Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ORAL BIOLOGY-1

Pengaruh Gen PAX9 terhadap terjadinya


Hipodonsia

DISUSUN OLEH :

Nama: Amira Shafuria


NIM : 04101004064
Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M. Si

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013

Abstract:
Agenesis of one or more teeth is one of the most common of human developmental
anomalies. Oligodontia is referred to the absence of more than six permanent teeth whereas in
hypodontia up to six teeth are missing. Both environmental and genetic factors can cause
failure of tooth development. Genetic factors play a major role in the etiology of tooth
agenesis. The only genes associated with the non-syndromic form of tooth agenesis are
MSX1 and PAX9. PAX9 is a paired-domain transcription factor important in tooth
development. Heterozygous mutations in PAX9 have been shown to be associated with
human tooth agenesis. Reduction amount of functional PAX9 protein in the tooth forming
cells is able to cause severe and selective tooth agenesis. This paper will discussed about
several mutations of PAX9 gene and their relation to tooth agenesis.
Keywords: tooth agenesis, genetic factors, mutation, PAX9

Pendahuluan
Agenesis dari satu atau lebih gigi merupakan salah satu anomali perkembangan yang
paling sering terjadi pada manusia. Oligodonsia merupakan kehilangan lebih dari enam gigi
permanen secara kongenital, sedangkan pada hipodonsia gigi yang hilang hanya beberapa
atau sampai dengan enam1,2. Studi populasi membuktikan bahwa gigi yang paling sering
hilang adalah molar ketiga diikuti dengan defisiensi gigi premolar kedua bawah atau insisivus
lateral atas. Pada gigi permanen, hipodonsia memiliki prevalensi dari 1,6% sampai 9,6%,
kecuali agenesis pada gigi molar ketiga. Pada gigi desidui, hipodonsia kurang sering terjadi
(0,1%-0,9%) dan tidak memiliki distribusi seks yang signifikan1.
Agenesis gigi merupakan salah satu masalah perkembangan yang paling sering terjadi
pada anak-anak. Kehilangan gigi secara kongenital disebabkan adanya gangguan selama
tahap awal dari pembentukan gigi, yaitu tahap inisiasi dan proliferasi. Kehilangan gigi dapat
terjadi dalam suatu isolasi, atau sebagai bagian dari sindrom. Hipodonsia nonsindromik
menunjukkan heterogenitas fenotipik yang luas dan dikelompokkan sebagai sporadis atau
bentuk familial, yang diwariskan dalam sebuah autosomal dominan, autosomal resesif atau
X-link1,3.
Kedua faktor lingkungan dan genetik dapat menyebabkan kegagalan pada
perkembangan gigi. Faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya agenesis gigi yaitu
2

berbagai jenis trauma pada regio gigi, atau kemoterapi dan radioterapi. Kebanyakan kasus
hipodonsia dan oligodonsia terjadi dikarenakan adanya faktor genetik. Beberapa gen yang
berbeda telah terlibat dalam perkembangan gigi dan beberapa gen tersebut dapat
menyebabkan agenesis gigi3.
Mutasi pada sejumlah gen telah ditemukan berperan dalam mengganggu
perkembangan gigi pada tikus1. Namun, hanya tiga gen yang berhubungan dengan bentuk
nonsindromik dari agenesis gigi antara lain gen AXIN2, MSX1 dan PAX9, yang memberi
sandi faktor transkripsi yang berperan penting selama perkembangan gigi 3. Makalah ini akan
membahas tentang regulasi molekuler pada perkembangan gigi serta gen PAX9 dan
pengaruhnya dalam hipodonsia.
Morfogenesis Gigi
Pada tahap akhir dari bud stage, sekelompok sel pada tunas epitelial yaitu knot
enamel primer berhenti berproliferasi dan kemudian dihapus oleh apoptosis. Knot enamel
menyimpang secara signifikan dari epitelium sekitar karena ekspresi gennya. Knot enamel
mengekspresikan beberapa faktor transkripsi dan sejumlah molekul maupun inhibitor sinyal,
sehingga memiliki potensial untuk bertindak sebagai pusat sinyal yang menyusun
perkembangan dari jaringan sekitar. Knot enamel primer diinduksi dan dipertahankan oleh
sinyal yang berasal dari underlying mesenchyme. Di sisi lain, pembentukan dari knot primer
tampaknya menjadi prasyarat untuk meningkatkan perkembangan gigi pada tahap tudung
(cap stage).1
Lamina gigi pada minggu ke-6 dan organ enamel menunjukkan bagian epitelial dari
rongga mulut dengan kapasitas potensial untuk menurunkan komponen ektodermal pada gigi.
Dalam perkembangan selanjutnya, jaringan mesenkimal yang berdekatan akan berproliferasi
dan memadat untuk membentuk komponen dan bagian lain dari gigi yang akan tumbuh.
Benih gigi permanen yang baru akan berkembang berasal dari lamina gigi aksesoris. Erupsi
dari gigi permanen berlangsung dalam jangka waktu usia 7 sampai 12 tahun, terlepas dari
gigi molar ketiga, yang bererupsi pada usia antara 13 dan 25 tahun. Anomali gigi paling
sering terjadi pada gigi permanen dibanding gigi desidui, dimana kasus kehilangan satu atau
lebih gigi permanen terbukti sebanyak 1-2% dari populasi1,3.
Gen PAX9 dalam perkembangan gigi
Studi molekuler menunjukkan bahwa interaksi jaringan selama perkembangan gigi
tikus terutama dimediasi oleh beberapa sinyal faktor pertumbuhan. Perkembangan dari
3

