Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa Referat yang
berjudul Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan Pada Bayi dan Anak dapat
tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada dr. Didik Haryanto, SpA (K)
selaku pembimbing atas saran dan bimbingannya dalam pembuatan karya tulis ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan selama kepaniteraan klinik penulis di bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang, serta meningkatkan pemahaman dan penerapan
klinis yang baik terkait Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan Pada Bayi dan
Anak.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan.Akhir kata,
semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................ 2
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................. 4
DAFTAR TABEL...................................................................................... 6
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... 7
BAB I ................................................................................................... 8
Faktor Risiko pada Bayi dan Anak yang Menderita Penyakit Jantung Bawaan 12
Keluhan Klinis yang Sering Dijumpai pada Anak dan Bayi yang Menderita
Penyakit Jantung Bawaan................................................................16
2.3.10. Sianosis.................................................................................................28
2.4.
Pemeriksaan Penunjang...................................................................31
Tatalaksana................................................................................... 44
3.1. Kesimpulan.................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 47
DAFTAR SINGKATAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
PJB
DSV
VSD
DAP
PDA
PS
TF
ASD
DM
CRS
TGA
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1
2 Gambar 2
3 Gambar 3
4 Gambar 4
5 Gambar 5
6 Gambar 6
7 Gambar 7
8 Gambar 8
9 Gambar 9
10 Gambar 10
11 Gambar 11
12 Gambar 12
13 Gambar 13
14 Gambar 14
15 Gambar 1538
16 Gambar 1639
17 Gambar 17.......................................................................................................40
DAFTAR TABEL
1 Tabel 1
2 Tabel 2
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 152
2. Lampiran 254
3. Lampiran 357
4. Lampiran 4.................................................................................................58
5. Lampiran 560
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu defek lahir pada bayi
yang paling umum terjadi, karena adanya gangguan pada proses perkembangan
normal struktur embrional janin. Penyakit jantung bawaan adalah suatu
abnormalitas struktur dan fungsi sirkulasi jantung yang muncul pada saat lahir,
walaupun penyakit ini sering baru ditemukan dikemudian hari. Penyakit jantung
bawaan terjadi.1
Penyakit jantung bawaan (PJB) masih cukup banyak ditemukan di
negara berkembang seperti Indonesia. Berbagai penelitian menunjukkan insiden
PJB 6-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan rata-rata 8 per 1000 kelahiran hidup.
Dari kedua kelompok besar PJB yaitu PJB non sianotik merupakan kelompok
penyakit terbanyak yakni 75 % dari semua PJB. Sisanya 25 % merupakan
kelompok PJB sianotik.28 Terdapat perbedaan distribusi PJB pada rumah sakit
rujukan di negara maju dibandingkan negara berkembang, karena pada negara
maju semua penderita PJB telah dapat terdeteksi pada masa neonatus atau bayi.
Sedangkan di negara berkembang masih banyak penderita PJB datang ke rumah
sakit rujukan setelah anak besar. Dengan perkataan lain banyak neonatus atau bayi
yang belum sampai diperiksa oleh dokter telah meninggal, sehingga PJB pada
rumah sakit rujukan di negara berkembang jauh dari kenyataan pada populasi.28
Defek Septum Ventrikel (DSV) merupakan jenis PJB yang paling
sering ditemukan, sekitar 20-30% dari seluruh PJB. Duktus Arteriosus Persisten
(DAP) merupakan PJB non-sianotik yang cukup sering ditemukan, kira-kira 510% dari seluruh PJB. Pada bayi berat lahir rendah (<2000 gram) ditemukan pada
36 % kasus dan berat lahir > 2000 gram sebanyak 12 %.28 Pulmonal stenosis
merupakan 10 % dari seluruh PJB. Tetralogi fallot (TF) merupakan PJB sianotik
yang paling sering ditemukan, terjadi 10% kasus PJB.28
Penyakit jantung bawaan juga merupakan malformasi janin yang
paling sering menyebabkan kematian. Hal ini menjadi salah satu masalah utama
didunia. Pada beberapa penyakit jantung bawaan dengan masalah yang kompleks
hal ini masih menjadi penyebab tingginya angka mortalitas dan morbiditas.
Berdasarkan sebuah penelitian di Eropa Barat (2003) dilaporkan penyebab
kematian pada anak dengan kelainan kogenital, 45% disebabkan oleh karena
penyakit jantung bawaan. Selain itu, dalam penelitian lain dilaporkan juga bahwa
20% penyebab terjadinya abortus spontan adalah penyakit jantung bawaan.1
Penyakit jantung bawaan menyebabkan tingginya mortalitas dan morbiditas pada
bayi, serta mempengaruhi kualitas hidup pada usia anak dan remaja. Selain itu
juga mempengaruhi interaksi sosial dan kualitas hidup orang tua pada anak
dengan penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan ini dapat
menunjukkan gejala dan dapat segera di diagnosis segera setelah bayi lahir,
namun kebanyakan kelainan ini tidak terdiagnosa hingga penyakit sudah berada
pada stadium yang berat.1
Berdasarkan hal tersebut maka skrining menjadi hal yang sangat
penting untuk mendeteksi kelainan jantung bawaan. Dengan dilakukkannya
deteksi dini penyakit jantung bawaan maka dapat mencegah perburukan klinis
dengan segera dilakukannya tatalaksana yang tepat pada kelainan ini.1
1.2.
Rumusan Masalah
Bagaimana Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan Pada Bayi dan
Anak
1.3.
Tujuan Penulisan
Mengetahui Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan Pada Bayi dan
Anak.
1.4.
