html
ASUHAN KEPERWATAN HISPRUNG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang
bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus
bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan,
spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus
proksimal.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada
para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai penyakit hisprung.
Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada mata kuliah
keperawatan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar
1.Defenisi
Penyakit hisprung disebut juga congenital aganglionosis atau megacolon ( aganglionic
megacolon ) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam colon
( Suriadi, 2001 ). Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus dimana hal ini terjadi karena kelainan inervasi usu, mulai pada
spingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, Selain
itu, penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering pada
neonatus.
2.Etiologi
Penyakit hisprung tidak memiliki plexus myenteric sehingga bagian usus yang
bersangkutan tidak dapat mengembang. Biasanya terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi
prematur. Dimana insiden keseluruhan 1 : 5000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan ( 4: 1 ).
Penyakit ini sering terjadi pada anak dengan down syndrom. kelainan kardiovaskuler dan
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada
myenterik dan submukosa dinding plexus.
3.Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic
hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak
dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily &
Sowden, 2002:197).Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan
feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar
( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
4.Komplikasi
a. Obstruksi usus
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektolit
c. Konstipasi
5.Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penyakit hisprung dapat dibedakan bardasarkan usia gejala klinis:
A. Periode Neonatal
gejala klinis yang sering dijumpai, yaitu pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau,
dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat ( lebih dari 24 jam pertama )
merupakan tanda klinis yang paling khas. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang bila mekonium dapat dikeluarkan segera. Ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita hisprung yaitu enterokolitis yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun yang
paling tinggi saat usia 2-4 minggu.
B. Anak
gejala klinis yang paling menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk. Dapat pula terlihat
gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka
feses biasanya keluar menyemprot, konsistensi semiliquid dan berbau tidak sedap. Penderita
biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk
defekasi.
6.Penatalaksanaan
Pemeriksaan diagnostik
v Pemeriksaan rektum
v Pemeriksaan rektal biopsi, fungsinya untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
v Pemeriksaan manometri anorektal, fungsinya untuk mencatat respon refluks spingter internal
dan eksternal.
v Pemeriksaan radiologis : dengan barium enema.
Penatalaksanaan teraupetik
pengguaan pelembek tinja dan irigasi rectal
dengan pembedahan, colostromi
7. Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakn bedah penyakit hisprung dapat digolongkan atas
:
1) Kebocoran anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada
garis anastomose, vaskularisasi yang inadekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan
abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu
dini dan tidak hati-hati. Manifestasi klinis yang terljadi akibat kebocoran anastomose ini
beragam, mulai dari abses rongga pelvic, abses intra abdomen, peritonisis, sepsis dan kematian.
2) Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan
luka daerah anastomose, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya
disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat
prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi dapat berupa kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga vistula perianal.
3) Enterokolitis
Merupakn komplikasi yang paling berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Tindakan yang
dapat dilakukan dengan penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah segera melakukan
resusitasi cairan dan elektrolit, pemasangan pipa rectal untuk decompresi, melakukan wash out
dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotic yang tepat.
4) gangguan fungsi spingter
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan lingkungan. Adanya
kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-28 jam setelah lahir, muntah berwarna
hijau, dan konstipasi. Bila diperkusi adanya kembung, apabila dilakukan colok anus feses akan
menyemprot. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan adanya segmen aganglionis diantaranya
apabila segmen aganglionis mulai dari anus sampai sigmoid, termasuk tipe hisprung segmen
pendek. Dan apabila aganglionis melebihi sigmoid sampai seluruh kolon, termasuk tipe hisprung
segmen panjang. Pemeriksaan biopsy rectal digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel
ganglionik. Pemeriksaan manometri anorektal digunakan untuk mencatat respon refluks spingter
internal dan eksternal.
2. Diagnosa Keperawatan
Pra Pembedahan
- Konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus.
- Resiko kurangnya volume cairan b/d persiapan pembedahan, intak yang kurang, mual dan
muntah.
