangsang sekresi eritropoietin ginjal. Hal ini menunjukkan
bahwa mugkin terdapat beberapa sensor diluar ginjal yang mengirimkan sinyal
10

tambahan ke ginjal untuk memproduksi hormone tersebut. Khususnya, baik


norepinefrin maupun epinefrin serta beberapa prostaglandin akan merangsang
produksi eritropoietin.
Bila kedua ginjal seseorang diangkat atau rusak akibat penyakit ginjal,
maka orang tersebut akan menjadi sangat anemis, sebab 10 persen eritropoietin
normal yang dibentuk dijaringan lain (terutama dihati) hanya cukup menyediakan
sepertiga sampai setengah dari produksi sel darah merah yang diperlukan oleh
tubuh.
Pengaruh eritropoietin dalam pembentukan sel-sel darah merah. Bila kita
menempatkan seekor binatang atau seseorang dalam atmosfer yang kadar
oksigenya rendah, eritropoietin akan mulai dibentuk dalam beberapa menit
sampai beberapa jam, dan produksinya mencapai maksimum dalam waktu 24
jam. Namun, hampir tidak dijumpai adanya sel darah merah baru dalam sirkulasi
darah sampai 5 hari kemudian. Berdasarkan fakta ini dan penelitian lain, sudah
dapat ditentukan bahwa pengaruh utama eretropoietin adalah merangsang
produksi proeritroblas dari sel stem hematopoietik di sum-sum tulang. Selain itu,
begitu proeritroblas terbentuk, maka eritripoietin juga menyebabkan sel-sel ini
dengan cepat melalui bebagai tahap eritroblastik ketimbang pada keadaan normal.
Hal tersebut akan lebih mempercepat produksi sel darah merah yang baru.
Cepatnya produksi sel ini terus berlangsung selama orang tersebut tetap dalam
keadaan oksigen rendah, atau sampai jumlah sel darah merah yang telah terbentuk
cukup untuk mengangkut oksigen dalam jumlah yang memadai ke jaringan
walaupun kadar oksigenya rendah; pada saat ini, kecepatan produksi eritropoietin
menurun sampai kadar tertentu yang akan mempertahankan jumlah sel darah
merah yang dibutuhkan, namun tidak sampai berlebihan.
Bila tidak ada eritropoietin, sum-sum tulang hanya membentuk sedikit sel
darah merah. Pada keadaan lain yang ekstrem, bila jumlah eritropoietin yang
terbentuk sangat banyak, dan jika tersedia sejumlah besar zat besi dan zat nutrisis
lainya yang diperlukan, maka kecepatan produksi sel darah merah dapat
meningkat samapi 10 kali lipat atau lebih dibandinkan keadaan normal. Oleh
karna itu, mekanisme eritropoietin Dallam pengaturan produksi sel darah merah
merupakan suatu mekanisme yang kuat.

11

Tahap-Tahap Diferensiasi Sel Darah Merah


Sel pertama yang dapat dikenali sebagai bagian dari rangkaian sel darah
merah adalah proeritroblas.Dengan rangsangan yang sesuai, sejumlah besar sel
ini dibentuk dari sel-sel stem CFU-E. Begitu proeritroblas sudah terbentuk, maka
ia akan membelah selama beberapa kali, sampai akhirnya membentuk banyak sel
darah merah yang matur. Sel-sel generasi pertama ini disebut basofil eritroblas
sebab dapat dipulas dengan zat warna basa; sel yang terdapat pada tahapan ini
mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin.
Pada generasi berikutnya, sel sudah dipenuhi oleh hemoglobin sampai
pada konsentrasi 34 %, nukleus akan memadat menjadi kecil, dan sisa akhirnya
diabsorbsi atau didorong keluar sel. Pada saat yang sama retikulum endoplasma
direabsorbsi. Sel pada tahap ini disebut retikulosit karena masih mengangdung
sejumlah kecil materi basofilik, yaitu terdiri dari sisa-sisa aparatus golgi,
mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma lainnya. Selama tahap ini, sel-sel
berjalan dari sumsum tulang masuk ke dalam kapiler darah dengan cara
diapedesis (terperas melalui pori-pori membran kapiler). Materi basofilik yang
tersisa dalam retikulosit normalnya akan menghilang dalam waktu 1 sampai 2
hari, dan sel kemudian menjadi eritrosit matur. Karena waktu hidup retikulosit ini
pendak, maka konsentrasinya di antara semua sel darah merah normalnya sedikit
kurang dari 1%.
3.3 HUBUNGAN OKSIGEN DENGAN HEMOGLOBIN
Gambaran paling penting dari molekul haemoglobin adalah kemampuannya
untuk dapat berikatan secara longga rdan reversible dengan oksigen. Fungsi utama
haemoglobin

dalam tubuh adalah bergabung dengan oksigen dalam paru dan

kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan perifer yang tekanan
gas oksigennya jauh lebih rendah dari pada di paru-paru.
Oksigen tidak bergabung dengan dua ikatan positif besi dalam molekul
haemoglobin. Malahan, berikatan secara longgar dengan salah satu ikatan yang
disebut ikatan koordinasi atom besi. Ikatan ini begitu longgarnya sehingga
gabungan tersebut

bersifat sangat reversible. Selanjutnya, oksigen diangkut

kejaringan bukan dalam bentuk ion melainkan dalam bentuk molekul (yang terdiri

12

dari dua atom oksigen), yang karena longgarnya dan sangat reversible, oksigen
dilepaskan kedalam cairan jaringan dalam bentuk molekul, dan bukan dalam
bentuk ion.
3.4 METABOLISME BESI
Karena besi tidak hanya penting untuk pembentukan hemoglobin namun
juga untuk elemen penting lainya (contohnya, myoglobin, sitokrom oksidase,
peroksidase, katalase) kita harus mengerti cara besi ini digunakan dalam tubuh.3
Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, dan kirakira 65% dijumpai dalam bentuk hemoglobin, 1% dalam bentuk variasi senyawa
heme yang memicu oksidasi intrasel, 0,1% bergabung dengan protein transferrin
dalam plasma darah, dan 15 sampai 30% disimpan untuk penggunaan selanjutnya
terutama di system retikuloendotelial dan sel parenkim hati, khususnya dalam
bentuk feritin.
Pengankutan dan penyimpanan besi, ketika besi diabsorbsi dari usus halus
tersebut segera bergabung dalam plasma darah dengan beta globulin, yaitu
apotransferin untuk membentuk transferrin yang selanjutnya diangkut dalam
plasma. Besi ini berikatan secara longgar di dalam transferrin dan akibatnya dalam
tubuh. Kelebihan besi dalam darah disimoan terutama di hepatosis hati dan sedikit
di sel retikuloendoplasma sumsung tulang.
Dalam sitoplasma sel, besi ini bergabung terutama dengan suatu protein,
yakni apoferitin, untuk membentuk ferritin apoferitin mempunyai berat molekul
kira-kira 460.000 dan berbagai jumlah besi dapat bergabung dalam bentuk radikal
besi dengan molekul besar ini; oleh Karen itu, ferritin mungkin hanya mengandung
sedikit besi atau bahkan sejumlah besar besi. Besi yang disimpan sebgai ferritin ini
disebut besi cadangn.
Di tempat penyimpanan , terdapat besi yang disimpan dalam jumlah yang
lebih sedikit dan bersifat sangat tidak larut, disebut hemosiderin . hal ini terjadi
karena jumlah total besi dalam tubuh melebihi jumlah yang disimpan oleh tempat
penyimpnagan apoferin. Hemosiderin membentuk kelompok besar dalam sel yang
dapat dilihat secara mikroskopis sebagai partake tersebar sehingga biasanya hanaya
dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop electron.