Metode Penulisan
Metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai sumber
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stenosis pulmonal
Stenosis aorta
Koartasio aorta
11
b.
Tetralogi fallot
Atresia trikuspid
Anomali ebstein
2.2.
Trunkus arteriosus
Ventrikel tunggal
Faktor Risiko pada Bayi dan Anak yang Menderita Penyakit Jantung
Bawaan
12
Jenis PJB yang paling sering berulang pada keluarga generasi pertama adalah
Ventrical Septal Defect (VSD), defek septum atrial (Atrial Septal Defect/ASD),
duktus arteriosus yang tetap terbuka (patent dectus arteriosus/PDA), dan tetralogi
fallot (TF). Telah dilakukan penelitian di Denmark yang mengamati 18.000 pasien
dengan PJB selama 28 tahun, mendapatkan data untuk risiko terjadinya PJB pada
generasi pertama, kedua, ketiga berturut-turut: 3.2 (95% IK 3.0-3.5), 1.8 (95% IK
1.1-2.9), atau 1.1 (95% IK 0.8-1.5). Risiko relatif pada kembar monozigot 15,2
dan kembar dizigot 3.3.22
2.2.1. Riwayat Kehamilan dan Perinatal
Keadaan ibu saat hamil yang dapat meningkatkan terjadinya PJB adalah
demam saat trimester pertama, infulenza, usia ibu lebih dari 35 tahun, dan
merokok pada trimester pertama.22 Meningkatnya paparan stres oksidatif atau
berkurangnya kadar antioksidan dalam darah selama ibu hamil juga berperan
terhadap terjadinya nonsindromik PJB. Hobbs dkk melaporkan bahwa pada 311
ibu yang melahirkan anak dengan PJB tanpa sindrom lain, rerata konsentrasi
plasma glutation tereduksi, glutaminlsistein, dan vitamin B-6 dalam darah lebih
rendah, sedangkan rerata konsentrasi homosistein dan glutation teroksidasi lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.22
Pada bayi yang lahir dari ibu dengan penyakit diabetes melitus (DM),
insiden terjadinya PJB sebesar 4%, insiden ini lima kali lebih besar dibandingkan
angka pada populasi umum. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita DM
mempunyai risiko untuk mengalami kardiomiopati yang transien yang
terdiagnosis dengan pemeriksaan ekokardiografi. Penyebab keadaan ini belum
pasti, tetapi diduga akibat hiperinsulinemia dan hiperglikemia pada masa fetus.
13
Bayi dengan kardiomiopati simtomatik akan mengalami perbaikan gejala dalam 24 minggu, sedangkan pada kasus stenosis subaortik, hipertrofi akan menghilang
dalam 2-12 bulan.22
2.2.2. Riwayat Ibu Mengkonsumsi Obat-Obatan, Jamu dan Alkohol
Konsumsi banyak obat, seperti talidomid dan isotretinoin selama awal
kehamilan dapat mengganggu kardiogenesis pada fetus. Selain itu, pada beberapa
penelitian juga disebutkan bahwa konsumsi alkohol atau menggunakan kokain
selama masa kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung
bawaan.2 Riwayat pemakaian obat anti epilepsi pada ibu hamil seperti hidantoin
dapat menyebabkan stenosis pulmonal, dan aorta, litium dapat menyebabkan
anomali ebstein, dan konsumsi alkohol dapat menyebabkan ASD dan VSD.22
Tabel 1. Daftar obat yang dapat menimbulkan kelainan jantung bawaan dan
bentuk kelainan yang ditimbulkan.
Maternal medical use
Ebsteins anomaly, MR, TR
Lhitium
Outflow tract defect
Vitamin A > 10,000 IU/d
Overraiding aorta
Isotretinoin
Hipoplastic aortic arch,ASD, VSD
Trimethadion
Phenytoin
Valproic acid
Talidomid
Ibuprofen
naproven
trimmetoprien
sulfonamide
sultasalazine
tricyclic / tetracyclic
anti depresant
paroxitime
angiotensin-converting Enzime
inhibitor
Maternal illegal drug:
Any defects
VSD
VSD, ASD
ASD, VSD, PS, PDA
14
VSD
ASD, AVSD, TOF
Single ventricle, Ebsteins anomaly, VSD
Alkohol
Cigarette Smoking
Cocain and Marijuana
Dikutip dari: Sayasathid J, Sukonpan K, Somboonna N. Epidemiology and Etiology of Congenital Heart
Diseases. Thailand: Cardiac Center, Faculty og Medicine, Naresuan University. Di unduh dari :
www.intechopen.compada 30 September 2015.
15
Keluhan Klinis yang Sering Dijumpai pada Anak dan Bayi yang
Menderita Penyakit Jantung Bawaan
16
17
pirau. Obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri dapat terjadi pada tingkat
subvalvar, valvar, maupun supra valvar hingga ke arkus aorta. Akibat kelainan ini,
ventrikel kiri harus memompa lebih kuat untuk melawan obstruksi sehingga
terjadi peningkatan beban tekanan pada ventrikel kiri, sehingga timbullah gejala
takikardi. 2
2.3.4. Infeksi Nafas Berulang
Pada anak dengan penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan
yang besar dan dengan tingginya aliran darah paru memiliki risiko untuk
menderita infeksi saluran nafas berulang. Namun infeksi nafas saluran atas
berulang tidak berhubungan dengan penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung
bawaan yang berisiko untuk terjadinya infeksi saluran nafas bawah berulang
seperti PDA, ASD, VSD.2
2.3.5. Penurunan Toleransi Latihan
Anak yang dilahirkan dengan penyakit jantung bawaan memiliki insiden
lebih tinggi dalam hal kesulitan menyusui dan letargi. Penelitian oleh Knowles et
al tahun 2014 mendapatkan bahwa terjadi penurunan kualitas hidup terkait
kesehatan pada anak anak dengan penyakit jantung bawaan seperti kesukaran
datang ke sekolah dan mengikuti olahraga. Karakteristik pasien penyakit jantung
bawaan yang dibandingkan dengan usia sebayanya didapatkan memiliki berat
badan lahir rata-rata lebih rendah 200 gram, lebih sering mendapatkan pengobatan
dalam kesehariannya, memiliki absensi lebih sering terkait masalah kesehatan,
lebih jarang dalam mengikuti aktivitas olahraga dan aktivitas sosial lainnya. Pada
anak dengan pirau yang besar terjadi gejala fatigue dan dispneu. 5, 6
18
19
dihubungkan
dengan
peningkatan
konsumsi
20
mengakibatkan
berkurangnya
energi
yang
dapat
metabolisme
glikolisis.
