Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia,
nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO
1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.1
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan
50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan
antibiotika secara empiris.1
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru
utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 %
diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi
dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8

% kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr.


Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka
kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan
sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.1

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama

: Tn. M. Ali Us

Tanggal Lahir/ Umur

: 1 juli 1973 (42 tahun)

Alamat

: Gampong baro Aceh Jaya

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Tani dan pemecah batu

Status Perkawinan

: Belum Kawin

Suku

: Aceh

CM

: 1-03-12-63

Jaminan

: BPJS

Tanggal Masuk

: 22 desember 2014

Tanggal Pemeriksaan

: 25 Desember 2014

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
: sesak nafas
Keluhan tambahan : Batuk darah, nyeri dada dan demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dirujuk oleh RS Chik Di Tiro Sigli dengan diagnosis cerebral infark.
Pasien penurunan kesadaran sejak tiga minggu yang lalu. Pasien pernah dirawat di
rumah sakit sigli selama 8 hari dengan cerebral infark. Kemudian pasien dirujuk ke
rumah sakit zainal abidin dan dirawat selama 17 hari dengan diangnosa penurunan
kesadaran e.c stroke iskemik. Berdasarkan alloanamnesis dengan anak pasien, pasien
mengalami batuk batuk sejak 4 hari dirawat dirumah sakit sigli, batuk berdahak
namun sulit untuk mengeluarkan dahaknya. Batuk darah tidak ada, Pasien juga
mengalami sesak nafas. Sesak tidak berhubungan dengan waktu, tidak berhubungan
dengan allergen, sesak tidak berbunyi mengi. pasien juga mengalami demam yang
naik turun, namun mulai berkurang. Batuk batuk mulai berkurang. Riwayat
penurunan berat badan, berkeringat malam hari, mual dan muntah disangkal. Pasien
dalam keseharian sudah lama berbaring ditempat tidur karena stroke dan hemiparese
sinistra dan afasia.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah menderita hipertensi sejak 20 tahun yang lalu dan tidak pernah
control dan minum obat yang teratur. Pasien sudah pernah dirawat sebanyak 4 kali
dirumah sakit sigli karena stroke sejak tahun 2006 lalu.

Riwayat Penggunaan Obat : tidak ada


Riwayat Penyakit Keluarga :

Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi


3

Riwayat Kebiasaan Sosial :

Pasien sehari-harinya berbaring ditempat tidur

2.3 Pemeriksaan Tanda Vital


Keadaan Umum

: sakit berat

Kesadaran

: stupor

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Frekuensi nadi

: 64 kali/menit, regular, kuat angkat, isi cukup

Frekuensi nafas

: 26 kali/menit, regular.

2.4 Pemeriksaan Fisik

Kulit

: sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)

Kepala

: rambut hitam, sukar dicabut

Wajah

: simetris, edema (-), deformitas (-)


Mata :

anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks

cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil


isokor 3 mm/3 mm

Telinga
Hidung

: kesan normotia
: sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)

Mulut: mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-),
tonsil hiperemis (-/-), T1 T1.
Leher:

retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku

kuduk (+).
Thoraks anterior
Pemeriksaa
n Fisik Paru
Inspeksi

Thorax Dekstra
Statis

Thorax Sinistra

: simetris, bentuk normochest

Dinamis : simetris, dinding pernafasan abdominotorakal, retraksi


interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil/vocal: Sulit
dinilai
Tengan Fremitus taktil/vocal: Sulit
dinilai
Bawah Fremitus taktil/vocal: Sulit

Fremitus taktil/vocal: Sulit


dinilai
Fremitus taktil/vocal: Sulit
dinilai
Fremitus taktil/vocal: Sulit

dinilai

dinilai

Atas Sonor

Sonor

Tengan Sonor

Sonor

Bawah Sonor
Auskultasi

Sonor

Perkusi

Atas Vesikuler (+), rhonki (+),


wheezing (-)
Tengan Vesikuler (+), rhonki (+),
wheezing (-)
Bawah Vesikuler , rhonki (+),
wheezing (-)

Vesikuler, rhonki (+), wheezing


(-)
Vesikuler, rhonki (+), wheezing
(-)
Vesikuler, rhonki (+), wheezing
(-)

Thoraks posterior
Pemeriksaa
n Fisik Paru
Inspeksi

Thorax Dekstra
Statis

Thorax Sinistra

: simetris, bentuk normochest

Dinamis : simetris, retraksi interkostal (-/-), jejas (-)


