Butter
Butter
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam industri pangan, pengemasan merupakan salah satu cara untuk membantu
melindungi bahan pangan dari kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari
pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran mikrobiologis selama
pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran. Pengemasan menjadi hal yang sangat penting
karena akan memudahkan dalam kegiatan transportasi dan penyimpanan. Teknologi
pengemasan dan pemilihan jenis bahan pengemas dirancang sedemikian rupa sehingga bahan
pangan dapat terhindar dari serangan serangga, mikrobia maupun terpapar cahaya matahari
secara langsung. Selain itu dapat menghasilkan produk pangan yang memiliki daya simpan
yang relatif lebih lama dengan kandungan nilai nutrisi yang relatif masih baik.
Pengemasan juga dapat meningkatkan nilai tambah untuk bahan yang dikemas. Bahan
atau produk menjadi lebih menarik dan harga jualnya lebih tinggi dalam persaingan di dunia
pemasaran merupakan hal yang wajar. Salah satu diantaranya adalah membuat desain
kemasan
sehingga
dapat
mengundang
konsumen
untuk
Butter dapat
menggunakan dua macam wadah, yaitu wadah utama atau wadah yang langsung
berhubungan dengan bahan pangan dan wadah kedua atau wadah yang tidak langsung
berhubungan dengan bahan pangan. Pengemasan Butter akan dibahas lebih lanjut mengenai
jenis kemasan, tujuan serta manfaat penggunaan kemasan untuk produk Butter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat bagi
bahan pangan untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan (Puspita,
2014). Pengemasan adalah suatu cara atau suatu perlakuan pengamanan terhadap bahan atau
produk agar bahan dan produk tersebut baik yang belum maupun yang sudah mengalami
pengolahan sampai ke tangan konsumen dengan selamat. Pelaksanaan pengemasan meliputi
gabungan antara seni, ilmu dan teknologi penyiapan bahan, untuk pengangkutan dan
penjualan, karena pengemasan harus mampu melindungi bahan yang akan dijual dan menjual
bahan yang dilindungi.
Melindungi bahan pangan dari kontaminasi berarti melindunginya terhadap
mikroorganisme dan kotoran serta terhadap gigitan serangga atau binatang pengerat lainnya.
Melindungi kandungan airnya berarti bahwa makanan di dalamnya tidak boleh menyerap air
dari atmosfer dan juga tidak boleh berkurang kadar airnya sehingga wadah harus kedap air.
Perlindungan terhadap bau dan gas ditujukan agar bau atau gas yang tidak diinginkan tidak
dapat masuk melalui wadah tersebut.
2. Tujuan Pengemasan
Kemasan yang memenuhi syarat untuk pengemasan bahan pangan adalah yang
mempunyai sifat :
1. Kuat
untuk
melindungi
bahan
selama
penyimpanan,
transportasi
dan
penumpukan.
2. Tidak bereaksi dengan bahan yang dikemas.
3. Bentuk sesuai dengan cara penanganan dan pemasarannya.
4. Sifat permeabilitas film kemasan sesuai dengan laju kegiatan respirasi bahan yang
dikemas dan biaya kemasan sesuai dengan bahan yang dikemas.
Pengemasan memiliki peranan penting dalam mempertahankan mutu suatu bahan dan
proses pengemasan telah dianggap sebagai bagian integral dari proses produksi (Puspita,
2014). Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan memegang
peranan penting dalam pengawetan bahan atau suatu produk. Pada umumnya pengemasan
berfungsi untuk menempatkan bahan, hasil pengolahan atau hasil industri ada dalam bentukbentuk yang memudahkan penyimpanan, pengangkutan dan distribusi ke konsumen. Tujuan
dari pengemasan adalah :
Kemasan kertas, karton, biasa digunakan sebagai kemasan primer dan sekunder,
perkembangan dari kemasan keton juga relatif stabil.
Kemasan karung dan kayu, digunakan sebagai kemasan primer dan sekunder,
perkembangan kemasannya relatif stabil.