Hipoksia
kronis
diduga
juga
menyebabkan berkurangnya sel lemak pada awal kehidupan anak PJB. Selain
itu hipoksia kronis juga memegang peranan penting dalam terjadinya anorexia
dan tidak efisiennya proses metabolisme di tingkat seluler.12
2.3.7. Jari Tabuh
Jari tabuh atau Clubbing finger adalah istilah klinis deskriptif, merupakan
pembengkakan jaringan lunak dari falang terminal dari digit dengan kelainan
sudut normal antara kuku dan bantalan
menjelaskan bahwa clubbing finger terjadi pada pasien dengan empiema, kemudin
setelah itu clubbing finger
21
penyakit gastrointestinal. Clubbing finger juga dapat terjadi, tanpa penyakit dasar
yang jelas, sebagai bentuk idiopatik atau sebagai sifat dominan Mendel.13
Penyebab idiopatik atau primer clubbing :
1. Pachydermoperiostosis
Clubbing merupakan salah satu manifestasi pachydermoperiostosis
(PDP) namun
hal
langka
dengan
clubbing
pembentukan
tulang
22
leukemia
myeloid
(POEMS/polineuropati,
organomegali,
23
Gambar 1. Gambar tersebut memperlihatkan clubbed fingers. phalangeal depth ratio merupakan ratio dari
falang distal dengan diameter interphalangeal. Clubbing finger bisa didiagnosis jika diameter falang distal
(A) lebih besar daripada diameter interfalang (B) (ie, phalangeal depth ratio >1).
Tetralogi Fallot
- S1 normal, S2 biasanya tunggal (yakni A2),
- Terdengar bunyi ejeksi sistolik di daerah pulmonal, yang makin
melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi (berlawanan
-
penyakit penyerta.
Trunkus Arteriousus
- S1 normal, s2 tunggal,karena hanya ada satu katup semilunar
- Bising ejeksi sistolik dan klik ejeksi sering terdengar di basis
jantung
25
kasus
Anomali Total Drainase Vena Pulmonalis
- S2 yang keras dan split lebar , namun tidak ada bising
- Paru terdengar ronki halus
- S2 bervariasi, dengan bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal
(Hipertiroidisme,
Hipertiroidisme
juvenilis),
malnutrisi,
distrofi
26
Pada TGA dapat terjadi pembesaran ruang jantung, ini terlihat pada
pemeriksaan foto rontgen thoraks yang menunjukkan kardiomegali dengan
apeks yang membulat menyerupai egg shape. Gambaran jantung tersebut
menunjukkan kardiomegali terutama pada bagian ventrikel kanan.15
2.3.10. Sianosis
Sianosis merupakan perubahan warna kulit dan membrane mukosa
yang dikarenakan peningkatan kadar sisa hemoglobin pada darah arteri (penyakit
jantung bawaan)/ akumulasi hemoglobin abnormal (medhemoglobinemia).
Sianosis terbagi atas sentral dan perifer. Sianosis sentral merupakan hasil dari
ketidak adekuatan oksigenasi darah (gagal jantung, atau kondisi berkaitan dengan
keadaan paru), atau pencampuran darah arteri dan vena (pirau kanan ke kiri, pirau
arteri vena). Sedangkan sianosis perifer dikarenakan tingginya reduksi
oksihemoglobin di kapiler serta pada keadaaan aliran darah yang lambat (gagal
jantung, obstruksi vena).8
27
Tetralogy of Fallot.
Pada TOF munculan sianosis persisten dimulai setelah bulan ke 3
kehidupan. Bersamaan dengan sianosis bayi baru lahir juga mengalami
dipsneu. Seiring dengan pertumbuhan anak penderita TOF akan merasa
nyaman dengan melakukan squatting. Sianosis yang terjadi bisa dengan atau
28
tanpa disertai kehilangan kesadaran. Setelah usia 2 tahun clubbing akan dapat
terlihat.
Atresia triscuspid.
Pada atresia tricuspid biasanya terjadi sianosis berat disertai dipsneu,
hipoksik spell segera setelah lahir.
Einsemegger syndrome.
Einsemegger syndrome terjadi karena terjadinya pirau dari kiri ke
kanan kemudian berubah dari kanan ke kiri pada kasus septum ventricular atau
PDA yang menyebabkan sianosis.
