Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TITRASI REDOKS

Nama Praktikan
NIM

: Rizky Frambudi
: 131810301027

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2015
BAB I. PENDAHULUAN

1.

A. Latar belakang
Dalam melakukan percobaan di laboratorium kimia, kita tidak akan terlepas dari analisis,
baik itu kualitatif ataupun kuantitatif. Kedua analisis ini akan selalu beriringan. Setelah kita
mengidentifikasi suatu zat melalui analisis kualitatif, langkah selanjutnya adalah menentukan
banyaknya jumlah zat yang terdapat dalam sampel tersebut yang biasa kita kenal dengan analisis
kuantitatif. Dalam analisis kuantitatif, kita beberapa metode dan salah satunya yaitu metode
titrimetri.
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan cara analisis
kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam setiap metode
titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang diseut
titran.
Istilah titrasi untuk penambahan titran ke dalam analit didasarkan pada proses pengukuran
volume titran untuk mencapai titik ekivalen. Istilah metode titrimetri lebih cocok diterapkan
untuk analisis kuantitatif dibandingkan metode volumetri, sebab pengukuran volume tidak selalu
berkaitan dengan titrasi.
Jenis metode titrasi didasarkan pada jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi.
Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu;
asidi-alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri, dan titrasi pengendapan. Namun dalam makalah
ini kita hanya akan membahas tentang titrasi oksidimetri (redoks) secara khusus.
B.

C.

Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian reaksi redoks?
2.

Apa saja mcam-macam titrasi redoks?

3.

Bagaimana prinsip kerja titrasi redoks?

Tujuan
1.

Mengetahui pengertian reaksi redoks

2.

Mengetahui mcam-macam titrasi redoks

3.

Mengetahui prinsip kerja titrasi redoks

BAB I

PENDAHULUAN
1.
A. Latar belakang
Dalam melakukan percobaan di laboratorium kimia, kita tidak akan terlepas dari analisis, baik itu
kualitatif ataupun kuantitatif. Kedua analisis ini akan selalu beriringan. Setelah kita
mengidentifikasi suatu zat melalui analisis kualitatif, langkah selanjutnya adalah menentukan
banyaknya jumlah zat yang terdapat dalam sampel tersebut yang biasa kita kenal dengan analisis
kuantitatif. Dalam analisis kuantitatif, kita beberapa metode dan salah satunya yaitu metode
titrimetri.
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan cara analisis
kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam setiap metode
titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang diseut
titran.
Istilah titrasi untuk penambahan titran ke dalam analit didasarkan pada proses pengukuran
volume titran untuk mencapai titik ekivalen. Istilah metode titrimetri lebih cocok diterapkan
untuk analisis kuantitatif dibandingkan metode volumetri, sebab pengukuran volume tidak selalu
berkaitan dengan titrasi.
Jenis metode titrasi didasarkan pada jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi.
Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu;
asidi-alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri, dan titrasi pengendapan. Namun dalam makalah
ini kita hanya akan membahas tentang titrasi oksidimetri (redoks) secara khusus.
1.

B.
1.

Rumusan Masalah
Apakah pengertian reaksi redoks?

2.

Apa saja mcam-macam titrasi redoks?

3.

Bagaimana prinsip kerja titrasi redoks?

1.

C.
1.

Tujuan
Mengetahui pengertian reaksi redoks

2.

Mengetahui mcam-macam titrasi redoks

3.

Mengetahui prinsip kerja titrasi redoks

BAB II. PEMBAHASAN

A.

Pengertian Reaksi Redoks


Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah reaksi
redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari senyawa/unsure/ion yang
bersifat oksidator dengan unsure/senyawa/ion bersifat reduktor. Jadi kalau larutan bakunya
oksidator, maka analit harus bersifat reduktor atau sebaliknya (Hamdani, S: 2011).
Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran. Analit yang
mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran berupa larutan standar dari oksidator atau
sebaliknya. Berbagai reaksi redoks data digunakan sebagai dasar reaksi oksidimetri, misalnya
penetapan ion besi(II), Fe2+ dalam analit dengan menggunakan titran larutan standar cesium(IV),
Ce4+ yang mengikuti persamaan reaksi
Fe2+ + Ce4+
Fe3+ + Ce3+
Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Sepertinya akan menjadi tidak mungkin bisa
mengaplikasikan titrasi redoks tanpa melakukan penyetaraan reaksinya dulu. Selain itu
pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan.
Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi
redoks menjadi jauh lebih mudah. Perlu diingat dari penyetaraan reaksi kita akan mendapatkan
harga equivalen tiap senyawa untuk perhitungan (Hamdani, S: 2011).
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant (potensiomteri), atau dapat juga menggunakan
indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan
indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant
sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol
dengan kalium dikromat (Hamdani, S: 2011).
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik
maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi redoks
dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi. Selain itu cara
sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indicator (Hamdani, S: 2011).
B.

