Anda di halaman 1dari 5

DILEMA RANGKAP JABATAN KPA DAN PPK

Penulis : Modi Tuwone, S.Sos.,MH


Praktisi Pengelolaan Keuangan dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada
Kementerian Hukum dan HAM R.I
A. Pengantar
Diakhir tahun anggaran 2011 dan diawal tahun anggaran 2012 instansi
pemerintah yang mengelola DIPA/DPA dihebohkan dengan kewajiban mutlak
bersertifikat bagi Pejabat Pembuat Komitmen. Kewajiban bersertifikat PBJ untuk
PPK tertuang pada Pasal 12 Ayat (2) Huruf g Perpres Nomor 54 Tahun 2010, yaitu
Untuk ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
Tenggang

waktu

pemenuhan

kewajiban

ini,

khususnya

untuk

Propinsi/Kabupaten/Kota dan UPT Kementerian yang terletak di Propinsi, diatur


pada Pasal 127 Perpres Nomor 54 Tahun 2010:
Ketentuan masa transisi Pemberlakuan Sertifikat Keahlian Pengadaan
Barang/Jasa diatur sebagai berikut:
a. PPK pada Kementerian/Lembaga/Instansi lain wajib memiliki Sertifikat
Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sejak Peraturan Presiden ini berlaku;
b. PPK pada Kementerian/Lembaga/Instansi lain yang ditugaskan di Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pusat/Kabupaten/Kota, wajib memiliki sertifikat
keahlian Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 1 Januari 2012; dan
c. PPK pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota wajib memiliki sertifikat
keahlian Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 1 Januari 2012.
Permasalahan yang muncul di lapangan adalah minimnya aparatur yang
bersertifikat pada satker/SKPD bahkan ada satker yang belum memiliki aparatur
yang bersertifikat dan keengganan dari KPA melibatkan pihak lain (diluar KPA dan
Bendahara Pengeluaran) dalam mengelola anggaran. Sehingga langkah-langkah
yang dilakukan oleh KPA saat itu pada umumnya adalah : 1) Mengabaikan
kententuan tersebut dengan mengangkat/mengusulkan PPK yang tidak bersertifikat

dan 2) mengangkat/mengusulkan PPK bersertifikat yang berasal dari satker/SKPD


lain. Keputusan untuk melakukan langkah yang pertama tidak bisa dibenarkan
dengan alasan apapun, karena secara tegas Perpres 54 Tahun 2010 menekankan
bahwa Untuk ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa. Langkah yang
kedua adalah langka yang tepat karena pada hakekatnya persyaratan pengangkatan
PPK bersertifikat tidak dibatasi oleh lingkup Satker/SKPD (harus berasal dari internal
Satker/SKPD), tapi permasalahan kemudian yang dimunculkan adalah lambatnya
proses pencairan anggaran yang berpengaruh pada Realisasi Penyerapan
Anggaran karena pada umumnya PPK yang diangkat tersebut juga bertugas
sebagai PPK/Pejabat Pengadaan/Panitia Lelang dan Pejabat Struktural/Fungsional
di Satker/SKPD nya, apalagi lokasi Satker/SKPD jauh dari lokasi tempat tinggal/kerja
dari PPK yang bersangkutan.
Jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, kini telah diatur
dalam beberapa ketentuan peraturan baru/perubahan yaitu :
1. PP No. 45 Tahun 2013 Tata Cara Pelaksanaan APBN, pasal 9 PP 45 tahun
2013, Dalam kondisi tertentu, jabatan PPK atau PPSPM dapat dirangkap
oleh KPA. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 9 tersebut diterangkan bahwa
Yang

dimaksud

dengan

kondisi

tertentu

adalah

kondisi

yang

mengharuskan terjadinya perangkapan jabatan KPA dengan jabatan PPK


atau PPSPM, dimana jika tidak dilakukan perangkapan akan mengganggu
kelancaran pelaksanaan anggaran belanja dari satuan kerja bersangkutan,
misalnya keterbatasan jumlah dan/atau kualitas sumber daya manusia,
PPK atau PPSPM berhalangan tetap.
2. Perpres No. 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Perpres 54 Tahun 2010
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 12 ayat 2b, Dalam hal
tidak ada personil yang memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai
PPK, persyaratan memiliki

sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa

dikecualikan untuk PA/KPA yang bertindak sebagai PPK.


3. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 190 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN pasal 6 ayat (1) Dalam hal
terdapat keterbatasan jumlah

pejabat/pegawai yang memenuhi syarat

untuk ditetapkan sebagai Pejabat Perbendaharaan Negara, dimungkinkan

perangkapan fungsi Pejabat

Perbendaharaan

Negara

dengan

memperhatikan pelaksanaan prinsip saling uji (check and balance). Ayat


(2) Perangkapan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilaksanakan

melalui

perangkapan

jabatan

KPA sebagai PPK atau

PPSPM.
B. Pembahasan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perangkapan jabatan KPA
sebagai PPK/PPSPM dimungkinkan dengan catatan apabilah tidak ada personil
yang memiliki sertifikat ahli pengadaan barang/jasa pemerintah dan tetap
memperhatikan pelaksanaan prinsip saling uji (check and balance).
Apabila

dikaji

lebih

mendalam

dapat

dikemukakan

bahwa

dalam

hal dilakukan perangkapan jabatan antara KPA dengan PPK seperti yang pada
umumnya terjadi di lingkungan kementerian/lembaga, maka akan sangat sulit untuk
mewujudkan

adanya

proses

saling

uji (check

and

balance) sebagaimana

dikehendaki dalam Peraturan Menteri Keuangan di atas, bahkan sesungguhnya


sangat berbahaya bagi keamanan dalam pengelolaan keuangan negara.
Mengapa demikian? Karena adanya kendala atau hambatan psikologis yang
merupakan penyakit birokrasi selama ini. Dalam hal ini jika jabatan PPK dirangkap
oleh kepala kantor/satuan kerja selaku KPA sedangkan PPSPM merupakan pejabat
bawahannya (subordinate) yang notabene berada dalam posisi lemah, maka sudah
dapat dipastikan bahwa PPSPM akan mengalami kesulitan untuk menolak
permintaan atau perintah atasannya meskipun mungkin perintah tersebut tidak
benar. Lebih-lebih lagi mengingat kewenangan pengujian PPSPM hanya terbatas
pada kebenaran formal dan atau keabsahan administratif, maka dengan dalih bahwa
tanggung jawab atas kebenaran material ada pada dirinya selaku KPA dan PPK,
dapat dipastikan pula bahwa setiap Surat Permintaan Pembayaran yang diajukan
kepada PPSPM akan dengan mudah diterbitkan SPM. Kondisi demikian sudah tentu
sangat rawan dan rentan terhadap penyimpangan yang dapat mengakibatkan
kerugian negara.
Sejalan dengan PMK 190 Tahun 2012 dalam Penjelasan Umum PP 45 Tahun
2013 Angka 1 diuraikan bahwa hal terdepan yang menjadi pengaturan Peraturan
Pemerintah ini adalah penegasan tentang kejelasan peran dan tanggung jawab para
pelaku utama (PA dan BUN) dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN.

Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai PA, Menteri/Pimpinan


Lembaga dapat menunjuk bawahannya sebagai KPA (KPA). KPA diberi tugas dan
kewenangan untuk mengelola bidang tugas tertentu secara bertanggung jawab
melalui penciptaan mekanisme check and balance. Oleh karenanya, KPA dapat
menunjuk

bawahannya

sebagai

Pejabat

Pembuat

Komitmen

(PPK)

untuk

melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam pengambilan keputusan dan/atau


tindakan dalam pelaksanaan anggaran yang dapat mengakibatkan terjadinya
pengeluaran uang atas beban anggaran negara. Untuk mengimbangi pejabat
dimaksud, ia juga perlu menunjuk bawahan lainnya yang setara dalam tingkat
jabatannya untuk diberi tugas melaksanakan pembayaran atas beban anggaran
negara yang diakibatkan oleh keputusan dan/atau tindakan PPK dimaksud yaitu
PPSPM. Sebagai pelaksana pembayaran, pejabat dimaksud adalah Pejabat Penguji
dan Penandatangan Perintah Pembayaran. Kedua pejabat dimaksud melaksanakan
tugas dalam mekanisme interaksi check and balance di bawah tanggung jawab
KPA dimaksud.
C. Kesimpulan dan Saran
1. Dengan dirangkapnya jabatan KPA sebagai PPK maka mekanisme interaksi
check and balance diantara pejabat perbendaharaan akan sulit terlaksana
sehingga menumbulkan kerawanan dan penyimpangan dalam pengelolaan
anggaran yang berakibat pada kerugian negara.
2. Ketiadaan/Keterbatasan aparatur bersertifikat pada Satker/SKPD dapat
diantisipasi dengan pengangkatan PPK yang bersertifikat dari PNS dari
Satker atau SKPD lain, karena pada hakekatnya persyaratan pengangkatan
PPK tidak membatasi harus PNS yang berasal dari Satker/SKPD yang
bersangkutan. Kecuali dalam hal kedudukan Satker/SKPD berada di daerah
yang terisolasi jauh dari instansi pemerintah lainnya.
3. Apabilah dalam satu satker/SKPD hanya ada 1 orang PNS yang bersertfikat,
sebaiknya KPA merangkap sebagai PPSPM sedangkan PPK tetap dijabat
oleh

aparatur yang

bersertifikat tersebut sedangkan

untuk

Pejabat

Pengadaan dapat diangkat dari pegawai satker/SKPD terdekat. Untuk paket


pengadaan yang memerlukan Panitia lelang/Pokja diserahkan kepada ULP
terdekat.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tentunya tulisan ini masih jauh
dari

sempurna,

kritik

dan

saran

dari

pembaca

kami

harapkan

untuk

kesempurnaannya.
Sumber :
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan APBN
Perpres No. 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Perpres 54 Tahun 2010
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 190 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN

Anda mungkin juga menyukai