Cyanotic spells atau serangan sianotik merupakan suatu keadaan darurat
yang memerlukan pengenalan klinis yang cepat dan tatalaksana yang memadai
karena dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai asisdosis metabolik,
kejang, bahkan kematian. Cyanotic spells disebut juga dengan hypoxic spells,
hypercyanotic spells, tet spells atau paroxismal dispnea. Keadaan ini sering kali
ditemukan pada penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik terutama pada tertralogi
fallot, namun dapat juga terjadi pada PJB sianotik lain seperti atresia pulmonal
dengan VSD, transposisi arteri besar (TGA), atresia trikuspid dan sindrom
eisenmenger pada berbagai tingkatan usia.30
Cyanotic spells terjadi akibat beberapa hal, diantaranya adalah
peningkatan aktivitas, menangis, defekasi dan hipovolemia. Pada tetralogi fallot,
hal tersebut akan mengakibatkan peningkatan frekuensi laju jantung ( heart rate ),
peningkatan curah jantung (cardiac output) dan venous return, peningkatan pirau
dari kanan dan kiri, selanjutnya terjadi peningkatan pCO 2 , penurunan pO2 arteri
yang akan merangsang pusat pernafasan sehingga terjadi hiperpnea. Hiperpnea
29
akan meningkatkan alir balik vena sistemik yang akan menyebabkan peningkatan
tekanan di ventrikel kanan dan kemudian kembali lagi meningkatkan pirau dari
kanan ke kiri dan sianosis menjadi bertambah berat.30
Biasanya serangan sianotik tipikal terjadi pad apagi hari setelah anak
bangun tidur yang mungkin terjadi akibat perubahan vaskular bed di sirkulasi
pulmonal secara tiba-tiba. Keadaan lain yang dapat menstimulasidapat berupa
ansietas, demam, anemia, hipovolemia namun dapat juga terjadi tanpa sebab yang
jelas. Serangan sianosis jarang terkadi pad abayi kurang dari 6 bulan. Serangan
sianotik paling sering pada usia 4 tahun dan jarang terjadi setelah umur 4 tahun.30
Presentasi klinis serangan
terlihat lemah dan bertambah biru (sianotik) denga pola pernafasan cepat dan
dalam (hyperpnea) untuk kemudian terjadi asidosis metabolik yang berat. Bising
jantung melemah karena peningkatan pirau dari kanan ke kiri. Dapat juga terjadi
penurunan kesadaran dan kejang yang dapat mengancam jiwa. Pada anak yang
lebih besar seperti pada anak usia sekolah, akan mengalami squatting yang
merupakan mekanisme recovery berupa peningkatan resistensi vaskular sistemik
dengan akibat berkurangnya pirau dari kanan ke kiri di tingkat ventrikel sehingga
sirkulasi paru akan bertambah.30
2.4.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan penyakit jantung bawaan sianotik, tardapat pirau vena
menuju arteri disertai aliran kembali darah vena yang miskin oksigen menuju
sirkulasi sitemik. Kondisi ini menyebabkan hipoksia pada sirkulasi sistemik dan
30
jaringan tubuh.31 Selain itu, prevalensi anemia didapati tinggi pada pasien
penyakit jantung bawaan sianotik.32
Anemia pada penyakit jantung bawaan asianotik didefinisikan dengan
Hb<12 g/dL, sedangkan pada penyakit jantung bawaan sianotik anemia
didefinisikan Hb<15 g/dL. Pada studi Amoozgar pada tahun 2008 sampai 2009
yang dilakukan pada 60 pasien PJB asianotik didapatkan 50,7% memiliki Hb<12
g/dL, sedangkan pada 40 pasien PJB sianotik sekitar 75,9% memiliki Hb<15
g/dL.32
Anemia yang menyertai PJB sering dikarenakan defisiensi vitamin dan
mineral, hemolisis atau penyebab lain yang tidak diketahui. Pada pasien PJB
sianotik didapatkan pada lebih dari sepertiga kasus mengalami anemia defisiensi
besi, yang diperkirakan oleh karena agregasi yang dicetuskan penyakit lain atau
kombinasi beberapa faktor.32
Pada penelitian lain didapatkan hasil yang berbeda, dimana nilai Hb yang
dievaluasi pada 26 orang pasien ToF secara signifikan lebih tinggi dibanding
kelompok kontrol (p<0,0012).31
Keadaan hipoksia pada PJB dapat mencetuskan polisitemia. Hal ini terjadi
sebagai mekanisme kompensasi dengan meningkatkan aktivitas eritropoeitik.
Ogunkunle pada tahun 2012 telah meneliti kadar hematokrit pasien PJB sianotik
dan didapatkan terjadi peningkatan kadar hematokrit pada 80% kasus.33
2.4.1.2.
Pulse Oximetry
31
secara cepat dan akurat. Skrining di anjurkan dilakukan pada tangan dan salah
satu kaki.22
Kelompok kerja dari Swedia dan Inggris merekomendasikan skrining PJB
kritis dengan pemeriksaan pulse oximetry pada bayi baru lahir. Hasil skrining
disebut positif bila: (1) saturasi oksigen <90%, (2) saturasi oksigen kedua
ekstremitas <95% pada 3 kali pemeriksaan dalam jarak 1 jam, atau (3) adanya
perbedaan saturasi oksigen absolut >3% antara tangan kanan dan kaki pada 3 kali
pemeriksaan dalam jarak 1 jam. Bila hasil pemeriksaan pada salah satu
ekstremitas 95% dan perdedaan saturasi oksigen absolut ekstremitas atas dan
bawah 3%, hal tersebut dianggap normal.22
32
Gambar 2. Algoritma skrining pulse oximetry berdasarkan hasil pemeriksaan di tangan kanan
(Tka) dan salah satu kaki.22
90% - <95% dalam Tka dan Kaki atau >3% berbeda anta
menunjukkan kelainan, tetapi jika defek PDA cukup besar, pada beberapa
minggu kemudian tampak gambaran hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi
ventrikel kiri.9
Atrial Septal Defect.