Macam-macam Titrasi Redoks


Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka
dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri dan permanganometri.
1.
Iodimetri dan Iodometri
Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara langsung), dan iodometri (cara
tidak langsung). Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan dalam iodometri
ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam iodometri ataupun iodimetri penentuan titik
akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri digunakan larutan tiosulfat untuk
mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat merupakan standar sekunder dan

dapat distandarisasi dengan kalium dikromat atau kalium iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan
titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk
pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan baku primer, yaitu larutan yang
konsentrasinya dapat diketahui dengan cara penimbangan zat secara seksama yang digunakan
untuk standarisasi suatu larutan karena zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa
dilakukan dengan menggunakan larutan baku sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat
diketahui dengan cara dibakukan oleh larutan baku primer, karena sifatnya yang labil, mudah
terurai, dan higroskopis (Khopkar, 1990).
Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012) mengatakan syarat-syarat larutan baku primer
yaitu :
Mudah diperoleh dalam bentuk murni
Mudah dikeringkan
Stabil
Memiliki massa molar yang besar
Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasr perhitungan.
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa iodine dengan natrium
tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini
I2 + 2 e 2 I- Eo = + 0,535 volt
Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan berwarna
merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan
menggunaka indikator amilosa atau amilopektin.
Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan titrasi iodimetri.
Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan iodida, dimana larutan
tersebut diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat, titrasi
tidak iodine secara tidak langsung disebut dengan iodometri. Dalam titrasi ini digunakan
indikator amilosa, amilopektin, indikator carbon tetraklorida juga digunakan yang berwarna ungu
jika mengandung iodine.
Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012), larutan standar yang digunakan dalam
kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sabagai
pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara
langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil
untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium
tiosulfat.
2.

Permanganometri

Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar Kalium


permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam suasana
basa. Dalam suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+ dengan
persamaan reaksi :
MnO4- + 8 H+ + 5 e Mn2+ + 4 H2O
Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap perubahan bilangan oksidasinya, maka
berat ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606.
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam sulfat cukup
baik karena tidak bereaksi dengan permanganat.
Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak
berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan permangant yang kita pergunakan
encer, maka penambahanindikator dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan
seperti feroin, asam N-fenil antranilat.
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis
vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama,
sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari gas
carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat encer
sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan larutan kanji
atau amilosa (Steven, 2012).
3.
Dikromatometri
Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator.
Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat. Kalium
dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama dikromatometri adalah untuk penentuan
besi(II) dalam asam klorida (Zulfikar, 2010).
4.

Serimetri
Serimetri adalah titrasi menggunakan larutan baku serium sulfat, untuk zat uji yang
bersifat reduktor.
Contoh : Titrasi zat uji yang mengandung ion ferro.
Prinsip :
Larutan zat uji dalam suasana asam dititrasi dengan larutan baku serium sulfat (Ce(SO4)2).
Reaksi :
(untuk zat uji yang mengandung ion ferro)
Fe2+

Fe3+ + e oksidasi

Ce4+ + e
Ce3+ reduksi
Fe2+ + Ce4+
Fe3+ + Ce3+ redoks
Reaksi yang terjadi :
Perubahan warna indikator pada titik akhir titrasi adalah dari merah menjadi biru pucat.
Titrasi dilakukan dalam suasana asam , karena pada kebasaan yang relatif rendah mudah terjadi
hidrolisis dari garam serium (IV) sulfat menjadi serium hidroksida yang mengendap, oleh karena
itu titrasi harus dilakukan pada media asam kuat.
kebaikan serium sulfat:
1.
Sangat stabil pada penyimpanan yang lama dan tidak perlu terlindung dari cahaya dan
pada pendidihan yang terlalu lama tidak mengalami perubahan konsentrasi.
2.

