Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Pengertian korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio (Fockema Andrea, 1951)
atau corruptus (Webster Student Dictionary, 1960). Selanjutnya dikatakan
bahwa corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu bahasa Latin yang lebih
tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah corruption, corrupt
(Inggris), corruption (Perancis) dan corruptie/korruptie (Belanda). Arti kata
korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran,
dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa
Indonesia, adalah kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan
dan ketidakjujuran (S. Wojowasito, WJS Poerwadarminta, 1978).
Pengertian lainnya, perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya (Poerwadarminta, WJS., 1976).
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali,
1998) :
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan
untuk kepentingan sendiri dan sebagainya,
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya, dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
2. Hal-hal yang termasuk kategori praktek korupsi
Menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak
korupsi. Namun, secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan
menjadi tujuh, yaitu :
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benuran kepentingan dalam pengadaan
7. Graifikasi ( pemberian hadiah)
3. Faktor korupsi
Penyebab korupsi disederhanakan meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari
diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi
karena sebab-sebab dari luar.
Selaras dengan hal itu Susila menyebutkan tindakan korupsi mudah timbul
karena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang mencakup
(Hamzah, 2004) :
a. adanya peraturan perundang-undangan yang bermuatan kepentingan pihakb.
c.
d.
e.
f.
pihak tertentu,
kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai,
peraturan kurang disosialisasikan,
sanksi yang terlalu ringan,
penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu,
lemahnya bidang evalusi dan revisi peraturan perundang-undangan.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal
itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow,
sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh
orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya
hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup.
Namum saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi
(Sulistyantoro, 2004).
4. Faktor organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk
sistem Pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban
korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi
karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi (Tunggal,
2000). Bilamana organisasi tersebut tidak membuka peluang sedikit pun bagi
seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi.
Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini
meliputi:
a. kurang adanya teladan dari pimpinan,
b. tidak adanya kultur organisasi yang benar,
c. sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai,
d. manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.
4. Dampak korupsi
Berbagai studi komprehensif mengenai dampak korupsi terhadap ekonomi
serta variabel-variabelnya telah banyak dilakukan hingga saat ini. Dari hasil studi
tersebut jelas terlihat berbagai dampak negatif akibat korupsi. Korupsi
memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi (Mauro, 1995). Selanjutnya
3
korupsi dilakukan dari tingkat yang paling bawah. Konstituen di dapatkan dan
berjalan karena adanya suap yang diberikan oleh calon-calon pemimpin partai,
bukan
karena
simpati
atau
percaya
terhadap
kemampuan
dan
kepemimpinannya.
2. Hilangnya Kepercayaan Publik pada Demokrasi
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia sedang menghadapi cobaan berat
yakni berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Hal ini
dikarenakan terjadinya tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh
petinggi pemerintah, legislatif atau petinggi partai politik. Kondisi ini
mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya kepercayaan publik terhadap
pemerintahan yang sedang berjalan. Masyarakat akan semakin apatis dengan
apa yang dilakukan dan diputuskan oleh pemerintah.
3. Menguatnya Plutokrasi
Korupsi yang sudah menyandera pemerintahan pada akhirnya akan
menghasilkan konsekuensi menguatnya plutokrasi (sitem politik yang dikuasai
oleh pemilik modal/kapitalis) karena sebagian orang atau perusahaan besar
melakukan transaksi dengan pemerintah, sehingga pada suatu saat merekalah
yang mengendalikan dan menjadi penguasa di negeri ini.
4. Hancurnya Kedaulatan Rakyat
Dengan semakin jelasnya plutokrasi yang terjadi, kekayaan negara ini
hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu bukan oleh rakyat yang seharusnya.
Perusahaan besar mengendalikan politik dan sebaliknya juga politik digunakan
untuk keuntungan perusahaan besar.
e. Dampak Terhadap Penegakan Hukum
1. Fungsi Pemerintahan Mandul
Korupsi telah mengikis banyak kemampuan pemerintah untuk melakukan
fungsi yang seharusnya. Bentuk hubungan yang bersifat transaksional yang
lazim dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintahan begitu juga Dewan
Perwakilan Rakyat yang tergambar dengan hubungan partai politik dengan
voternya, menghasilkan kondisi yang sangat rentan terhadap terjadinya
praktek korupsi.
2. Hilangnya Kepercayaan Rakyat Terhadap Lembaga Negara