Anda di halaman 1dari 27

BAHAN KULIAH

ABORTUS DAN KEHAMILAN


EKTOPIK
(Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy)

Harry Kurniawan Gondo

BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVESITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
Abortus dan Kehamilan Ektopik
Kehamilan abnormal dapat terjadi intrauterin ataupun ekstrauterin. Kehamilan
ekstrauterin atau kehamilan ektopik terjadi apabila ovum yang terfertilisasi berimplantasi
pada jaringan selain endometrium. Walaupun sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi
1

pada pars ampularis tuba falopii, kehamilan ektopik dapat juga terjadi di lokasi lainnya
(tabel 1). Kehamilan intrauterin abnormal sering mengakibatkan abortus. Abnornalitas
tersebut dapat berhubungan dengan banyak faktor. Baik pada kehamilan abnormal
intrauterin maupun ekstrauterin, deteksi dini adalah kunci untuk diagnosis dan
penanganan.
Tabel 1. Definisi Jenis Kehamilan Intrauterin Abrnormal dan Kehamilan Ektopik
Kehamilan Ekstrauterin
Kehamilan tuba
Kehamilan yang terjadi di dalam tuba falopii
paling sering berlokasi pada pars ampularis tuba
falopii
Kehamilan interstitial
Kehamilan yang berimplantasi di dalam pars
interstitial tuba falopii
Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal primer implantasi
pertama kali dan satu-satunya terjadi pada
permukaan peritoneum
Kehamilan abdominal sekunder implantasi
pertama kali terjadi di dalam ostium tuba,
kemudian mengalami abortus dan mengalami
reimplantasi ke dalam permukaan peritoneum
Kehamilan servikal
Implantasi konseptus di dalam kanalis servikalis
Kehamilan ligamentous
Bentuk sekunder dari kehamilan ektopik
dimana kehamilan tuba primer berpindah ke
dalam mesosalfing dan berlokasi di antara
ligamentum latum
Kehamilan heterotropik
Kondisi dimana kehamilan ektopik dan
intrauterin terjadi bersamaan
Kehamilan ovarial
Kondisi dimana kehamilan ektopik
berimplantasi di dalam korteks ovarium
Kehamilan
Intrauterin
Abnormal
Abortus Inkomplit
Ekspulsi sebagian produk konsepsi sebelum
umur kehamilan 20 minggu
Abortus Kompit
Ekspulsi spontan seluruh jaringan janin dan
plasenta dari cavum uteri sebelum umur
kehamilan 20 minggu
Abortus Insipiens
Perdarahan uterus dari gestasi kurang dari 20
minggu, disertai pembukaan serviks tetapi tanpa
ekspulsi jaringan plasenta ataupun janin melalui
serviks
Gestasi anembrionik
Kantung intrauterin tanpa penampakan jaringan
janin pada umur kehamilan lebih dari 7,5
minggu
Kematian Janin Trimester Pertama
Kematian janin pada 12 minggu pertama
kehamilan

Kematian Janin Trimester Kedua


Abortus spontan berulang

Kematian janin antara 13 sampai 24 minggu


kehamilan
Abortus lebih dari tiga kali

Kehamilan Intrauterin Abnormal


Abortus Spontan
Kehamilan anembrionik, abortus insipien, abortus inkomplit, dan abortus komplit
adalah jenis-jenis dari abortus pada trimester pertama. Sekitar 15-20% kehamilan
berakhir sebagai abortus spontan. Dengan menpergunakan pemeriksaan human chorionic
gonadotropin (hCG) untuk mendeteksi abortus subklinis, persentasenya meningkat
menjadi 30%. Sekitar 80% abortus spontan terjadi pada trimester pertama. Insidennya
menurun seiring dengan bertambahnya umur kehamilan.
Tabel 2. Kemungkinan Penyebab Abortus Spontan
Ovum pathologik (blighted ovum) kehamilan anembrionik
Anomali embrionik
Anomali kromosom
Umur ibu yang meningkat
Anomali uterus
IUD
Teratogen
Mutagen
Penyakit maternal
Anomali plasenta
Trauma pada ibu yang luas

Abortus Iminens
Abortus iminens didefinisikan sebagai perdarahan pervaginam sebelum umur
kehamilan 20 minggu. Terjadi pada kurang lebih 30-40% dari seluruh kehamilan.
Perdarahan biasanya sedikit dan dapat disertai rasa nyeri atau keram perut ringan. Sering
tidak mungkin untuk membedakan secara klinis antara abortus iminen, abortus komplit,
dan kehamilan ektopik pada tuba yang tidak ruptur. Diagnosis diferensial pada pasienpasien ini mencakup polip serviks, vaginitis, karsinoma serviks, penyakit trofoblast
gestasional, kehamilan ektopik, trauma, dan benda asing. Pada pemeriksaan fisik,
abdomen biasanya tidak nyeri dan porsio tertutup. Perdarahan dapat terlihat dari ostium,
dan tidak terdapat nyeri gerak serviks atau adneksa. Walaupun kebanyakan pasien
mengalami perdarahan pada umur kehamilan 8 - 10 minggu, keguguran yang sebenarnya
biasanya terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Hanya 3,2% pasien yang mengalami
keguguran setelah umur kehamilan 8 minggu.
Evaluasi abortus iminens harus mencakup pemeriksaan hCG serial kecuali pasien
mengalami kehamilan intrauterin yang terdokumentasi dengan ultrasonografi, untuk

mengeliminasi kemungkinan kehamilan ektopik. Ultrasonografi transvaginal dapat


mendeteksi kantung gestasi pada kehamilan ektopik pada konsentrasi hCG 1.000-2.000
mIU/mL. Pada umur kehamilan 7 minggu, fetal pole dengan aktivitas jantung janin dapat
terlihat.
Bila kantung gestasi terlihat, abortus dapat terjadi pada 11,5% pasien. Bila
terdapat yolk sa, angka abortus alah 8,5%; dengan embryo 5 mm, angka abortus adalah
7,2%; dengan embryo 6 - 10 mm angka abortus adalah 3,2%; dan bila embryo 10 mm,
angka abortus hanya 0,5%. Angka abortus setelah umur kehamilan 14 minggu kurang
lebih 2,0%. Pemeriksaan transvaginal ukuran kantung gestasi berguna untuk menentukan
viabilitas kehamilan intrauterin. Diameter kantung rata-rata lebih dari 13 mm tanpa
terlihat yolk sac atau diameter kantung rata-rata lebih dari 17 mm tanpa mudigah
meramalkan nonviabilitas pada semua kasus.
Tidak ada terapi yang efektif untuk abortus iminens. Tirah baring, walaupun
dianjurkan, tidak efektif. Progesteron atau sedatif seharusnya tidak dipergunakan. Semua
pasien harus dikonseling dan diyakinkan sehingga mereka mengerti keadaannya. Terapi
harus diberikan untuk infeksi vaginal apapun.

Abortus Insipiens
Pada abortus insipiens, volume perdarahan sering lebih banyak dan ostium
serviks membuka dan mengalami penipisan (effacement), tetapi belum ada jaringan yang
lewat. Kebanyakan pasien mengalami nyeri keram perut bagian bawah dan beberapa
mengalami nyeri gerak serviks atau adneksa. Bila diyakini bahwa kehamilan tidak viabel
karena ostium serviks berdilatasi atau terjadi perdarahan yang eksesif, suction kuretase
harus dilakukan. Penentuan golongan darah dan rhesus dan hitung darah lengkap harus
dilakukan bila terdapat kekhawatiran mengenai jumlah perdarahan yang terjadi.
Imunoglobulin Rho(D) atau RhoGAM harus diberikan baik sebelum atau sesudah
evakuasi isi cavum uteri pada pasien dengan rhesus negatif.

Abortus Inkomplit.
Abortus Inkomplit adalah pengeluaran sebagian dari jaringan kehamilan. Sebelum
umur kehamilan 6 minggu, plasenta dan janin umumnya keluar secara bersamaan, tetapi
setelah umur kehamilan tersebut biasanya keluar secara terpisah. Walaupun kebanyakan
pasien mengalami perdarahan pervaginam, hanya beberapa yang mengeluarkan jaringan.
Nyeri keram perut bagian bawah selalu ada, dan nyeri mungkin dikemukakan sebagai
menyerupai nyeri melahirkan. Pada pemeriksaan fisik, serviks berdilatasi dan mengalami
efisemen dan ditemukan perdarahan. Sering bekuan darah bercampur dengan hasil
konsepsi. Bila perdarahan profuse, pasien harus segera diperiksa apakah ada jaringan
keluar dari ostium serviks; pengeluaran jaringan tersebut dengan cunam akan mengurangi
perdarahan. Bradikardia vasovagal mungkin terjadi, yang akan berespon terhadap
pengeluaran jaringan. Pada semua pasien dengan abortus inkomplit harus dilakukan
suction kuretase secepat mungkin. Hitung darah lengkap, penentuan golongan darah ibu
dan rhesus harus dilakukan; Pasien rhesus negatif harus menerima imunoglobulin

Rho(D).
Bila pasien panas, terapi antibiotika spektrum luas harus diberikan sebelum
dilakukan suction kuretase untuk mengurangi insiden endometritis postabortus dan
penyakit radang panggul, jadi mengurangi kemungkinan efek buruk terhadap fertilitas
yang bisa terjadi. Regimen antibiotika yang dipilih harus serupa dengan yang
dipergunakan untuk menterapi penyakit radang panggul. Pada pasien yang tidak
menampakkan tanda klinis infeksi, terapi antibiotika profilaksis harus diberikan:
doksisiklin 100 mg per oral dua kali sehari atau tetrasikin 250 mg per oral empat kali
sehari selama 5 7 hari dapat diberikan; antibiotika lain dengan spektrum yang serupa
dapat dipergunakan.

Kehamilan Ektopik
Insiden
Data paling lengkap yang tersedia mengenai angka kehamilan ketopik telah dikumpulkan
oleh the Centers for Disease Control and Prevention. Didapatkan suatu peningkatan yang
bermakna dari jumlah kehamilan ektopik di Amerika Serikat selama 20 tahun terakhir.
Pada tahun 1989, tahun terakhir statistik ini dipublikasikan, diperkirakan terdapat 88.400
kehamilan ektopik, dengan angka sebesar 16 kehamilan ektopik per 1000 kehamilan.
Angka ini menunjukkan peningkatan lima kali lipat dibandingkan dengan angka kejadian
pada tahun 1970. Angka kejadian tertinggi terjadi pada wanita berumur 35-44 tahun (27,2
per 1000 kehamilan). Bila data dianalisa menurut ras, risiko kehamilan ektopik diantara
Afroamerikan dan minoritas lainnya (20,8 per 1000) adalah 1,6 kali lebih besar
dibandingkan risiko di antara kulit putih (13,4 per 1000). Pada tahun 1988, 44 kematian
disebabkan oleh komplikasi kehamilan ektopik, merupakan 15% dari semua kehamilan
maternal. Risiko kematian lebih tinggi pada Afroamerikan dan minoritas lainnya
dibandingkan wanita kulit putih. Pada kedua ras, remaja menunjukkan angka mortalitas
tertinggi, tetapi angka mortalitas pada remaja Afroamerikan dan minoritas lainnya adalah
hampir lima kali lipat dibandingkan remaja kulit putih. Setelah suatu kehamilan ektopik,
terdapat peningkatan 7-13 kali risiko kehamilan ektopik berikutnya. Kemungkinan
kehamilan intrauterin berikutnya sebesar 50-80%, dan kemungkinan kehamilan terjadi
pada tuba adalah 10-25%; pasien lainnya akan menjadi infertil. Banyak variabel yang
membuat pengukuran faktor risiko yang akurat adalah sangat sulit (misalnya ukuran dan
lokasi kehamilan ektopik, status adneksa kontralateral, metode penanganan, dan riwayat
infertilitas).