- Gangguan kebutuhan nutrisi
- Resiko cedera
Pasca operasi
- Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
- Resiko infeksi b/d prosedur pembedahan dan adanya insisi
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d pembedahan gastro intestinal
- Nyeri b/d insisi pembedahan
- Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi.
- Resiko komplikasi pasca pembedahan.
3. Kriteria hasil
a. Pengeluaran tinja lembek tanpa retensi
b. Anak tidak menunjukkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang ditandai dengan
membran mukosa lembab, gravitasi urin atau berat jenis urun normal, sodium, potasium
dan bikarbonat dalam batas normal
4. Intervensi
Prapembedahan
1. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus.
Konstipasi dapat disebabkan oleh obstruksi, tidak adanya ganglion pada usus. Rencana tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan adalah mencegah atau mengatasi konstipasi dengan
mempertahankan status hidrasi, dengan harapan feses yang keluar menjadi lembek tanpa adanya
retensi.
Tindakan
v Monitor terhadap fungsi usus dan karakteristik feses.
v Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra indikasi
v Kolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan
Ada dua tahap pembadahan pertama yaitu dengan kolostomi loop atau double barrel dimana
diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal selama 3-4
bulan. Ada 3 prosedur dalam pembedalan antara lain :
Procedur duhamel yaitu dengan cara penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosisnya di belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung
aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.
Prosedur Swenson yaitu membuang bagian aganglionik kemudian menganastomoskan end to
end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter
dilakukan pada bagian posterior.
Procedu soave yaitu dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen tetap utuh kemudian
kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara
kolon normal dan jaringan otot rectosigmoid yang tersisa.
2. Resiko kurangnya volume cairan b/d persiapan pembedahan, intake yang kurang, mual dan
muntah.
Kekurangan volume cairan dapat disebabkan oleh asupan yang tudak memadai sehingga dapat
menimbulkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit , perubahan membram mukosa, produksi
dan berat jenis urin. Tujuan tindakan yang dilakukan adalah untuk mempertahankan status cairan
tubuh.
Tindakan
v Monitor status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh
v Observasi membram mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status cairan.
v Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai indikasi.
3. Gangguan kebutuhan nutrisi
gangguan perubahan nutrisi disebabkan adanya perubahan status nutrisi seperti penurunan BB,
turgor kulit menurun, serta asupan kurang. Maka tujuan tindakan yang dilakukan adalah
mempertahankan status nutrisi.
Tindakan
v Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit dan asupan.
v Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan.
v Timbang BB setiap hari.
v Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein.
4. Resiko cedera
Masalah ini timbul akibat adanya komplikasi penyakit hirsprung seperti gawat pernafasan dan
enterokolitis. Tujuan tindakan yang dilakukan adalah untuk mempertahankan status kesehatan.
Tindakan
v Pantau TTV setiap 2 jam (jika perlu).
v Observasi tanda adanya perforasi usus seperti, muntah, menigkatnya nyeri tekan, distensi
abdomen, iritabilitas, gawat pernafasan, tanda adanya enterokolitis.
v Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam untuk mengetahui adanya distensi abdomen.
Pascapembedahan
1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
- kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.
- Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
- Oleskan krim jika perlu.
2. Resiko infeksi b/d prosedur pembedahan dan adanya insisi.
Resiko infeksi disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah
pembedahan.
Tindakan
v Monitor tempat insisi
v Ganti popok yang kering unutk menghindari kontaminasi feses.
v Lakukan perawatan pada kolostomi atau perianal.
v Monitor adanya tanda komplikasi seperti obstruksi usus karena perlengketan, kebocoran pada
anastomosis, volvulus, sepis, fistula, entero colitis, frekuensi defekasi, konstipasi, perdarahan.
v Monitor peristaltic usus.
v Monitor TTV dan adanya distensi abdomen untuk mempertahankan kepatenan pemasangan
nasogastrik.
