Sindrom Nefrotik
KATA PENGANTAR
Assalmualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji dan Syukyr kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada saya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah presentasi
kasus yang berjudul Sindrom Nefrotik. Shalawat dan salam kami sampaikan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan
pengikutnya.
Terimakasih kami ucapkan kepada dr. Elsa, SpPD yang telah memberikan
kesempatan dan waktunya untuk menjadi pembimbing kami dalam menyelesaikan
makalah presentasi kasus ini.
Makalah presentasi kasus yang berjudul Sindrom Nefrotik ini kami sadari masih
terlalu jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami sebagai penulis memohon maaf jika terdapat beberapa kesalahan dalam
makalah ini, Kritik dan saran yang membangun selalu kami tunggu.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya dan bagi kami, penulis yang sedang menempuh kegiatan
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Bekasi.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4
BAB II ILUSTRASI KASUS ........................................................................ 5
2.1. Identitas Pasien.......................................................................................... 5
2.2. Anamnesis ................................................................................................. 5
2.3. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 7
2.4. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 12
2.5. Resume ...................................................................................................... 14
2.6. Daftar Masalah .......................................................................................... 14
2.7. Tata Laksana ............................................................................................. 14
2.8. Saran Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 15
2.9. Prognosis ................................................................................................... 15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 16
3.1. Sindrom Nefrotik ...................................................................................... 16
3.1.1. Definisi .............................................................................................. 16
3.1.2. Etiologi dan Klasifikasi ..................................................................... 17
3.1.3. Patofisiologi....................................................................................... 26
3.1.4. Manifestasi Klinis.............................................................................. 28
3.1.5. Diagnosis ........................................................................................... 30
3.1.6. Diagnosis Banding ............................................................................ 30
3.1.7. Tatalaksana ........................................................................................ 31
3.1.8. Komplikasi ........................................................................................ 43
3.1.9. Prognosis .......................................................................................... 43
BAB IV PENGKAJIAN MASALAH ........................................................... 44
BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 48
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom
nefrotik
(SN)
merupakan
salah
satu
manifestasi
klinik
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1. Identitas Pasien
Nama
: Ny. MR
Tanggal lahir/Usia
Alamat
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Pekerjaan
: Guru
Jenis kelamin
: Perempuan
Status Pernikahan
: Belum menikah
No. RM
: 03527134
2.2. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Bengkak di kedua tungkai serta wajah sejak 3 minggu SMRS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan bengkak di
kedua tungkai serta wajah sejak 3 minggu SMRS. Bengkak di tungkai
dirasakan sepanjang hari, sedangkan pada wajah terutama pada saat
bangun tidur di pagi hari dan berkurang saat pasien beraktivitas.
Bengkak tidak disertai dengan sesak nafas, keluhan badan menjadi
kuning, penurunan berat badan drastis, dan keluhan nyeri sendi.
Keluhan lemas, tidak selera makan, nyeri perut, mual, muntah, serta
diare disangkal pasien. Pasien mengakui kencingnya berwarna keruh
namun tidak berbusa sejak mengalami keluhan seperti ini. Pasien
pernah disuntik dexamethasone sebanyak 2 ampul di klinik sekitar 7
Kesadaran
: Compos Mentis
BB
: 50 kg (sebelum sakit)
TB
: 150 cm
BMI
: 22 kg/m2
Keadaan Gizi
B. Tanda Vital
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,7C
: Normocephali.
Rambut
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Deviasi septum nasi -, tidak ada napas cuping hidung, nyeri tekan
Mulut
Bentuk mulut normal saat bicara dan diam, tidak terdapat gangguan
bicara, sudut bibir kanan dan kiri tampak simetris saat bicara dan
tersenyum.
Leher
Inspeksi:
Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak pembesaran kelenjar
tiroid, tidak tampak pembesaran KGB, tidak tampak deviasi trakea
Palpasi:
Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba di tengah, JVP 5-2
cmH2O.