13

Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah, berapa besi yang terdapat di
penyimpanan ferritin dilepas dengan mudah dan diangkut dalam bentuk transferrin
di dalam plasma ke area tubuh yang membutuhkan. Karakteristik unik dari
transferrin adalah , bahwa molekul ini berikatan erat dengan reseptor pada
membrane sel eritroblas di sumsum tulang. Selanjutnya bersama besi yang terikat,
transferrin masuk kedalam eritroblas dengan cara endositosis. Di dalam eritroblas
transferrin melepas transferrin melepas besi secara langsung ke mitokondria,
tempat heme di sintesis. Pada orang-orang yang tidak mempunyai transferrin dalam
jumlah cukup di dalam darahnya, kegagalan pengangkut besi dapat menyebabkan
anemia hipokrom yang berat yakni, sel darah merah mengandung lebih sedikit
hemoglobin dari pada sel yang normal.
Bila masa hidup sel darah merah telah ahbis dan sel telah dihancurkan ,
maka hemoglobin yang telah dilepaskan dari sel akan dicerna oleh sel magrofagmonosit. Disini terjadi pelepasan besi bebas, dan disimpan terutama di tempat
penyimpanan feriti yang akan digunakan sesuai kebutuhan untuk pembentukan
hemoglobin baru.

Gambar 32-7. penggabungan besi dan metabolismenya .

14

Besi yang terbuang dalam sehari.


Setiap hari seorang pria mengekresikan sekitar 0,6 miligram besi, terutama
dalam tinja, bila terjadi perdarahan maka jumlah besi yang hilang akan lebih
banyak lagi. Pada wanita hilangnya darah menstruasi mengakibatkan hilangnya
besi jangka panjang rata-rata sekitar 1,3 mg/hari.
Absorbsi besi dari traktus interstisial
Besi diabsorbsi dari semua bagian usus halus, sebagian besar melalui
mekanisme berikut, hati menyekresikan apotranferin

dalam jumlah sedang

kedalam empedu yang mengalir melalui duktus biliaris ke dalam duodenum.


Ditempat ini apotranferin berikatan dengan besi bebas dan juga dengan senyawa
besi tertentu seperti hemoglobin dan myoglobin dari daging, yaitu dua sumber besi
terpenting dalam diet. Kombinasi ini disebut transferrin. Kombinasi ini selanjutnya
tertarik dan berikatan dengan reseptor pada membrane sel epitel usus. Kemudian,
dengan cara pinositosis, molekul transferrin yang membawa besi bersamanaya
akan diabsorbsi ke dalam sel epitel dan kemudian di lepaskan kedalam kapiler
darah yang berada dibawah sel ini dalam bentuk transferrin plasma.
Absorbs dari usus berlangsung sangat lambat dengan kecepatan maksimum
hanya beberapa milligram per hari ini berarti bahwa meskipun dalam keadaan
makan terdapat sejumlah besar besi, hanya sebagian kecil saja yang dapat
diabsorbsi.
Pengaturan jumlah total besi tubuh dengan mengatur kecepatan absorbsi.
Bila tubuh menjadi jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferin di tempat
cadangan besi sudah berikatan dengan besi, kecepatan absorbsi besi tambah dari
traktus intertinalis akan sangat menurun, sebalikntya bila cadanagan besi sangat
berkurang, maka kecepatan absobsinya akan tambah mungkin samapai 5 kali atau
lebih dibandingkan kecepatan normal. Jadi jumlah total besi dalam tubuh diatur
terutama dengan mengubah kecepatan absobsinya.3

15

3.5 KLAFISISKASI ANEMIA


Anemia dan Klasifikasinya
Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal
jumlah SDM, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells
(hematocrit ) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis
melainkan suatu cerminan perubahan patofosiologik yang mendasar yang diuraikan
melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium.
Karena semua system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1) kecepatan
timbulnya anemia, (2) usia individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat
aktivitasnya. (5) keadaan penyakit yang mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.
Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 kejaringan
menurun. Kehilangan darah yang mendadak ( 30% atau lebih ), seperti pada
pendarahan, mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan hipoksemia, termasuk
kegelisahan, diaphoresis ( keringat dingin ), takikardia, napas pendek, dan
berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Namun, berkurangnya masa
SDM dlam waktu beberapa bulan ( bahkan pengurangan sebanyak 50% )
memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien
biasanya asimtomatik, kecuali pada kerja fisik berat.
Tubuh beradaptasi dengan
1. Meningkatkan curah jantung dan pernapasan , oleh karena itu meningkatkan
pengiriman O2 ke jaringan oleh SDM ,
2. Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin,
3. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan, dan
4. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
Tanda-tanda anemia
Pucat, Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah,
berkurangnya hemoglobin, dan vosokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman
O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat
dipercaya untuk pucat karena dipangaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman
serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kutu, telapak tangan, dan membrane
mukosa mulut serta kojungtiva merupakan indicator yang lebih baik untuk menilai
pucat. Jika lipatan tangan tidal lagi berwarna merah muda , hemoglobin biasanya
16

kurang dari 8 gram.


Takikardia dan bising jantung ( suara yang disebabkan oleh peningkatan
kecepatan aliran darah ) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang
meningkat. Angina ( nyeri dada ), khususnya pada orang tua dengan stenosis
coroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium.
Pada anemia berat, gagal jantung kongestif dapat terjadi karena otot jantung
yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang
meningkat. Dyspnea ( kesulitan bernapas ) , napas pendek , dan cepat lelah waktu
melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2.
Sakit kepala, pusing, pingsan, dan tinnitus ( telinga berdengung ) dapat
,mencerminkan berkurangnya oksigenasi pada system saraf pusat. Pada anemia
yang berat dapat juga timbul gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual,
konstipasi atau diare, dan stomatitis ( nyeri pada lidah dan membrane mukosa
mulut ) gejala-gejala umumnya disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti
defisiensi zat besi.
Gejala lemah dan ngos-ngosan (nafas pendek)
a. Lemas
Hemoglobin adalah unsur utama penyusun sel darah merah yang
merupakan protein kaya zat besi dan berfungsi membantu sel darah merah
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Bila jumlah hemoglobin
sedikit, sel-sel tubuh akan kekurangan oksigen. Anda akan merasa lelah,
lemas dan gejala anemia lainnya.
b. ngos-ngosan
Tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat
defisiensi oksigen atau kurangnya hemoglobin dalam darah yang mengikat
oksigen sehingga tubuh melakukan kompensasi dengan cara bernapas lebih
cepat (ngos-ngosan).
c. mukosa konjungtiva pucat
pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen
atau peningkatan penggunaan oksigen di sel, sehingga dapat memunculkan
tanda seperti kulit kebiruan (sianosis), mukosa konjungtiva pucat.1

17

Klasifikasi Umum Anemia


Etiopatogenesis
1. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sum-sum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sum-sum tulang
- Anemia aplastik
- Anemia mieloptisik
- Anemia pada keganasan hematologi
- Anemia diseritropoietik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
2. Anemia akibat hemoragik
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
3. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular
- Gangguan membran eritrosit (membranopati)
- Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi
-

G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati
o Thalasemia
o Hemoglobinopati structural : HbS, HbE
18

b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular


- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia hemolitik mikroangiopatik
Morfologi
1. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodiplastik
g. Anemia pada kegagalan hematologic
3. Anemia makrositik
a. Anemia megaloblastik
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Anemia non-megaloblastik
- Anemia pada penyakit hati kronik
- Anemia pada hipotiroidisme
- Anemia pada sindrom mielodiplastik
Pemeriksaan darah dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pemeriksaan darah lengkap, yang meliputi :
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Leukosit
- Trombosit
- Eritrosit
- Indeks eritrosit
o MCV (Mean Corpuscular Volume) yaitu volume rata-rata eritrosit, MCV
akan turun apabila kekurangan zat besi semakin parah dan pada saat
anemia

mulai

berkembang.

