PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Anemia ( bahasa Yunani) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di
bawah normal.Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan
mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian
tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen
dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh . keadaan ini sering menyebabkan energi
dalam tubuh menjadi menurun sehingga terjadi 5L atau lemah, lesu, lemas, lunglai,
dan letih. Dalam hal ini orang yang terkena anemia adalah orang yang menderita
kekurangan zat besi. Seseorang yang sering mengalami anemia di sebabkan karena
pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa
menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui pembentukan dari pembentukan hemoglobin
dan jumlah hemoglobin dalam sel
2. Agar mahasiswa mampu memahami pembentukan dari sel darah merah
3. Agar mahasiswa mampu mengetahui hubungan oksigen dengan hemoglobin
4. Agar mahasiswa mampu memahami metabolisme dari besi
5. Agar mahasiswa mampu memahami pengklafisiskasi dari anemia
C. Terminologi
1. Konjungtiva
2. HB
3. MCV
4. MCH
D. Rumusan masalah
1. Pembentukan hemoglobin dan jumlah hemoglobin dalam sel
2. Pembentukan sel darah merah
3. Hubungan oksigen dengan hemoglobin
4. Metabolisme besi
5. Pengklafisikasi anemia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Skenario
Tubuhku Lemas
Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke puskesmas mengeluh lemas sejaj satu
bulan. Pasien juga mengeluh ngos-ngosan (bernafas cepat) ketika naik tangga. Dari
pemeriksaan didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 100x per menit,
frekuensi nafas 22x per menit, mukosa konjungtiva pucat, suara jantung dalam batas
normal. Dari pemeriksaan didapatkan Hb 7 g/dl, MCV 65 fL, MCH 23 pg. Kemudian,
dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada pasien.
2. Terminologi
2.1 Konjungtiva
Suatu membrane tipis dan bening yang melapisi begian dalam kelopak mata dan
menutupi mata bagian depan skera kecuali kornea.
2.2 HB
HB atau hemoglobin merupakan substansi protein yang terdiri dari zat besi yang
berguna membawa oksigen.
2.3 MCV
Ukuran atau volume rata-rat eritrosit ang dinyatakan fentolifer
2.4 MCH
Ukuran masa hemoglobin dalam sel darah merah.
3. Rumusan masalah
3.1 PEMBENTUKAN
HEMOGLOBIN
DAN
JUMLAH
HEMOGLOBIN
DALAM SEL
Pembentukan hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan
dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu,
ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam aliran darah,
retikulosit tetap membentuk meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam
aliran darah , retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari
sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.
Mula-mula, suksilin-KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs, berikatan
dengan glisin untuk membentuk molekul pirol, kemudian empat pirol bergabung
untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk
membentuk molekul heme .akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan
3
rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk
suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin. Tiap-tiap rantai
mempunyai berat molekul kira-kira 16.000 empat rantai ini selanjutnya akan
berikatan longgar satu sama lain untuk membentuk molekul hemoglobin yang
lengkap.
Terdapat beberapa variasi kecil di berbagai rantai subunit hemoglobin,
bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptidanya.Tipe-tipe rantai itu
disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma dan rantai delta.Bentuk hemoglobin
yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi
dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.hemoglobin A mempunyai berat molekul
64.458.3
akan terbentuk Kristal panjang di dalam sel-sel darah merah yang panjangnya
kadang-kadang mencapai 15 mikrometer. Hal ini membuat sel-sel tersebut hampir
tidak mungkin melewati kapiler-kapiler kecil, dan ujung Kristal tersebut yang
tajam cenderung merobek membrane sel, sehingga terjadi anemia sel sabit.