Etiologi dan Faktor Risiko


Kerusakan tuba akibat dari inflamasi, infeksi, dan pembedahan. Inflamasi dan
infeksi dapat menyebabkan kerusakan tanpa obstruksi tuba total. Obstruksi total dapat
sebagai akibat dari salfingitis, ligasi tuba inkomplit, bedah fertilitas tuba, salfingektomi
parsial, atau atresia tuba midsegment kongenital. Kerusakan pada bagian mukosa tuba
5

atau fimbria merupakan penyebab kurang lebih separuh dari seluruh kehamilan tuba.
Divertikel tuba dapat mengakibatkan abnormalitas yang menjerat blastokist atau
menghambat transpor. Kehamilan tuba dapat terjadi pada tuba terobstruksi dengan
patensi tuba kontralateral, dengan sperma bermigrasi melalui abdomen untuk
memfertilisasi ovum yang dilepaskan dari sisi yang terobstruksi.
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas propulsif tuba falopii.
Aktivitas ini memfasilitasi pergerakan sperma dan ovum untuk saling mendekati dan
mengeluarkan zigot ke dalam cavum uteri. Estrogen meningkatkan aktivitas otot polos
dan progesteron menurunkan tonus otot. Penuaan mengakibatkan hilangnya secara
progresif aktivitas mioelektrikal sepanjang tuba falopii, yang dapat menerangkan
peningkatan insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopause. Kontrol hormonal
aktivitas muskular pada tuba falopii dapat menjelaskan peningkatan insiden kehamilan
tuba yang berhubungan dengan kegagalan morning-after pill, minipil, IUD mengandung
progesteron, dan induksi ovulasi. Blighted ovum terjadi lebih sering pada konsepsi tuba
dibandingkan konsepsi intrauterin, namun tidak ada peningkatan insiden abnormalitas
kromosom pada kehamilan ektopik.
Faktor-faktor risiko independen yang terbukti secara konsisten meningkatkan
risiko kehamilan tuba adalah sebagai berikut :
1. Sebelumnya secara laparoskopik terbukti mengidap PRP.
2. Kehamilan tuba sebelumnya
3. Sedang memakai IUD
4. Bedah tuba sebelumnya untuk infertilitas
Banyak faktor-faktor lainnya, mencakup pilihan kontrasepsi, pembedahan sebelumnya,
kehamilan sebelumnya, dan status fertilitas, juga telah diidentifikasi.

Radang Panggul
Hubungan antara PRP, obstruksi tuba, dan kehamilan ektopik telah diketahui dengan
jelas. Klamidia adalah suatu patogen penting yang menyebabkan kerusakan tuba dan
selanjutnya menyebabkan kehamilan tuba. Karena banyak kasus salfingitis klamidia
tanpa gejala klinis yang jelas, kasus-kasus dapat tidak dikenal atau diterapi sebagai
pasien rawat jalan. Klamidia dapat dikultur pada 7 sampai 30% pasien dengan kehamilan
tuba. Hubungan yang kuat antara infeksi klamidia dan kehamilan tuba telah ditunjukkan
dengan tes serologi klamidia. Konsepsi tiga kali lebih mungkin berimplantasi di tuba
pada wanita dengan titer anti-klamidia trakomatis lebih tinggi dari 1:64 dibandingkan
dengan wanita yang titernya negatif.

Penggunaan kontrasepsi
IUD inert dan mengandung tembaga mencegah baik kehamilan intrauterin
maupun ekstrauterin. Wanita yang hamil dengan IUD masih pada tempatnya,
bagaimanapun, 0,40-0,8 kali lebih mungkin untuk mengalami kehamilan tuba
dibandingkan mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi. Bagaimanapun, karena IUD
mencegah implantasi lebih efektif pasa uterus dibandingkan pada tuba, wanita hamil

dengan IUD enam sampai sepuluh kali lebih mungkin untuk mengalami kehamilan tuba
dibandingkan bila ia hamil tanpa kontrasepsi.
Dengan IUD tembaga, 4% dari kegagalan kontrasepsi adalah kehamilan tuba.
IUD progesteron kurang efektif dibandingkan dengan IUD tembaga dalam mencegah
kehamilan tuba; 17% kegagalan berakibat pada kehamilan tuba. Angka kehamilan
ektopik pada wanita yang menggunakan IUD progesteron lebih tinggi dibandingkan
wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi: 1,9 per 100 wanita-tahun (dibandingkan 0,5
pada IUD tembaga) (29). Temuan ini menunjukkan bahwa kegagalan terjadi untuk alasan
yang berbeda. Walaupun semua IUD mencegah kehamilan intrauterin, IUD tembaga
mencegah fertilisasi dengan efek sitotoksis dan fagositik pada sperma dan oosit. IUD
progesteron kemungkinan kurang efektif dalam mencegah konsepsi.
Lama penggunaan IUD tidak meningkatkan risiko absolut kehamilan tuba (1,2
per 1000 tahun paparan), tetapi dengan meningkatnya penggunaan terdapat peningkatan
persentase kehamilan tuba. Tidak jelas apakah riwayat penggunaan IUD meningkatkan
risiko kehamilan tuba. Hanya riwayat penggunaan Dalkon Shield yang berhubungan
dengan peningkatan risiko sebesar dua kali lipat. Satu penelitian menunjukkan bahwa
riwayat penggunaan IUD lebih dari 2 tahun berhubungan dengan peningkatan risiko
empat kali lipat, tetapi risiko ini hanya tampak dalam satu tahun setelah penghentian
penggunaan IUD. Bagaimanapun, penelitian selanjutnya menemukan tidak ada
peningkatan risiko kehamilan tuba setelah penggunaan IUD.
Risiko kehamilan menjadi ektopik pada penggunaan kontrasepsi oral kombinasi
adalah sebesar 0,5-4%. Riwayat penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatkan risiko
kehamilan ektopik. Kontrasepsi progesteron, mencakup kontrasepsi oral (minipill) dan
implan subdermal (Norplant), mencegah baik kehamilan intrauterin maupun ektopik bila
dibandingkan tanpa kontrasepsi. Bila kehamilan terjadi, kemungkinan kehamilan menjadi
ektopik adalah 4-10% pada pemakai minipill dan sampai 30% bila kehamilan terjadi
dengan Norplant terpasang. Penggunaan kondom dan diafragma mencegah baik
kehamilan intrauterin maupun ektopik, dan tidak ada pengingkatan insiden kehamilan
ektopik.

Sterilisasi
Risiko terbesar kehamilan, mencakup kehamilan ektopik, terjadi dalam 2 tahun
setelah sterilisasi. Walaupun proporsi kegagalan poststerilisasi yang mengakibatkan
kehamilan ketopik adalah besar, angka absolut kehamilan ektopik adalah menurun. Pada
penghitungan risiko kumulatif lifetime kehamilan ektopik menurut metode kontrasepsi,
wanita yang disterilisasi mempunya risiko kumulatif kehamilan ektopik yang lebih
rendah dibandingkan pengguna IUD atau tanpa kontrasepsi, dan wanita yang
mempergunakan metode barier atau kontrasepsi oral mempunya risiko terendah.
Risiko kehamilan tuba setelah prosedur sterilisasi apapun adalah 5-16%. Risiko
tergantung pada teknik sterilisasi: sekitar setengah dari kegagalan posteklektrokauter
adalah ektopik, dibandingkan dengan 12% setelah prosedur nonlaparoskopik
nonelektrokauter. Koagulasi laparoskopik menurunkan risiko kehamilan dibandingkan
dengan metode mekanik, tetapi risiko kehamilan ektopik adalah sembilan kali bia terjadi
7

kegagalan.
Rekonstruksi atau perbaikan tuba dapat dilakukan untuk memperbaiki obstruksi,
perlengketan, atau mengevakuasi suatu kehamilan ektopik yang tidak ruptur. Walaupun
jelas bahwa pembedahan tuba berhubungan dengan peningkatan risiko kehamilan
ektopik, tidak jelas apakah peningkatan risiko akibat prosedur pembedahan atau akibat
masalah yang mendasari. Peningkatan risiko empat sampai lima kali lipat berhubungan
dengan salfingostomi, neosalfingostomi, fimbrioplasti, anastomosis, dan lisis
perlengketan peritubal dan periovarian. Setelah pembedahan tuba, angka keseluruhan
kehamilan ektopik adalah 2-7% dan angka kehamilan intrauteri viabel adalah 50%.
Terdapat kekhawatiran apakah konservasi tuba pada saat pengangkatan kehamilan
ektopik akan meningkatkan risiko kehamilan ektopik berulang. Namun setelah baik
pengangkatan maupun konservasi tuba, angka kehamilan intrauterin (40%) dan
kehamilan ektopik (12%) ditemukan serupa. Pada penelitian lain, insiden kehamilan
ektopik dapat diramalkan dengan keadaan tuba kontralateral: normal (7%), abnormal
(18%), atau tidak ada (25%).
Reanastomosis tuba setelah sterilisasi juga meningkatkan risiko kehamilan
ektopik. Risiko bergantung pada metode sterilisasi, lokasi oklusi tuba, sisa panjang tuba,
penyakit lain yang menyertai dan teknik bedah. Secara umum, risiko reanastomosis tuba
terkauterisasi sekitar 15%, dan kurang dari 3% pada reanastomosis setelah prosedur
Pomeroy atau cincin Fallope.