Cara

menghitungnya

ialah

membagi

hematokrit dengan angka sel darah merah.


o MCH (Mean Corpuscle Haemoglobin) yaitu berat hemoglobin rata-rata
dalam satu sel darah merah. Cara menghitungnya ialah membagi
hemoglobin dengan angka sel darah merah.
o MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration) yaitu konsentrasi
hemoglobin eritrosit rata-rata. Cara menghitungnya ialah membagi
hemoglobin dengan hematokrit.
19

Laju Endap Darah (LED), yaitu untuk mengukur kecepatan

sedimentasi (pembekuan) eritrosit.


Hitung jenis leukosit, yaitu untuk mengetahui barbagai jenis leukosit.
Platelet Distributiun Width (PDW), yaitu untuk mengetahui variasi

ukuran trombosit.
Red Cell Distributiun Width (RDW), yaitu untuk mengetahui

koefisiensi variasi dari volume eritrosit.


2. Pemeriksaan darah rutin, yang meliputi :
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Leukosit
- Hitung Platelet
- Hitung Eritrosit
- LED (Laju Endap Darah) / ESR (Eritrosit Sedimentation Rate)

1. Anemia Normokromik Normositik


Anemia normokromik normositik adalah salah satu klasifikasi anemia
berdasarkan morfologi yang pada anemia ini ,Sel darah merah memiliki
ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin normal
(mean corpuscular volume [MCV] dan mean corpuscular haemoglobin
concentration [MCHC] normal atau normal rendah). Penyebab-penyebab
anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang
meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum
20

tulang, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatic pada sumsum tulang.


Penyebab-penyebab anemia normositik normokrom :
a. Anemia Pendarahan : Pendarahan
Pada pendarahan akut, ancaman terdekat bagi pasien adalah
hipovolemia (syok) dan bukan anemia. Apabila pasien bertahan hidup,
segera terjadi hemodilusi yang efeknya mencapai puncak dalam 2 sampai
3 hari yang mengungkapkan tingkat kehilangan sel darah merah.
Anemianya

normositik

normokromik.

Pemulihan

akibat

anemia

perdarahan dipercepat oleh meningkatnya kadar eritropoietin, yang


merangsang produksi sel darah merah dalam beberapa hari. Onset respons
sumsum tulang ditandai dengan retikulositosis.
Pada kehilangan darah yang ini simpanan zat besi secara bertahap
berkurang. Zat besi merupakan zat esensial untuk sintesis Hb dan
eritropoiesis yang efektif, sehingga defisiensi zat ini menyebabkan anemia
kronis akibat produksi berkurang.
b. Anemia Pasca Perdarahan
Anemia pasca perdarahan adalah anemia normositik normokromik
yang terjadi akibat kehilangan darah secara mendadak pada orang sehat.
Perdarahannya dapat jelas atau samar. Pada perdarahan mendadak,
tekanan darah menurun. Respon refleks terhadap menurun tekanan darah
adalah peningkatan pengaktifan susunan saraf simpatis. Hal ini
menyebabkan peningkatan resistensi vaskular, kecepatan denyut jantung,
dan isi sekuncup, yang semuanya bertujuan untuk mengembalikan tekanan
darah ke tingkat normal. Respon ginjal terhadap penurunan tekanan darah
adalah penurunan pengeluaran urin dan peningkatan pelepasan hormon
renin. Terjadi reabsorbsi garam dan air dengan tujuan mengembalikan
tekanan darah. Produksi sel darah merah dirangsang oleh pelepasan
eritropoetin oleh ginjal.
Pada penderita anemia ini akan muncul tanda-tanda sistemik anemia
yang segera dan dramatik. Penyebab perdarahan akan dijumpai pada
21

penderita yang memperlihatkan gejala-gejala klinis. Pemulihan volume


darah pada penderita anemia ini yaitu dengan pemberian plasma secara
intravena atau darah utuh yang telah dicocokkan golongannya.
c. Anemia Aplastik
Anemia aplastik juga dikenal sebagai anemia Fanconi. Anemia
aplastik adalah anemia normokromik normositik yang disebabkan oleh
disfungsi sumsum tulang sehingga sel-sel darah yang mati tidak diganti.
Anemia ini adalah hasil dari kegagalan sumsum yang diwariskan. Sel dari
sumsum Fanconi memiliki siklus oksigen metabolisme normal. Anemia
aplastik disebabkan oleh kanker sumsum tulang, perusakan sumsum
tulang oleh proses autoimun, keracunan, trauma, autoimun penyakit,
berbagai obat. Ada juga yang diwarisi sindrom kegagalan sumsum yang
hadir sebagai anemia aplastik, meskipun etiologi yang benar adalah
mieloproliferatif.
Dahulu, anemia aplastik dihubungkan erat dengan paparan terhadap
bahan-bahan kimia dan obat-obatan. Anemia aplastik disebabkan paparan
terhadap bahan-bahan toksik seperti radiasi, kemotrapi, obat-obatan atau
senyawa kimia tertentu. Penyebab lainnya meliputi kehamilan, hepatitis
viral, dan fascitis eosinofilik. Anemia aplastik terkait obat terjadi
hipersensitivitas atau dosis obat yang berlebihan. Obat-obat yang banyak
menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain
yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas
dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mileran atau
nitrosourea. Bahan kimia terkenal yang dapat menyebabkan anemia
aplastik ialah senyawa benzena. Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan
anemia aplastik sementara atau permanen misalnya virus epstein-barr,
influenza A, dengue, tuberkulosis (milier).
Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum tulang melalui
gangguan pada sel-sel stroma sumsusm tulang. Infeksi oleh human
imunodefisiensi virus (HIV) yang berkembang menjadi acquired
imunodfisiensi sindrom (AIDS) dapat menurunkan pansitopenia. Infeksi
22

kronik oleh parfovirus pada pasien dengan defisiensi imun juga dapat
menimbulkan pansitopenia.
Nutrisi terapi untuk anemia aplastik dan anemia langka lainnya
termasuk pemeliharaan kecukupan makronutrien dan mikronutrien
melalui terapi transfusi,transplantasi sumsum tulang (BMT), dan
perawatan lainnya. Strategi untuk pasien yang menjalani perawatan dosis
tinggi kortiko steroid harus termasuk pemeliharaan fluid yang normal dan
status elektrolit sebagai serta pemantauan kalsium dan vitamin D.
d. Sindrom Mielodisplastik
Istilah ini mengacu pada sekelompok gangguan sel bakal klonal
yang ditandai dengan gangguan pematangan sehingga hematopoiesis
menjadi tidak efektif dan risiko transformasi menjadi leukemia
mieloblastik akut meningkat.

Pada

pasien

kecenderungan

mengakumulasi

mutasi

dan

menimbulkan mutasi dan menimbulkan Leukemia mieloblastik akut.


