Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

DISKUSI KASUS

Telah dilaporkan sebuah kasus bayi berusia 1 jam dengan diagnosis gawat nafas
dilahirkan dan dirawat di ruang bayi RSUD Ulin Banjarmasin. Diagnosis gawat nafas
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Bayi baru lahir dari persalinan sectio caesaria atas indikasi plasenta previa
totalis. Faktor risiko mayor dari kasus ini tidak ada. Faktor risiko minor dari kasus ini
adalah usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Kehamilan Ibu bayi sekitar 32-33
minggu yang dapat dikatakan kurang bulan (1, 3). Namun menurut skor Ballard
kehamilannya dapat diperkirakan sekitar 34 hingga 36 minggu (8).
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan, didapatkan pada pasien ini gawat
nafas yang paling mungkin disebabkan oleh penyakit membran hyalin walaupun
rontgen thorax didapatkan gambaran yang normal. Gambaran rontgen dada didapatkan
normal kemungkinan dikarenakan pengambilan rontgen dada dilakukan dua hari setelah
kelahiran. Berdasarkan kondisi di atas sesuai dengan teori bahwa penyebab dari gawat
nafas pada neonatus kurang bulan adalah penyakit membran hyalin karena imaturitas
dari struktural dan fungsional paru neonatus (6).

Gambar 4.1 Rontgen Dada By.Ny.H Tanggal 29 Juli 2015


23

Diagnosis penyakit membran hyalin diajukan karena memiliki beberapa alasan


medis seperti; sering terjadi pada neonatus kurang bulan dan sering pada jenis kelamin
laki-laki dibanding dengan jenis kelamin perempuan (6).
Pasien by.Ny.H mengalami penurunan pada hari pertama setelah di kamar
transisi. Bayi tersebut dipindahkan ke ruang IIB untuk diobservasi lebih lanjut. Selama
di IIB, bayi rencana mendapat transfusi Packed Red Cell (PRC) dan plasma sebanyak
30 cc karena Hemoglobin bayi 10,5 g/dL. Pasien mendapat perawatan 2 hari di di ruang
IIB dan turun level kembali ke level III karena bayi sempat apnea dan mendapat
resusitasi. Pasien kemudian membaik kembali tanggal 15 Agustus dan mendapat
perawatan di level IIB hingga sekarang karena kondisinya yang masih lemah dan belum
stabil.
Diagnosis penyakit membran hyalin memiliki beberapa diagnosis banding
seperti takipnea transien pada neonatus dan sindrom aspirasi mekonium. Dan penyebab
lain yang jarang tetapi signifikan seperti transisi yang tertunda, infeksi (seperti
pneumonia, sepsis), hipertensi pulmonal yang persisten pada naonatus baru lahir,
pneumothorax. Dan penyebab nonpulmonal seperti anemia, penyakit jantung
kongenital, malformasi kongenital, medikasi, abnormalitas neurologis atau metabolik,
polisitemia, obstruksi jalan nafas bagian atas (6).
Penatalaksana pada by.Ny.H adalah pemberian antibiotik lini pertama yaitu
ampisilin dan gentamisin hingga hari perawatan ke-4. Setelah itu, dilakukan pemberian
obat Ceftazidime sebagai antibiotik lini kedua hingga hari perawatn ke-8. Pengobatan
antibiotik meropenem dengan rencana 18 hari. Hal ini sesuai dengan teori yang ada.
Selain antibiotik, Bayi H juga mendapatkan terapi perawatan inkubator untuk menjaga