Palpasi
Atas Fremitus taktil/vocal: Sulit
dinilai
Tengan Fremitus taktil//vocal: Sulit
dinilai
Bawah Fremitus taktil/ vocal: Sulit
dinilai

Fremitus taktil/ vocal: Sulit


dinilai
Fremitus taktil/ vocal: Sulit
dinilai
Fremitus taktil/ vocal: Sulit
dinilai

Perkusi
Atas Sulit dinilai

Sulit dinilai

Tengan Sulit dinilai

Sulit dinilai

Bawah Sulit dinilai


Auskultasi

Sulit dinilai

Atas Sulit dinilai

Sulit dinilai

Tengan Sulit dinilai

Sulit dinilai

Bawah Sulit dinilai

Sulit dinilai

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba, thrill (-)

Perkusi

: Batas-batas jantung
Atas

: Sela iga III linea midclavicula sinistra

Kiri

: Sela iga V linea Axilaris anterior

Kanan : Sela iga V satu jari linea parasternal kanan


Auskultasi

: BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

Abdomen

Inspeksi

: simetris, distensi (-), vena kolateral (+)

Palpasi

: organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)

Perkusi

: timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi

: Peristaltik (n)
Ekstremitas :

sianosis (-), clubbing finger (-), edema

ekstremitas inferior (-/-), pembesaran KGB aksila dan inguinal


dex et sin (-)

2.5 Diagnosa Banding


1) Hospital Aquired Pneumonia
2) Tuberkulosis paru

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a) Laboratorium Darah
22/12/201
4

Nilai rujukan

Satuan

Hemoglobin

7,3

14,0-17,0

gr/dl

Hematokrit

25

45-55

Eritrosit

4,2

4,7 6,1

103/mm3

Leukosit

10,0

4,5-10,5

103/mm3

Trombosit

273

150- 450

106 U/L

Eosinofil

0-6

Basofil

0-2

N. Segmen

75

50-70

Limfosit

16

20-40

Monosit

2-8

CT/BT

2/8

1-7/5-15

Na

141

135-145

mmol/L

4,3

3,5-4,5

mmol/L

Cl

109

90-110

mmol/L

KGDS

93

<200

mg/dl

Difftel

%
%
%
%
%

1Elektrolit

Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin

74

13- 43

mg/dl

0,60

0,57-1,17

mg/dl

Fungsi Hati
Bil. Direk
Bil. Indirek
14
SGOT

11

SGPT

-Analisa gas darah: 24-12-2014


Kimia klinik
PH
pCO2
pO2
Bikarbonat (HCO3)
Total CO2
Kelebihan basa (BE)
Saturasi o2

Hasil
7,132
53,20
68
18,0
19,6
-10,4
85,7

Nilai rujukan
7,35-7,45
35-45
80-100
23-28
23,2-27,6
(-2) (+2)
95-100

b) Kultur MO
Menunggu Hasil..
c) Foto Thorax

Espertise
9

Foto toraks AP
Cor
: Kesan membesar, kalsifikasi diaorta
Pulmo : Tak tampak infiltrate
Sinus prenicocostalis kiri ndan kanan tajam
Kesimpilan: Caediomegali dengan aortosklerosis

2.7

Diagnosa
Hospital Aquired Pneumonia

2.8

Tatalaksana

O2
Flumocyl syr 3x C1
Levofloxacin 1 x 500 mg (H7)
Gentamisin 80 mg/24 jam (H7)

Planing:
Foto thorak ulang
Sputum Mo
Cek darah ulang

10

BAB III
ANALISA KASUS

1. ANATOMI PARU

11

Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya berada
di rongga thorax. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar memisahkan paru. Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus : atas,
tengah, dan bawah di kanan, dan atas dan bawah kiri. Suatu lapisan tipis yang
mengandung kolagen dan jaringan elastic dikenal sebagai pleura, melapisi rongga
dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru (pleura viceralis). Diantara
pleura tersebut terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk
memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah
pemisahan thorak dan paru.4

Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Cabang utama bronkus kanan dan
kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya
menjadi bronkiolus terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh
dinding tipis atau septum. Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas
yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas
membentuk tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan saat
inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi.4

12

Fissura interlobaris yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini terletak di


antara lobus paru-paru. Paru-paru kanan dan kiri mempunyai fissure obliq yang
dimulai pada dada anterior setinggi iga keenam pada garis midclavicula dan
memanjang lateral atas ke iga kelima di garis aksillaris media, berakhir pada dada
posterior pada prosessus spinosus T3. Lobus bawah kanan terletak di bawah fissure
obliq kanan, lobus atas dan tengah kanan terletak di atas fissure obliq kanan. Lobus
bawah kiri terletak di bawah fissure obliq kiri, lobus atas kiri terletak di atas fissure
obliq kiri. Fissura horizontal hanya ada di bagian kanan dan memisahkan lobus atas
kanan dan lobus tengah kanan. Fissura memanjang dari iga keempat pada tepi
sternum ke iga kelima pada garis aksillaris media.5

13

2.

DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus terisi oleh cairan
radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium.
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi,
obat-obatan) lazimnya disebut pneumonitis.6
Klasifikasi pneumonia sangat beragam dan yang sering digunakan antara lain:
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b.Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya

14

Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca


infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d.Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus, misalnya pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan

b. Bronkopneumonia
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan
oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48
jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum
masuk rumah sakit.1

15

3. ETIOLOGI
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti.
Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance
(MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus
aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin
Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan
jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi.1

16

kuman
didapat
sputum
di ruang
intensif

Nama kuman
Jumlah
Klebsiella
40
Pseudomonas
37
Acinetobacter
21
Klebsiella spp
18
Psedomonas spp
10
Acinetobacter spp
10
Staphylococcus auresus
9
E.coli
9
Pseudomonas aeruginosa
5
Streptococcus spp
3
Enterobacter spp
1

Pola
yang
dari
pasien
rawat
RS

Pershabatan tahun 2004


Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari
dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi
transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea.1

Faktor risiko pada pneumonia dibagi menjadi 2 bagian:


1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme,
azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur,
perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid,
pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat
di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis
2. Faktor eksogen adalah :
a. Pembedahan :

17

Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan,


yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah
(5%).

b. Penggunaan antibiotik :
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif
terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan.
Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal
di orofaring dan saluran pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus
merupakan flora normal di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat
pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan
sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di
orofaring.
c. Peralatan terapi pernapasan
Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri pseudomonas aeruginosa
dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik,
pemberian antasid dan alimentasi enteral Pada individu sehat, jarang dijumpai
bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan
cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H2 yang
mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif
aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.
e. Lingkungan rumah sakit
Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
18

Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti


alat bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll
Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi

Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP menurut ( american
Thorasic Society / infectious Diseases Society of America 2004) 1:

Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir


Dirawat di rumah sakit 5 hari
Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit

tersebut
Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi

4. KLASIFIKASI
-

Hospital-acquired pneumonia (HAP)


Pneumonia yang terjadi < 48 jam setelah dirawat di RS

Ventilator-associated pneumonia (VAP)


Pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal

Healthcare-associated Pneumonia (HCAP)


1. Telah dirawat 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi
2. Tinggal di rumah perawatan (nursing home, atau long-term care facility)
3. Mendapat AB intravena, kemoteapi, atau perawatan luka dalam waktu 30
hari proses infeksi
4. Datang ke RS atau klinik hemodialisa
19

5. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas.
ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah
yaitu :1
-

Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus

neurologis dan usia lanjut


Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan

pasien
Hematogenik
Penyebaran langsung

Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi.

20

Terdapat empat stadium anatomi dari pneumonia terbagi atas:


1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga penderita akan bertambah
sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi) (3 sampai dengan 8 hari)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium akhir (resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru

21

kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.

Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko


mengalami pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar
berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan
pejamu yang gagal membersihkan inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan
inflamasi sehingga terjadi pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan
faktor risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di
saluran napas bagian atas atau pencernaan makanan. Patogen penyebab pneumonia
nosokomial ialah bakteri gram negatif dan Staphylococcus aureus yang merupakan
flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran napas bagian atas karena bakteribakteri tersebut merupakan titik awal yang penting untuk terjadi pneumonia.1

22

Terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan


berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih
keluar dari pembuluh darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang
terinfeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Lobus
bagian bawah paru paling sering terkena karena mikroorganisme penyebab yang
paling sering adalah bakteri anaerob sehingga oksigenasi berkurang atau tidak terlalu
dibutuhkan, disamping itu juga karena efek gravitasi.1
Adapun cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya
infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang
infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter. Faktor resiko yang berkaitan dengan
pneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme adalah usia lanjut, penyakit
23

jantung, alkoholisme, diabetes melitus, penggunaan ventilator mekanik, PPOK,


immune defect, serta terapi khusus.5

6. GEJALA KLINIS7

demam, sakit kepala, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan


gastrointestinal.

Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, sputum, napas
cuping hidung, sesak napas, merintih.

Tanda pneumonia berupa retraksi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara


napas melemah, dan ronki.

Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di
daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, nyeri
dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah
menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa
inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi
bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).

24

7. DIAGNOSIS
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta),
diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut:1
a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif

Ditambah 2 diantara kriteria berikut: suhu tubuh > 38oC , sekret purulen
dan leukositosis

8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Fisik
Berikut

beberapa

gejala

klinis

yang

mengarah

pada

tipe

kuman

penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit.


-

Gejala yang tiba-tiba muncul dan langsung berat (Streptococcus


pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Yersinia
pestis)

Gejala yang timbulnya lambat (pneuomonia atipikal,

Klebsiella

pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Enterobactericiae)


-

Gejala yang dialami pasien, misal nyeri pleuritik difus (Mycoplasma


pneumoniae), nyeri pleuritik tusuk (Streptococcus pneumoniae), coryza

25

(virus), red currentjelly seperti batu bata (Klebsiella pneumonia), sputum


berbau busuk (pneumonia aspirasi, infeksi anaerob)
-

Gejala intestinal, mual, muntah, diare, nyeri abdomen (Legionella


pneumoniae)

Tampak bagian dada yang sakit tertinggal sewaktu bernafas dengan suara
napas bronchial kadang-kadang melemah.

Di dapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada
stadium resolusi.

9.

PEMERIKSAAN YANG DIPERLUKAN


Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan
induksi sputum atau aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi.
Jika fasiliti memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara
semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna.
jika ditemukan 106 colony-forming units/ml dari sputum, 105 106
colony-forming units/ml dari aspirasi endotrracheal tube, 104 105 colonyforming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) , 103 colony-forming
units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-forming units/ml
dari vena kateter sentral . Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari
tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah
dapat mengisolasi bakteri patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur darah
(+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada
semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur
darah. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan
langsung dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang

kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk.


Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit.1
Pemeriksaan Laboratorium

26

Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit


normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikooplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman
gram negative.

Pemeriksaan Radiologi
Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti gambaran
konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh
eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto
Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut
lobaris pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan
alveoli secara tersebar maka disebut bronchopneumoniae.

27

10. TATALAKSANA
TERAPI ANTIBIOTIK
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :
Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus
mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai
penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat

Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis
dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal.
Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien

yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada
hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons
klinis.

28

Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi

kuman MDR
Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis

memburuk
Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan
empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian
antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah
mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.

Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien
tanpa fakto risikopatogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit
(mengacu ATS / IDSA 2004)(3)
Patogen potensial

Antibiotik yang
direkomendasikan

Streptocoocus pneumoniae

Betalaktam + antibetalaktamase

Haemophilus influenzae

(Amoksisilin klavulanat)

Metisilin-sensitif

atau

Staphylocoocus aureus
Sefalosporin G3 nonpseudomonal
Antibiotik sensitif basil
Gram negatif enterik
- Escherichia coli

(Seftriakson, sefotaksim)
atau

29

- Klebsiella pneumoniae

Kuinolon respirasi
(Levofloksasin, Moksifloksasin

- Enterobacter spp
- Proteus spp
- Serratia marcescens

11.

LAMA TERAPI
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat,

penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi
gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari
bebas panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka
lama terapi 14 21 hari. Pada pasien dengan imunitas yang normal terapi AB
biasanya diberikan selama 2 minggu,dapat diperpanjang bila terdapat gangguan daya
tahan tubuh. Pasien ini biasanya menyelesaikan terapi AB parenteral di RS dan tidak
ada kesempatan untuk dilakukan pengalihan obat kepada bentuk oral.

12.

RESPONS TERAPI
Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi.

Respons klinis terlihat setelah 48 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan


tidak merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan
yang nyata

30

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan


penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.
2. Dahlan,Zul. Pneumonia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006 . Hal 974.
3. Wilson, Walter R., Sande, Mele A. Tracheobronchitis and Lower Respiratory
Tract Infections. In: Wilson, Walter R et all. Current Diagnosis and Treatment
in Infectious Disease. United States of America: McGraww Hill Companies,
Inc. 2001; Part 10
4. Price, Sylvia A., Wilso, Loraine M. 2008. Patofisiologi, Konsep klinis ProsesProses Penyakit, Buku II, edisi keempat. Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
5. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Publishing. 2006; page 20
6. American thoracic society. Guidelines for management of adults with
Guidelines for the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilatorassociated, and Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit.Care Med
2005; 171: 388-416.
7. Wibisono, Jusuf M. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Balai penerbit FK
UNAIR, Surabaya

32

Anda mungkin juga menyukai