Sebagian besar kasus bersifat idiopatik, tetapi beberapa pasien mengalami
sindrom ini setelah kemoterapi dengan bahan pengalkil atau terpajan
terapi radiasi pengion.
Pemeriksaan sitogenetik mengungkapkan bahwa klona sel yang
secara kromosom abnormal terdapat disumsum tulang pada hampir 70%
pasien. Beberapa kelainan kariotipe yang umum ditemukan adalah
hilangnya kromosom tersebut. Secara morfologis, sumsum tulang
dipenuhi oleh sel aberan, seperti precursor eritroid megaloblastoid, blas
yang berbentuknya aneh, dan mikromegakariosit.
Sebagian besar pasien adalah laki-laki berusia antara 50 dan 70
tahun. Dari para pasien ini, 10% sampai 40% kemudian menderita
Leukimia mielobastik akut; sisanya mengidap infeksi, anemia, dan
pendarahan karena tidak adanya sel myeloid yang berdiferensiasi.
Respons terhadap kemoterapi biasanya buruk sehingga muncul anggapan
bahwa mielodisplasia timbul dengan latar belakang kegagalan sel bakal.
23

Yang menarik dalam hal ini adalah bahwa sebagian pasien anemia aplastik
kemudian mengidap sindrom mielodisplasia berespons terhadap terapi
yang menekan sel T. Hubungan ini mengisyaratkan bahwa, paling tidak
pada suatu subset pasien, kona mutan mungkin bertahan hidup karena sel
bakal normal mengalami serangan oleh sel T. Seperti telah dibicarakan,
mekanisme serupa tampaknya mendasari hemoglobinuria nocturnal
paroksismal. Prognosis bervariasi; waktu kesintasan median bervariasi
dari 9 sampai 29 bulan dan lebih buruk pada mereka yang memperlihatkan
peningkatan blas di sumsum tulang atau kelainan sitogenetik saat
didiagnosis.
e. Anemia Hemolitik : Peningkatan laju destruksi sel darah merah
Sel darah merah normal memiiki rentang usia sekitar 120 hari.
Anemia yang berkaitan dengan berkurangnya rentang usia sel darah merah
disebut anemia hemolitik. Pemendekan usia dapat disebabkan oleh defek
inheren (intrakorpus kular) sel darah merah, yang biasanya bersifat
herediter, atau factor eksternal (ekstrakorpuskular), yang biasanya didapat
Sebelum membicarakan setiap gangguan, kita akan membahas
beberapa gambaran umum pada anemia hemolitik. Semua anemia jenis ini
ditandai dengan (1) peningkatan laju destruksi sel darah merah;(2)
peningkatan

kompensatorik

eritropoiesis

yang

menyebabkan

retikulositosis;(3) retensi produk destruksi sel darah merah oleh tubuh,


termasuk zat besi. Karena zat besi dihemat dan mudah didaur ulang,
regenerasi sel darah merah dapat mengimbangi hemolisis. Oleh karena itu,
anemia golongan ini hampir selalu berkaitan dengan hyperplasia eritroid
mencolok didalam sumsum tulang dan meningkatnya retikulosit didarah
tepi. Apabila anemia berat dapat terjadi hematopoiesis ekstramedularis di
limpa hati, dan kelenjar getah bening.
Destruksi sel darah merah dapat terjadi di dalam kompartemen
vascular (hemolisis intravascular) atau di dalam sel fagosit mononukleus,
atau system retikuloendotel (SRE; hemolisis ekstravaskular). Hemolisis
intravascular terjadi apabila sel darah merah mengalami trauma mekanis
atau rusak akibat berbagai zat kimia atau factor fisik (misal, fiksasi
komplemen, terpajan toksin klostridium, atau panas). Apa pun
24

peyebabnya, hemolisis intravascular menyebabkan hemogobinemia,


hemoglonuria, dan hemosiderinuria. Perubahan pigmen hem menjadi
bilirubin dapat menyebabkan peningkatan hiperbilirubinemia takterkonjugasi dan ikterus. Hemolisis intravascular massif kadang-kadang
menyebabkan nekrosis tubulus akut. Kadar haptglobin serum, suatu
protein yang mengikat Hb bebas, biasanya rendah.
Hemolisis ekstravaskular, cara destruksi sel darah merah yang lebih
umum terjadi, terutama berlangsung di dalam sel fagositik limpa dan hati.
System fagosit mononukleus menyingkirkan eritrosit dari sirkulasi apabila
sel darah merah menyingkirkan eritrosit dari sirkulasi apabila sel darah
mengalami cedera atau perubahan imunologis. Karena sel darah merah
mengalami perubahan bentuk yang ekstrem untuk dapat menyelusuri
sinusoid limpa, berkurangnya deformabilitas menyebabkan hal ini sulit
berlangsung dan menyebabkan sekuestrasi limpa, diikuti oleh fagositosis.
Hal ini diperkirakan merupakan factor penting dalam patogenesis
destruksi sel darah merah pada berbagai anemia hemolitik. Hemolisis
ekstra vaskular tidak menyebabkan ikterus dan apabila berlangsung lama,
pembentukan batu empedu kaya-bilirubin (disebut juga batu pigmen).
Haptoglobin serum selalu berkurang karena sebagai Hb pasti lolos
kedalam plasma. Pada sebagian besar bentuk anemia hemolitik, terjadi
hyperplasia

reaktif

system

mononukleus,

yang

menyebabkan

splenomegali. Karena jalur untuk eskresi kelebihan zat besi terbatas,


anemia hemolitik cenderung menyebabkan penimbunan zat besi dan
menimbulkan hemosiderosis atau, pada kasus yang sangat berat,
hemokromatosis sekunder.
f. Anemia pada penyakit kronis
Ini adalah bentuk anemia tersering pada pasien rawat inap. Secara
sepintas mirip dengan anemia defisiensi zat besi, tetapi penyebabnya
adalah sekuestrasi zat besi didalam sel system retikuloendotel akibat
peradangan. Anemia tersebut ditemukan pada beragam gangguan
peradangan kronis, termasuk yang berikut :

Infeksi mikroba kronis, seperti osteomielitis, endokarditis bakterialis,


dan abses paru
25

Gangguan imun kronis, seperti arthritis rheumatoid dan enteritis reginal


Neoplasma, seperti penyakit Hodgkin serta karsinoma payudara dan
paru.

Anemia pada penyakit kronis memperlihatkan zat besi serum yang


rendah, dan sel darah merah mungkin normositik dan normokrmik atau
hiporomi mikrositik, seperti pada anemia defisisensi zat besi. Namun,
adanya peningkatan zat besi simpanan di makrofag sumsum tulang, kadar
feritin serum yang tinggi, dan penurunan kapasitas mengikat zat besi
menyingkirkan kemungkinan defisiensi zat besi sebagai penyebab anemia.
Ombinasi temuan ini terjadi akibat hambatan dalam pemindahan zat besi
dari simpanan di fasogit mononukleus ke precursor eritroid. Selain itu,
peningkatan kompensatorik kadar eritropoietin tidak sesuai dengan derajat
anemianya. Penjelasan teleologik untuk sekuestrasi zat besi pada berbagai
penyakit peradangan kronis masih belum diketahui; anemia ini mungin
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dependen-zat
besi atau untuk memperkuat aspek tertentu imunitas pejamu.
Gambaran umum pada berbagai penyakit yang berkaitan dengan
anemia penyakit kronis ini adalah bahwa semuanya memicu keadaan
peradangan sistemik berkepanjangan. Eritropoiesis yang tertekan dan
sekuestrasi zat besi dalam kompartemen simpanan terjadi akibat kerja
sejumlah mediator peradangan, termasuk interleukin-1 (IL-1), factor
nekrosis tumor tumor (TNF), dan interferon-, yang dikeluarkan sebagai
respons terhadap peradangan kronis atau penyakit neoplastik. Pemberian
eritropoietin dapat memperbaiki anemia, tetapi hanya terapi efektif
terhadap penyebab yang dapat benar-benar memperbaiki anemia.
g. Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia
pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia
adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, pendarahan saluran cerna,
hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,
26

defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,


proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai
saat kadar haemoglobin 10 g% atau hematokrit 30%, meliputi evaluasi
terhadap status besi (kadar besi serum/ serum iron, kapasitas ikat besi
total/total iron binding capacity, feritin serum). Mencari sumber
pendarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain
sebagainya.
utamanya,

Penatalaksanaan
disamping

terutama

penyebab

lain

ditujukan
bila

pada

ditemukan.

penyebab
Pemberian

eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian


EPO ini, status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO
memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada
penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang
dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan
tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin
menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.