Pembedahan Abdominal.
Banyak pasien dengan kehamilan ektopik mempunyai riwayat pembedahan
abdominal sebelumnya. Peran pembedahan abdominal dalam kehamilan ektopik tidak
jelas. Dalam satu penelitian, tampaknya tidak ada peningkatan risiko setelah seksio
sesarea, pembedahan ovarium, maupun pengangkatan appendiks yang tidak ruptur.
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa kistektomi ovarium atau wedge resection
meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tampaknya sebagai akibat pembentukan jaringan
parut perituba. Walaupun terdapat kesepakatan umum bahwa peningkatan risiko
kehamilan ektopik berhubungan dengan appendiks yang ruptur, satu penelitian tidak
mengkonfirmasi hal ini.
Penyebab lain kehamilan ektopik dan abortus spontan. Pada abortus berulang
(lebih dari dua abortus berturut-turut), risiko meningkat dua sampai empat kali. Hal ini
menunjukkan faktor risiko yang sama, seperti kegagalan fase luteal. Abortus elektif tanpa
komplikasi, tanpa memandang jumlah prosedur ataupun umur kehamilan pada saat
dilakukan, tidak berhubungan dengan peningkatan risiko. Pada daerah-daerah dengan
indiden abortus ilegal yang tinggi, risiko meningkat 10 kali lipat. Tampaknya
peningkatan insiden ini sekunder akibat infeksi post operatif dan prosedur aborsi yang
tidak tepat.
Infertilitas. Walaupun insiden kehamilan ektopik meningkat dengan
bertambahnya umur dan partias, terdapat juga suatu peningkatan yang bermakna pada
wanita nullipara yang menjalani terapi infertilitas. Untuk wanita nullipara, konsepsi
setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan tanpa proteksi adalah 2,6 kali lebih
8

sering kehamilan tuba. Risiko tambahan untuk wanita-wanita infertil berhubungan


dengan terapi spesifik, mencakup rekonstruksi sterilisasi, tuboplasti, induksi ovulasi dan
fertilisasi invitro.
Perubahan hormonal akibat induksi ovulasi dengan klomifen sitrat dan
gonadotropin dapat menjadi predisposisi implantasi tuba. Sekitar 1,1-4,6% konsepsi yang
berhubungan dengan induksi ovulasi adalah kehamilan ektopik. Pada kebanyakan pasien
ini, hasil HSG adalah normal dan tidak terdapat bukti patologi tuba intraoperatif.
Hiperstimulasi, dengan konsentrasi estrogen yang tinggi, mungkin berperan dalam
kehamilan tuba, namun tidak semua penelitian menunjukkan hubungan ini.

Kehamilan pertama yang dicapai dengan fertilisasi invitro adalah


kehamilan tuba. Sekitar 2-8% dari konsepsi FIV adalah kehamilan tuba.
Infertilitas faktor tuba berhubungan dengan peningkatan risiko sebesar 17%.
Faktor-faktor predisposisi tidak jelas tapi mungkin mencakup penempatan embryo
yang tinggi di dalam cavum uteri, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor
predisposisi tuba yang mencegah embryo yang terrefluks untuk kembali ke dalam
cavum uteri.
Salfingitis Isthmika Nodusa (SIN). SIN adalah suatu kondisi patologis
noninflamasi tuba dimana epitel tuba meluas ke dalam miosalfing dan membentuk
suatu divertikel sejati. Aktivitas elektrik miometrium di atas divertikel ditemukan
abnormal. Apakah kehamilan tuba disebabkan oleh SIN atau apakah asosiasi
tersebut kebetulan masih belum jelas. Endometriosis dan Leiomioma.
Endometriosis atau leiomioma dapat menyebabkan obstruksi tuba. Namun
keduanya jarang berhubungan dengan kehamilan ektopik.
Dietilstilbestrol. Wanita yang terpapar dengan dietilstilbestrol (DES) in
utero yang kemudian menjadi hamil mengalami peningkatan risiko terjadinya
kehamilan ektopik. Pada wanita yang terpapar DES, risiko kehamilan ektopik
adalah 13% dibandingkan dengan 4% untuk wanita yang memiliki uterus normal.
Tidak ada jenis defek yang spesifik yang berhubungan dengan risiko kehamilan
ektopik.
Merokok. Merokok berhubungan dengan peningkatan risiko kehamilan
tuba lebih dari dua kali lipat. Suatu penelitian kasus kelola menunjukkan suatu
hubungan tergantung dosis. Perokok lebih dari 20 batang per hari mempunyai
risiko relatif 2,5 dibandingkan dengan bukan perokok sementara perokok 1 sampai
10 batang per hari memiliki risiko relatif 1,. Perubahan motilitas tuba, aktivitas
silia, dan implantasi blastokist semuanya berhubungan dengan intake nikotik.

Karakteristik histologis.
Villi khorionik biasanya ditemukan dalam lumen, merupakan temuan patognomis
untuk kehamilan tuba. Bukti makroskopis ataupun mikrospis adanya suatu embryo
ditemukan pada dua pertiga kasus. Kehamilan tuba yang tidak ruptur ditandai dengan
dilatasi tuba yang iregular, dengan pewarnaan biru akibat hematosalfing. Kehamilan
9

ektopik mungkin tidak segera tampak. Perdarahan yang berhubungan dengan kehamilan
tuba terutama ekstraluminal akan tetapi dapat pula intraluminal (hematosalfing) dan
mungkin keluar melalui ujung fimbriae. Suatu hematoma sering terlihat mengelilingi
segmen distal tuba. Pasien yang mengalami kehamilan tuba yang mengalami resolusi
spontan dan yang diterapi dengan metotreksat sering mengalami pembesaran massa
ektopik akibat bekuan-bekuan darah dan ekstrusi jaringan dari ujung fimbriae.
Hemoperitoneum hampir selalu ada, tapi terbatas pada cul-de-sac kecuali terjadi ruptur
tuba. Progresi alami kehamilan tuba baik berupa ekspulsi dari ujung fimbriae (abortus
tuba), involusi konseptus, atau ruptur, biasanya sekitar umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa kehamilan tuba membentuk massa radang kronis yang berhubungan dengan
involusi dan restorasi dari haid sehingga sukar untuk didiagnosis. Sampling histologis
yang ekstensif mungkin diperlukan untuk menemukan beberapa ghost villi.
Temuan histologis yang berhubungan dengan kehamilan tuba mencakup bukti
dari salfingitis kronis dan SIN. Inflamasi yang berhubungan dengan salfingitis
menyebabkan perlengketan sebagai akibat deposisi fibrin. Penyembuhan dan organisasi
selular mengakibatkan jaringan parut permanen antara lipatan jaringan. Jaringan parut ini
mungkin dapat dilalui oleh sperma tetapi tidak dapat dilewati oleh blastokist yang
ukurannya lebih besar. Sekitar 45% pasien dengan kehamilan tuba memiliki bukti
patologis adanya salfingitis terdahulu.
Etilologi SIN tidak diketahui tetapi dispekulasikan sebagai suatu proses
menyerupai adenomiosis atau yang kurang mungkin adalah inflamasi. Kondisi ini adalah
jarang sebelum pubertas, mengindikasikan sebagai suatu kondisi yang non kongenital.
Divertikel tuba diidentifikasi pada sekitar separuh pasien yang mengalami kehamilan
ektopik, dibandingkan dengan 5% pada wanita yang tidak mengalami kehamilan ektopik.
Temuan histologis mencakup reaksi Arias-Stella yang ditandai dengan hiperplasia
terlokalisir kelenjar endometrial yang hipersekresi. Sel-sel mempunyai inti besar yang
hiperkromatik dan iregular. Reaksi Arias Stella adalah temuan yang tidak spesifik yang
dapat ditemukan pada pasien dengan kehamilan intrauteri.

Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik adalah rumit oleh karena presentasi klinisnya yang
berspektrum luas, dari pasien yang tanpa gejala sampai mereka yang mengalami akut
abdomen dan syok hemodinamik. Diagnosis dan penanganan kehamilan ektopik ruptur
adalah jelas; tujuan utamanya adalah mencapai hemostasis. Bila kehamilan ektopik dapat
diidentifikasi sebelum terjadinya ruptur atau sebelum terjadinya kerusakan tuba yang
tidak dapat diperbaiki, pertimbangan diberikan untuk mengoptimalkan fertilitas
selanjutnya. Akibat pasien muncul lebih awal dalam proses penyakit, jumlah yang
asimptomatis atau memiliki gejala minimal mengalami peningkatan. Karenanya harus
ada kecurigaan yang tinggi terhadap kehamilan ektopik, terutama di daerah dengan
prevalensi tinggi. Riwayat dan pemeriksaan fisik akan dapat mengidentifikasi pasien
berisiko, meningkatkan probabilitas deteksi kehamilan ektopik sebelum terjadinya ruptur.

10

Riwayat
Pasien yang mengalami kehamilan ektopik secara umum memiliki pola
menstruasi yang abnormal atau persepsi adanya abortus spontan. Riwayat yang penting
mencakup riwayat menstruasi, kehamilan sebelumnya, riwayat infertilitas, status
kontrasepsi sekarang, penilaian faktor risiko, dan gejala-gejala sekarang.
Gejala klasik trias kehamilan ektopik adalah nyeri, amenore, dan perdarahan
pervaginam. Kelompok gejala ini hanya tampak pada sekitar 50% pasien, namun paling
tipikal pada pasien dengan kehamilan ektopik ruptur Nyeri abdomen adalah keluhan yang
paling umum, tetapi intensitas dan perjalanan nyeri bervariasi secara luas. Tidak ada
nyeri patognomonis yang diagnostik untuk kehamilan ektopik.
Nyeri dapat unilateral atau bilateral dan mungkin terjadi pada abdomen bagian
atas atau bawah. Nyeri dapat bersifat tumpul, tajam, atau keram dan dapat terus-menerus
atau intermiten. Dengan adanya ruptur, pasien dapat mengalami reduksi nyeri yang
bersifat sementara karena peregangan serosa tuba berkurang. Nyeri bahu dan punggung
diperkirakan akibat iritasi hemoperitoneal diafragma, dapat mengindikasikan adanya
perdarahan intraabdominal.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital dan
pemeriksaan abdomen dan pelvis. Seringkali temuan-temuan sebelum ruptur dan
perdarahan adalah tidak spesifik dan tanda-tanda vital masih normal. Abdomen dapat
tidak nyeri atau nyeri ringan dengan atau tanpa rebound. Uterus dapat sedikit membesar,
dengan temuan-temuan yang serupa dengan kehamilan normal. Nyeri gerak serviks
mungkin ada. Suatu massa adneksa mungkin teraba pada sampai 50% kasus, tetapi massa
sangat bervariasi dalam ukuran , konsistensi, dan nyeri. Suatu massa yang teraba
mungkin korpus luteum dan bukan kehamilan ektopik. Dengan ruptur dan perdarahan
intraabdominal, pasien mengalami takikardi diikuti dengan hipotensi. Bising usus
menurun atau hilang. Abdomen mengalami distensi dengan nyeri dan nyeri rebound.
Nyeri gerak serviks muncul. Seringkali pemeriksaan pelvis inadekuat karena nyeri dan
proteksi diri.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat atau tidak dapat memberikan informasi
diagnostik yang berguna. Akurasi evaluasi klinis awal kurang dari 50%. Pemeriksaan
tambahan sering diperlukan untuk mendiferensiasi kehamilan muda intrauterin viabel
dengan kehamilan ektopik atau kehamilan abnormal intrauterine.

Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan -hCG kuantitatif merupakan basis diagnostik untuk kehamilan
ektopik. hCG enzyme immunoassay, dengan sensitivitas 25 mIU/mL adalah uji skrining
yang akurat untuk deteksi kehamilan ektopik. Uji ini positif pada hampir semua
kehamilan ektopik yang didokumentasikan.