Auskultasi: Tidak terdengar bruit
D. Thorax
Thorax Anterior
Inspeksi
Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdominotorakal
Palpasi
Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba
benjolan pada dinding dada
Teraba ictus cordis pada sela iga V, 2 jari medial dari linea
midclavicularis kiri
Perkusi
Batas kanan paru-jantung pada sela iga IV, garis parasternalis kanan
Batas atas kiri paru-jantung pada sela iga III, garis parasternalis kiri
Auskultasi
Thorax Posterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas bawah paru kanan pada sela iga X, batas bawah paru kiri pada
sela iga XI
Auskultasi
E. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Dinding abdomen teraba supel, defans muskular (-), turgor kulit baik
Ballotement -/-
Undulasi (-)
Perkusi
F. Ekstremitas
Ektremitas atas
Inspeksi
Clubbing finger
Palpasi
Akral hangat
5555
5555
5555
5555
Ekstremitas bawah
Inspeksi
Clubbing finger
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua tungkai kanan dan kiri
Pitting oedem
G. Status Neurologis
27/09
14:40
Nilai Rujukan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
8.9
26
6.5
236
9.4
28.6
8.0
279
SGOT
SGPT
Protein Total
Albumin
Globulin
26
10
6.0
3.4
3.12
0-34 u/l
0-40 u/l
6.6-8.0 g/dl
3.40-4.80 g/dl
1.5-3.0 g/dl
Pemeriksaan
19
0.6
GDS
104
Natrium
Kalium
Klorida
140
3.8
98
20-40
0.6-1.5
103
70-140 mg/dl
135-147 mmol/l
3.10-5.10 mmol/l
95-108 mmol/l
Kolesterol Total
Trigliserida
286
142
Asam Urat
5.8
2.2-6.2 mg/dl
Mikroskopis Urine
Warna
Kuning
Eritrosit
10-15
Kejernihan
Agak keruh
Lekosit
5-10
pH
6,5
Silinder
Negatif
Berat Jenis
1015
Epitel
Gepeng
Albumin Urin
Positif 1 (+)
Kristal
(+)
Glukosa
Negatif
Bakteri
Negatif
Keton
Negatif
Lain lain
Positif (+)
Urobilinogen
0,2
Bilirubin
Negatif
Darah Samar
Positif 3 (+++)
Lekosit Esterase
Positif 1 (+)
Negatif
2.5 Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan bengkak di kedua
tungkai serta wajah sejak 3 minggu SMRS. Bengkak di tungkai dirasakan
sepanjang hari, sedangkan pada wajah teruma pada saat bangun tidur di pagi
hari dan berkurang jika pasien beraktivitas. Pasien mengakui kencingnya
berwarna keruh. Pasien pernah disuntik dexamethason sebanyak 2 ampul di
klinik, kemudian keluhan bengkak sedikit berkurang.
Seminggu sebelum keluhan bengkak muncul, pasien mengeluh badan lemas,
demam tidak tinggi, tidak nafsu makan, serta batuk.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, edema palpebra,
dan pitting edema pada ekstemitas inferior.
Pada pemerikaan labooratorium
didapatkan
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Non-Medikamentosa
Sindrom Nefrotik e.c. DD/ Glomerulonefritis
Diet
Restriksi cairan
2.7.2 Medikamentosa
Sindrom Nefrotik e.c. DD/ Glomerulonefritis
Furosemid 1 x 40 mg IV
Metilprednisolone 3 x 16 mg PO
Captopril 3 x 6,25 mg PO
KSR 1 x 1 tab PO
Simvastatin 1 x 20 mg PO
2.9 Prognosis
Ad vitam
: bonam
: bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Sindrom Nefrotik
3.1.1. Definisi
Dalam bukunya, Walsh mendefinisikan sindrom nefrotik sebagai
edema, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan proteinuria berat.
Jumlah proteinuria yang bermakna sebagai nefrotik adalah ekskresi
sebanyak lebih dari 40 mg/m2/jam atau dengan rasio protein/kreatinin
lebih dari 2,0 hingga 3,0.1
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria
masif 3,5 g/ hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia,
dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan
diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria
masif merupakan tanda khas SN, akan tetapi pada SN berat yang
disertai kadar albumin serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga
berkurang.
Proteinuria
juga
berkontribusi
terhadap
berbagai
Adapun,
secara
mudah,
kebanyakan
referensi
peningkatan
insiden
HLA-B12
yang
yang
baik
terhadap
agen
imunosupresan
adanya
keruskan
pada
podosit
dan
morfologi
patognomonik
FSGS
ini
ialah
bahwa
faktor
permeabilitas
non
imunofluoresensi:
Ig
fokal
dan
segmental6
Etiologi dari FSGS meliputi:6
- Sialidosis
mikroskop
cahaya:
glomerulus
kadang-kadang
Ig
atau
deposit
imun
subendotelial.6
MPGN tipe II dengan gambaran :
Pemeriksaan
mikroskop
cahaya:
glomerulus
10
mikroskop
cahaya:
Meningkatnya
imunofluoresensi:
bervariasi
meliputi
3.1.3. Patofisiologi
Pada SN terjadi kerusakan dinding kapiler glomerulus yang
menyebabkan kebocoran protein yang lebih dari normal melalui
kapiler glomelurus menuju lumen tubulus renalis yang menyebabkan
terjadinya proteinuria.11
Proteinuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuria sebagian
besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan
hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular).
Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan
protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat
proteinuria tidak berhubungan dengan langsung dengan keparahan
kerusakan glomerulus. Lewatnya protein plasma yang berukuran lebih
dari 70 kD melalui membrana basalais glomrulus normalnya dibatasi
oleh charge selective barrier dan size selective barrier. Charge
selective barrier merupakan suatu polyanionic glycosaminoglycan.