33
Aorta Stenosis.
Pada stenosis katup aorta ringan EKG tampak normal. Pada kasus
berat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dengan strain. Pada koartasio
aorta gambaran EKG biasanya menggambarkan hipertrofi ventrikel kanan
yang jelas.9
Tetralogy of Fallot.
Gambaran EKG pada neonates dengan TOF tidak berbeda dengan
anak normal. Pada anak mungkin gelombang T positif di VI dengan
deviasi sumbu ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Gelombang P di
34
dapat ditentukan segmen septum mana yang terlibat, berapa besar ukuran
defek, apakah batas-batas defek tersebut, apakah terdapat malignment
komponen septum atau tidak, hubungan katup-katup terhadap defek, serta
hubungan perlengkatan korda katup terhadap defek.9
dievaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium dan menyingkirkan lesi-lesi
tambahan, serta nilai ukuran ruang-ruang jantung. Pada anak yang lebih besar
35
Pulmonary Stenosis.
Pada stenosis katup pulmonal, dengan pemeriksaan ekokardiografi
dan pembuluh darah. Dengan M-mode tampak garis koaktasi katup terletak
eksentrisk. Jika stenosi pada subvalvular atau supravalvular juga akan tampak
pada pemeriksaan ini.9
Tetralogy of Fallot.
Gambaran ekokardiografi pada TOF
septum ventrikel yang besar di sertai overriding aorta. Katup pulmonal tidak
selalu dapat terlihat jelas. Dengan teknik Doppler dapat dilihat arus dari
ventrikel kanan ke aorta, dan diperkirakan perbedaan tekanan antara ventrikel
kanan dengan arteri pulmonal. Meskipun gambaran Doppler yang bagus tidak
mudah diperoleh, khususnya pada stenosis infundibular yang berat.9
36
37
drainase
pulmonalis
misalnya
cortriatriatum.11
38
stenosis
mitral,
TAPVR,
Berikut kelainan jantung bawaan dan hasil gambaran rontgen yang dapat
ditemukan:
39
Pulmonary Stenosis
Pada stenosis katup pulmonal ukuran jantung masih normal dengan
pelebaran arteri post stenotik, namun vaskularisasi paru tidak meningkat.
Tidak ada hubungan langsung antara ukuran arteri pulmonalis dengan
derajat stenosis.9
Aorta Stenosis
Pada stenosis katup aorta kongenital, foto torak biasanya normal,
tapi dapat ditemukan dilatasi aorta asenden atau aortic knobs yang
menonjol disebabkan oleh post stenotik dilatasi. Biasanya tidak ada
kardiomegali kecuali jika disertai gagal jantung.9
40
Gambar 8. Tanda kardiomegali dengan disposisi apex ventrikel kiri ke dinding dada kiri.
Atrium kiri mendisposisi esofagus ke kanan. Tanda vaskularitas pulmonal normal. 21
Tetralogy of Fallot
Gambaran jantung pada radiologi tetralogy of fallot tidak terdapat
pembesaran. Apeks jantung kecil dan terangkat dan konus pulmonalis
cekung, vaskularisasi paru menurun. Gambaran ini disebut mirip dengan
sepatu.9
Gambar 9. Foto rontgen thoraks posis PA, memperlihatkan ukuran jantung normal dengan
bentuk sepatu boot (boot shape).21
41
Gambar 10. Jantung membesar dengan penyempitan pedikel memberi tampakan yang
disebut telur atas tali. Mediastinum superior tampak sempit diakibatkan oleh hubungan
anteroposterior transposisi arteri besar dan ketiadaan timus pada radiologis.21
2.4.6. CT Scan
CT scan memerankan peran penting dalam mengevaluasi pasien dengan
penyakit jantung bawaan. CT scan dapat digunakan untuk menilai aorta, arteri
pulmonal, vena pulmonal, ruang-ruang jantung dan hubungan arteriventrikular,
hubungan antara bronkus lobus atas dan arteri pulmonal, arteri coroner, katup,
vena sistemik (vena cava superior, vena cava inferior, vena hepatik) secara
sistematis.
2.4.7. Pemeriksaan MRI
MRI dapat digunakan untuk pemeriksaan kelainan jantung kongenital dan
evaluasi dari bentuk dan fungsi jantung, baik berupa stenosis dan regurgitasi
maupun fungsi bilik jantung. Dengan menggunakan pemeriksaan MRI akan
didapatkan data berupa ukuran dari bilik jantung, fungsi dan massa ventrikel
jantung secara kuantitatif dan karakteristik aliran abnormal dari jantung secara
terperinci. Misalnya pada kelainan ventrikel septal defek. Dengan menggunakan
MRI dapat di identifikasi kelainan anatomi berupa ukuran shunt, bukti adanya
kelainan jantung dan efeknya terhadap organ sekitar.10 Pemeriksaan MRI telah
menjadi sumber penting yang memberikan informasi terkait perubahan
42
Tatalaksana
Intervensi awal untuk mengatasi spells pada bayi yaitu dengan posisi knee-
chest yang dapat dilakukan dengan berbaring atau bayi diletakkan pada bahu ibu.