Jumlah hemoglobin dalam sel
Sel-sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan
sel sampai sekitar 34 mg/dl. Konsentrasi ini tak pernah meningkat lebih dari nilai
tersebut , karena ini merupakan batas metabolic dari dari mekanisme
pembentukan hemoglobin sel. Selanjutnya, pada orang normal, persentase
hemoglobin hampir selalu mendekati maksimum dalam setiap sel. Namum, bila
pemebntukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, maka perentase
hemoglobin dalam sel dapat turun sampai dibawah nilai ini, dan volume sel darah
merah juga menurun karena hemoglobin untuk mengisi sel berkurang.
Bila hematokrit ( persentase sel dalam darah-normalnya 40 sampai 45
persen) dan jumlah hemoglobin dalam masing-masing sel nilainya normal, maka
seluruh darah seorang pria rata-rata mengandung 16 gram hemoglobin per
desiliter, dan pada wanita rata-rata 14 mg/dl, setiap gram hemoglobin murni
mampu berikatan dengan kira-kira 1,39 mililiter oksigen. Oleh karena itu, pada
orang normal, lebih dari 21 mililiter oksigen dapat dibawa dalam bentuk
gabungan dengan hemoglobin pada setiap desiliter darah, dan pada wanita
normal, oksigen yang dapat diangkut sebesar 19 mililiter.
3.2 PEMBENTUKAN SEL DARAH MERAH
Sel stem hematopoietic pluripotent, penginduksi pertumbuhan, dan
penginduksi diferensiasi. Sel darah memulai kehidupannya didalam sumsung
tulang dari suatu tipe sel yang disebut sel stem hematopoietik pluripotent, yang
merupakan asal dari semua sel dalam darah sirkulasi. Gambar ini memperlihatkan
urutan pembelahan sel-sel pluripotent untuk membentuk berbagai sel darah
sirkulasi. Sewaktu sel-sel darah ini bereproduksi, ada sebagian kecil dari sel-sel ini
yang bertahan persis seperti sel-sel pluripoten asalnya dan disimpan dalam sumsum tulang guna mempertahankan suplai sel-sel darah tersebut, walaupun
jumlahnya berkurang seiring dengan pertambahan usia.
Sebagian besar sel-sel yang direproduksi akan berdifrensiasi untuk
5
membentuk sel-sel tipe lain. Sel berada pada tahap pertengahan sangat mirip
dengan sel stem pluripoten, walaupun sel-sel ini telah membentuk suatu jalur
khusus pembelahan sel dan disebutcommited stem cells.
Berbagai commitedstem cells, bila ditumbuhkan dalam biakan, akan
menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu commited stem cells yang
menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit,dan singkatan CFUE digunakan untuk menandai jenis sel stem ini. Demikian pula, unit yang
membentuk koloni granulosit dan monosit ditandai dengan singkatan CFU-GM,
dan seterusnya.
Pertumbuhan dan reproduksi berbagai sel stem diatur oleh bermacammacam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Telah dikemukakan empat
penginduksi pertumbuhan. Telah dikemukakan empat penginduksi pertumbuhan
yang utama dan masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah
interleukin-3, yang memulai pertumbuhan dan reproduksi hampir semua jenis
commited stem cells yang berbeda-beda, sedangkan yang lain hanya menginduksi
pertumbuhan pada tipe-tipe sel yang spesifik.
Penginduksi pertumbuhan akan memicu pertumbuhan dan bukan memicu
diferensiasi sel - sel. Diferensiasi sel adalah fungsi dari rangkaian protein yang
lain, yang disebut penginduksi diferensiasi. Masing- masing protein ini akan
menghasilkan satu tipe coommited stem cells untuk berdiferensiasi sebanyak satu
langkah atau lebih menuju ke sel darah dewasa bentuk akhir.
Pembentukan penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi itu
sendiri dikendalikan oleh faktor faktor di luar sumsum tulang. Contohnya, pada
eritrosit (sel darah merah), paparan darah dengan oksigen yang rendah dalam
waktu yang lama akan mengakibatkan induksi pertumbuhan, diferensiasi, dan
produksi eritrosit dalam jumlah yang sangat banyak. Pada sel darah putih, penyakit
infeksi akan menyebabkan pertumbuhan,diferensiasi, dan akhirnya pembentukan
sel darah tipe tertentu yang diperlukan untuk memberantas setiap infeksi.