Tindakan dalam perawatan kolostomi
v Siapkan alat untuk pelaksanaan kolostomi
v Cuci tangan
v Jelaskan pada anak prosedur yang akan dilakukan
v Lepaskan kantong kolostomi dan bersihkan area kolostomi
v Periksa adanya kemerahan dan iritasi
v Pasang kantong kolostomi di daerah stoma
v Tutup atau lakukan vikasasi dengan plester
v Cuci tangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di Indonesia
tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah
penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun
akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.
Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih
banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung terjadi pada bayi
aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan
termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan
konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan
faktor lingkungan.
B. Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa
keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
3. semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan forum
terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Markum,
H.
1991.
Ilmu
Kesehatan
Anak.
Buku
I.
FKUI,
Jakarta.
Pritchard, J.A. 1997. Obstetric Williams. Edisi xvii. Airlangga University Press: Surabaya.
2. Saifudin, AB, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
YBPSP, Jakarta.
3. Schwart, M.W. 2005. Pedoman Klilik Pediatrik. Jakarta : EGC.
4. http://www.tempointeraktif.com
5. Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Cetakan I.
Jakarta : EGC.
Pengertian
Ganglion merupakan kista yang terbentuk dari kapsul suatu sendi atau
sarung suatu tendo. Kista ini berisi cairan kental jernih yang mirip dengan jelly
yang kaya protein. Kista merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering
didapatkan pada tangan. Ganglion biasanya melekat pada sarung tendon pada
tangan atau pergelangan tangan atau melekat pada suatu sendi; namun ada
pula yang tidak memiliki hubungan dengan struktur apapun. Kista ini juga dapat
ditemukan di kaki. Ukuran kista bervariasi, dapat bertambah besar atau
mengecil seiring berjalannya waktu dan bahkan menghilang. Selain itu kadang
dapat mengalami inflamasi jika teriritasi. Konsistensi dapat lunak hingga keras
seperti batu akibat tekanan tinggi cairan yang mengisi kista sehingga kadang
didiagnosis sebagai tonjolan tulang.
Anatomi
Ganglion terjadi pada sendi, oleh karena itu perlu diketahui mengenai
anatomi sendi. Ganglion ditemukan pada sendi diartrodial yang merupakan jenis
sendi yang dapat digerakkan dengan bebas dan ditemukan paling sering
pada wrist joint. Hal ini mungkin diakibatkan banyaknya gerakan yang dilakukan
oleh wrist joint sehingga banyak gesekan yang terjadi antar struktur di daerah
tersebut sehingga memungkinkan terjadinya reaksi inflamasi dan pada akhirnya
mengakibatkan timbulnya ganglion. Selain itu wrist joint merupakan sendi yang
kompleks karena terdiri dari beberapa tulang sehingga kemungkinan timbulnya
iritasi atau trauma jaringan lebih besar.
Etiologi
Penyebab ganglion tidak sepenuhnya diketahui, namun ganglion dapat
terjadi akibat robekan kecil pada ligamentum yang melewati selubung tendon
atau kapsul sendi baik akibat cedera, proses degeneratif atau abnormalitas kecil
yang tidak diketahui sebelumnya.
Klasifikasi
Tidak ada klasifikasi ganglion secara khusus, namun berdasarkan posisi
ganglion timbul pada tempat-tempat berikut ini:
Telapak tangan pada dasar jari-jari ("flexor tendon sheath cyst"). Kista ini berasal
dari saluran yang menjaga tendon jari pada tempatnya, dan kadang terjadi
akibat iritasi pada tendon - tendinitis.
Bagian belakang tepi sendi jari ("mucous cyst"), terletak disebelah dasar kuku.
Kista ini dapat menyebabkan lekukan pada kuku, dan dapat menjadi terinfeksi
dan menyebabkan infeksi sendi walaupun jarang. Hal ini biasanya disebabkan
arthritis atau taji tulang pada sendi.
massa tumor yang padat). Pencitraan USG juga telah digunakan untuk
membedakan massa padat dan kistik di tangan.