11

Standar rujukan. Terdapat tiga standar rujukan untuk pemeriksaan -hCG. WHO
memperkenalkan standar internasional pertama pada tahun 1930-an. Uji hCG dan
subunitnya telah mengalami perbaikan selama beberapa tahun. Standar internasional
kedua diperkenalkan pada 1964, mempunyai jumlah yang bervariasi dari hCG subunit
dan . Suatu preparasi yang dimurnikan dari -hCG sekarang telah tersedia. Awalnya
disebut sebagai preparasi rujukan internasional pertama, sekarang uji standar ini disebut
sebagai standar internasonal ketiga. Walapun tiap standar mempunyai skalanya sendiri,
sebagai hukum umum, standar kedua sekitar setengah standar ketiga. Sebagai contoh,
bila kadar yang dilaporkan 500 mIU/mL (standar kedua), ini ekuivalen dengan kadar
1.000 miU/mL (standar ketiga). Standar yang dipergunakan harus diketahui untuk
menginterpretasi hasil hCG dengan benar (77). Beberapa perhatian artikel terbaru
ditujukan pada masalah yang dikenal sebagai hCG phantom, dimana adanya antibodi
heterofil atau enzim proteolitik menyebabkan hasil hCG positif palsu. Karena antibodi
adalah glikoprotein yang besar, kuantitas yang bermakna dari antibodi tidak
diekskresikan pada urine. Jadi pasien dengan konsentrasi hCG kurang dari 1.000
mIU/mL, suatu uji kehamilan urine positif harus diperoleh sebelum meberikan terapi.
Waktu penggandaan. Kadar hCG berhubungan dengan umur kehamilan. Selama
6 minggu pertama amenore, kadar hCG serum meningkat secara eksponensial. Jadi
selama periode waktu ini, waktu penggandaan relatif konstan, tanpa memperhatikan
kadar awal. Setelah umur kehamilan enam minggu, ketika kadar hCG lebih tinggi dari
6.000 sampai 10.000 mIU/mL, kadar hCG meningkat perlahan dan tidak konstan.
Waktu penggandaan hCG dapat membedakan kehamilan ektopik dari kehamilan
intrauterine suatu penignkatan 66% kadar hCG dalam 48 jam, merupakan batas nilai
normal kehamilan intrauterine viabel. Sekitar 15% pasien dengan kehamilan intrauterine
viabel mengalami peningkatan hCG kurang dari 66% dalam 48 jam, dan persentase yang
serupa pada kehamilan ektopik yang mengalami peningkatan lebih dari 66%. Bila
interval sampling dikurangi menjadi 24 jam, overlap antara kehamilan normal dan
anormal menjadi lebih besar. Pasien dengan kehamilan intrauterine normal biasanya
mengalami peningkatan lebih dari 50% kadar hCG dalam 48 jam bila kadar awalnya
kurang dari 2.000 mIU/mL. Pola hCG yang paling prediktif untuk suatu kehamilan
ektopik adalah telah mencapai plateau (waktu penggandaan lebih dari 7 hari). Untuk
penurunan kadar, waktu paruh kurang dari 1,4 hari sangat jarang berhubungan dengan
kehamilan ektopik sementara waktu paruh lebih dari 7 hari paling prediktif untuk
kehamilan ektopik.
Pemeriksaan kadar hCG serial biasanya diperlukan bila pemeriksaan ultrasound
awal tidak jelas (misalnya bila tidak terdapat bukti gestasi intrauteri atau aktivitas jantung
ekstrautrine yang konsisten dengan kehamilan ektopik). Bila kadar hCG kurang dari
2.000, waktu penggandaan memprediksikan kehamilan intrauterine viabel (peningkatan
normal) dibandingkan dengan nonviabilitas (peningkatan subnormal). Dengan
peningkatan kadar yang normal, pemeriksaan ultrasound kedua dilakukan bila kadar
diperkirakan (dengan ekstrapolasi) mencapai 2,000 mIU/mL. Peningkatan kadar
abnormal (kurang dari 2.000 mIU/mL) menunjukkan kehamilan nonviabel. Lokasi
12

(misalnya intrauterine versus ekstrauterine) harus ditentukan secara pembedahan, baik


laparoskopi atau dilatasi dan kuretase. Hasil ultrasonografi yang tidak jelas, dan kadar
hCG kurang dari 2.000 mIU/mL adalah diagnostik untuk gestasi nonviabel, baik
kehamilan ektopik ataupun abortus komplit. Sebagai hukum umum, abortus komplit
mengalami penurunan kadar hCG yang cepat (50% dalam 48 jam), sementara kadar pada
kehamilan ektopik meningkat atau tetap.
Kadar hCG sewaktu. Pengukuran hCG sewaktu mempunyai kegunaan yang
terbatas karena ada overlap nilai yang besar antara kehamilan normal dan abnormal pada
umur kehamilan tertentu. Lokasi kehamilan ektopik dan kadar hCG tidak berhubungan.
Juga banyak pasien yang didiagnosis kehamilan ektopik tidak jelas haid terakhirnya.
Kadar hCG sewaktu mungkin berguna bila diukur dengan enzyme immunoassays yang
sensitif, bila negatif dapat menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik. Pengukuran
kadar sewaktu juga berguna dalam memprediksi outcome kahamilan setelah konsepsi
menggunakan teknologi reproduksi advance. Bila kadar hCG lebih dari 300 mIU/ML
pada hari ke 16 sampai 18 setelah inseminasi artifisial, terdapat 88% kemungkinan
kelahiran hidup. Bila kadar hCG kurang dari 300 mIU/mL, kemungkinan kelahiran hidup
hanya 22%. Juga suatu kadar hCG sewaktu dapat memfasilitasi interpretasi
ultrasonografi ketika gestasi intrauterine tidak dapat dilihat. Suatu kadar hCG lebih besar
dari zone diskriminatori ultrasound menunjukkan kemungkinan kehamilan ekstrauterine.
Namun determinasi kadar hCG serial mungkin diperlukan untuk membedakan kehamilan
ektopik dari abortus komplit. Pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk pasien dimana
hasil pemeriksaan ultrasonografi inkonklusif dan kadar hCG di bawah zone
diskriminatori.
Progesteron Serum
Secara umum, kadar rata-rata progesteron serum pada pasien dengan kehamilan
ektopik lebih rendah dibandingkan pasien dengan kehamilan intrauterin normal. Pada
penelitian dengan lebih dari 5.000 pasien kehamilan trimester pertama, spektrum kadar
progesteron pada pasien baik pada kehamilan normal dan abnormal telah ditemukan.
Sekitar 70% pasien dengan kehamilan intrauterin viabel mempunyai kadar progesteron
serum lebih dari 25 ng/mL, sementara hanya 1,5% pasien dengan kehamilan ektopik
memiliki kadar progesteron serum lebih dari 25 ng/mL, dan kebanyakan kehamilan ini
memperlihatkan aktivitas jantung.
Kadar progesteron serum dapat dipergunakan sebagai uji skrining kehamilan
ektopik pada baik kehamilan normal maupun abnormal, terutama pada keadaan dimana
pemeriksaan kadar hCG dan USG tidak tersedia. Kadar progesteron serum kurang dari 5
ng/mL sangat mencurigakan sebagai kehamilan abnormal, tetapi tidak 100% prediktif.
Risiko kehamilan normal dengan kadar progesteron serum kurang dari 5 ng/mL adalah
sekitar 1 pada 1.500. Karenanya pengukuran progesteron serum sendiri tidak dapat
dipergunakan untuk memprediksi nonviabilitas kehamilan.

Petanda Endokrinologis Lain


Sebagai usaha untuk meningkatkan deteksi dini kehamilan ektopik, berbagai

13

petanda endokrinologis dan protein telah diteliti. Kadar estradiol meningkat secara
lambat sejak konsepsi sampai umur kehamilan 6 minggu dan kemudian meningkat cepat
saat produksi oleh plasenta meningkat. Kadar estradiol lebih rendah secara bermakna
pada kehamilan ektopik bila dibandingkan dengan kehamilan normal. Namun terdapat
overlap antara kehamilan normal dan abnormal seperti halnya antara kehamilan
intrauterin dan ekstrauterin.
Kreatin Kinase telah diteliti sebagai petanda untuk diagnosis kehamilan ektopik.
Kadar kreatin kinase serum secara bermakna lebih tinggi pada semua pasien dengan
kehamilan tuba bila dibandingkan dengan pasien yang mengalami missed abortion atau
kehamilan intrauterin normal, tetapi tidak ada korelasi yang ditemukan antara kadar
kreatin kinase dan presentasi klinis pasien, dan tidak terdapat korelasi dengan kadar hCG.
Schwangerschafts protein 1 (SP1) juga dikenal sebagai pregnancy-associated
plasma protein C (PAPP-C) atau pregnancy-specific glycoprotein (PSBS), diproduksi
oleh sinsiotrofoblast. Keuntungan utama dari pemeriksaan kadar SP 1 adalah dapat sebagai
diagnosis konsepsi setelah pemberian hCG. Kadar 2ng/L dapat dipergunakan sebagai
diagnosis kehamilan; namun meragukan apakah diagnosis dapat ditetapkan sebelum
terlambatnya menstruasi. Walaupun kadar SP1 meningkat lambat pada semua pasien
dengan kehamilan nonviabel, pemeriksaan kadar SP1 tunggal tidak mempunyai nilai
prognostik.
Relaksin adalah hormon protein yang dipoduksi hanya oleh korpus luteum
gravidarum. Tampak pada serum ibu pada umur kehamilan 4 sampai 5 minggu, mencapai
puncaknya pada umur kehamilan 10 minggu dan menurun sampai aterm. Kadar relaksin
lebih rendah secara bermakna pada kehamilan ektopik dan abortus spontan dibandingkan
pada kehamilan intrauterin normal. Kadar prorenin dan renin aktif lebih tinggi secara
bermakna pada kehamilan intrauterin viabel dibandingkan dengan pada kehamilan
ektopik atau abortus spontan. Namun kegunaan klinis kadar relaksin, prorenin, dan renin
dalam mendiagnosis kehamilan ektopik masih belum ditentukan.
CA125 adalah suatu glikoprotein yang asalnya belum jelas selama kehamilan.
Kadar CA125 meningkat selama trimester pertama dan kembali normal selama trimester
kedua dan ketiga. Setelah persalinan, konsentrasi serum maternal meningkat kembali.
Kadar CA125 telah diteliti sebagai usaha untuk memprediksi abortus spontan. Walaupun
korelasi positif telah ditemukan antara peningkatan CA125 pada 18 sampai 22 hari
setelah konsepsi dan abortus spontan, pengukuran ulangan pada umur kehamilan 6
minggu tidak berkorelasi dengan outcome.
-fetoprotein (AFP) meningkat pada kehamilan ektopik, namun kegunaan
pengukuran AFP sebagai teknik skrining untuk kehamilan ektopik belum diteliti.
Kombinasi AFP dengan tiga petanda lainnya -hCG, progesteron, dan estradiol
mempunyai spesifitas sebesar 98,5% dan akurasi sebesar 94,5% untuk prediksi
kehamilan ektopik.
C-reactive protein (CRP) adalah reaktan fase akut yang meningkat pada trauma
atau infeksi. Kadar protein ini lebih rendah pada pasien dengan kehamilan ektopik
dibandingkan pasien dengan proses infeksi akut. Jadi bila proses infeksi merupakan
diagnosis banding pengukuran CRP mungkin menguntungkan.