24

stabilisasi suhu dan mendapatkan terapi oksigen dengan Continous Positive Airway
Pressure (CPAP) yang berguna untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran
napas neonates selama pernapasan spontan. Efek fisiologis lain dari CPAP adalah
mencegah kolapsnya alveoli dan ateleksis, mendapatkan volume yang lebih baik dengan
meningkatkan kapasitas residu fungsional, memberikan kesesuaian perfusi ventilasi
yang lebih baik dengan menurunkan pirau intrapulmonar, mempertahankan surfaktan,
meningkatkan kesesuaian napas, mempertahankan jalan napas dan meningkatkan
diameternya, dan mempertahankan diafragma (3).
Pasien juga di diagnosa NEC (Necrotizing enterocolitis) sejak tanggal 3 Agustus
2015. NEC adalah komplikasi tersering dari bayi kurang bulan dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. NEC dapat terjadi pada neonatus yang kurang bulan dan berat
badan lahir rendah. Patogonenesis dari NEC belum sepenuhnya diketahui (9, 10).
Penyebab potensial dari rendahnya hematokrit darah adalah anemia dan NEC.
Anemia dapat menurunkan kapasitas oksigen dalam darah yang akan mempengaruhi
dari pertumbuhan sel, yang dapat meningkatkan metabolisme anaerobik dan produksi
asam laktat yang berlebih. Resistensi vaskular pada intestinal perubah secara cepat dari
masa fetus ke masa awal neonatus pada organ fetus menjadi nutrisi enteral yang
fungsional; anemia dapat terjadi pada transisi ini (9). Efek ini dapat menyebabkan
endotel dan mukosa usus pada bayi kurang bulan menjadi apoptosis, yang dapat
menyebabkan iskemik dan hipoksemik pada mukosa usus yang akan menyebabkan
NEC (9).
Beberapa teori dalam terjadi NEC seperti anemia hebat mengarah ke
menurunnya aliran darah dalam usus bayi, paparan mediator aktif biologis seperti
/hemoglobin bebas, sitokin, dan fragmen sel darah merah dari darah transfusi memicu

25

reaksi imunologi dari mukosa usus, kerusakan perfusi dan iskemi, pelepasan sitokin
setelah deplesi leukosit dari transfusi darah menurunkan kemampuan deformabilitas,
peningkatan adhesi dan rendahnya oksida nitrat, terapi bantuan transfusi darah,
kehilangan transien dari respon jaringan vaskular visceral untuk makan, dan reaksi
imunologis yang menyebabkan poliaglutinasi (10).
NEC memiliki 3 stage yang membantu dalam pemilihan tatalaksana. Secara
umum NEC stage I dan II diterapi dengan medikamentosa, dan stage III dengan
surgikal. Stage I dari NEC bermanifestasi klinis letargi, suhu tubuh tidak stabil, apnea,
dan bradikardi. Emesis, distensi abdomen, dan hematoskezia. Pada pemeriksaan
radiologis didapatkan dilatasi intestinum. Terapi dari NEC stage I adalah puasa, terapi
paranteral, suction pakai NGT, dan antibiotik. NEC stage II terbagi menjadi IIA (sakit
ringan) dan IIB (sakit sedang), tanda klinisnya seperti NEC stage I ditambah asidosis
metabolic, trombositopenia, nyeri tekan perut, dan tidak adanya bowel sign. Pada
pemeriksaan radiografi ditemukan dilatasi intestinal, gas vena porta, dan pneumatosis
intestinalis. Terapi NEC stage II sama dengan NEC stage I dan ditambah koreksi
asidosis metaboliknya. Pada NEC stage IIIA didapatkan adanya syok yang ditandai
dengan tanda yang sama dengan NEC stage II dan adanya henti nafas atau jantung.
Pada pemeriksaan radiologis didapatkan gambaran yang sama seperti II dan ditambah
dengan asites. Terapinya sama dengan NEC stage II ditambah obat-obatan inotropik.
NEC stage IIIB didapatkan perforasi yang ditandai dengan semua tanda klinis NEC dan
didapatkan gambaran radiologis pneumopreitonium. Terapinya adalah pembedahan
(11).

26

BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus bayi perempuan usia 1 jam dengan gawat nafas
yang dilahirkan dan dirawat di ruang bayi RSUD Ulin Banjarmasin. Diagnosis gawat
nafas ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang baik laboratoris, radiologis, dan mikrobiologis.
Pada pasien H didapatkan perburukan pada hari pertama dan membaik setelah hari
perawatan ke-18 di NICU. Perbaikan ini dapat dilihat dengan membaiknya kondisi pasien
yang menjadi menangis kuat, dan bergerak aktif, dan mulai tampak kemerahan.
Pasien di rawat dengan multi diagnosa, awalnya bayi dirawat dengan keadaan
BBLR, kurang bulan, dan terdapat asfiksia sedang, namun setelah beberapa hari perawatan
pasien terkena komplikasi NEC. Pasien dirawat hingga terdapat perbaikan saat hari
perawatan ke-18 di NICU RS Ulin Banjarmasin.

27

Anda mungkin juga menyukai