inisiasi sampai erupsi gigi diatur oleh proses sinyal yang berurutan dan timbal balik. Proses
sinyal melibatkan semua jalur sinyal utama, yang meliputi sinyal transforming growth factor
(TGF), fibroblast growth factor (FGF), sonic heghehog (Shh), anhidrotic ectodermal
dysplasia (Eda), dan epidermal growth factor (EGF). Studi pada mutan tikus menunjukkan
bahwa beberapa sinyal tersebut dibutuhkan secara bersamaan selama tahap penting dari
perkembangan1.

Gambar 1. Ekspresi dari molekul yang berhubungan dengan agenesis gigi selama awal perkembangan gigi, dari
tahap putik (bud stages) sampai tahap lonceng (bell stages).

MSX1 dan PAX9 merupakan faktor transkripsi yang terlibat dalam jaringan genetik
yang mengatur perkembangan gigi serta embriogenesis1,3,4. MSX1 mengandung sebuah
homeobox yang berikatan dengan sekuens target spesifik dalam DNA. PAX9 merupakan
milik kotak berpasangan (paired-box) yang mengandung famili faktor transkripsi dan
merupakan salah satu tanda mesenkimal paling awal dari posisi pembentukan gigi pada
tikus1. PAX9 diregulasi oleh sinyal epitelial, khususnya FGF8, dan mengatur proses sinyal
timbal balik dari mesenkim.
Pada manusia, identifikasi dari beberapa mutasi PAX9 yang asing pada seseorang
dengan agenesis gigi posterior membuktikan bahwa protein PAX9 penting sebagai pola dari
pembentukan gigi. Pada embrio tikus, Pax9 diekspresikan dalam mesenkim arkus mandibula
sebelum adanya tanda morfologikal dari odontogenesis3. Pax9 pada embrio tikus merupakan
tanda awal dari perkembangan gigi, tampak pada mesenkim odontogenik sebelum penebalan
ektodermal dan sebelum ekspresi dari gen yang memberi sinyal pada gigi4.
Peristiwa yang paling penting selama regulasi dari perkembangan gigi adalah
interaksi induktif antara jaringan epitelial dan mesenkimal. Level yang tinggi dari ekspresi
PAX9 dipertahankan sepanjang tahap inisiasi, tahap putik (bud stage), dan tahap tudung (cap
stage), dan penurunan ekspresi PAX9 terjadi pada tahap lonceng (bell stage)5. Pada embrio
tikus yang mengalami defisiensi Pax9, perkembangan gigi ditahan pada tahap putik (bud
stage).