4. Butter (Mentega)
Butter atau mentega merupakan salah satu produk pangan yang terbuat dari susu atau
produk susu (hewani) yang sedikitnya mengandung 80% lemak susu. Butter lebih mudah
meleleh bila disimpan pada suhu ruang. Tekstur Butter lembut, semipadat mirip lilin. Jika
berminyak atau lengket, berarti kondisi Butter sudah tidak baik.Teksturnya yang sangat
lembut, rasanya yang gurih dan aromanya harum (wangi susu) sangat mudah meleleh pada
temperatur hangat. Warnanya kuning pucat (lebih muda daripada margarin) memiliki
kandungan vitamin A, D, E, K yang tidak larut dalam air. Warna mentega yang baik adalah
antara kuning muda atau pucat hingga kuning tua. Warna ini berasal dari betakaroten krim
atau kepala susu yang dipakai. Jika susu yang digunakan berasal dari sapi yang diberi pakan
biji-bijian dan banyak mengandung betakaroten, maka warna Butter akan sangat baik. Warna
yang tidak merata pertanda adanya bakteri atau mikroba yang mulai merusak Butter.
Butter memberikan nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan margarin karena dapat
memberikan rasa kenyang yang lebih serta aromanya yang kuat. Aroma Butter terbentuk dari
berbagai senyawa kimia seperti diasetil, lakton, butirat, dan laktat. Butter atau mentega yang
baik harus bebas dari bau rasa tengik, pahit dan asam. Butter mengandung jumlah lemak
jenuh yang tinggi sehingga kadar kolesterol pada Butter relatif tinggi. Tingginya kadar lemak
jenuh berhubungan dengan tingginya kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) yang biasanya
berhubungan dengan penyakit jantung. Daya emulsi Butter juga kurang baik, sehingga jika
digunakan dalam pembuatan kue akan menghasilkan tekstur kue yang kurang kokoh.
Berdasarkan rasanya, Butter dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Unsalted Butter (mentega
tawar) dan Salted Butter (yang dalam proses pembuatannya ditambahkan garam). Beberapa
contoh merek dagang produk Butter yang dijual dipasaran, seperti: Wijsman (hanya salted
butter), Elle & Vire, Orchid, Blue Triangle, Anchor, dan Golden Fern.
5. Packaging of Butter
Terdapat berbagai macam jenis kemasan untuk produk Butter yang ada di pasaran saat
ini. Wadah kemasannya ada yang terbuat dari bahan logam (kaleng), plastik dan aluminium
foil. Semua kemasan tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing masing. Produk
Butter yang banyak ditemui di pasaran biasanya menggunakan wadah kemasan berbahan
dasar plastik atau aluminium foil, tergantung dari komposisi produk Butter tersebut.
Menurut UU RI No .7 tahun 1996 terdapat informasi wajib yang harus disertakan
dalam kemasan pangan antara lain :
Merek dagang
Ijin edar
Nama produk
yang tepat untuk pengemasan produk pangan. Kesalahan dalam memilih jenis kemasan
yang tepat, dapat menyebabkan rusaknya bahan pangan yang dikemas.
Produk Butter yang wujudnya semisolid merupakan produk pangan dari olahan
susu yang akan meleleh pada temperatur ruangan sehingga diperlukan kemasan yang
dapat menjaga produknya tidak bocor saat meleleh. Kemasan produk Butter yang
berbahan plastik harus memiliki spesifikasi khusus seperti plastik yang tidak tembus
lemak. Jenis kemasan plastik yang biasa digunakan untuk Butter packaging adalah
plastik jenis PVC (Poli Vinil Chloride). PVC banyak digunakan untuk mengemas
mentega, margarin, dan minyak goreng karena tahan terhadap minyak dan memiliki
permeabilitas yang rendah terhadap air dan gas. Sifat lain dari PVC adalah tembus
pandang, meskipun ada juga yang memiliki permukaaan keruh, tidak mudah sobek dan
memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Kemudian untuk lapisan dalam kemasan yang
kontak langsung dengan produk Butter tersebut digunakan Polistiren (PS). Polistiren
banyak digunakan untuk mengemas buah-buahan, sayuran, mentega dan margarin
karena memiliki permiabilitas yang tinggi terhadap air dan gas. Polistiren memiliki sifat
umum sebagai berikut:
Akan terurai dengan ester, keton, hidrokarbon aromatik, klorin dan alkohol
dengan konsentrasi yang tinggi.