Begitu proeritroblas ini terbentuk, maka ia akan membelah beberapa kali, sampai
akhirnya membentuk banyak sel darah merah yang matur. Sel - sel generasi
pertama ini disebut basofil eritroblas sebab dapat dipulas dengan zat warna basa;
sel yang terdapat pada tahap ini mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada
generasi berikutnya, seperti yang tampak pada Gambar dibawah ini, sel sudah
dipenuhi oleh hemoglobin sampai sampai konsentrasi sekitar 34 persen, nukleus
memadat menjadi kecil, dan sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keluar oleh sel.
Pada saat yang sama, retikulum endoplasma direabsorbsi. Sel pada tahap ini
disebut retikulosit karena masih mengandung sejumlah kecil materi basofilik, yaitu
terdiri dari sisa - sisa aparatus Golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma
lainnya. Selama tahap retikulosit ini, sel - sel berjalan dari sum - sum tulang masuk
ke dalam kapiler darah dengan cara diapedesis (terperas melalui pori - pori
membran kapiler).
Materi basofolik yang tersisa dalam retikulosit normalnya akan menghilang
dalam waktu 1 sampai 2 hari, dan sel kemudian menjadi eritosit matur. Karenaa
waktu hidup retikulosit ini pendek, maka konsentrasinya di antara semua sel darah
merah normalnya sedikit kurang dari 1 persen.
Gambar 32-3. Pembentukan sel darah (SDM), dan karakteristik sel darah merah
dalam berbagai tipe anemia. Lihat sisipan gambar berwarna.
sel darah merah dalam darah yang mengatur produksi sel, melainkan jumlah
oksigen yang di angkut ke jaringan dalam hubunganya dengan kebutuhan
jaringan akan oksigen.
Berbagai penyakit pada system sirkulasi yang menyebabkan penurunan
aliran darah melalui pembuluh darah perifer, dan terutama yang dapat
menyebabkan kegagalan penyerapan oksigen oleh darah sewaktu melewati paruparu, dapat juga meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah. Hal ini
tampak jelas terutama pada keadaan gagal jantung yang lama, dan pada
kebanyakan penyakit paru, karna hipoksia jaringan yang timbul akibat keadaan
ini akan meningkatkan produksi sel darah merah dengan hasil akhir berupa
kenaikan hematokrit dan biasanya juga akan meningkatkan volume darah total.
Eritropoietin merangsang produksi sel darah merah, dan pembentukanya
meningkat sebagai respon terhadap hipoksia. Stimulus utama yang dapat
merangsang produksi sel darah merah dalam keadaan oksigen yang rendah adalah
hormone dalam sirkulasi yang disebut eritropoietin, yaitu suatu glikoprotein
dengan berat molekul kira-kira 34000. Tanpa adanya eritropoietin, keadaan
hipoksia tidak akan berpengaruh atau pengaruhnya sedikit sekali dalam
perangsangan produksi sel darah merah. Akan tetapi, bila system eritropoietin ini
berfungsi, maka hipoksia akan menimbulkan peningkatan produksi eritropoietin
yang nyata, dan eritropoietin selanjutnya akan memperkuat produksi sel darah
merah sampai hipoksia mereda.
Peran ginjal dalam pembentukan eritropoietin. Pada orang normal, kira-kira
90 persen dari seluruh eriropoietin dibentuk dalam ginjal ; sisanya terutama
dibentuk di hati. Bagian ginjal tempat pembentukan eritropoietin masih belum
diketahui dengan pasti. Ada suatu kemungkinan yang cukup kuat bahwa
eritropoietin di sekresi oleh sel epitel tubulus renal, karna darah yang anemis
tidak mampu menghantarkan cukup oksigen dari kapiler peritubulus ke sel
tubulus yang sangat banyak mengonsumsi oksigen, sehingga merangsang
produksi eritropoietin.