14

Ultrasonografi
Perbaikan dalam ultrasonografi mengakibatkan diagnosis lebih dini kehamilan
intrauterin dan ektopik (106). Namun sensitivitas pengukuran -hCG biasanya
memungkinkan diagnosis kehamilan sebelum visualisasi langsung dengan ultrasonografi.
Pemeriksaan lengkap harus mencakup USG baik transvaginal maupun
transabdominal. USG transvaginal lebih superior dibandingkan dengan transabdominal
dalam mengevaluasi struktur intrapelvis. Dekatnya probe vagina dengan organ-organ
pelvis memungkinkan penggunaan frekuensi yang lebih tinggi (5-7 MHz), yang
mengakibatkan meningkatnya resolusi. Diagnosis kehamilan intrauterin dapat ditegakkan
satu minggu lebih awal dengan USG transvaginal dibandingkan transabdominal.
Penampakan uterus yang kosong, deteksi massa adneksa, dan cairan bebas peritoneal,
dan tanda-tanda langsung kehamilan ektopik lebih terpercaya ditegakkan dengan
prosedur transvaginal. USG transabdominal memungkinkan visualisasi baik cavum
pelvis maupun abdomen dan sebaiknya disertakan sebagai bagian dari evaluasi
kehamilan ektopik lengkap untuk mendeteksi massa adneksa dan hemoperitoneum.
Temuan USG terdini dari kehamilan intrauterin adalah ruang cairan kecil dan
kantung gestasi, dikelilingi oleh cincin ekhogenik tebal, berlokasi eksentrik di dalam
cavum endometrial. Kantung gestasi normal terdini terlihat pada umur kehamilan 5
minggu dengan USG transabdominal dan pada umur kehamilan 4 minggu dengan USG
transvaginal . Seiring dengan perkembangan kantung gestasi, yolk sac terlihat di
dalamnya, diikuti dengan aktivitas jantung embryo.
Penampakan kantung gestasi normal mungkin disimulasi oleh penumpukan cairan
intrauterin, kantung pseudogestasional yang terjadi pada 8% sampai 29% pasien dengan
kehamilan ektopik. Lusensi USG, lokasinya yang sentral kemungkinan
merepresentasikan perdarahan ke dalam cavitas endometrial oleh decidual cast. Bekuan
dalam lusensi ini mungkin menyerupai fetal pole.
Secara morfologis identifikasi Double Decidual Sac Sign (DDSS) merupakan
metode terbaik secara USG yang dikenal untuk membedakan true sacs dari pseudosacs.
Kantung ganda (double sac) dipercaya sebagai desidua kapsularis dan parietalis, terlihat
sebagai cincin ekhogenik konsentrik terpisah oleh ruang hipoekhogenik. Walaupun
berguna, terdapat beberapa keterbatasan sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas DDSS
bervariasi dari 64% sampai 95%. Pseudosacs kadang-kadang mungkin tampak sebagai
DDSS; kantung intrauterin dari kehamilan yang gagal mungkin tampak sebagai
pseudosacs. Penampakan yolk sac dalam kantung gestasi lebih superior dari DDDS
dalam membuktikan suatu kehamilan intrauterin. Yolk sac secara konsisten tamapak pada
USG transabdominal dengan ukuran kantung gestasi 0,6 sampai 0,8 cm. Kantung
intrauterin lebih kecil dari 1 cm pada USG transabdominal dan kurang dari 0,6 cm pada
USG transvaginal dikatakan indeterminate. Kantung lebih besar tanpa DDSS atau yolk
sac menunjukkan baik kehamilan intrauterin gagal maupun ektopik.
Adanya aktivitas jantung di dalam cavum uteri merupakan bukti definitif
kehamilan intrauterin. Temuan ini secara esensial mengeliminasi diagnosis kehamilan
ektopik karena insiden kehamilan intrauterin dan ekstrauterin bersamaan hanya 1 dalam
30.000.
Demonstrasi kantung gestasi adneksa dengan fetal pole dan aktivitas jantung
15

adalah tanda paling spesifik tetapi kurang sensitif dari kehamilan ektopik, terjadi pada
hanya 10% sampai 17% kasus. Pengenalan karakteristik lain dari kehamilan ektopik telah
meningkatkan sensitivitas USG. Cincin adneksa (kantung cairan dengan ekhogenik tebal)
yang memiliki yolk sac atau embryo tidak hidup diterima sebagai tanda USG spesifik
untuk kehamilan ektopik. Cincin adneksa tervisualisasi pada 22% kehamilan ektopik
mempergunakan USG transabdominal dan pada 38% dengan mempergunakan USG
transvaginal .
Massa adneksa kompleks atau solid sering berhubungan dengan kehamilan
ektopik, namun massa itu mungkin saja korpus luteum, endometrioma, hidrosalfing,
neoplasma ovarium (misalnya kista dermoid atau fibroid pedunkulasi). Cairan bebas culde-sac sering berhubungan dengan kehamilan ektopik dan tidak lagi dipertimbangkan
sebagai bukti adanya ruptur. Adanya cairan bebas intraabdominal meningkatkan
kekhawatiran ruptur tuba.
Interpretasi akurat temuan USG memerlukan korelasi dengan kadar hCG (zona
diskriminatori). Semua kehamilan intrauterin viabel dapat divisualisasikan dengan USG
transabdominal untuk kadar hCG serum lebih dari 6.500 mIU/mL; tidak ada yang
tervisualisasikan pada kadar 6.000 mIU/mL. Nonvisualisasi gestasi intrauterin dengan
kadar hCG serum lebih dari 6.500 mIU/mL menunjukkan kehamilan abnormal
(intrauterin gagal atau ektopik). Kantung intrauterin terlihat pada kadar hCG di bawah
zona diskriminatori adalah abnormal dan menunjukkan baik kehamilan intrauterin gagal
atau kantung pseudogestasional kehamilan ektopik. Bila tidak terdapat tanda definitif
gestasi intrauterin (tanda uterus kosong) dan kadar hCG di bawah zona diskriminatori,
diagnosis diferensial mencakup pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Kehamilan intrauterin normal terlalu dini untuk visualisasi
2. Gestasi intrauterin abnormal
3. Abortus yang baru terjadi
4. Kehamilan ektopik
5. Tidak hamil.
Zona diskriminatori telah diturunkan secara progresif dengan adanya peningkatan
resolusi USG. Zona diskriminatori USG transvaginal telah dilaporkan pada kadar 1.000
sampai 2.000 mIU/mL. Zona diskriminatori bervariasi sesuai dengan kemampuan
pemeriksa dan kapabilitas alat. Walaupun zona diskriminatori kehamilan intrauterin telah
ditetapkan, tidak ada zona seperti itu pada kehamilan ektopik. Kadar hCG tidak
ditunjukkan berkorelasi dengan ukuran kehamilan ektopik. Tanpa memandang tingginya
kadar hCG, nonvisualisasi tidak mengeksklusi kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik
dapat tampak dimanapun di dalam cavum abdomen, membuat sulit visualisasi USG.

Ultrasound Doppler
Shift Doppler terjadi ketika sumber gelombang ultra bergerak. Sumber umum
frekuensi Doppler-shifted adalah sel-sel darah merah. Adanya aliran darah intravaskular,
arah aliran, dan kecepatan aliran dapat ditentukan . Pulsed Doppler memungkinkan
kontrol USG pada pembuluh darah yang disampel. Informasi vaskular menyediakan baik
16

time-velocity waveform (high or low resistance flow) dan dengan velositas sistolik,
diastolik, dan rata-rata (atau shift frekuensi Doppler). USG Doppler color-flow
menganalisa sinyal beramplitudo sangat rendah dari keseluruhan tomogram ultrasound;
shift Doppler kemudian dimodulasi menjadi warna. Informasi ini dipergunakan untuk
mengukur vaskularitas jaringan keseluruhan dan untuk mengarahkan sampling vaskular
pulsed Doppler untuk pembuluh darah tertentu. Bentuk gelombang arteri-arteri uterus
pada keadaan non gravid dan pada kehamilan trimester pertama menunjukkan resistensi
yang tinggi (tidak ada atau sedikit aliran diastolik), pola velositas rendah. Sebaliknya
velositas tinggi, sinyal resistensi rendah terlokalisir pada area plasentasi yang
berkembang. Pola ini terlihat di dekat endometrium, berhubungan dengan kehamilan
intrauterin normal dan abnormal dan diberi istilah peritrophoblastic flow. Sementara
USG transvaginal memerlukan kantung desidual ganda yang berkembang baik (atau
aktivitas jantung) untuk menlokalisir gestasi intrauterin, penggunaan teknik Doppler
memungkinkan deteksi kehamilan intrauterin lebih awal. Gabungan penggunaan Doppler
dan pencitraan dua dimensi memungkinkan pembedaan kantung pseudogestasional dan
kantung gestasi intrauterin sejati dan pembedaan tanda uterus kosong sebagai adanya
kehamilan intrauterin normal dan abnormal dan tidak adanya kehamilan intrauterin
(dengan peningkatan risiko kehamilan ektopik.
Velositas tinggi yang serupa, low-impedance flow merupakan karakteristik
kehamilan ektopik. Penambahan evaluasi USG Doppler pada suspek kehamilan ektopik
meningkatkan sensitivitas diagnostik dari diagnosis individual: dari 71% menjadi 87%
untuk kehamilan ektopik, dari 24% menjadi 59% untuk kehamilan intrauterin gagal, dan
dari 90% menjadi 99% untuk kehamilan intrauterin normal.