Pada nefropati lesi minimal, proteinuria disebabakan terutama oleh
hilangnya charge selective barrier, sedangkan pada nefropati
membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selective
barrier.4
Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui
urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di
hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti
3.1.5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah sembab di ke dua kelopak
mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah
urin yang berkurang.
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di
kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema
skrotum/labia.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+). Pada
pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 3,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum
dan kreatinin umumnya
ginjal.
3.1.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:3
1. Sembab nonrenal: gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, dan
edema hepatal.
2. Glomerulonefritis akut.
3. Lupus sistemik eritematosus.
3.1.7. Tatalaksana
Penatalaksanaan SN meliputi:5
1. Terapi spesifik berdasarkan keadaan morfologi dan jika mungkin,
penyakit kausalnya
2. Kendali umum akan proteinuria jika remisi tidak dapat dicapai
dengan pemberian terapi imunosupresan dan ukuran lainnya
3. Kendali terhadap komplikasi nefrotik
Keadaan proteinuria perlu dikendalikan terutama jika pasien tidak
memberikan respon terhadap terapi imunosupresan dan adanya gagal
ginjal
progresif
dengan
komplikasi
yang
berat.
Pengobatan
2. Penatalaksanaan Farmakologi
a. Penatalaksanaan Edema
Pemberian diuretik ditujukan untuk menekan edema dengan
memobilisasi cairan dari sirkulasi. Dosis perlu dipertimbangkan
agar pasien dapat mengalami reduksi edema dengan penurunan
berat badan 1-2 lb setiap harinya bahkan pada pasien dengan
edema masif karena hipotensi dapat terjadi bila cairan hilang
terlalu cepat.13 Beberapa diuretika yang sering dipakai ialah:
Furosemide (loop diuretic) dapat dipakai sebagai diuretika
tunggal. Dosis dinaikkan sampai timbul diuresis. Diperlukan
suplementasi
kalium.
Pemberian
furosemid
atau
scarring.
Sedang
mereka
yang
kelebihan
beban
protein.
Lysosome
PTC
akan
Pada arteriol
glomerulus
lebih
besar
pada
glomerulonefritis
primer
yang juga
matriks
ekstraseluler,
glikosaminoglikan
dapat
c. Penatalaksanaan Dislipidemia
Sindrom nefrotik menyebabkan lipiduria: sedimen urin dalam
cahaya terpolarisasi memberikan gambaran Maltese crosses
yang merupakan ester kolesterol yang terikat pada protein.
Sindrom nefrotik juga menyebabkan hiperlipidemia.13
e. Penatalaksanaan Kausal
1. Pemberian Kortikosteroid
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya
janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena
remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai
apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14
hari.7
Pada MCD dapat diberikan serial prednisolon dimulai
dosis 60 mg atau 1 mg/kgBB/hari dan diturunkan secara
bertahap dalam periode 3 bulan (dengan dosis maksimal
80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan
dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu,
lalu setelah itu pengobatan dihentikan). Bila dijumpai
kegagalan maka dipertimbnagkan siklosfosfamid
Pada glomerulonefritis proliferatif mesangial difus ringan,
pemberian prednisolon juga dapat memberikan hasil yang
baik
Pada glomerulonefritis membranosa biasanya memberikan
respon pada pemberian prednisolon selama 3 bulan
Pada FSGN, respon yang baik dapat tercapai dengan
pemberian prednisolon dan siklosfosfamid selama 6 bulan,
bila gagal dipertimbangkan siklosporin14
Efek samping dari pemberian kortikosteroid sangat banyak
dan memiliki korelasi dengan dosis kumulatif. Efek samping
seperti obesitas, hirsutisme, hipertensi arterial dan gangguan
bekerja
dengan
menghambat
produksi
pada
klorambucil
dibandingkan
dengan
siklosfosfamid.14
Takrolimus, bekerja dengan memblok aktivasi interleukin-2
dalam sel T dan digunakan pada beberapa kasus resistensi
seperti halnya siklosporin. 16
Mizoribine (MZR). Penelitian di Jepang memunculkan
Mizoribine (MZR) sebagai agen imunosupresan novel
dengan
kemampuan
inhibisi
ioosin
monofosfat
progresif.5
Bersama
FK
506,
dosis
0,1-0,2
3.1.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan pada sindrom nefrotik adalah
sebagai berikut:3
1.
2.
3.
Infeksi
4.
Hambatan pertumbuhan
5.
6.
3.1.9. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai
berikut:3
1.
3.
Disertai hematuria.
4.
5.