Keadaan ini diharapkan dapat meningkatkan resistensi vaskuler sistemik yang
berakibat berkurangnya pirau dari kanan ke kiri sehingga terjadi peningkatan
sirkulasi pulmonal. Bayi akan lebih tenang dan darah balik vena iskemik akan
berkurang. Pada anak besar dengan squatting (berjongkok) yang juga merupakan
upaya untuk meningkatkan resistensi vaskuler sistemik sehingga berkurangnya
pirau dari kanan ke kiri di tingkat ventrikel. Pemberian oksigen pada keadaan ini
tidak banyak manfaatnya karena masalah utama bukan kekurangan oksigen
namun yang terjadi adalah berkurangnya aliran darah ke paru.30
Apabila intervensi di atas tidak berhasil, maka harus diberikan terapi sebagai
berikut :
1. Propanolol 0.1mg/kgBB intravena diberikan pelan-pelan dan dapat diulang
setelah 15 menit. Dengan berkurang nya kontraktilitas miokard diharapkan
spasme infundibulum berkurang dan sirkulasi pulmonal akan meningkat.
Untuk pencegahan spells dapat diberikan propanolol oran dengan dosis 24mg/kgBB/hari. Obat pilihan lain adalah esmolol 0.5mg/kgBB diberikan
intravena dalam 1 menit, kemudian 50 mikrogram/kgBB selama 4 menit.
Dapat pula diberikan metoprolol 0.1mg/kgBB diberikan intravena selama
5 menit, dapat diulang tiap 5 menit, maksimal 3 kali.
43
Vasokonstriktor
phenylephrine
0.5mikrogram/kgBB/menit
untuk
drip
dapat
meningkatkan
diberikan
resistensi
0.1-
vaskular
anak dengan tetralogi fallot menggunakan single dose fentanyl intranasal, terjadi
peningkatan saturasi oksigen menjadi 78% dalam waktu 10 menit. Frekuensi
terjadinya serangan sianotik yang sering atau tidak pada bayi atau anak dengan
PJB sianotik menentukan apakah penderita perlu tindakan operasi paliatif segera
atau dapat langsung dilakukan operasi defenitif atau total koreksi.30
44
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan kongenital dengan insiden
6-10 bayi tiap kelahiran hidup. Untuk itu perlu dilakukan deteksi dini kelainan
jantung bawaan agar dapat dilakukan tatalaksana segera. Deteksi dini dapat
dilakukan dengan mengetahui status prenatal pasien berupa kelainan genetik,
riwayat keluarga, riwayat konsumsi obat-obatan, alkohol, dan merokok pada ibu,
kehamilan preterm, berat badan lahir rendah (BBLR), dan infeksi pada saat
kehamilan.
Deteksi dini juga dapat dilakukan pada bayi post natal. Deteksi dini dapat
dinilai berdasarkan manifestasi klinis berupa sianosis, sesak, jari tabuh, hambatan
tumbuh, dada berdebar, nyeri dada, penurunan toleransi latihan, infeksi saluran
nafas berulang. Selain itu, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kardiomegali,
bising jantung, keringat berlebihan squatting, palpitasi, infeksi nafas berulang,
penurunan toleransi latihan, hambatan pertumbuhan, jari tabuh dan sianosis.
Deteksi dini juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan lab, USG, elektrokardiography (EKG), echocardiography, rontgen,
CT-scan, dan MRI.
45
DAFTAR PUSTAKA
46
10. Cardiovaskular Magnetic Resonance made Easy oleh anitha varghese, Dudley
J Pennell. Elsevier : New York. 2008.
11. Park. M K. Parks Pediatric Cardiology For Practitioners. Sixth edition.
Philadelphia: Elsevier Saundres. 2014.
12. Saadah, Zumrotus dkk.2013. Perbandingan Pertumbuhan Anak Penderita
Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dengan Asianotik. Undergraduate thesis,
Faculty
of
Medicine
Diponegoro
University.
Diunggah
dari
http://eprints.undip.ac.id/44211.
13. Schwartz, Robert A; Richards, Gregory M.; Goyal, Supriya .2006. Clubbing
of
the
Nails,
WebMD
updated
22
juni
2015.diunggah
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1105946-overview#a6.
14. Roebiono P S. Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI. Pusan Jantung Nasional Harapan
Kita: Jakarta.
15. Nugraha A A, Suwarman dan Ardki Z. Penatalaksanaan Anestesi Pada
Transposition of the Great Arteries pada Operasi Mouth Preparation. Laporan
kasus. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran. Jurnal Anestesi Perioperatif. 2014.
16. Samik Wahab A. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital Yang Tidak
Sianotik. Jakarta: EGC. 2009.
17. Sreedhar CM, Ram S, Alam A, Indrajit IK. Cardiac MRI in Congenital Heart
Disease: Our Experience. MJ AFI.Vol 61 No 1, 2015.
18. Steinmetz M, Preuss HC, Lotz C. Non-Invasive Imaging for Congenital Heart
Disease Recent Progress in Cardiac MRI. J Clin Exp Cardiolog 2012.
19. Hopkins R, Carol P and Sanjay G. Radiology For Anaesthesia and Intensive
Care. Edisi 4th. Greenwich Medical Media: London. 2003.
20. Jones J. Atrial Septal Defec. 2010. [Diunduh tanggal 30 September 2015].
Tersedia di : http://radiopaedia.org.
47
september
2015].
Tersedia
di
www.bcm.edu/radiology/cases/pediatric/text/3a-desc.htm.
22. Madiyono B, Rubiana S. Petunjuk Klinis Dalam Menegakkan Diagnosis
Penyakit Jantung Bawaan dalam Pediatric Cardiology Update 2012. Divisi
Kardiologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI: Jakarta. 2012: 19-27.
23. Roebiono P. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian
Kardiologi
Dan
Vaskular
FKUI.
Di
unduh
dari
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/poppy.roebiono/material/diagnosisdantat
alaksanapjb-2.pdf. Pada 2 Oktober 2015.