Patofisiologi
Normalnya, sendi dan tendon dilumasi oleh cairan khusus yang terkunci
di dalam sebuah kompartemen kecil. Kadang, akibat arthritis, cedera atau tanpa
sebab yang jelas, terjadi kebocoran dari kompartemen tersebut. Cairan tersebut
kental seperti madu, dan jika kebocoran tersebut kecil maka akan seperti
lubang jarum pada pasta gigi. Jika pasta gigi ditekan, walaupun lubangnya kecil
dan pasta di dalamnya kental, maka akan mengalir keluar- dan begitu keluar,
tidak dapat masuk kembali. Hal ini bekerja hampir seperti katup satu arah, dan
akan mengisi ruang di luar area lubang. Ketika kita menggunakan tangan kita
untuk bekerja, sendi akan meremas dan menyebabkan tekanan yang besar
pada kompartemen yang berisi cairan tersebut ini dapat menyebabkan benjolan
dengan tekanan yang besar sehingga sekeras tulang.
sanggup
menyerap
air
yang
terkandung
didalamnya
sehingga
membuatnya lebih kental lagi. Biasanya, pada saat benjolan cukup besar untuk
dilihat, cairan tersebut telah menjadi sekental jelly.
Keterbatasan gerak
Nyeri
Penatalaksanaan
Terdapat
tiga
pilihan
utama
penatalaksanaan
ganglion.
Pertama,
ataupun
masalah
mekanis,
terdapat
dua
pilihan
saraf) atau timbul kembali setelah aspirasi, maka eksisi bedah dianjurkan. Hal
ini melibatkan insisi di atas kista, identifikasi kista, dan mengangkatnya
bersama dengan sebagian selubung tendo atau kapsul sendi dari mana kista
tersebut berasal. Lengan kemudian dibalut selama 7-10 hari. Eksisi kista ini
biasanya merupakan prosedur minor, tapi dapat menjadi rumit tergantung pada
lokasi kista dan apakah kista tersebut melekat pada struktur lain seperti
pembuluh darah, saraf atau tendon.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada lokasi dan ukuran
ganglion. Komplikasi utama adalah keterbatasan gerak pada sendi dimana
terdapat ganglion. Tidak seperti tumor lain, ganglion tidak pernah berubah
menjadi ganas.
Wawancara
Riwayat kesehatan keluarga, adakah riwayat penyakit yang sama pada keluarga
dan penyakit keturunan ataupun penyakit menular.
b.
Pemeriksaan Fisik
Kepala dan leher: Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, adakah gangguan pendengaran, keadaan lidah, gigi, gusi, dan indra
penglihatan.
Sistem integumen, Turgor kulit, adanya benjolan pada area sendi yang dapat
dipegang dan digerakan, kelembaban dan suhu kulit, tekstur rambut dan kuku.
Sistem urinary: keadaan umum sistem urinaria klien, adakah keluhan pada
sistem urinaria.
c.
Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan
analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data
subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang
terdiri dari :
atau
potensial
dan
kemungkinan
dan
membutuhkan
tindakan
Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas
keperawatan
perlu
ditetapkan
untuk
mengurangi,
menghilangkan,
dan
yang
meliputi
penentuan
prioritas,
diagnosa
keperawatan,
a.
Kriteria Hasil :
proses
penyakit
dan
tahu
mengenai
perawatan
dan
pengobatannya.
Rencana tindakan:
sejauh
pasien/keluarga.
mana
informasi
atau
pengetahuan
yang
diketahui
Libatkan
pasien
didalam
melakukan
tindakan
perawatan
sesuai
kemampuan.
Rasional : Dengan ikut serta secara langsung dalam tindakan yang dilakukan,
pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan
lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal
mungkin.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang
menunggu.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa
cemas pasien.
b.
Kriteria hasil:
Rencana tindakan:
ketegangan
pasien
dan
memudahkan
pasien
untuk
diajak
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin.
c.
Kriteria Hasil :
Rencana tindakan:
Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah
infeksi kuman.
yang
telah
ditetapkan
untuk
perawat
bersama
pasien.
memperhatikan
keamanan
fisik
dan
psikologis.