Memiliki permeabilitas yang sangat tinggi terhadap gas dan uap air, sehingga
sangat sesuai untuk mengemas bahan-bahan segar.
bahan kemasan lain dapat menghasilkan jenis kemasan baru yang disebut dengan retort
pouch.
Syarat-syarat retort pouch adalah harus mempunyai daya simpan yang tinggi,
teknik penutupan mudah, tidak mudah sobek bila tertusuk dan tahan terhadap suhu
sterilisasi yang tinggi. Retort pouch mempunyai keunggulan dibanding kaleng, yaitu :
peralatan.
Jumlah larutan gula atau garam yang digunakan sebagai pengisi dapat dikurangi
sampai 30%, energi untuk mensterilkan 25% lebih irit dibanding kaleng dan peralatan
dalam retort pouch line berlangsung dengan kapasitas maksimum. Untuk 60
pouch/menit/mesin diperlukan hanya 3 jenis mesin yaitu mesin pembentuk, pengisi dan
penutup. Contoh kemasan retort pouch adalah kemasan yang terdiri dari poliesteradhesif-aluminium foiladhesif-polipropilen dengan susunan sebagai berikut :
Film polistiren dengan tebal 0,5 mil di bagian luar.
Kertas aluminium dengan tebal 0,0035 inci di bagian tengah.
Bagian dalam dilaminasi dengan polipropilen Poliester dan polipropilen
dapat bekerja sebagai adhesif bagi aluminium foil dan dapat ditutup
secara kuat dengan pemanasan. Fungsi poliester adalah untuk memberikan
ketahanan dan kekuatan pada kemasan. Poliester juga bersifat tahan
tekanan dan dapat dicetak, sehingga pencetakan label kemasan dapat
dilakukan
di
bagian
poliester
ini.
Aluminium
foil
memberikan
Oxygen Scavangers
Selama penyimpanan produk makanan yang dikemas, oksigen sering tidak dikehendaki
terutama pada produk yang sensitif terhadap oksigen karena dapat memicu penurunan
kualitas seperti warna, kesegaran, dan sifat organoleptic (Gibis dan Rieblinger, 2011),
oksidasi
lemak tak jenuh yang menyebabkan ketengikan, kehilangan vitamin C, browning pada daging
segar, oksidasi minyak aromatik dan pigmen (Busolo dan Lagaron, 2012) serta kerusakan
oleh mikroorganisme aerobik. Berdasarkan alasan tersebut, kemasan yang sensitif oksigen
terutama pada penghalang oksigen tinggi sering dikombinasikan dengan kemasan atmosfer
termodifikasi (MAP) (Anthierens T., dkk., 2011).
Adanya
oksigen
dalam
kemasan
yang
disebabkan
oleh
kegagalan
dalam
pengemasan, seperti campuran gas yang mengandung residu oksigen, atau vakum yang tidak
efisien. Pengemasan vakum telah banyak digunakan untuk menghilangkan oksigen dalam
kemasan sebelum sealing kemasan, namun oksigen dari lingkungan yang masuk ke dalam
kemasan tidak dapat diatasi dengan metode pengemasan ini (vakum). Bahan pangan
dapat dikemas dengan teknologi MAP atau bahkan dalam kemasan vakum, akan tetapi caracara tersebut tidak menjamin dapat menghilangkan O 2 secara sempurna. Selain itu, O2 yang
mampu menembus plastik kemasan tidak mampu dihilangkan dengan teknologi kemasan
tersebut. Meninjau perihal tersebut, maka diperlukan penyerap oksigen yang mampu
menyerap O2 pascakemas di dalam kemasan (Gibis dan Rieblinger, 2011).
Penyerap oksigen dipasarkan pertama sekali di Jepang pada tahun 1977, yaitu
absorber berupa besi yang dimasukkan ke dalam kantung (sachet). Absorber oksigen
umumnya
digunakan untuk menyerap oksigen pada bahan-bahan pangan seperti hamburger, pasta segar,
mie, kentang goreng, daging asap (sliced ham dan sosis), cakes dan roti dengan umur simpan
panjang, produk-produk konfeksionari, kacang-kacangan, kopi, herba dan rempah-rempah.