Peran gen PAX9 dalam agenesis gigi


PAX9 dikenal sebagai gen yang menyebabkan terjadinya oligodonsia gigi molar, yang
merupakan suatu penyakit autosomal dominan dengan agenesis pada gigi molar permanen.
Sampai saat ini, 14 mutasi dari gen PAX9 yang memengaruhi perkembangan gigi telah
ditemukan terdistribusi dalam ekson 1, 2, dan 4 dari empat ekson gen PAX9. Daerah yang
memiliki konsentrasi mutasi yang paling tinggi adalah daerah ekson kedua6 .
Mutasi pada sejumlah gen telah ditemukan mengganggu perkembangan gigi pada
tikus. Namun, selama ini hanya ada tiga gen yang berhubungan dengan bentuk nonsindromik
dari agenesis gigi, yaitu gen AXIN2, Msx1, dan Pax91. Di antara gen-gen tersebut, Msx1 dan
Pax9 merupakan gen yang lebih dipelajari secara intensif. Mutasi pertama yang dijelaskan
dalam gen PAX9 pada manusia merupakan insersi dari penambahan G dalam sekuens kotak
berpasangan pada nukleotida (nt) 219 dari ekson 2 pada keluarga dengan oligodonsia3. Insersi
tersebut mengakibatkan terminasi prematur dari translasi kodon 243, menyebabkan adanya
penyusutan protein sebanyak 25 asam amino. Seseorang yang mengalami mutasi ini memiliki
gigi desidui yang normal tetapi tidak memiliki gigi molar permanen yang cukup.

Gambar 2. Tampilan skematik dari gen MSX1 (A) dan PAX9 (B) pada manusia. Daerah yang menyandi
homeodomain (HD) atau paired domain (PD) diarsir. Tanda panah menunjukkan lokasi yang dikenal sebagai
mutasi.3

Gigi-geligi pada hewan pengerat sangat disesuaikan secara evolusioner dan


karakteristik tersebut harus dipertimbangkan saat menggunakan tikus sebagai sistem model
untuk mempelajari perkembangan gigi hewan mamalia. Penelitian oleh Ralf Kist et al 2
menjelaskan tentang alel mutan Pax9 hipomorfik (Pax9neo) yang menghasilkan tingkat
penurunan mRNA pada Pax9 wild-type dan menunjukkan bahwa hal ini dapat menyebabkan
5

oligodonsia pada tikus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus dengan Pax9neo/neo (mutan
homozigot) dan Pax9neo/lacZ memperlihatkan adanya hipodonsia atau oligodonsia dengan
keparahan yang berbeda. Molar ketiga atas dan molar ketiga bawah hilang secara unilateral
atau bilateral pada tikus Pax9neo/neo. Pada tikus Pax9

neo/lacZ

, gigi molar ketiga atas dan gigi

molar kedua dan ketiga bawah juga hilang secara unilateral dan bilateral. Analisis
histologikal dari mutan Pax9neo/lacZ pada tahap baru lahir menunjukkan bahwa rudimen dari
semua gigi molar ketiga hilang, mengindikasikan bahwa perkembangan gigi tersebut ditahan
sebelum tahap putik (bud stage). Molar kedua bawah pada mutan tersebut ditahan pada tahap
putik (bud stage), sedangkan gigi molar pertama berlanjut ke tahap lonceng (bell stage) tetapi
kekurangan polarisasi dan garis dari ameloblas dan odontoblas. Sebaliknya, molar pertama
dan kedua atas dari mutan Pax9 neo/lacZ terutama dipengaruhi oleh retardasi pertumbuhan pada
tahap baru lahir.

Gambar 3. Tikus Pax9neo/neo dan Pax9neo/lacZ menunjukkan adanya hipodonsia dan oligodonsia dengan keparahan
berbeda. Gigi molar ketiga atas (H) dan gigi molar ketiga bawah (K) hilang secara unilateral dan bilateral pada
tikus Pax9neo/neo. Gigi molar ketiga atas (I) dan gigi molar ketiga dan kedua bawah (L) hilang secara unilateral
dan bilateral pada tikus Pax9neo/lacZ. 2

Bianchi et al6 melakukan penelitian tentang pengaruh polimorfisme nukleotida tunggal


G-915C (SNPs) dalam regio promoter gen PAX9 terhadap agenesis gigi pada manusia.
Polimorfisme genetik merupakan variasi sekuens DNA yang terjadi dalam sebuah populasi.
Polimorfisme pada regio G/C-915 gen PAX9 dari 240 pasien telah dianalisis, 110 orang
sebagai kontrol dan 130 orang dengan agenesis gigi molar ketiga. Setelah ekstraksi DNA
dilakukan, regio yang penting diamplifikasi oleh teknik PCR menggunakan dua primer yang
berbeda. Hasil penelitiannya adalah genotip CC sering terjadi pada pasien dengan agenesis
(11,5%) dibandingkan dengan kontrol (1,8%), sedangkan genotip GG lebih lazim terjadi pada
kelompok kontrol (39,1%) dibandingkan dengan individu yang mengalami agenesis gigi
6