Setelah
selesai
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi
ini
adalah
membandingkan
hasil
yang
telah
dicapai
setelah
Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
Tanda
dan
Keterbatasan
gejala
gerak
Parestesia
c.
Kelemahan
d.
Nyeri
e. Adanya Benjolan pada bagian belakang pergelangan tangan, sisi telapak pergelanagn tangan,
sendi
jari
4.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada lokasi dan ukuran ganglion. Komplikasi
utama adalah keterbatasan gerak pada sendi dimana terdapat ganglion. Tidak seperti tumor lain,
ganglion
tidak
pernah
berubah
menjadi
ganas.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat prosedur bedah yang dilakukan berupa rekurensi walaupun
kemungkinannya tidak besar. Selain itu juga terdapat resiko infeksi, keterbatasan gerak,
kerusakan
serabut
saraf
atau
pembuluh
darah
5.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan kadang melalui
pemeriksaan
radiologik.
a. anamesis bisa didapatkan benjolan yang tidak bergejala namun kadang ditemukan nyeri serta
riwayat
penggunaan
lengan
yang
berlebihan.
b. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan lunak yang tidak nyeri tekan. Melalui
transiluminasi diketahui bahwa isi benjolan bukan merupakan massa padat tapi merupakan
cairan. Pada aspirasi diperoleh cairan dengan viskositas yang tinggi dan jernih. Sering juga
ditemukan adanya gangguan pergerakan dan parestesia dan kelemahan pada pergelangan tangan
ataupun
lengan.
6.
Diagnosis
Banding
Ganglion dapat didiagnosis banding dengan benjolan lain yang mungkin didapatkan di tangan
seperti
lipoma,
kista
sebasea
dan
nodul
rheumatoid
arthritis.
7.
Penatalaksanaan
Terdapat
tiga
pilihan
utama
penatalaksanaan
ganglion.
a. Pertama, membiarkan ganglion tersebut jika tidak menimbulkan keluhan apapun. Setelah
diagnosis ditegakkan dan pasien diyakinkan bahwa massa tersebut bukanlah kanker atau hal lain
yang memerlukan pengobatan segera, pasien diminta untuk membiarkan dan menunggu saja.
b. Jika ganglion menimbulkan gejala dan ketidaknyamanan ataupun masalah mekanis, terdapat
dua pilihan penatalaksanaan: aspirasi (mengeluarkan isi kista dengan menggunakan jarum) dan
pengangkatan
kista
secara
bedah.
Aspirasi melibatkan pemasukan jarum ke dalam kista dan mengeluarkan isinya setelah
mematirasakan daerah sekitar kista dengan anestesi lokal. Karena diperkirakan bahwa inflamasi
berperan dalam produksi dan akumulasi cairan di dalam kista, obat anti inflamasi (steroid)
kadang diinjeksikan ke dalam kista sebagai usaha untuk mengurangi inflamasi serta mencegah
kista tersebut terisi kembali oleh cairan kista. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
menggunakan substansi lain seperti hialuronidase bersama dengan steroid setelah aspirasi
meningkatkan angka kesembuhan dari 57% (aspirasi dan steroid) menjadi 89% dengan substansi
tambahan.
c. Jika kista rusak, menimbulkan nyeri, masalah mekanis dan komplikasi saraf (hilangnya fungsi
motorik dan sensorik akibat tekanan ganglion pada saraf) atau timbul kembali setelah aspirasi,
maka eksisi bedah dianjurkan. Hal ini melibatkan insisi di atas kista, identifikasi kista, dan
mengangkatnya bersama dengan sebagian selubung tendo atau kapsul sendi dari mana kista
tersebut berasal. Lengan kemudian dibalut selama 7-10 hari. Eksisi kista ini biasanya merupakan
prosedur minor, tapi dapat menjadi rumit tergantung pada lokasi kista dan apakah kista tersebut
melekat
pada
struktur
lain
seperti
pembuluh
darah,
saraf
atau
tendon.
Patofisiologi
(
analisis
kemungkinan
penyebab
pada
pasien
ganglion
pre
Op)