24. Hariyanto D. Profil Penyakit Jantung Bawaan di Instalasi Rawat Inap Anak
RSUP Dr. M.Djamil Padang Januari 2008-Februari 2011. Sari Pediatri,
2012;14(3):152-7.
25. Djer M, Bambang M. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari Pediatri,
2000;2(3): 155-162.
26. Sastroasmoro S, Bambang M. Penyakit Jantung Bawaan dalam Buku Ajar
Kardiologi Anak. Binarupa Aksara. Jakarta. 1994: 165-277.
27. Goo H, Park I, Ko J. Ct of Congenital Heart Disease : Normal And Typical
Pathologic
Conditions.
Radiogrphics.
2003;23:147-65.
Diunduh
dari
48
31. Ontoseno T. Iron Deficiency, Low Arterial Oxygen Saturation and High
Hematocrit Level as a Major Micro-Enviromental Risk Factor in The
Development of Brain Abcsess in Patient with Tetralogy of Fallot. Folia
Medica Indonesiana Vol.40 No.3 July-September 2004:86-89.
32. Amoozgar H, Soltani M, Besharati A, Cheriki S. Undiagnosed Anemia in
Pediatric Patient with Congenital Heart Disease. ICRJ Vol.5 No. 2, 2011:7071.
33. Ogunkunle OO. Erythrocyte Indice of Iron Status in Children with Cyanotic
Congenital Heart Disease at the University College Hospital, Ibadan. Niger J
Paed 2013;40 (1):75-78.
34. Donald school textbook for tranvaginal sonography, asim k, jose B second
edition, jaypee brother medica, newdelhi, 2013.
35. Park MK. Parks Pediatric Cardiology for Practitioners. Sixth Edition. Elsevier
Saunders. US. 2014: 31-33.
49
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kombinasi pemeriksaan fisik, EKG dan foto rontgen thoraks.22
No Pemeriksaan Fisik
Foto rontgen thoraks EKG
1
Asinotik,
murmur PBF
meningkat, LVH
atau
pansistolik di ICS 3-4 kardiomegali
BVH
parasternal kiri
2
meningkat, LVH
atau
Asinotik,
murmur PBF
BVH
kontiniu di ICS 2-3 kardiomegali
3
PBF
meningkat, LVH
atau
parasternal kiri
BVH
Asianotik,
murmur kardiomegali
pansistolik di apek
4
Asianotik, murmur ejeksi PBF
meningkat, RVH, RBBB
sistolik di ICS 2-3 kardiomegali
parasternal kiri, BJ 2 split
menetap
5
meningkat, RVH, RBBB
Asianotik,
murumur PBF
ejeksi sistolik di ICS 2-3 kardiomegali,
parasternal kiri, BJ 2 split scimitas sindrom
menetap
6
Asianotik, murmur ejeksi PBF normal
LVH
sistolik di ICS 2-3
parasternal kanan
7
normal, LVH
Asianotik,
murmur PBF
kardiomegali (LA,
pansistolik di apeks
LV)
8
Asianotik, murmur ejeksi PBF normal
RVH
sistolik di ICS 2-3
parasternal kiri
9
Sianotik, murmur sistolik PBF
meningkat, LVH
atau
parasternal kiri
kardiomegali
BVH
10 Sianotik, murmur sistolik PBF
meningkat, LVH
atau
parasternal kiri
kardiomegali,
egg BVH
shaped heart
11 Sianotik, tidak terdengar PBF meningkat, egg RVH
murmur
shaped heart
12 Sianotik, murmur sistolik PBF
meningkat, RVH
di ICS 2-3 parasternal kiri snowman sign
13 Sianotik, murmur sistolik PBF menurun
BVH
di ICS 2-3 parasternal kiri
14 Sianotik, murmur sistolik PBF menurun
BVH,
QRS
kompleks sama
di ICS 2-3 parasternal kiri
pada
semua
lead
50
Diagnosis
VSD
PDA
AVSD
ASD
PAPVD
AS
MR
PS
Trunkus
arteriosus
TGA + VSD
TGA
TAPVD
TGA + PS
Single ventrikel
+ PS
15
16
17
PBF menurun
LVH
51
RVH
Tricuspid atresia
ToF
Sindrom
eisenmenger
Lampiran 2. Diagnosa Banding murmur sistolik pada batas atas sternalis kiri atas
(area pulmonal)
Kondisi
Temuan fisikal yang
Temuan Foto Dada
Temuan EKG
penting
Stenosis Katup
bising ejeksi sistolik, Arteri pulmonal
Normal kalau ringan
Pulmonal
Grade 2- 5/6
cabang utama
Deviasi axis kanan
Thrill ()*
menonjol (Dilatasi
(RAD)
Split S2 lebar pada
poststenosis)
Hipertrofi ventrikel
kondisi ringan
Corakan vaskular
kanan (RVH)*
Klik ejeksi () pada
paru (PVM) Normal Hipertrofi atrium
RIC2 kiri*
kanan (RAH) kalau
Transmisi ke
berat
belakang
Defek Septum Atrial Bising ejeksi sistolik, Peningkatan PVM*
RAD
(ASD)
Grade 2-3/6
Pembesaran atrial
RVH
Split lebar dan S2
kanan (RAE),
RBBB* (rsR)
terfiksir*
Pembesaran ventrikel
kanan (RVE)*
Murmur aliran
Bising ejeksi sistolik, Normal
Normal
Pulmonal pada bayi Grade 1-2/6
baru lahir
Thrill tidak ada