(26,2%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alel C dapat berhubungan dengan
terjadinya agenesis gigi molar ketiga.
Vanessa et al7 melakukan penelitian pada 360 pasien yang menerima perawatan
ortodontik. Total 119 dari 360 pasien menunjukkan adanya agenesis gigi nonsindromik
kongenital. Agenesis gigi diperiksa dengan radiograf panoramik dan pemeriksaan dengan
cermat dari grafik klinis pasien. Pengobatan, cacat lahir, dan riwayat keluarga dikumpulkan
untuk mengidentifikasi kemungkinan anomali yang berhubungan dan untuk membedakan
bentuk agenesis sindromik dan nonsindromik. DNA genomik diekstraksi dari saliva
menggunakan QIAamp DNA Minikit (Qiagen). PAX9 ekson 3 dan segmen intronik 5 dan 3
diperkuat menggunakan primers. Hasil penelitiannya adalah telah ditemukan enam situs
polimorfik, tiga buah dalam PAX9 ekson 3 dan tiga buah lagi terdapat dalam MSX1 ekson 2.
Homozigositas dari mutasi PAX9 Ala240Pro telah diteliti pada suatu keluarga dan ditemukan
suatu turunan resesif untuk agenesis gigi.
Wang et al8 juga melakukan penelitian pada pasien Cina dengan derajat bervariasi dari
agenesis gigi nonsindromik. Pada penelitian ini, Wang et al melaporkan adanya 2 mutasi
asing, gly6arg (G6R) dan ser43lys (S43K) dalam domain berpasangan dari PAX9. Analisis
sekuens menunjukkan adanya 2 mutasi berbeda pada ekson 2 dari PAX9. Dua individu yang
terkait membawa mutasi nukleotida ganda, G128A dan C129A yang menghasilkan substitusi
serin oleh lisin (S43K). Pada kasus sporadis, sebuah mutasi heterozigot asing, G16A, dapat
menyebabkan perubahan dari glisin ke arginin pada asam amino 6 (G6R). Individu dengan
mutasi G6R kehilangan dua gigi insisivus rahang bawah dan gigi premolar rahang atas,
sementara itu fenotip individu dengan mutasi S43K memiliki gigi insisivus lateral atas yang
berbentuk peg-shaped dan kehilangan gigi molar, premolar, dan kaninus (tabel 1). Hal ini
membuktikan bahwa keparahan agenesis gigi pada pasien berhubungan dengan kapasitas
pengikatan DNA (DNA-binding) dari 9 protein PAX9 yang bermutasi.

Tabel 1. Fenotip dari anggota keluarga yang terkena dan kasus sporadis8.
7

Kapadia et al9 melakukan penelitian terhadap sebuah keluarga di Pennsylvania. Kasus


indeksnya adalah seorang wanita berusia 15 tahun dengan saudara yang terkena (usia 19
tahun), seorang ayah yang terkena (54 tahun) dan seorang kakek (83 tahun). Sampel darah
perifer atau sekaan bukal diperoleh dari lima anggota keluarga yang meliputi tiga generasi.
Ekstraksi DNA menggunakan Puregene DNA isolation kit diikuti oleh amplifikasi
menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dengan set primer untuk ekson 1-4 dari
PAX9. Dalam penelitian ini, Kapali et al melaporkan adanya fenotip yang meliputi agenesis
gigi posterior permanen pada keluarga ini yang menunjukkan sebuah pola keturuan
autosomal dominan. Pemeriksaan klinis yang dilakukan menunjukkan adanya pola agenesis
gigi posterior, khususnya gigi molar. Analisis sekuens pada saudara yang terkena, seorang
ayah dan kakek menunjukkan adanya mutasi transversi dari adenin ke timin pada nukleotida
259 dalam ekson 2, yang memberi sandi pada domain berpasangan dari PAX9. Mutasi yang
terjadi pada PAX9 dapat mensubstitusi fenilalanin untuk isoleusin pada posisi 87 dalam
sekuens protein yang diprediksi (Ile87Phe).