2. Anemia Hipokromik Mikrositik


Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik berarti pewarnaan
yang berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal
( penurunan MCV,MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan
insufiensi sintesis heme atau kekurangan zat besi, seperti pada anemia
difesiensi besi, keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau
gangguan sintesis globin, seperti pada thalassemia. Thalassemia
menyangkut ketidak sesuaian jumlah rantai dan yang disintesis,
dengan demikian tidak dapat terbentuk molekul hemoglobin tetrameter
normal.
a. Anemia defisiensi besi
Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia
mikrositik

hipkromik

dengan

penurunan

kuantitatif

sintetis
27

hemoglobin, defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia


didunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur,
disebabkan

oleh

kehilangan

darah

sewaktu

menstruasi

dan

peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan.


Dalam keaadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata
mengandung 4 sampai 5g besi bergantung pada jenis kelamin dan
ukuran tubuhnya. Lebih dari dua pertiga besi terdapat didalam
hemoglobin. Besi dilepas dengan semakin tua serta matinya sel dan
diangkut melalui transferrin plasma ke sumsum tulang untuk
eritropoiesis. Dengan pengecualian myoglobin ( otot ) dan enzimenzim heme dalam jumlah yang sangat sedikit, sisa zat besi disimpan
di dalam hati, limpa dan dalam sum-sum tulang sebagai ferritin dan
hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Walaupun dalam diet rata-rata mengandung 10 sampai 20 mg
besi, hanya sekitar 5% hingga 10% ( 1 sampai 2 mg ) yang
sebenarnya diabsorpsi. Pada saat persediaan besi berkurang, maka
lebih banyak besi diabrsopsi dari diet. Besi yang diingesti diubah
menjadi besi ferro didalam lambung dan duodenum dan jejunum
proksimal.Kemudian besi diangkut oleh transferrin plasma ke
sumsum

tulang

untuk

sintetis

hemoglobin

atau

ke

tempat

penyimpanan di jaringan. Tiap mililiter darah mengandung 0,5 mg


besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1
mg/hari. Namun , yang mengalami menstruasi berhenti selama
kehamilan, kebutuhan besi harian meningkat untuk mencukupi
permintaan karena meningkatnya volume darah ibu dan pembentukan
plasenta, tali pusat, dan janin, serta mengimbangi darah yang selama
kelahiran.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah SDM normal atau
hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada apusan darah
prifer, SDM mikrositik dan hipokromik ( MCV, MCHC , dan MCH
berkurang ) disertai poikilositos dan anisositos. Jumlah retikulosit
dapat normal atau berkurang.Kadar besi berkurang sedangkan
kapasitas mengikat-besi serum total meningkat.

28

Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena
rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi
akibat perdarahan menahun :
a. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat
atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,
hemoroid dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran napas : hemoptoe
b. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam
makanan, atau kualitas besi (bioavailibilitas) besi yang tidak
baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging).
c. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak
dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
d. Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, topical sprue atau kolitis
kronik.
Pada orang dewasa anemia dfisiensi yang dijumpai diklinik
hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau
peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama.
Penyebab perdarahan paling sering terjadi pada laki-laki ialah
perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena
infeksi

cacing

tambang.Sedangkan

perempuan

dalam

masa

reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.

Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga
cadangan besi makin menurun.Jika cadangan besi menurun, keadaan
ini disebut (iron depleted state atau negative iron balance). Keadaan
ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi
besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi
kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang
29

sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia


secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai : iron deficient
erythropoiesis. Pada fase ini kelainan yang dijumpai ialah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin
dalam eritrosit. Saturasi transperin menurun dan total iron binding
capacity (TIBC) meningkat.
Akhir-akhir

ini

parameter

yang

sangat

spesifik

ialah

peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi


menurun terus maka eritropoesis semakin sehingga kadar hemoglobin
mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer,
disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi
kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai
gejala lainnya. Setelah mengalami perdarahan yang cepat, tubuh akan
mengganti cairan plasma dalam waktu 1 sampai 3 hari, namun hal iini
akan menyebabkan konsentrasi dalam sel darah merah menjadi
rendah. Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya, konsentrasi sel darah
merah biasanya kembali normal dalam waktu 3 sampai 6 minggu.
Pada kehilangan darah yang kronik, pasien seringkali tidak dapat
mengabsorbsi cukup besi dari usus untuk membentuk hemoglobin
secepat darah yang hilang kemudian, terbentuk sel darah merah yang
berukuran jauh lebih kecil ketimbang ukuran normal dan mengandung
sedikit sekali hemoglobin di dalamnya, sehingga menimbulkan
keadaan anemia hipokromik mikrositik seperti yang terlihat pada
gambar di bawah.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai
pada anemia jenis lain adalah :
-

Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,


bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti

sendok.
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang
30

Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut

mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan


Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti :
tanah liat, es, lem dan lain-lain.

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom paterson kelly


adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik
mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan
suatu

ukurankuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi

setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb


dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb
sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu
trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan
flowcytometri atau menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan
menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada
saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan
anemia penyakit kronis disingkirkan.Dihitung dengan membagi
31

hematokrit dengan angka sel darah merah.Nilai normal 70-100


fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel
darah merah.Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan
angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik
hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit ratarata.Dihitung

dengan

membagi

hemoglobin

dengan

hematokrit.Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.


3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan

hapusan

darah

perifer

dilakukan

secara

manual.Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan


memperhatikan

ukuran,

bentuk

inti,

sitoplasma

sel

darah

merah.Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat


dilihat pada kolom morfology flag.
4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide =
RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah
merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan
parameter

lainnya

untuk

membuat

klasifikasi

anemia.RDW

merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat


anisositosis yang tidak kentara.Kenaikan nilai RDW merupakan
manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta
lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum
feritin.MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda
meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan
eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik.Nilai normal
15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak
terlalu dibutuhkan.EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi
32

eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi


terjadi.Keuntungan

EP adalah

stabilitasnya

dalam

individu,

sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi


individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi
walaupun dalam praktik klinis masih jarang
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta
menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin
jatuh.Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang.Besi serum yang rendah ditemukan
setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi
kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum
dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak
status besi yang spesifik.

7. Serum Transferin (Tf)


Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama
-sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada
kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan
akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai
besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10%
merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan
terhadap perkembangan eritrosit.Jenuh transferin dapat menurun
pada penyakit peradangan.Jenuh transferin umumnya dipakai pada
studi populasi yang disertai dengan indikator status

besi

lainnya.Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin


sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.

33

Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi


serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah
besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.
9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan
sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat.Serum feritin
secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan
populasi.Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan
zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga
dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.
Rendahnya

serum

feritin

menunjukan

serangan

awal

kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan


zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar
dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat
dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin
cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan
cadangan besi lebih rendah pada wanita.

Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap


stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita
tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai
sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini
mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada
wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l
selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan
suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat
pada

inflamasi

kronis,

infeksi,

keganasan,

penyakit

hati,

alkohol.Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay


immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay
immunoabsorben (Elisa).
Pemeriksaan Sumsum Tulang
34

Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian


cadangan

besi,

walaupun

mempunyai

beberapa

keterbatasan.Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk


menilai

jumlah

hemosiderin

dalam

sel-sel

retikulum.Tanda

karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga
tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang
memadai dan teknik yang dipergunakan.Pengujian sumsum tulang
adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk
mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
3. Anemia sideroblastik
Anemia sidreoblastik adalah anemia mikrositik-hipokromik yang di
tandai adanya sel-sel darah merah abnormal (sideroblas) dalam sirkulasi dan
sumsum tulang. Sideroblas membawa besi di mitokondria bukan di molekul
hemoglobin, sehingga tidak mampu untuk mengangut oksigen ke jaringan.
oleh sebab itu tidak terjadi defisiensi besi.

Berkurangnya pengangkutan oksigen menyebabkan hipoksia. Hal ini di


deteksi oleh sel-sel ginjal penghasil eritropoeitin. Eritropoetin merangsang
pembentukan sel-sel darah merah baru didalam sumsum tulang. Hal ini
menyebabkan sumsum tulang mengalami kongesti dan meningkatkan
pembentukan sideroblas yang memperparah anemia.
Anemia sideroblastik primer dapat terjadi akibat kelainan genetic pada
kromosom X yang jarang ditemukan ( terutama di jumpai pada pria) atau dapat
terjadi secara spontan, terutama pada individu lanjut usia. Penyebab sekunder
anemia sideroblastik adalah obat-obat tertentu ( mis, beberapa obat kemotrapi)
dan ingesti timah
Anemia ini dipastikan dengan adanya banyak sideroblas cincin (ring
sideroblast) yang pathogenesis dalam sumsum tulang. Sideroblas cincin ini
adalah eritroblas abnormal yang mengaandung banyak granula besi yang
tersusun dalam suatu cincin ini dapat ditemukan dalam.
35

Patofisiologi
Perubahan pada anemia sideroblastik pada dasarnya terjadi kegagalan
inkorporasi

besi

kedalam

senyawa

heme

pada

mitokondria

yang

mengakibatkan besi mengendap pada mitokondria sehingga jika yang dicat


dengan cat besi akan terlihat binyik-bintik yangmengelilingi inti yang disebut
sebagai sideroblas cincin. Hal yang menyebabkan kegagalan pembentukan
hemoglobin

yang

disertai

eritropoesis

inefektif

dan

menimbulkan

anemiahipokromik mikrositik
Gangguan inkorporasi besi ke dalam protoporfirin(pembentukan heme)
Besi numpuk dalam mitokondria

ring sideroblastik

gangguan pembentukan hemoglobin

hipokromik mikrositer

eritropeisis inefektif
Gambar : Skema patofisiologi anemia sideroblastik.
4. Anemia pada penyakit kronik
Salah satu anemia yang paling sering terjadi pada pasien yang menderita
berbagai keganasan dan kronik. Gambarannya khasnya adalah:
a. Indeks dan morfologi eritosit normositik normokrom atau atau hipokrom
ringan (MCV jarang <75 fl)
b. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (hemoglobin jarang kurang
dari 9,0 g/dl ) beratnya anemia terkait dengan beratnya penyakit
c. Baik kadar besi serum maupun TIBC menurun; kadar sTfR normal
d. Kadar feritin serum normal atau meningkat
e. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikuloendotel) normal tetapi
kadar besi dalam eritroblas berkurang.
Etiologi dan Patogenesis
Laporan atau data penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri
subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa
36

hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia. Derajat


anemia sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan
berat badan dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu
1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan
antara produksi dan penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.
Anemia pada inflamasi kronis secara fungsional sama seperti infeksi
kronis, tetapi lebih sulit karena terapi yang efektif lebih sedikit. Penyakit
kolagen dan atritisreumatoid merrupakan penyebab terbanyak. Enteritis
regional, kolitis urseratif serrta sindrom inflamasi lainnya juga dapat disertai
anemia pada penyakit kronis.
Thalassemia
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidak mampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin sebagaimana mestinya.
Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel
darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari
paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi.
Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi
yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi,
sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan
aktivitasnya secara normal.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan
akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang
sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan
sel darah merah.
Klasifikasi Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :
a. Thalasemia- (gangguan pembentuakan rantai ).
37

b. Thalasemia- (gangguan pembentukan rantai ).


5. anemia normokromik makrositik
Anemia makrositik adalah jumlah sel darah merah rendah yang ditandai
oleh adanya sel darah yang lebih besar dari sel darah merah normal, biasanya
didefinisikan sebagai MCV>100. Penyebab umum anemia makrositik adalah
defisiensi vitamin B12 dan asam folat.
a. Megaloblastik
Anemia megaloblastikmerupakan kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik. Kriteria
anemia dan defisiensi gizi menurut WHO 1972 sebagai berikut :
Dikatakan Anemia , bila kadar

kemoglobin ( Hb) pada ketinggian

permukaan laut lebih rendah dari nilai dengan golongan umur yang ada
yaitu :

Anak umur 6 bulan 6 tahun : 11gr/100ml


6 tahun 14 tahun

: 12gr/100ml

Pria dewasa

: 13gr/100ml

Perempuan dewasa tak hamil : 12gr/100ml


Perempuan dewassa hamil

: 11gr/100ml

Anemia megaloblastik adalah ganggua yang disebabkan oleh sintesis


DNA yang tetganggu. Sel sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara
relative mempunyai sifat

perubahan yang cepat,terutama sel sel awal

hemapoeitik dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terkjadi lambat, tetapi


perkembangan sitoplasmik normal, sehingga sel sel megaloblastik cenderung
dihancurkan dalam sum sum tulang. Dengan demikian selularitas sum sum
tulang sering meningkat tetapi produksi sel darah merah berkurang , dan
keadaan abnormal ini disebut denngan istilah eritropoesis yang tidak efektif
( ineffective erythropoiesis.
38

Kebanyakan anemia megalob;asstik disebabkan karena defisiensi


vitamin B12 ( kobalamin ) dan atau asam folat.
Klasifikasi Anemia Megaloblastik
a. Defisiensi kobalin
- Asupan tidak cukup : vegetarian ( jarang )
- Malabsorpsi
o Defek penyampaian dari kobalin dari makanan : achlorhidria gaster,
gatrektomi, obat obat yang menghalangi sekresi asam.
o Produksi factor intrinsinsik yang tak m,encukupi : anemia permniosa,
gastrektomi total, abnormalitas fungsional atau tak adanya factor intrinsic
yang bersifat congenital
o Gangguan dari ileum terminalis : sptrue tropical, sptrue nontropikal
enteritis regional, reseksi intestinum , neoplasma dan gangguan

granulomatosa. Sindrom Imerslund ( malabsorpsi kobalamin )


o Kompetensi pada kobalamin
o Obat obatan : p-aminosalicylid acid, kolkisin, neomisin
lain lain : NO ( Nitrous oxide ) anesthesia, defiensi transkobalin II, defek
enzim kongenital.