Transmisi baik ke
belakang dan axilla*
Bayi baru lahir
Murmur aliran
Bising ejeksi sistolik, Normal
Normal
Pulmonal pada anak Grade 2-3/6
Kadang- kadang
Thrill tidak ada
pektus ekskavatum
Transmisi rendah
atau straight back
Stenosis Arteri
Bising ejeksi sistolik, Hilar menonjol
RVH atau normal
Pulmonal
grade 2-3/6
Vessel ()
Bising kontinyu
jarang
P2 kuat
Transmisi baik ke
belakang dan kedua
lapang paru*
Stenosis Aorta (AS) Bising ejeksi sistolik, Dilatasi Aorta
Normal atau
grade 2-5/6
Hipertrofi ventrikel
Kedengaran pada
kiri (LVH)
RIC2 kanan *
Thrill () pada RIC2
kanan dan
suprasternalis notch*
52
Tetralogi Falot
(TOF)
Koartasio Aorta
(COA)
Paten Duktus
Arteriosus (PDA)
Anomali Total
Drainase Vena
Pulmonalis
(TAPVR)
53
Penurunan PVM*
Ukuran Jantung
normal*
Jantung berbentuk
sepatu (Boot-shaped)
Arkus aorta kanan
(25%)
RAD
RVH atau BVH
(biventricular
hypertrophy)
RAH ()
Penigkatan PVM*
LAE (pembesaran
atrial kiri), LVE
(pembesaran
ventrikel kiri)*
Peningkatan PVM*
RAE and RVE
Penonjolan MPA
Snowman sign
RAD
RAH
RVH*
Diastolic rumble
pada batas bawah
sternalis kiri*
Sianosis ringan dan
clubbing ()*
Anomali Parsial
Temuan fisik sama
Peningkatan PVM*
Sama seperti di ASD
Drainase Vena
seperti pada ASD
RAE dan RAE*
Pulmonalis
S2 tidak terfiksir
scimitar sign ()
(PAPVR)
melainkan
berhubungan dengan
ASD*
*Temuan yang merupakan ciri khas dari kondisi.
Sumber: Park MK. Parks Pediatric Cardiology for Practitioners. Sixth Edition..
Elsevier Saunders. US. 2014: 31-33
54
Lampiran 3. Diagnosa Banding bising sistolik pada batas atas sternalis kanan
(Area Aorta)
Stenosis Katup Aorta
Bising Ejeksi
LVE ringan ()
Normal atau
Sistolik, Grade 2- Aorta asendan
LVH dengan
5/6 pada RIC2
atau aortic knob atau tanpa
kanan,
strain
kedengaran
paling keras pada
RIC3 kiri
Thrill (), batas
atas sternalis
kanan dan arteri
karotis
Klik Ejeksi*
Trasmisi baik ke
leher
S2 tunggal*
Stenosis Subaorta
Bising Ejeksi
Biasanya normal Normal atau
Sistolik, Grade 2LVH
4/6
Bising regurgitasi
aorta hampir ada
pada stenosis
yang diskret*
Tidak ada klik
ejeksi
Stenosis Aorta
Thrill ()
Tidak ada
Normal, LVH
Supravalvular
Klik Ejeksi tidak kelainan
atau BVH
ada
Nadi dan tekanan
darah mungkin
lebih besar pada
lengan kiri*
Kelainan wajah
dan retardasi
mental*
Bising dapat
ditransmisi baik
ke belakang
(Stenosis
Pulmonal)
Sumber: Park MK. Parks Pediatric Cardiology for Practitioners. Sixth Edition..
Elsevier Saunders. US. 2014: 31-33
55
56
Lampiran 4. Diagnosa Banding bising sistolik pada batas bawah sternalis kiri
Kondisi
Temuan fisik
Temuan Foto dada Temuan EKG
yang penting
Defek Septum
Regusgitasi
Peningkatan
Normal
Ventrikular (VSD)
Sistolik, grade 2- PVM*
LVH atau BVH
5/6*
LAE dan LVE
Holosistolik
(kardiomegali)*
tidak
Terlokalisir pada
batas bawah
sternalis kiri
Thrill biasanya
ada*
P2 keras
Endocardial Cushion
Temuan sama
Sama seperti pada QRS superior,
Defect (ECD),
seperti pada
VSD besar
LVH atau BVH
Komplit
VSD
Diastolic rumble
pada batas
bawah sternalis
kiri*
Ritme galop
pada bayi*
Vibratory Innocent
Bising Ejeksi
Normal
Normal
Murmur (Stills)
Sistolik, Grade
2-3/6
Musikal atau
getaran dengan
aksentuasi
midsistolik
Maximal pada
batas bawah
sternalis kiri dan
apex*
Hypertrophic
Bising Ejeksi
Normal atau LVE LVH
Obstructive
Sistolik, Grade
Abnormal:
Cardiomyopathy
2-4/6
gelombang Q
(HOCM), Idiopathic
Nada sedang
dalam pada Lead
hyperthropic
Maximal pada
V5 dan V6
Subaortic Stenosis
batas bawah
(IHSS)
sternalis kiri atau
apex
57
Regurgitasi Trikuspid
(TR)
TOF
Thrill ()
Kemungkinan
adanya
regurgitasi mitral
Regurgitasi
sistolik, grade 23/6*
Ritme triple atau
quadruple (pada
anomali
Eibstein)
Sianosis ringan
()
Hepatomegali
dengan nadi
hepar teraba
serta penigkatan
JVP (Jugular
Venous Pressure)
pada kondisi
berat
Bising lebih
keras pada batas
atas sternalis kiri
(ULSB)
Normal PVM
RAE pada kondisi
berat
RBBB, RAH
dan first-degree
AV block pada
Ebsteins
AnomalyT
58
59