Dilatasi dan Kuretase


Kuretase uterus dilakukan bila kehamilan telah dikonfirmasi sebagai nonviabel
dan lokasi kehamilan tidak ditentukan secara USG. Keputusan untuk mengevakuasi isi
uterus pada tes kehamilan positif harus dibuat dengan hati-hati untuk menghindari
disrupsi kehamilan intrauterin viabel tanpa disengaja. Walaupun suction kuretase secara
tradisional dilakukan pada kamar operasi, sekarang dapat dilakukan di bawah anestesi
lokal pada pasien rawat jalan. Metode sampling endometrium (misalnya dengan alat
sampling endometrial Pipelle atau kuretase Novak adalah akurat dalam mendiagnosis
perdarahan uterus abnormal, tetapi reliabilitasnya untuk evakuasi kehamilan intrauterin
belum diteliti. Alat ini mungkin melewatkan villi intrauterin dan secara palsu
menunjukkan diagnosis kehamilan ektopik.
Adalah penting untuk mengkonfirmasi adanya jaringan trofoblastik secepat
mungkin sehingga terapi dapat dilakukan. Sekali jaringan diperoleh dengan kuretase,
dapat ditambahkan ke dalam larutan saline, dimana ia akan mengapung. Jaringan desidua
tidak mengapung. Villi khorionik biasanya diidentifikasi dengan penampakan lacy frond.
Sensitivitas dan spesifisitas teknik ini adalah 95% bila jaringan diperiksa dengan bantuan
mikroskop diseksi. Karena terapungnya hasil kuretase tidak 100% akurat dalam
mendiferensiasi gestasi intrauterin dari ekstrauterin, konfirmasi histologis atau
pengukuran kadar -hCG serial diperlukan. Penentuan cepat adanya villi khorionik dapat
17

diperoleh dengan frozen section yang dapat menghindari periode tunggu 48 jam untuk
evaluasi histologis permanen. Teknik pengecatan imunositokhemis telah dipergunakan
untuk mengidentifikasi trofoblast intermediat yang tidak teridentifikasi dengan
mikroskop cahaya.
Bila frozen section tidak tersedia, kadar hCG serial memungkin diagnosis cepat.
Setelah evakuasi kehamilan intrauterin abnormal, kadar hCG menurun sebesar 15%
dalam 12 sampai 24 jam. Penurunan borderline mungkin menunjukkan variabilitas dalam
pengukuran. Pemeriksaan kadar ulangan harus dilakukan dalam 24-48 jam untuk
mengkonfirmasi penurunan. Bila isi uterus dievakuasi dan kehamilan adalah ekstrauterin,
kadar hCG tetap atau terus meningkat, menunjukkan adanya jaringan trofoblastik
ekstrauterin.

Kuldosintesis
Kuldosintesis telah dipergunakan secara luas sebagai teknik diagnostik untuk
kehamilan ektopik. Dengan tersedianya uji hCG dan USG transvaginal, kuldosintesis
jarang diindikasikan. Tujuan prosedur ini adalah untuk menentukan adanya darah tidak
beku, yang meningkatkan kemungkinan kehamilan ektopik ruptur. Setelah mengekspose
forniks vagina posterior dengan spekulum vagina bivalve bibir posterior serviks dijepit
dengan tenakulum. Cul-de-sac dimasuki melalui dinding posterior vagina dengan jarum
spinal G18 - 20 dengan syringe terpasang. Setelah memasuki cul-de-sac, dilakukan
isapan dan isi intraperitoneal diaspirasi. bila darah tidak beku diperoleh hasilnya adalah
positif. Pada adanya cairan serous hasilnya adalah negatif. Pada tidak adanya cairan atau
darah beku adalah non diagnostik.
Secara historis bila hasil kuldosintesis positif laparotomi dilakukan untuk
persangkaan diagnosis kehamilan tuba ruptur. Bagaimanapun hasil kuldosintesis tidak
selalu berkorelasi dengan status kehamilan. Walau 70%-90% pasien dengan kehamilan
ektopik mengalami hemoperitoneum yang didemonstrasikan dengan kuldosintesis, hanya
50% pasien mengalami ruptur tuba. Sekitar 6% wanita dengan hasil kuldosintesis positif
tidak memiliki gestasi ektopik pada saat laparotomi. Tap nondiagnostik terjadi pada 10%
sampai 20% pasien dengan kehamilan ektopik, jadi tidak definitif.
Laparoskopi
Laparoskopi adalah baku emas untuk diagnosis kehamilan ektopik. Umumnya
tuba falopii mudah divisualisasi dan dievaluasi, namun diagnosis kehamilan ektopik
terlewatkan pada 3-4% pasien yang memiliki gestasi ektopik sangat kecil. Gestasi
ektopik biasanya terlihat mendistorsi arsitektur tuba normal. Dengan diagnosis lebih dini
terdapat peningkatan kemungkinan kehamilan ektopik kecil tidak tervisualisasi.
Perlengketan pelvis atau kerusakan tuba sebelumnya dapat mempengaruhi pemeriksaan
tuba. Hasil positif palsu terjadi bila dilatasi atau pewarnaan tuba salah diinterpretasikan
sebagai kehamilan ektopik, pada kasus tersebut tuba dapat diinsisi secara tidak perlu dan
mengalami kerusakan.

18

Algoritma Diagnosis
Gejala-gejala yang tampak dan temuan fisik pasien dengan kehamilan ektopik
tidak ruptur adalah serupa dengan pasien kehamilan intrauterin normal. Anamnesis,
penentuan faktor risiko, dan pemeriksaan fisik merupakan langkah awal penanganan
suspek kehamilan ektopik. Pasien dengan kondisi hemodinamik tidak stabil harus
menjalani intervensi bedah segera. Pasien dengan kondisi stabil, relatif asimptomatis
dapat dirawat secara rawat jalan.
Bila diagnosis kehamilan ektopik dapat dikonfirmasi tanpa laparoskopi beberapa
keuntungan potensial dapat diperoleh. Pertama, baik risiko anestesi dan bedah dari
laparoskopi dapat dihindari; kedua, terapi medis menjadi pilihan penanganan. Karena
banyak kehamilan ektopik terjadi pada tuba yang secara histologis normal, resolusi tanpa
pembedahan dapat menghindarkan tuba dari trauma tambahan dan meningkatkan
fertilitas berikutnya. Suatu algoritma untuk diagnosis kehamilan ektopik tanpa
laparoskopi terbukti 100% akurat pada uji klinis terandomisasi. Algoritma skrining ini
mengkombinasi penggunaan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kadar hCG serial, kadar
progesteron serum, USG vaginal, dan dilatasi dan kuretase. Bila pemeriksaan kadar hCG
dan USG transvaginal tersedia, skrining progesteron serum tidak diperlukan. Kadar hCG
dipergunakan untuk memeriksa viabilitas kehamilan, dihubungkan dengan temuan USG
transvaginal, dan diukur secara serial setelah suction kuretase. Pada algoritma ini USG
transvaginal dipergunakan sebagai berikut :
1. Identifikasi kantung gestasi atau kehamilan intrauterin atau secara efektif
mengeksklusi adanya kehamilan ekstrauterin. Bila pasien memiliki peningkatan
kadar hCG lebih dari 2.000 mIU/mL dan tidak diidentifikasi adanya kantung
gestasi intrauterin, pasien dianggap mengalami kehamilan ekstrauterin dan dapat
diterapi tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
2. Aktivitas jantung adneksa, bila terlihat, secara definitif mengkonfirmasi diagnosis
kehamilan ektopik.
3. Massa tuba sececil 1 cm dapat diidentifikasi dan dikenal. Massa lebih besar dari
3,5 cm dengan aktivitas jantung atau lebih besar dari 4 cm tanpa aktivitas jantung
sebaiknya tidak diterapi dengan terapi medis.
Suction kuretase dipergunakan untuk membedakan kehamilan intrauterin nonviabel dari
gestasi ektopik (kurang dari 50% peningkatan kadar hCG selama 48 jam dan kadar hCG
kurang dari 2.000 mIU/mL, dan suatu sonogram tidak jelas). Kemampuan prosedur ini
adalah untuk menghindari penggunaan metotreksat yang tidak perlu pada pasien dengan
kehamilan intrauterin abnormal yang hanya dapat didiagnosis dengan mengevakuasi isi
uterus. Masalah potensial yang jarang dari suction kuretase adalah terlewatnya baik
kehamilan intrauterin nonviabel dini atau gabungan kehamilan intrauterin dan
ekstrauterin.

Penanganan
Kehamilan ektopik dapat diterapi baik secara medis maupun pembedahan. Kedua
metode efektif dan pemilihannya tergantung keadaan klinis, lokasi kehamilan ektopik,
dan sumber daya yang tersedia.
19

Terapi Pembedahan
Penanganan operatif paling banyak dipergunakan untuk menterapi kehamilan
ektopik. Terdapat debat mengenai prosedur bedah yang terbaik. Salfingoooforektomi
pernah dianggap tepat karena diteorikan bahwa teknik ini akan mengeliminasi migrasi
transperitoneal ovum atau zigot yang diperkirakan sebagai predisposisi kehamilan
ektopik berulang. Pengangkatan ovarium mengakibatkan semua ovulasi terjadi pada sisi
dengan tuba falopii yang normal. Penelitian lebih lanjut tidak mengkonfirmasi bahwa
ooforektomi ipsilateral meningkatkan kemungkinan memperoleh kehamilan intrauterin;
jadi praktek ini tidak direkomendasikan.
Salfingektomi versus Salfingostomi
Salfingostomi linear sekarang merupakan prosedur pilihan pada pasien dengan
kehamilan ektopik tidak ruptur dan ingin mempertahankan potensi fertilitasnya di masa
depan. Hasil konsepsi dikeluarkan melalui insisi tuba pada tepi antimesenterik. Prosedur
dapat dilakukan baik mempergunakan kauter ujung jarum, laser, pisau ataupun gunting
bedah. Dapat dilakukan dengan teknik laparoskopi ataupun laparotomi. Pada suatu
penelitian dimana pasien diterapi dengan salfingektomi atau salfingostomi, diikuti selama
periode 3 tahun sampai 12,5 tahun, ditemukan tidak terdapat perbedaan angka kehamilan.
Riwayat infertilitas merupakan determinan paling bermakna dari fertilitas di masa depan,
dan pasien-pasien tersebut mungkin lebih baik ditangani dengan salfingektomi untuk
menurunkan kemungkinan kehamilan ektopik berulang berikutnya. Salfingostomi lingear
sama efektifnya dengan reseksi segmental dengan reanastomosis primer, bahkan untuk
kehamilan ektopik yang terjadi pada tuba pars isthmika, dan secara teknis lebih mudah
dan memerlukan waktu operasi yang lebih singkat. Pemerahan tuba (milking) untuk
mengakibatkan abortus tuba telah diusulkan, bila kehamilan terjadi pada fimbriae teknik
ini dapat efektif. Namun bila milking dibandingkan dengan salfingostomi linear untuk
kehamilan ektopik ampularis, milking berhubungan dengan peningkatan dua kali lipat
angka kehamilan ektopik berulang.