Gambar 4. Agenesis gigi posterior berhubungan dengan mutasi PAX9. (a) Sekuens DNA pada domain
berpasangan dari PAX9 dalam anggota keluarga yang terkena menunjukkan adanya mutasi substitusi (A T)
pada nukleotida 259 dalam ekson 2. (b) Mutasi menyebabkan perubahan asam amino dari isoleusin ke
fenilalanin pada residu 87 (Ile87Phe). 9

Mutasi pada faktor transkripsi domain berpasangan dari PAX9 berkaitan dengan
agenesis gigi nonsindromik khususnya pada gigi posterior. Dari 18 mutasi yang teridentifikasi
selama ini, delapan mutasi secara fenotipik berkaitan dengan domain berpasangan dari ikatan
DNA (DNA-binding). Wang et al10 melakukan penelitian untuk menentukan akibat struktural
dan fungsional dari mutasi domain berpasangan tersebut dan menghubungkan penemuannya
dengan variasi fenotip gigi yang terkait. Uji in vitro meliputi lokalisasi subseluler, interaksi
protein antara MSX1 dan mutan PAX9, ikatan mutan PAX9 dengan sebuah situs konsensus
DNA dan aktivasi transkripsional . Untuk tujuh dari delapan mutan, derajat kehilangan ikatan
8

DNA dan aktivasi promoter berhubungan cukup baik dengan keparahan dari pola agenesis
gigi yang dilihat secara in vivo. Namun, salah satu dari mutan tidak menunjukkan adanya
pengurangan ikatan DNA maupun pengurangan dalam transaktivasi.
Kesimpulan
Agenesis dari satu atau lebih gigi merupakan salah satu anomali perkembangan yang
paling sering terjadi pada manusia. Agenesis gigi dapat berbentuk hipodonsia, oligodonsia,
dan anodonsia. Hipodonsia merupakan kondisi hilangnya satu sampai enam gigi. Kedua
faktor lingkungan dan genetik dapat menyebabkan kegagalan pada perkembangan gigi.
Faktor genetik memiliki peran yang besar dalam menyebabkan terjadinya agenesis gigi. Tiga
gen yang berhubungan dengan bentuk nonsindromik dari agenesis gigi salah satunya adalah
gen PAX9. Sampai saat ini, 14 mutasi dari gen PAX9 yang memengaruhi perkembangan gigi
telah ditemukan terdistribusi dalam ekson 1, 2, dan 4 dari empat ekson gen PAX9.

DAFTAR PUSTAKA
9

1. Rahayu YC, Setyorini D. The role of Msx1 and Pax9 in pathogenetic mechanisms of
tooth agenesis. Dental Journal, Vol. 42 (3): 141-6. 2009.
2. Kist R, Watson M, Wang X, Cairns P, Miles C, Reid D. Reduction of Pax9 gene
dosage in allelic series of mouse mutants cause hypodontia and oligodontia. Human
Molecular Genetics, Vol. 14 (23): 3605-17. 2005.
3. Mostowska A, Kobielak A, Trzeciak WH. Molecular basis of non-syndromic tooth
agenesis: mutations of MSX1 and PAX9 reflect their role in patterning human
dentition. Eur J Oral Sci 2003; 111: 365-370.
4. Mensah J, Ogawa T, Kapadia H, Cavender AC, Souza RN. Functional analysis of a
mutation in PAX9 associated with familial tooth agenesis in humans. The Journal of
Biological Chemistry, Vol. 279 (7): 5924-33. 2004.
5. Zhu J, Yang X, Zhang C, Ge L, Zheng S. A novel nonsense mutation in PAX9 is
associated with sporadic hypodontia. Mutagenesis Advance Acces, 2011.
6. Bianchi F, Oliveira T, Saito CB, Peres RC, Line SB. Association between
polymorphism in the promoter region of PAX9 gene and third molar agenesis. J Appl
Oral Sci, Vol 15 (5): 382-6. 2007.
7. Rodrigues V, Braga T, Salzano FM, Mundstock K, Mundstock CA, Bortolini MC.
PAX9 and MSX1 transcription factor genes in non-syndromic dental agenesis.
Archives of Oral Biology, Vol. 56: 337-44. 2011.
8. Wang Y, Wu H, Wu J, Zhao H, Zhang X, Mues G. Identification and functional
analysis of two novel PAX9 mutations. Cells Tissues Organs, Vol.189: 80-87. 2009.
9. Kapadia H, Frazier-Bowers S, Ogawa T, DSouza RN. Molecular characterization of a
novel PAX9 missense mutation causing posterior tooth agenesis. European Journal of
Human Genetics, Vol. 14: 403-409. 2006.
10. Wang Y, Groppe JC, Wu J, Ogawa T, Mues G, DSouza RN. Pathogenic mechanisms
of tooth agenesis linked to paired domain mutations in human PAX9. Human
Molecular Genetics, Vol. 18 (15): 2863-74. 2009.

10

Anda mungkin juga menyukai