Kadang-kadang, keadaan hipoksia dibagian tubuh lainya, tapi bukan
diginjal, akan merangsang sekresi eritropoietin ginjal. Hal ini menunjukkan
bahwa mugkin terdapat beberapa sensor diluar ginjal yang mengirimkan sinyal
10
11
kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan perifer yang tekanan
gas oksigennya jauh lebih rendah dari pada di paru-paru.
Oksigen tidak bergabung dengan dua ikatan positif besi dalam molekul
haemoglobin. Malahan, berikatan secara longgar dengan salah satu ikatan yang
disebut ikatan koordinasi atom besi. Ikatan ini begitu longgarnya sehingga
gabungan tersebut
kejaringan bukan dalam bentuk ion melainkan dalam bentuk molekul (yang terdiri
12
dari dua atom oksigen), yang karena longgarnya dan sangat reversible, oksigen
dilepaskan kedalam cairan jaringan dalam bentuk molekul, dan bukan dalam
bentuk ion.
3.4 METABOLISME BESI
Karena besi tidak hanya penting untuk pembentukan hemoglobin namun
juga untuk elemen penting lainya (contohnya, myoglobin, sitokrom oksidase,
peroksidase, katalase) kita harus mengerti cara besi ini digunakan dalam tubuh.3
Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, dan kirakira 65% dijumpai dalam bentuk hemoglobin, 1% dalam bentuk variasi senyawa
heme yang memicu oksidasi intrasel, 0,1% bergabung dengan protein transferrin
dalam plasma darah, dan 15 sampai 30% disimpan untuk penggunaan selanjutnya
terutama di system retikuloendotelial dan sel parenkim hati, khususnya dalam
bentuk feritin.
Pengankutan dan penyimpanan besi, ketika besi diabsorbsi dari usus halus
tersebut segera bergabung dalam plasma darah dengan beta globulin, yaitu
apotransferin untuk membentuk transferrin yang selanjutnya diangkut dalam
plasma. Besi ini berikatan secara longgar di dalam transferrin dan akibatnya dalam
tubuh. Kelebihan besi dalam darah disimoan terutama di hepatosis hati dan sedikit
di sel retikuloendoplasma sumsung tulang.
Dalam sitoplasma sel, besi ini bergabung terutama dengan suatu protein,
yakni apoferitin, untuk membentuk ferritin apoferitin mempunyai berat molekul
kira-kira 460.000 dan berbagai jumlah besi dapat bergabung dalam bentuk radikal
besi dengan molekul besar ini; oleh Karen itu, ferritin mungkin hanya mengandung
sedikit besi atau bahkan sejumlah besar besi. Besi yang disimpan sebgai ferritin ini
disebut besi cadangn.
Di tempat penyimpanan , terdapat besi yang disimpan dalam jumlah yang
lebih sedikit dan bersifat sangat tidak larut, disebut hemosiderin . hal ini terjadi
karena jumlah total besi dalam tubuh melebihi jumlah yang disimpan oleh tempat
penyimpnagan apoferin. Hemosiderin membentuk kelompok besar dalam sel yang
dapat dilihat secara mikroskopis sebagai partake tersebar sehingga biasanya hanaya
dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop electron.
13
Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah, berapa besi yang terdapat di
penyimpanan ferritin dilepas dengan mudah dan diangkut dalam bentuk transferrin
di dalam plasma ke area tubuh yang membutuhkan. Karakteristik unik dari
transferrin adalah , bahwa molekul ini berikatan erat dengan reseptor pada
membrane sel eritroblas di sumsum tulang. Selanjutnya bersama besi yang terikat,
transferrin masuk kedalam eritroblas dengan cara endositosis. Di dalam eritroblas
transferrin melepas transferrin melepas besi secara langsung ke mitokondria,
tempat heme di sintesis. Pada orang-orang yang tidak mempunyai transferrin dalam
jumlah cukup di dalam darahnya, kegagalan pengangkut besi dapat menyebabkan
anemia hipokrom yang berat yakni, sel darah merah mengandung lebih sedikit
hemoglobin dari pada sel yang normal.