Laparotomi versus Laparoskopi


Salfingostomi, salfingektomi, atau reseksi segmental dapat dilakukan secara
laparoskopi atau laparotomi. Pendekatan yang dipergunakan tergantung stabilitas
hemodinamik pasien, ukuran dan lokasi massa ektopik, dan kemampuan operator.
Laparotomi diindikasikan bila pasien tidak stabil secara hemodinamik, sementara
laparoskopi untuk pasien yang stabil secara hemodinamik. Kehamilan ektopik ruptur
tidak selalu memerlukan laparotomi. Namun bila bekuan darah dalam jumlah besar
tampak atau darah intraabdominal tidak dapat dievakuasi dengan cepat, laparotomi harus
dipertimbangkan. Kehamilan kornual atau interstitial sering memerlukan laparotomi
walaupun penanganan laparoskopik telah dikemukakan.
Laparoskopi dipilih untuk penanganan kebanyakan kehamilan ovarial dan
abdominal. Pada beberapa kasus, pasien mungkin mengalami penyakit abdominal atau
pelvis yang

20

Terapi Medis
Obat yang paling sering dipergunakan untuk penanganan medis kehamilan
ektopik adalah metotreksat, walaupun zat lainnya telah diteliti, mencakup potasium
klorida (KCl), glukosa hiperosmolar, prostaglandin, dan RU-486. Zat-zat ini dapat
diberikan secara sistemik (intravena, intramuskular, atau oral) atau secara lokal (injeksi
langsung laparoskopik, injeksi transvaginal terpandu ultrasound, atau salfingografi
retrograde).
Metotreksat
Metotreksat adalah suatu analog asam folat yang menghambat dehidrofolat
reduktase dan selanjutnya menghambat sintesis DNA. Metotreksat telah dipergunakan
secara luas untuk menterapi penyakit trofoblastik gestasional. Umumnya efek samping
yang dilaporkan mencakup leukopenia, trombositopenia, aplasia sumsum tulang,
stomatitis ulseratif, diare, dan enteritis hemoragik. Efek samping lain yang dilaporkan
mencakup alopesia, dermatitis, peningkatan kadar enzim hati, dan pneumonitis. Namun
tidak ada efek samping bermakna yang dilaporkan pada dosis rendah yang dipergunakan
untuk penanganan kehamilan ektopik. Efek samping minor telah dilaporkan dengan dosis
majemuk; faktor citrovorum mengurangi insiden efek samping ini dan secara umum
dipergunakan bila terapi jangka panjang diperlukan. Follow up jangka panjang wanita
yang diterapi dengan metotreksat untuk penyakit trofoblastik gestasional menunjukkan
tidak ada peningkatan malformasi kongenital, abortus spontan, atau tumor berulang
setelah khemoterapi. Dalam menterapi kehamilan ektopik diperlukan dosis total
metotreksat yang lebih kecil dan durasi terapi yang lebih singkat dibandingkan dengan
menterapi penyakit trofoblastik gestasional.
Metotreksat dosis tunggal intramuskular untuk terapi kehamilan ektopik diberikan
pada 31 pasien dengan injeksi 50 mg/m2 tanpa faktor citrovorum. 29 dari 30 pasien
(96,7%) berhasil diterapi, dan tidak ada pasien yang mengalami efek samping akibat
metotreksat. 200 pasien telah diterapi mempergunakan protokol dosis tunggal yang
digambarkan dalam tabel 17.3. Dibandingkan dengan protokol dosis majemuk,
metotreksat dosis tunggal lebih murah, penerimaan pasien lebih baik karena lebih sedikit
pengawasan yang diperlukan selama terapi, insiden efek samping menurun, dan hasil
terapi dan prospek untuk fertilitas di masa depan adalah sebanding.
Follow-up pasien. Setelah pemberian metotreksat intramuskular pasien dimonitor
sebagai pasien rawat jalan. Pasien yang melaporkan nyeri hebat atau nyeri yang
berkepanjangan dievaluasi dengan pengukuran kadar hematokrit dan dilakukan USG
transvaginal. Temuan USG selama follow-up, walaupun biasanya tidak berguna, dapat
dipergunakan untuk meyakinkan bahwa tuba belum ruptur. Cairan pada cul-de-sac sangat
umum, dan jumlah cairan dapat meningkat bila abortus tuba terjadi. Namun biasanya
tidak perlu diintervensi secara pembedahan kecuali pasien mengalami penurunan kadar
hematokrit presipitatus atau ia menjadi tidak stabil secara hemodinamis. Pasien
diharapkan untuk tidak hamil selama sedikitnya dua bulan setelah terapi.
Histerosalfingografi dapat dilakukkan walaupun prosedur ini tidak harus.

21

Kandidat untuk metotreksat. Untuk memaksimalkan keamanan terapi dan


untuk menyingkirkan kemungkinan menterapi kehamilan intrauterin nonviabel atau
viabel dini, pasien yang dipertimbangkan sebagai kandidat untuk terapi metotreksat harus
mencakup mereka-mereka yang memiliki faktor-faktor sebagai berikut :
1. Kadar hCG tampak setelah salfingostomi atau salfingotomi
2. Peningkatan atau menetapnya kadar hCG tampak dalam sedikitnya 12 sampai 24
jam setelah suction kuretase.
3. Tidak terdapat kantung gestasi intrauterin atau penumpukan cairan terdeteksi
dengan USG transvaginal, kadar hCG lebih dari 2.000 mIU/mL, dan ditemukan
massa kehamilan ektopik yang sedikitnya berukuran 3,5-4 cm.
Temuan USG harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena kebanyakan kehamilan
ektopik tidak ruptur disertai dengan cairan dalam cul-de-sac.
Efek samping. Berlawanan dari efek samping potensial terapi metrotreksat yang
dikutip sebagai alasan untuk tidak menggunakannya. Kebanyakan efek samping yang
dilaporkan terjadi pada pasien yang diterapi dengan metotreksat intravena dengan dosis
tinggi dan jangka panjang, lebih dari yang diperlukan sekarang. Bila mempergunakan
regimen intramuskular dosis tunggal, insiden efek samping kurang dari 1%, dan angka
kegagalan serupa dengan bedah laparoskopik konservatif. Satu masalah yang tetap
membingungkan adalah ketidakmampuan untuk memprediksi kegagalan terapi
metotreksat. Namun hal ini juga terjadi pada prosedur bedah konservatif, jadi perlu untuk
memonitor kadar hCG setelah baik salfingostomi maupun metotreksat.

Jenis-Jenis Kehamilan Ektopik.


Resolusi Spontan
Beberapa kehamilan ektopik mengalami resolusi dengan resorpsi atau abortus
tuba sehingga tidak memerlukan terapi medis atau bedah. Proporsi kehamilan ektopik
yang mengalami resolusi spontan dan mengapa terjadi sementara kehamilan ektopik lain
tidak berresolusi spontan masih belum diketahui. Tidak ada kriteria pasien yang spesifik
yang dapat meramalkan outcome setelah resolusi spontan. Penurunan kadar hCG adalah
indikator yang paling sering dipergunakan, tetapi ruptur kehamilan ektopik dapat terjadi
bahkan dengan penurunan kadar hCG.
Jaringan Trofoblastik Persisten.
Kehamilan ektopik persisten terjadi bila pasien telah menjalani pembedahan
konservatif (misalnya salfingostomi, ekspresi fimbrial) dan jaringan trofoblastik viabel
masih tersisa. Secara histologis, tidak ada embyo yang dapat diidentifikasi, implantasi
biasanya medial dari insisi tuba sebelumnya, dan villi khorionik residual biasanya
terbatas dalam muskular tuba. Implantasi jaringan trofoblastik peritoneal dapat juga
menyebabkan persistensi.
Insiden kehamilan ektopik persisten meningkat dengan meningkatnya
penggunaan pembedahan yang menkonservasi tuba. Persistensi didiagnosis bila kadar
hCG tetap setelah pembedahan konservatif. Gestasi ektopik persisten paling baik

22

didiagnosis dengan pengukuran kadar hCG serum atau progesteron 6 hari postoperatif
dan dengan interval 3 hari sesudahnya.
Faktor risiko untuk kehamilan ektopik persisten adalah jenis prosedur
pembedahan, kadar hCG awal, durasi amenore, dan ukuran kehamilan ektopik.
Penurunan kadar hCG yang lebih lambat terlihat pada pasien yang diterapi dengan
salfingostomi dibandingkan dengan pasien yang diterapi dengan salfingektomi. Insiden
persistensi setelah salfingostomi linear laparoskopi dari 3% sampai 20%. Tidak jelas
apakah insiden kehamilan ektopik persisten sama atau lebih besar bila prosedur
dikerjakan secara laparoskopi dibandingkan dengan laparotomi. Dalam suatu tinjauan
catatan medis dari 157 pasien yang menjalani salfingostomi untuk kehamilan ektopik
ampular intak, 16 adari 103 pasien (16%) yang menjalani salfingostomi laparoskopi
diterapi untuk kehamilan ektopik persisten, sementara hanya 1 dari 54 wanita (2%) yang
menjalani salfingostomi secara laparotomi, diterapi untuk kehamilan ektopik persisten.
Terapi kehamilan ektopik persisten dapat secara medis atau pembedahan. Terapi
pembedahan mencakup salfingostomi ulangan atau lebih sering salfingektomi.
Metotreksat memberi alternatif pada pasien yang stabil secara hemodinamik pada waktu
diagnosis. Metotreksat mungkin menjadi terapi pilihan karena jaringan trofoblastik
persisten dapat tidak terbatas dalam tuba, jadi tidak dapat segera teridentifikasi selama
eksplorasi bedah ulangan.

Kehamilan Ektopik Kronis


Kehamilan ektopik kronis adalah suatu keadaan dimana kehamilan tidak
diresorbsi secara lengkap selama penanganan. Keadaan ini muncul bila terdapat
persistensi villi khorionik dengan perdarahan ke dalam dinding tuba, yang mengalami
distensi secara perlahan dan tidak mengalami ruptur. Mungkin juga timbul dari
perdarahan kronis dari ujung fimbriae tuba falopii yang diikuti tamponade. Dalam
penelitian 50 pasien dengan kehamilan ektopik kronis, nyeri tampak pada 86% pasien,
perdarahan pervaginam ada pada 68% pasien, dan kedua gejala tampak pada 58% pasien.
Sembilan puluh persen pasien mengalami amenore selama 5 sampai 16 minggu (rata-rata
9,6 minggu). Kebanyakan pasien mempunyai massa pelvis yang biasanya simptomatis.
Kadar hCG biasanya rendah tetapi mungkin juga negatif; ultrasound bisa membantu
diagnosis dan jarang terdapat kompresi atau obstruksi usus atau ureter.
Keadaan ini diterapi secara pembedahan dengan pengangkatan tuba yang terkena.
Seringkali ovarium harus diangkat karena terdapat inflamasi dan adhesi. Hematoma
dapat muncul sekunder karena perdarahan kronis.