Kegagalam pematangan sel akibat buruknya absorbs vitamin B12


(anemia pemisiosis)
Penyebab umum kegagalan pematangan adalah adanya kegagalan
untuk mengabsorbsi vitamin B12 dari traktus gastrointestilan. Hal ini sering
terjadi pada penyakit anemia perniosa, dengan dasar kelainan berupa antrofi
mukosa lambung, yang gagal menghasilkan secret lambung normal. Sel-sel
parietal pada kelenjar lambung menyekresi glikoprotein yang disebut factor
intrinsic, yang bergabung dengan vitamin B12 dari makanan, sehingga
vitamin B12 dapat di absorbs oleh usus. Hal ini dapat terjadi dengan cara
berikut: (1) factor intrinsic berikatan erat dengan vitamin B12. Dalam
keadaan terikat, B12 terlindungi dari pencernaan oleh secret gastrointestinal.
(2) masih dalam keadaan terikat, factor-faktor intrinsic akan berikatan
dengan reseftor khusus yang terletak di brush bordemembrane sel mukosa di
ileum. (3)kemudian, vitamin B12 diangkut kedalam ke dalam darah selama
beberapa jam berikutnya melalui proses pinositosis, yang mengangkut factor
intrinsic bersama vitamin melewati membrane. Oleh karena itu, kekurangan
factor intrinsic akan menyebabkan kurangnya ketersediaan vitamin B12
39

akibat kelainan absorbs tersebut.


Begitu vitamin B12 sudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal,
maka vitamin ini akan di simpan dalam jumlah yang besar di hati dan
kemudian di lepaskan secara lambat sesuai kebutuhan sumsum tulang.
Jumlah minimum vitamin B12 yang dibutuhkan setiap hari untuk menjaga
supaya pematangan sel darah merah tetap normal hanya sebesar 1 sampai 3
mikrogram, dan yang disimpan di hati dan jaringan tubuh lainnya kira-kira
1000 kali jumlah ini. Jadi, untuk menimbulkan anemia akibat kegagalan
pematangan dibutuhkan gangguan absorbsi B12 selama 3 sampai 4 tahun.
a) Defisiensi Asam Folat
Asupan yang tak adekuat : diet yang tak seimbang (sering pada

peminum alcohol, usia belasan tahun , beberapa bayi )


Keperluan yang menimingkat : kehamilan, bayi, keganasan, kelainan
hematopoiesis ( anemia hemolitik kronik ), kelainan kulit eksfoliatif

kronik, hemoliosis.
Malabsorpsi : sprue tropical, sprue nontropikal, obat obatan

phenytoin.
Malabsorpsi yang terganggu : penga=hambat dihydrofolatreductase

( metotreksat , pirimetamin, triamteran, pentamidin, trimetoprin ).


Sebab sebab lain :
- Obat obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin
( 6 mertaptopurin, azatioprin, dll ). Lain lain : prokarbazin ,
-

hidroksiurea, acyclovir, zidovudin


Gangguan metaboliik ( jarang ) : asiduria urotik herediter, syndrome

Lesch-Nyhan, lain lain


Anemia megaloblastikdengan penyebab tak diketahui : anemia
megaloblastik

refrakter,

Sindrom

Diguglielmo,

anemia

diseritropoetik congenital

Kegagalan pematangan yang disebabkan oleh defisiensi asam folat (asam


pteroliglutamat)
Asam folat adalah bahan normal yang ditemukan pada sayuran hijau,
buah buahan tertentu, dan daging (terutama hati). Namun, bahan ini mudah
rusak selama makanan dimasak. Selain itu, pada orang-rang yang mengalami
kelainan absorbsi gastrointestinal, misalnya sering mengalami penyakit usus
halus yang disebut sprue(sariawan usus), sering kali mengalami kesuliatan
40

yang sangat serius dalam mengabsorbsi asam folat maupun vitamin B12. Oleh
karena itu, sebagian kegagalan maturasi disebabkan adanya defisiensi absorbsi
asam folat dan vitamin B12 di usus.
2. Non Megaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
Begitu vitamin B12 sudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal,
maka vitamin ini akan di simpan dalam jumlah yang besar di hati dan
kemudian di lepaskan secara lambat sesuai kebutuhan sumsum tulang.
Jumlah minimum vitamin B12 yang dibutuhkan setiap hari untuk menjaga
supaya pematangan sel darah merah tetap normal hanya sebesar 1 sampai
3 mikrogram, dan yang disimpan di hati dan jaringan tubuh lainnya kirakira 1000 kali jumlah ini. Jadi, untuk menimbulkan anemia akibat
kegagalan pematangan dibutuhkan gangguan absorbsi B12 selama 3
sampai 4 tahun.
b. Anemia pada Hipotiroid
Anemia sering terjadi pada pasien hipotiroid, biasanya anemia
normositik normokrom, terkadang mikrositik, karena penurunan absorpsi
besi, atau makrositik karena defisiensi folat dan kobalin. Gambaran sum
sum tulang tampak lebih banyak lemak dan hiposelular, sedangkan
eritropoesis biasanya normoblastik. Pada anemia makrositik dan sum
sum tulang megaloblastik perlu dipikirkan adanya penyakit autoimun
sehingga antibodi melawan sel parietal sebagai mana melawan kelenjar
tiroid. Terapi hormon biasanya cukup efektif untuk mengobati anemia
tersebut.
c. Sindrom Mielodisplastik
Sindrom sindrom ini disebabkan oleh kelainan sel benih sumsum
tulang yang didapat. Yang terutama terlihat pada penderita yang lebih tua.
Seringkali terdapat kelainan kualitatif dan kuantitatif semua baris sel, den
gambarannya dapat menyerupai anemia megaloblastik. Nilai MCV tidak
mencapai kadar yang terlihat pada anemia megaloblastik berat dan
jaringan lebih besar dari 110fl. MCV mungkin normal. Sel-sel darah
merah khas menunjukkan anisositosis dan poikilositosis yang menyolok
41

dengan makro-ovalosit, sel darah berinti dan beritik titik. Mungkin ada
leukopenia dan trombositopenia.
Tromboasit dapat tampak besar dan tidak bergranul, dn biasanya ada
perubahan kuatlitatif sel darah putih perifer, sering kali disertai
peniungkatan monosit muda. Hipersegmentasi polys tidak terlihat. Sum
sum tulang khas hiperselular dan ada perubahan kualitatif semua barisan
sel, prekursor eritrosit sering kali tampak megaloblastik. Prekursor
seldarah putih memperlihatkan pergeseran ke kiri dan tidk normal dengan
sekumpulan bentuk mononuklear muda. Pewarnaan besi sering kali
menunjukkan sideroblas bercincin. Kadar B12 dan folat serum khas
tinggi, dan tidak ada reaksi terhadap pengobatan dengan asam folat atau
B12. Selain dengan waktu ( bulan sampai kadang bertahun ) penderita
biasanya secara perlahan menunjukkan gambaran leukemia akut. Namun
sebagian penderita mengalami sitopenia yang memburuk menuju anemia
refrakter berat yang memerlukan transfusi, perdarahan atau infeksi dan
kematian tanpa bukti adanya leukimia akut yang jelas.
Gejala dan tanda secara khusus dan umum sesuai penyebab anemia
a. Gejala umum. (sindrom anemia)
Gejala ini ada karna iskemia organ target serta akibat
mekanisme

kompen

sasi

tubuh

terhadap

penurunan

kadar

hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah


penurunan HB sampai kadar tertentu (HB<7 g/dl). Sindrom anemia
terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging
(tinnitus), mata berkunang - kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas
dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah
dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan
dibawah kuku,sindrom anemia bersifat tidak spesifik karna dapat
ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan tidak sensitive karna
timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (hb<7 g /dl)
b. Gejala khas masing-masing anemia
-

Anemia defisiensi besi :disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis


angularis, dan kuku sendok (koilonychia)