Bila masa hidup sel darah merah telah ahbis dan sel telah dihancurkan ,
maka hemoglobin yang telah dilepaskan dari sel akan dicerna oleh sel magrofagmonosit. Disini terjadi pelepasan besi bebas, dan disimpan terutama di tempat
penyimpanan feriti yang akan digunakan sesuai kebutuhan untuk pembentukan
hemoglobin baru.
14
15
17
G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati
o Thalasemia
o Hemoglobinopati structural : HbS, HbE
18
mulai
berkembang.
Cara
menghitungnya
ialah
membagi
ukuran trombosit.
Red Cell Distributiun Width (RDW), yaitu untuk mengetahui
normositik
normokromik.
Pemulihan
akibat
anemia
kronik oleh parfovirus pada pasien dengan defisiensi imun juga dapat
menimbulkan pansitopenia.
Nutrisi terapi untuk anemia aplastik dan anemia langka lainnya
termasuk pemeliharaan kecukupan makronutrien dan mikronutrien
melalui terapi transfusi,transplantasi sumsum tulang (BMT), dan
perawatan lainnya. Strategi untuk pasien yang menjalani perawatan dosis
tinggi kortiko steroid harus termasuk pemeliharaan fluid yang normal dan
status elektrolit sebagai serta pemantauan kalsium dan vitamin D.
d. Sindrom Mielodisplastik
Istilah ini mengacu pada sekelompok gangguan sel bakal klonal
yang ditandai dengan gangguan pematangan sehingga hematopoiesis
menjadi tidak efektif dan risiko transformasi menjadi leukemia
mieloblastik akut meningkat.
Pada
pasien
kecenderungan
mengakumulasi
mutasi
dan
Yang menarik dalam hal ini adalah bahwa sebagian pasien anemia aplastik
kemudian mengidap sindrom mielodisplasia berespons terhadap terapi
yang menekan sel T. Hubungan ini mengisyaratkan bahwa, paling tidak
pada suatu subset pasien, kona mutan mungkin bertahan hidup karena sel
bakal normal mengalami serangan oleh sel T. Seperti telah dibicarakan,
mekanisme serupa tampaknya mendasari hemoglobinuria nocturnal
paroksismal. Prognosis bervariasi; waktu kesintasan median bervariasi
dari 9 sampai 29 bulan dan lebih buruk pada mereka yang memperlihatkan
peningkatan blas di sumsum tulang atau kelainan sitogenetik saat
didiagnosis.
e. Anemia Hemolitik : Peningkatan laju destruksi sel darah merah
Sel darah merah normal memiiki rentang usia sekitar 120 hari.
Anemia yang berkaitan dengan berkurangnya rentang usia sel darah merah
disebut anemia hemolitik. Pemendekan usia dapat disebabkan oleh defek
inheren (intrakorpus kular) sel darah merah, yang biasanya bersifat
herediter, atau factor eksternal (ekstrakorpuskular), yang biasanya didapat
Sebelum membicarakan setiap gangguan, kita akan membahas
beberapa gambaran umum pada anemia hemolitik. Semua anemia jenis ini
ditandai dengan (1) peningkatan laju destruksi sel darah merah;(2)
peningkatan
kompensatorik
eritropoiesis
yang
menyebabkan
reaktif
system
mononukleus,
yang
menyebabkan
Penatalaksanaan
disamping
terutama
penyebab
lain
ditujukan
bila
pada
ditemukan.
penyebab
Pemberian
hipkromik
dengan
penurunan
kuantitatif
sintetis
27
oleh
kehilangan
darah
sewaktu
menstruasi
dan
tulang
untuk
sintetis
hemoglobin
atau
ke
tempat
28
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena
rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi
akibat perdarahan menahun :
a. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat
atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,
hemoroid dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran napas : hemoptoe
b. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam
makanan, atau kualitas besi (bioavailibilitas) besi yang tidak
baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging).
c. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak
dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
d. Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, topical sprue atau kolitis
kronik.