Kehamilan Ektopik Non Tuba


Kehamilan Servikal.
Insiden kehamilan servikal di Amerika Serikat antara 1 dalam 2.400 sampai 1

23

dalam 50.000 kehamilan. Bermacam keadaan diperkirakan sebagai predisposisi


terjadinya kehamilan servikal, mencakup riwayat abortus terapeutik, sindrom Asherman,
riwayat seksio sesarea, paparan dietilstilbestrol, leiomioma, dan fertilisasi invitro.
Kriteria diagnostik untuk kehamilan servikal ditetapkan berdasarkan analisis histologis
dari spesimen histerektomi. Kriteria klinis mencakup temuan-temuan sebagai berikut :
1. Uterus lebih kecil dari serviks yang berdistensi.
2. Ostium uteri interum tidak berdilatasi
3. Kuretase cavum endometrial tidak menghasilkan jaringan plasenta.
4. Ostium uteri eksternum membuka lebih awal dibandingkan abortus spontan.
Kriteria diagnostik USG juga telah dijelaskan yang berguna dalam membedakan
kehamilan servikal sejati dari abortus spontan yang sedang berlangsung. MRI pelvis juga
telah dipergunakan dalam keadaan ini. Diagnosis mungkin lainnya yang harus
didiferensial dari kehamilan servikal mencakup karsinoma serviks, leiomioma servikal
atau submukosa yang prolap, tumor trofoblastik, plasenta previa, dan plasenta letak
rendah.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tabel : Kriteria Ultrasonografi untuk Kehamilan Servikal


Cavum uteri echo-free atau hanya ada kantung gestasi palsu
Transformasi desidua endometrium dengan struktur echo-dense
Struktur dinding uterus yang difus
Uterus berbentuk hourglass
Kanalis servikalis membalon
Kantung gestasi di dalam endoserviks
Jaringan plasenta di dalam kanalis servikalis
Tertutupnya ostium interna

Bila kehamilan servikal didiagnosis sebelum pembedahan, persiapan preoperatif harus


mencakup pemeriksaan golongan darah dan cross-matching, memasang jalur intravena,
dan informed consent yang detail. Informed consent harus mencakup kemungkinan
perdarahan yang mungkin memerlukan transfusi atau histerektomi. Terapi nonbedah,
mencakup pemberian metotreksat intraamniotik dan sistemik, telah dipergunakan dengan
berhasil.
Diagnosis mungkin tidak dicurigai sampai pasien menjalani suction kuretase
untuk persangkaan abortus inkomplit dan terjadi perdarahan. Pada beberapa kasus,
perdarahan ringan, sementara pada yang lainnya terdapat perdarahan hebat. Berbagai
teknik dapat dipergunakan untuk mengendalikan perdarahan mencakup packing uterus,
ligasi pembuluh darah serviks lateral, pemasangan cerclage, dan insersi intraserviks
kateter Foley 30-ml untuk menampon perdarahan. Alternatif lain adalah embolisasi arteri
secara angiografik, atau bila laparotomi diperlukan, dapat dilakukan usaha untuk meligasi
arteri uterina atau iliaka interna. Bila semua metode tersebut tidak berhasil, histerektomi
harus dilakukan.

Kehamilan Ovarial.
24

Kehamilan pada ovarium terjadi pada 0,5% sampai 1,5% dari semua kehamilan
ektopik dan paling sering dari seluruh kehamilan ektopik non tuba. Insidennya dari 1
dalam 40.000 sampai 1 dalam 7.000 persalinan. Kriteria diagnostik dijelaskan pada tahun
1878 oleh Spiegelberg. Tidak seperti gestasi tuba, kehamilan ovarial tidak berhubungan
dengan penyakit radang panggul maupun infertilitas. Satu-satunya faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya kehamilan ovarial adalah penggunaan IUD.

1.
2.
3.
4.

Tabel : Kriteria Diagnosis Kehamilan Ovarial


Tuba falopii pada sisi yang terkena harus intak
Kantung gestasi harus berlokasi pada ovarium
Ovarium harus terhubung dengan uterus oleh ligamentum
ovarii
Jaringan ovarium harus ditemukan pada dinding kantung
gestasi

Pasien memiliki gejala yang serupa dengan kehamilan ektopik di tempat lain. Kesalahan
diagnosis sering terjadi karena dapat dibingungkan dengan ruptur corpus luteum pada
sampai 75% kasus. Seperti halnya dengan jenis kehamilan ektopik lain, kehamilan
ovarial juga dilaporkan terjadi setelah histerektomi. USG memungkinkan diagnosis
preoperatif pada beberapa kasus.
Terapi kehamilan ovarial telah berubah. Sementara ooforektomi dianjurkan di
masa lalu, kistektomi ovarian sekarang menjadi terapi yang lebih disukai. Adalah
mungkin untuk melakukan kistektomi mempergunakan teknik laparoskopik. Terapi
dengan injeksi metotreksat atau prostaglandin juga telah dilaporkan.

Kehamilan Abdominal.
Kehamilan abdominal diklasifikasi sebagai primer dan sekunder. Kehamilan
abdominal sekunder adalah jauh lebih sering dan terjadi akibat abortus atau ruptur tuba,
atau lebih jarang akibat implantasi dalam abdomen setelah ruptura uteri. Insiden
kehamilan abdominal bervariasi dari 1 dalam 372 sampai 1 dalam 9.714 kelahiran hidup.
Kehamilan abdominal berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi,
dengan risiko kematian 7 sampai 8 kali lebih besar dari kehamilan ektopik tuba dan 90
kali lebih besar dari kehamilan intrauterin. Terdapat laporan yang sporadis dari
kehamilan abdominal aterm. Bila terjadi morbiditas dan mortalitas perinatal adalah
tinggi, biasanya sebagai akibat restriksi pertumbuhan dan anomali kongenital seperti
hipoplasia paru janin, deformitas tekanan, dan asimetri wajah dan ekstremitas. Insiden
anomali kongenital sebesar 20% sampai 40%.
Tabel : Kriteria Studdiford untuk Diagnosis Kehamilan Abdominal Primer
1. Adanya tuba dan ovarium normal tanpa bukti kehamilan sekarang ataupun
sebelumnya
2. Tidak ada bukti fistule uteroplasenta
3. Adanya kehamilan yang berhubungan secara eksklusif dengan permukaan
25

peritoneum dan cukup dini untuk mengeliminasi kemungkinan implantasi


sekunder setelah nidasi tuba primer
Penampakan pasien dengan kehamilan abdominal bervariasi dan tergantung dari
umur kehamilannya. Pada trimester pertama dan awal trimester kedua, gejala mungkin
sama dengan gejala gesatasi ektopik tuba; pada kehamilan abdominal lanjut, presentasi
klinis lebih bervariasi. Pasien mungkin mengeluhkan nyeri hebat akibat gerakan janin,
gerakan janin tinggi di dalam abdomen atau berkurangnya gerak janin secara mendadak.
Pemeriksaan fisik mungkin menemukan letak janin abnormal persisten, nyeri abdomen,
serviks uteri yang bergeser, mudahnya palpasi bagian-bagian janin, dan palpasi uterus
terpisah dari gestasi. Diagnosis dapat dicurigai bila tidak terdapat kontraksi uterus setelah
infus oksitosin. Pembantu diagnosis lainnya mencakup rontgen abdomen, USG abdomen,
CT scan, dan MRI.
Karena kehamilan dapat berlanjut sampai aterm, morbiditas dan mortalitas
maternal potensial adalah sangat tinggi. Sebagai akibatnya, intervensi bedah dianjurkan
bila kehamilan abdominal didiagnosis. Saat pembedahan, plasenta dapat diangkat bila
suplai vaskular dapat diidentifikasi dan diligasi, akan tetapi perdarahan dapat terjadi,
yang memerlukan packing abdominal yang dibiarkan dan diangkat setelah 24 sampai 48
jam. Embolisasi arterial angiografis telah dikemukakan. Bila suplai vaskular tidak dapat
diidentifikasi, tali pusat diligasi di dekat plasenta, dan plasenta dibiarkan di tempatnya.
Involusi plasenta dapat dipantau dengan pemeriksaan USG dan kadar hCG serial.
Komplikasi potensial dari tindakan meninggalkan plasenta mencakup obstruksi ileus,
pembentulan fistula, dan sepsis. Terapi metotreksat tampaknya dikontraindikasikan
karena angka komplikasi yang tinggi telah dilaporkan, mencakup sepsis dan kematian,
dipercaya sebagai akibat nekrosis jaringan yang cepat.

Kehamilan Interstitial.
Kehamilan interstitial merupakan 1% dari kehamilan ektopik. Pasien ini
cenderung untuk muncul pada umur kehamilan lebih lanjut dibandingkan dengan
kehamilan tuba. Kehamilan interstitial sering berhubungan dengan ruptura uteri; jadi,
mereka secara tidak proporsional merupakan persentase besar dari fatalitas kehamilan
ektopik. Terapinya adalah reseksi kornual dengan laparotomi, namun penanganan
laparoskopik juga telah dikemukakan

Kehamilan Interligamentous.
Kehamilan interligamentous adalah bentuk jarang dari kehamilan ektopik yang
terjadi pada sekitar 1 dari 300 kehamilan ektopik. Kehamilan interligamentous biasanya
sebagai akibat penetrasi trofoblastik dari kehamilan tuba melalui serosa tuba ke dalam
mesosalfing, dengan implantasi sekunder di antara ligamentum latum. dapat juga terjadi
bila fistula uteri terjadi antara cavitas endometrial dan cavum retroperitoneal. Seperti
halnya kehamilan abdominal, plasenta dapat melekat pada uterus, kandung kemih, dan
dinding pelvis. bila memungkinakan plasenta harus diangkat; bila tidak mungkin, dapat
26

ditinggalkan in situ dan diharapkan mengalami resorbsi. Seperti halnya pada kehamilan
abdominal, terdapat kasus-kasus kelahiran hidup yang dilaporkan dari gestasi ektopik
jenis ini

Kehamilan Heterotropik.
Kehamilan heterotropik terjadi bila terdapat kehamilan intrauterin dan ektopik
secara bersamaan. Insiden yang dilaporkan bervariasi luas dari 1 dalam 100 sampai 1
dalam 30.000 kehamilan. Pasien yang menjalani induksi ovulasi memiliki insiden
kehamilan heterotropik yang jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang mengalami
konsepsi spontan. Kehamilan intrauterin terlihat selama pemeriksaan USG dan kehamilan
ekstrauterin mungkin terlewatkan dengan mudah. Pemeriksaan hCG serial sering tidak
membantu karena kehamilan intrauterin menyebabkan peningkatan kadar hCG yang
sesuai.
Terapi kehamilan ektopik ini adalah operatif; sekali kehamilan ektopik telah
diangkat, kehamilan intrauterin berlanjut pada kebanyakan pasien. Mungkin juga untuk
melakukan terapi medis nonkemoterapeutik seperti injeksi langsung KCL transvaginal
atau secara laparoskopik sebagai terapi kehamilan ektopik ini.

Kehamilan Ektopik Majemuk.


Gestasi ektopik ganda atau majemuk terjadi lebih jarang dari gestasi heterotropik
dan dapat tampak pada berbagai lokasi dan kombinasi. Sekitar 250 gestasi ektopik ganda
telah dilaporkan. Walaupun pada kebanyakan laporan terjadi gestasi tuba ganda, gestasi
ganda ovarial, interstitial, dan abdominal juga telah dilaporkan. Gestasi ganda dan triplet
telah dilaporkan setelah salfingektomi parsial dan fertilisasi invitro. Penanganannya
adalah serupa dengan jenis kehamilan ektopik lain dan bergantung pada lokasi
kehamilan.

Kehamilan Setelah Histerektomi.


Bentuk paling jarang dari keahmilan ektopik adalah yang terjadi setelah
histerektomi vaginal maupun abdominal. Kehamilan seperti ini dapat terjadi setelah
histerektomi supraservikal karena pasien memiliki kanalis servikalis yang
memungkinkan akses ke dalam ruang peritoneal. Kehamilan dapat terjadi pada periode
perioperatif dengan implantasi ovum yang terfertilisasi di dalam tuba falopii. Kehamilan
setelah histerektomi total mungkin terjadi sekunder akibat defek mukosa vagina yang
memungkinkan sperma memasuki cavum abdomen.

27

Anda mungkin juga menyukai