Penggunaan kantung penyerap O2 memberikan keuntungan khususnya untuk produk-produk
yang sensitif terhadap oksigen dan cahaya seperti produk bakery dan pizza, daging ham yang
dimasak dimana pertumbuhan jamur dan perubahan warna merupakan masalah utamanya.
Keuntungan penggunaan absorber oksigen sarna dengan keuntungan dari MAP yaitu
dapat mengurangi konsentrasi oksigen pada level yang sangat rendah (ultra-low level), suatu
hal yang tidak mungkin diperoleh pada kemasan gas komersial. Konsentrasi oksigen yang
tinggi di dalam kemasan dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme, menurunkan
nilai gizi bahan pangan, menurunkan nilai sensori (flavor dan warna) serta mempercepat
reaksi oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan pada bahan pangan berlemak.
Bahan penyerap oksigen secara aktif akan menurunkan konsentrasi oksigen di dalam
headspace kemasan hingga 0,01 %, mencegah terjadinya proses oksidasi, perubahan warna
dan
pertumbuhan mikrooorganisme. Jika kapasitas absorber mencukupi, maka absorber juga
dapat
menyerap oksigen yang masuk ke dalam headspace kemasan melalui lubang-lubang dan
memperpanjang umur simpan bahan yang dikemas (Gibis dan Rieblinger, 2011).
Keuntungan lain dari penggunaan absorber oksigen adalah biaya investasinya lebih
murah dibandingkan biaya pengemasan dengan gas. Pada dasarnya untuk pengemasan aktif
hanya dibutuhkan sistem sealing. Keuntungan ini menjadi lebih nyata apabila diterapkan
untuk
kemasan bahan pangan berukuran kecil hingga medium, yang biasanya memerlukan investasi
peralatan yang besar. Sebaliknya, kelemahan dari kemasan aktif adalah kemasan ini visible
atau labelnya terlihat jelas sedangkan pada kemasan gas, maka gasnya tidak terlihat
Absorber oksigen yang tersedia saat ini pada umumnya berupa bubuk besi (iron
powder), dimana 1 gram besi akan bereaksi dengan 300 ml O2 . Kelemahan dari besi sebagai
absorber oksigen adalah tidak dapat melalui detektor logam yang biasanya dipasang pada
jalur
pengemasan. Masalah ini dapat dipecahkan dengan menggunakan absorber oksigen berupa
asam askorbat atau enzim.
Penyerap oksigen telah banyak diteliti. Ada berbagai jenis penyerap oksigen yang telah
berhasil diterapkan untuk mengurangi kerusakan pangan (Gibis dan Rieblinger, 2011). Di
bawah ini akan diberikan contoh aplikasi penyerap oksigen dengan berbagai bahan dasar,
yaitu:
1. Asam Askorbat (C6H806)
2. Serbuk Besi
3. Ca(OH)2
Secara struktural, komponen penyerap oksigen dari sebuah kemasan dapat berbentuk
sachet, label, film (penggabungan agen penyerap dalam film kemasan) (Gambar 2), kartu,
penutup botol atau konsentrat (Cruz dkk., 2012)
BAB III
KESIMPULAN
1
2
3
4
Daftar Pustaka
Azriani, Y. 2006. Pengaruh Jenis Kemasan Plastik dan Kondisi Pengemasan Terhadap
Kualitas Mie Sagu Selama Penyimpanan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bandung.
Cruz RS, Camilloto GP, Santos AC 2012. Oxygen Scavengers: An Approach on Food
Preservation. Technology Department, State University of de Feira de Santana, Feira
de Santana, BA, Braz
Gibis, Doris and Rieblinger, K. 2011. Oxygen scavenging films for food application.
Procedia Food Science 1 (2011) 229 234
M.A. Busolo, J.M. Lagaron. 2012. Oxygen scavenging polyolefin nanocompositefilms
containing an iron modified kaolinite of interest in active food packaging
applications. Innovative Food Science and Emerging Technologies 16 (2012) 211
217
Puspita,F. 2014. Laporan Praktikum Teknologi Pasca Panen Dan Pengemasan Makanan ,
Universitas Jendral Soedirman Purwokerto
Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi
Pengemasan
Pangan.