Pada orang dewasa anemia dfisiensi yang dijumpai diklinik
hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau
peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama.
Penyebab perdarahan paling sering terjadi pada laki-laki ialah
perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena
infeksi
cacing
tambang.Sedangkan
perempuan
dalam
masa
Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga
cadangan besi makin menurun.Jika cadangan besi menurun, keadaan
ini disebut (iron depleted state atau negative iron balance). Keadaan
ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi
besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi
kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang
29
ini
parameter
yang
sangat
spesifik
ialah
sendok.
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang
30
Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan
suatu
dengan
membagi
hemoglobin
dengan
hapusan
darah
perifer
dilakukan
secara
ukuran,
bentuk
inti,
sitoplasma
sel
darah
lainnya
untuk
membuat
klasifikasi
anemia.RDW
EP adalah
stabilitasnya
dalam
individu,
besi
33
serum
feritin
menunjukan
serangan
awal
inflamasi
kronis,
infeksi,
keganasan,
penyakit
hati,
besi,
walaupun
mempunyai
beberapa
jumlah
hemosiderin
dalam
sel-sel
retikulum.Tanda
karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga
tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang
memadai dan teknik yang dipergunakan.Pengujian sumsum tulang
adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk
mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
3. Anemia sideroblastik
Anemia sidreoblastik adalah anemia mikrositik-hipokromik yang di
tandai adanya sel-sel darah merah abnormal (sideroblas) dalam sirkulasi dan
sumsum tulang. Sideroblas membawa besi di mitokondria bukan di molekul
hemoglobin, sehingga tidak mampu untuk mengangut oksigen ke jaringan.
oleh sebab itu tidak terjadi defisiensi besi.
Patofisiologi
Perubahan pada anemia sideroblastik pada dasarnya terjadi kegagalan
inkorporasi
besi
kedalam
senyawa
heme
pada
mitokondria
yang
yang
disertai
eritropoesis
inefektif
dan
menimbulkan
anemiahipokromik mikrositik
Gangguan inkorporasi besi ke dalam protoporfirin(pembentukan heme)
Besi numpuk dalam mitokondria
ring sideroblastik
hipokromik mikrositer
eritropeisis inefektif
Gambar : Skema patofisiologi anemia sideroblastik.
4. Anemia pada penyakit kronik
Salah satu anemia yang paling sering terjadi pada pasien yang menderita
berbagai keganasan dan kronik. Gambarannya khasnya adalah:
a. Indeks dan morfologi eritosit normositik normokrom atau atau hipokrom
ringan (MCV jarang <75 fl)
b. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (hemoglobin jarang kurang
dari 9,0 g/dl ) beratnya anemia terkait dengan beratnya penyakit
c. Baik kadar besi serum maupun TIBC menurun; kadar sTfR normal
d. Kadar feritin serum normal atau meningkat
e. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikuloendotel) normal tetapi
kadar besi dalam eritroblas berkurang.
Etiologi dan Patogenesis
Laporan atau data penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri
subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa
36
permukaan laut lebih rendah dari nilai dengan golongan umur yang ada
yaitu :
: 12gr/100ml
Pria dewasa
: 13gr/100ml
: 11gr/100ml
kronik, hemoliosis.
Malabsorpsi : sprue tropical, sprue nontropikal, obat obatan
phenytoin.