BAB IV
PENGKAJIAN MASALAH
4.1. Sindroma Nefrotik e.c. DD/ Glomerulonefritis
Dasar Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
Konjungtiva anemis
Edema palpebra
c. Pemeriksaan Penunjang
Hiperlipidemia
Proteinuria
Hematuria mikroskopik
Bakteriuria.
Pembahasan
Pada pasien ini, kemungkinan etiologi SN yang dideritanya adalah
glomerulonefritis berdasarkan diagnosis eksklusi tidak ditemukan adanya
penyebab sekunder seperti diabetes mellitus, SLE, RA, infeksi (seperti HIV,
hepatitis, dan tuberkulosis), penggunaan obat-obatan khusus, dan keganasan.
Kemungkinan etiologi glomerulonefritis didasarkan pada adanya keluhan urin
keruh, hematuria, bakteriuria, serta adanya hasil pemeriksaan darah tepi yang
menggambarkan adanya anemia dengan kemungkinan diakibatkan blood loss.
Untuk memastikan diagnosis kausatif diperlukan pemeriksaan penunjang
berupa biopsi ginjal. Prognosis pasien ini bonam, kecuali secara fungsionam
dubia ad bonam mengingat bahwa SN pada pasien ini termasuk pada
klasifikasi primer dengan kemungkinan etiologinya berupa glomerulonefritis.
Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
Restriksi asupan protein ~ 40 g/ hari (0,8g/kgbb/hari)
Dibutuhkan restriksi protein untuk mengurangi kejadian proteinuria
dan mencegah terjadinya kondisi hiperfiltrasi ginjal yang dapat
memperburuk kondisi ginjal.
Restriksi cairan dan diet rendah garam (1-2 gram/ hari)
Dimaksudkan agar tidak memperparah edema.
Rendah lemak jenuh dan rendah kolesterol
Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi ke arah
arterosklerosis (pada akhirnya penyakit kardiovaskular) disebabkan
oleh karena tingginya kadar lemak darah.
Medikamentosa
Furosemid 1 x 40 mg IV
Merupakan dosis awal yang bisa ditingkatkan 40 mg tiap 12 jam
jika diuresis/ target diuresis berupa penurunan berat badan
sebanyak 0,5-1 kg/ hari belum tercapai. Dosis maksimal yang dapat
diberikan per hari adalah sebesar 160 mg (ditambah dengan 10 mg
Metolazone 2 kali sehari).
KSR 1 x 1 tab PO
Memastikan tidak terjadi deplesi kalium dengan pemberian loop
diuretic dosis tinggi.
Metilprednisolone 3 x 16 mg PO
Diberikan pada pasien ini mengingat bahwa pasien telah
mengalami edema yang tidak kunjung membaik dalam kurun
waktu 3 minggu. Pemberian sebesar 1 mg/kgBB/hari dengan dosis
maksimal sebesar 80 mg/hari. Pada pasien ini, mengingat berat
badannya sebesar 50 kg, maka pemberian sebanyak yang
disebutkan di atas.
Captopril 3 x 6,25 mg PO
4.2. Anemia e.c. Blood Loss DD/Defisiensi Zat Besi, Asam Folat, atau B12
Dasar Diagnosis
d. Anamnesis
e. Pemeriksaan Fisik
Konjungtiva anemis
f. Pemeriksaan Penunjang
Hematuria mikroskopik
Pembahasan
Pada pasien ini, satu-satunya perdarahan yang terdokumentasikan adalah perurin. Sehingga, kemungkinan anemia yang terjadi adalah oleh karena
perdarahan sedikit-sedikit, namun terus-menerus melalui BAK. Adapaun,
mengingat bahwa pasien tidak mengeluhkan lemas, pusing, dan sesak nafas,
kemungkinan anemia yang terjadi bersifat kronis, sehingga pasien sudah
terbiasa dengan kondisinya tersebut (kemungkinan karena kurang nutrisi).
Jadi, anemia yang terjadi pada pasien disebabkan selain oleh karena
perdarahan, disebabkan juga oleh karena nutrisi yang kurang.
Penatalaksanaan
Menangani penyebab perdarahan (atasi glomerulonefritis) dan memastikan
diagnosis etiologi anemia merupakan salah satunya disebabkan oleh
defisiensi nutrisi melalui pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan serum
ferritin, asam folat, dan B12.
BAB V
KESIMPULAN
Sindrom
nefrotik
(SN)
merupakan
salah
satu
manifestasi
klinik
DAFTAR PUSTAKA
2006.
Surabaya, Indonesia.
4. International Study of Kidney Disease in Children. Nephrotic syndrome in
children: Prediction of histopathology from clinical and laboratory
chracteristics at time of diagnosis. 1978. Kidney Int. 13:159-165.
5. Brady HR, OMeare Y, Brenner BM. The Major Glomerulopathies.
Nephrol 2001;12:544-47
10. Hamm LL, Batuman V. Edema in the Nephrotic Syndrome : New Aspect