Reaksi ion serium (IV) dengan reduktor dalam larutan asam memberikan perubahan
valensi yang sederhana (valensinya satu) Ce4+ + e Ce3+sehingga berat ekivalennya adalah
sama dengan berat molekulnya.
3.
Merupakan oksidator yang baik sehingga semua senyawa yang dapat ditetapkan dengan
kalium permanganat dapat ditetapkan dengan serium (IV) sulfat.
4.
5.

Kurang berwarna sehingga tidak mengkaburkan pengamatan titik akhir dengan indikator.
Dapat digunakan untuk menetapkan kadar larutan yang mengandung klorida dalam
konsentrasi tinggi.

keburukan serium sulfat:


Larutan serium (IV) sulfat dalam asam klorida pada suhu didih tidak stabil karena terjadi
reduksi oleh asam dan terjadi pelepasan klorin
(Zulfikar, 2010).
5.

Nitrimetri
Metode Nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa senyawa-senyawa
organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer. Penetapan kuantitas zat didasari oleh
reaksi antara fenil amina primer (aromatic) dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk
garam diazonium. Reaksi ini dikenal dengan reaksi diazotasi, dengan persamaan yang
berlangsung dalam dua tahap seperti dibawah ini :
NaNO2 + HCl NaCl + HONO
Ar- NH2 + HONO + HCl Ar-N2Cl + H2O
Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang terbentu mudah
tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada suhu
dibawah 15oC. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan panambahan garam kalium bromida.
Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium akan
terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat dipercepat dengan menambahkan

kalium bromida.Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warna dari
pasta kanji iodide atau kertas iodida sebagai indicator luar.
Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya, kelebihan
ini dapat berekasi dengan yodida yang ada dalam pasta kanji atas kertas, reaksi ini akan
mengubah yodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna menjadi biru. Kejadian ini
dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit. Reaksi perubahan warna
yang dijadikan infikator dalam titrasi ini adalah :
KI +HCl KCl + HI
2 HI + 2 HONO I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji yod (biru)
Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin dan metilen blue sebagai
indikator dalam larutan. Titik akhir titrasi juga dapat ditentukan dengan teknik potensiometri
menggunakan platina sebagai indikator elektroda dan saturated calomel elektroda sebagai
elektroda acuan (Zulfikar, 2010).
6.

Bromometri dan Bromatometri


Bromometri merupakan penentuan kadar senyawa berdasarkanreaksi reduksi-oksidasi
dimana proses titrasi (reaksi antara reduktor dan bromine berjalan lambat) sehingga dilakukan
titrasi secara tidak langsung dengan menambahkan bromine berlebih. Sedangkan bromatometri
dilakukan dengan titrasi secara langsung karena proses titrasi berjalan cepat.
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengandasar reaksi oksidasi dari ion
bromat ( BrO3 ).
BrO3 + 6 H + 6 e
->
Br + 3 H2O
Dari persamaan reaksi ini ternyata bahwa satu gram ekuivalen samasengan 1/6 gram
molekul. Disini dibutuhkan lingkungan asam karenakepekatan ion H+ berpengharuh terhadap
perubahan ion bromat menjadi ion bromida.
Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem menunjukkan bahwa kalium bromat
adalah oksidator yang kuat. Hanya saja kecepatanreaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan
kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat.
Seperti yang terlihat dari reaksi di atas, ion bromat direduksi menjadi ion bromide selama
titrasi. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromide
bereaksi dengan ion bromat
BrO3 + 6 H + 5 Br