Malabsorpsi yang terganggu : penga=hambat dihydrofolatreductase
refrakter,
Sindrom
Diguglielmo,
anemia
diseritropoetik congenital
yang sangat serius dalam mengabsorbsi asam folat maupun vitamin B12. Oleh
karena itu, sebagian kegagalan maturasi disebabkan adanya defisiensi absorbsi
asam folat dan vitamin B12 di usus.
2. Non Megaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
Begitu vitamin B12 sudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal,
maka vitamin ini akan di simpan dalam jumlah yang besar di hati dan
kemudian di lepaskan secara lambat sesuai kebutuhan sumsum tulang.
Jumlah minimum vitamin B12 yang dibutuhkan setiap hari untuk menjaga
supaya pematangan sel darah merah tetap normal hanya sebesar 1 sampai
3 mikrogram, dan yang disimpan di hati dan jaringan tubuh lainnya kirakira 1000 kali jumlah ini. Jadi, untuk menimbulkan anemia akibat
kegagalan pematangan dibutuhkan gangguan absorbsi B12 selama 3
sampai 4 tahun.
b. Anemia pada Hipotiroid
Anemia sering terjadi pada pasien hipotiroid, biasanya anemia
normositik normokrom, terkadang mikrositik, karena penurunan absorpsi
besi, atau makrositik karena defisiensi folat dan kobalin. Gambaran sum
sum tulang tampak lebih banyak lemak dan hiposelular, sedangkan
eritropoesis biasanya normoblastik. Pada anemia makrositik dan sum
sum tulang megaloblastik perlu dipikirkan adanya penyakit autoimun
sehingga antibodi melawan sel parietal sebagai mana melawan kelenjar
tiroid. Terapi hormon biasanya cukup efektif untuk mengobati anemia
tersebut.
c. Sindrom Mielodisplastik
Sindrom sindrom ini disebabkan oleh kelainan sel benih sumsum
tulang yang didapat. Yang terutama terlihat pada penderita yang lebih tua.
Seringkali terdapat kelainan kualitatif dan kuantitatif semua baris sel, den
gambarannya dapat menyerupai anemia megaloblastik. Nilai MCV tidak
mencapai kadar yang terlihat pada anemia megaloblastik berat dan
jaringan lebih besar dari 110fl. MCV mungkin normal. Sel-sel darah
merah khas menunjukkan anisositosis dan poikilositosis yang menyolok
41
dengan makro-ovalosit, sel darah berinti dan beritik titik. Mungkin ada
leukopenia dan trombositopenia.
Tromboasit dapat tampak besar dan tidak bergranul, dn biasanya ada
perubahan kuatlitatif sel darah putih perifer, sering kali disertai
peniungkatan monosit muda. Hipersegmentasi polys tidak terlihat. Sum
sum tulang khas hiperselular dan ada perubahan kualitatif semua barisan
sel, prekursor eritrosit sering kali tampak megaloblastik. Prekursor
seldarah putih memperlihatkan pergeseran ke kiri dan tidk normal dengan
sekumpulan bentuk mononuklear muda. Pewarnaan besi sering kali
menunjukkan sideroblas bercincin. Kadar B12 dan folat serum khas
tinggi, dan tidak ada reaksi terhadap pengobatan dengan asam folat atau
B12. Selain dengan waktu ( bulan sampai kadang bertahun ) penderita
biasanya secara perlahan menunjukkan gambaran leukemia akut. Namun
sebagian penderita mengalami sitopenia yang memburuk menuju anemia
refrakter berat yang memerlukan transfusi, perdarahan atau infeksi dan
kematian tanpa bukti adanya leukimia akut yang jelas.
Gejala dan tanda secara khusus dan umum sesuai penyebab anemia
a. Gejala umum. (sindrom anemia)
Gejala ini ada karna iskemia organ target serta akibat
mekanisme
kompen
sasi
tubuh
terhadap
penurunan
kadar
42
PATOFISIOLOGI ANEMIA
Anemia aplastik
Patofisiologi :
Rasanya anemia aplastik terjadi ketika ketika sel-sel tunas (stem cells) yang
rusak atau hancur menghambat produksi sel darah. Yang lebih jarang terjadi
penyakit ini timbul ketika mikrovaskulatur sumsum tulang yang rusak
menciptakan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan dan
maturasi sel.