42

Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik, pada


defisiensi vitamin B12

Anemia hemolitik : icterus, splenomegaly dan hepatomegaly

Anemia aplastik : pendarahan dan tanda-tanda infeksi

PATOFISIOLOGI ANEMIA
Anemia aplastik
Patofisiologi :
Rasanya anemia aplastik terjadi ketika ketika sel-sel tunas (stem cells) yang
rusak atau hancur menghambat produksi sel darah. Yang lebih jarang terjadi
penyakit ini timbul ketika mikrovaskulatur sumsum tulang yang rusak
menciptakan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan dan
maturasi sel.
Anemia defisiensi folat
Patofisiologi :
Asam folat ditemukan pada sebagian besar jaringan tubuh dan di dalam
jaringan tersebut, asam folat bekerja sebagai koenzim pada berbagai proses
metabolisme yang melibatkan pemindahan satu atom karbon. Asam folat
merupakan zat gizi essensial bagi pembentukkan serta maturasi sel darah merah
dan bagi sintesis asam deoksiribonukleat. Meskipun simpanannya dalam tubuh
relatif kecil (sekitar 70 mg), namun vitamin ini banyak ditemukan pada sebagian
besar makanan gizi seimbang.
Kendati demikian, karena bersifat larut dalam air, asam folat mudah rusak
pada saat makanan dimasak. Juga, terdapat sekitar 20% asupan asam folat yang
disekresi tanpa terabsorpsi. Asupan asam folat yang kurang setiap hari (kurang
dari 50 mkg/hari) biasanya akan menimbulkan defisiensi asam folat dalam temo 4
bulan setelah simpanan tubuh didalam hati habis terpakai. Keadaan defisisensi ini
menghambat pertumbuhan, khususnya sel darah merah, sehingga sel darah merah
yang diproduksi hanya sedikit dan mengalami deformitas. Sel darah berukuran
besar yang merupakan ciri khas anemia megaloblastik memiliki rentan hidup
yang pendek, yaitu hanya bebebrapa minggu, dan bukan beberapa bulan.
Anemia defisiensi besi
43

Patofisiologi :
Anemia defisiensi besi terjadi ketika pasokan zat besi tidak mencukupi bagi
pembentukkan sel darah merah yang optimal, sehingga terbentuk sel-sel yang
berukuran lebih kecil (mikrositik) dengan warna lebih muda (hipokromik) ketika
dilakukan pewarnaan. Simpanan besi didalam tubuh yang juga mencakup besi
plasma akan habis terpakai dan konsentrasi transferin serum yang mengikat besi
untuk memportasinya akan menurun. Simpanan besi yang kurang akan
menimbulkan deplesi massa sel darah merah disertai konsentrasi hemoglobin
dibawah normal, dan selanjutnya kapasitas darah untuk mengangkut oksigen juga
berada dibawah kondisi normal (sub normal).

Anemia pernisisosa
Patofisiologi :
Anemia pernisisosa ditandai oleh penurunan produksi asam hidroklorida
dalam lambung dan defisiensi faktor intrinsik yang pada keadaan normal
disekresi oleh sel-sel parineal pada mukosa lambung, fakto intrinsik ini
merupakan unsur essensial untuk absorpsi vitamin B 12 didalam ileum. Defisiensi
vitamin B12 yang ditimbulkan akan menghambat pertumbuhan sel, khususnya sel
darah merah, sehingga sel darah merah yng dihasilkan berjumlah sedikit dan
mengalami deformitas dan kapasitasnya untuk mengangkut oksigen buruk.
Defisiensi tersebut juga menyebabkan kerusakan neurologi dengan cara merusak
pembentukkan mielin.
Anemia sideroblastik
Patofisiologi :
Pada anemia sideroblastik, sel-sel normoblast tidak dapat menggunakan zat
besi untuk mensintesis hemoglobin. Sebagai akibatnya, zat besi akan mengendap
dalam mitokondria sel normoblast yang kemudian dinamakan sideroblast
bercincin (ringed sideroblasts). Intoksikasi besi dapat menyebabkan kerusakan
organ, jika tidak ditangani, keadaan ini dapat merusak nukleus prekursor sel
darahS merah.
44

45

Anda mungkin juga menyukai

  • Kelompok Ii Pcos
    Kelompok Ii Pcos
    Dokumen11 halaman
    Kelompok Ii Pcos
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • 5468 Daftar Isi
    5468 Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    5468 Daftar Isi
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • LBM 1
    LBM 1
    Dokumen18 halaman
    LBM 1
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • LBM 1
    LBM 1
    Dokumen18 halaman
    LBM 1
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Laporan 4 Fix
    Laporan 4 Fix
    Dokumen19 halaman
    Laporan 4 Fix
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Epi Lepsi
    Epi Lepsi
    Dokumen16 halaman
    Epi Lepsi
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • System Genital
    System Genital
    Dokumen4 halaman
    System Genital
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen25 halaman
    Isi
    natijatun istiqomah
    Belum ada peringkat
  • Berkas Persyaratan Tamtama
    Berkas Persyaratan Tamtama
    Dokumen11 halaman
    Berkas Persyaratan Tamtama
    Anonymous ctioZkJ2z9
    Belum ada peringkat
  • Trevel Medicine
    Trevel Medicine
    Dokumen17 halaman
    Trevel Medicine
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Laporan Praktikum Histologi Sistem Urogenital
    Laporan Praktikum Histologi Sistem Urogenital
    Dokumen7 halaman
    Laporan Praktikum Histologi Sistem Urogenital
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Makalah BELL S Palsy
    Makalah BELL S Palsy
    Dokumen10 halaman
    Makalah BELL S Palsy
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur Tertutup
    LP Fraktur Tertutup
    Dokumen7 halaman
    LP Fraktur Tertutup
    yusfi indra gunawan
    Belum ada peringkat
  • Makalah BELL S Palsy
    Makalah BELL S Palsy
    Dokumen10 halaman
    Makalah BELL S Palsy
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Photo Fobia
    Photo Fobia
    Dokumen1 halaman
    Photo Fobia
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ria Done!
    Tugas Ria Done!
    Dokumen3 halaman
    Tugas Ria Done!
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur Tertutup
    LP Fraktur Tertutup
    Dokumen7 halaman
    LP Fraktur Tertutup
    yusfi indra gunawan
    Belum ada peringkat
  • PRINSIP PENATALAKSANAAN
    PRINSIP PENATALAKSANAAN
    Dokumen14 halaman
    PRINSIP PENATALAKSANAAN
    agathariyadi
    Belum ada peringkat
  • Makalah Kusta Blum Jadi
    Makalah Kusta Blum Jadi
    Dokumen4 halaman
    Makalah Kusta Blum Jadi
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Epi Lepsi
    Epi Lepsi
    Dokumen16 halaman
    Epi Lepsi
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • PRINSIP PENATALAKSANAAN
    PRINSIP PENATALAKSANAAN
    Dokumen14 halaman
    PRINSIP PENATALAKSANAAN
    agathariyadi
    Belum ada peringkat
  • Epi Lepsi
    Epi Lepsi
    Dokumen16 halaman
    Epi Lepsi
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Photo Fobia
    Photo Fobia
    Dokumen1 halaman
    Photo Fobia
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Photo Fobia
    Photo Fobia
    Dokumen1 halaman
    Photo Fobia
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Isi Makalah
    Isi Makalah
    Dokumen29 halaman
    Isi Makalah
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat
  • Isis
    Isis
    Dokumen43 halaman
    Isis
    Gan's
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    MeghawatyPutry
    Belum ada peringkat