->

3Br2 + 3 H

Bromine yang dilepaskan akan merubah larutan menjadi warna kuningpucat. Warna ini
sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir. Bromine yang dilepaskan tidak
stabil karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap. Karena itu penetapan
harus dilakukan pada suhu serendah mungkin, serta labu yang dipakai harus ditutup.
Jika reaksi antara senyawa reduktor dan bromine dalam lingkungan asam berjalam cepat,
maka titrasi dapat dijalankan langsung, dimana titik akhir titrasi ditunjukkan denghan munculnya
warna bromine dalam larutan.Tetapi jika reaksi antara bromine dan zat yang akan ditetapkan
berjalan lambat, maka dilakukan titrasi secara tidak langsung, yaitu dengan menambahkan
bromine yang berlebih dan bromine yang berlebih ini ditetapkan secara iodometri dengan
dititrasi dengan natrium tiosulfat baku.(3). Dengan terbentunya brom, titik akhir titrasi dapat
ditentukandengan terjadinya warna kuning dari brom, akan tetapi supaya warna inimenjadi jelas
maka perlu ditambah indicator seperti jingga metal, merahfiuchsin, dan lain-lain (Zulfikar,
2010).
C. Prinsip Kerja Titrasi Redoks
Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan
pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor
harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara untuk
menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi dan metode setengah
reaksi (metode ion elektron). Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai
berikut: Reaksi redoks melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan
elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat
menghasilkan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel
elektrokimia.
Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan
Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi
redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya,
dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran (Steven, 2012).
D.
1.

Penggunaan Titrasi Redoks


Penetapan Besi dalam Bijih Besi
Bijih besi terdiriatas Fe2O3 (hematite), Fe3O4 (magnetit), FeCO3 (siderat), Fe2O3.nH2O
(limonet), dan Fe3O4.nH2O (goethite).
Prinsip pengerjaan:
Gerus bijih besi sampai halus, larutkan HCl 2M. Hermatit dan magnetit larut secara
lambat. Tambahkan SnCl2 untuk memperbesar kelarutan oksida-oksida besi di atas (terutama
untuk oksida hidratnya). Jika terdapat silikat harus dilebur dengan Na2CO3, asamkan dengan HCl
dan encerkan lalu saring. Fe(III) harus direduksi jadi Fe(II) dengan SnCl atau Yohanes Reduktor
(dilarutkan dalam kolom berisi Zn amalgam). Jika digunakan reduktor SnCl2 harus dihilangkan
dengan penamabahan HgCl2, agarSn(II) tidak mengganggu reaksinya Fe(II) dengan larutan baku

oksidator (KMnO4 atau K2Cr2O7 dalam asam lingkungan). Titrasi dilakukan dengan larutan baku
KMnO4 atau K2Cr2O7 (Shodiq, Ibnu, dkk: 2004).
2.
Penetapan Klor dalam Kaporit/Kapur Klor atau Klorox
Klorox
: Larutan NaClO
Kaporit

Kapur

: Ca

: Ca

OCl
OCl + Ca(OH)2 + CaCl2
Cl

OCl + Ca(OH)2 + CaCl2


Reaksi yang terjadi biasa dituliskan sebagai berikut:
ClO + I + H+
Cl + I2 + H2O
Ca(ClO)2 + 4HCl
CaCl2 +2H2O+ 2 Cl2
Cl2 + 2KI
2HCl + I2
I2 + 2 Na2S2O3
2 NaI + Na4S4O6
Indicator ang digunakan adalah amilum (Shodiq, Ibnu, dkk: 2004).

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan
1.
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah
reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari
senyawa/unsure/ion yang bersifat oksidator dengan unsure/senyawa/ion bersifat reduktor
2.
Ada beberapa macam titrasi redoks yang kita kenal, yaitu: iodometri, iodimetri
dan permanganometri, dikromatometri, serimetri dan nitrimeti.
3.

Prinsip kerja titrasi redoks adalah eaksi oksidasi reduksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan electron.
4.
Titrasi redoks biasa digunakan dalam penetapanbesi alam bijih besi dan penetapan
klor dalam kaporit.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah seperti ini, sebaiknya menggunakan banyak referensi agar
informasi yang didapatkan lebih bayak dan lebih bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA
Ibnu, Sodiq, dkk. 2004. Kimia Analitik I. Malang: JICA
Hamdani, S. 2012. Titrasi Redoks. http://catatankimia.com/catatan/titrasi-redoks.html diakses
tanggal 21 September 2015
SM, Khopkar. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Steven, 2012. Titrasi Redoks.http://nevetstheanstag.wordpress.com/2012/05/27/titrasiredoks/ diakses tanggal 21 September 2015
Zulfikar. 2010. Titrasi Redoks. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/ titrasi-redoks/ diakses
tanggal 21 September 2015

Anda mungkin juga menyukai