Anemia defisiensi folat
Patofisiologi :
Asam folat ditemukan pada sebagian besar jaringan tubuh dan di dalam
jaringan tersebut, asam folat bekerja sebagai koenzim pada berbagai proses
metabolisme yang melibatkan pemindahan satu atom karbon. Asam folat
merupakan zat gizi essensial bagi pembentukkan serta maturasi sel darah merah
dan bagi sintesis asam deoksiribonukleat. Meskipun simpanannya dalam tubuh
relatif kecil (sekitar 70 mg), namun vitamin ini banyak ditemukan pada sebagian
besar makanan gizi seimbang.
Kendati demikian, karena bersifat larut dalam air, asam folat mudah rusak
pada saat makanan dimasak. Juga, terdapat sekitar 20% asupan asam folat yang
disekresi tanpa terabsorpsi. Asupan asam folat yang kurang setiap hari (kurang
dari 50 mkg/hari) biasanya akan menimbulkan defisiensi asam folat dalam temo 4
bulan setelah simpanan tubuh didalam hati habis terpakai. Keadaan defisisensi ini
menghambat pertumbuhan, khususnya sel darah merah, sehingga sel darah merah
yang diproduksi hanya sedikit dan mengalami deformitas. Sel darah berukuran
besar yang merupakan ciri khas anemia megaloblastik memiliki rentan hidup
yang pendek, yaitu hanya bebebrapa minggu, dan bukan beberapa bulan.
Anemia defisiensi besi
43
Patofisiologi :
Anemia defisiensi besi terjadi ketika pasokan zat besi tidak mencukupi bagi
pembentukkan sel darah merah yang optimal, sehingga terbentuk sel-sel yang
berukuran lebih kecil (mikrositik) dengan warna lebih muda (hipokromik) ketika
dilakukan pewarnaan. Simpanan besi didalam tubuh yang juga mencakup besi
plasma akan habis terpakai dan konsentrasi transferin serum yang mengikat besi
untuk memportasinya akan menurun. Simpanan besi yang kurang akan
menimbulkan deplesi massa sel darah merah disertai konsentrasi hemoglobin
dibawah normal, dan selanjutnya kapasitas darah untuk mengangkut oksigen juga
berada dibawah kondisi normal (sub normal).
Anemia pernisisosa
Patofisiologi :
Anemia pernisisosa ditandai oleh penurunan produksi asam hidroklorida
dalam lambung dan defisiensi faktor intrinsik yang pada keadaan normal
disekresi oleh sel-sel parineal pada mukosa lambung, fakto intrinsik ini
merupakan unsur essensial untuk absorpsi vitamin B 12 didalam ileum. Defisiensi
vitamin B12 yang ditimbulkan akan menghambat pertumbuhan sel, khususnya sel
darah merah, sehingga sel darah merah yng dihasilkan berjumlah sedikit dan
mengalami deformitas dan kapasitasnya untuk mengangkut oksigen buruk.
Defisiensi tersebut juga menyebabkan kerusakan neurologi dengan cara merusak
pembentukkan mielin.
Anemia sideroblastik
Patofisiologi :
Pada anemia sideroblastik, sel-sel normoblast tidak dapat menggunakan zat
besi untuk mensintesis hemoglobin. Sebagai akibatnya, zat besi akan mengendap
dalam mitokondria sel normoblast yang kemudian dinamakan sideroblast
bercincin (ringed sideroblasts). Intoksikasi besi dapat menyebabkan kerusakan
organ, jika tidak ditangani, keadaan ini dapat merusak nukleus prekursor sel
darahS merah.
44
45