Homeostasis, filtration, reabsorption, secretion. They act as a natural filter blood, then proceed
with the process of reabsorption of substances that are still needed by the body. In producing
urine, the kidneys excrete wastes such as urea and ammonium. They are also responsible for
acid reabsorption of water, glucose, and amino.
Keywords: Kidney, filtration, reabsorption, secretion.
Pendahuluan
Ginjal adalah alat uropetik yang menghasilkan urin. Ginjal berperan penting dalam
homeostatis, hormonal, eksresi sisa metabolisme, eksresi bahan-bahan yang tidak diperlukan,
mereabsorpsi, sekresi dan lain-lainnya. Ginjal memproduksi urin yang mengandung zat sisa
metabolisme. Sistem kemih terdiri dari organ pembentuk urin yaitu ginjal dan struktur yang
membawa urin dari ginjal ke luar untuk dieliminasi dari tubuh. 1 Ginjal bekerja pada plasma yang
mengalir melaluinya menghasilkan urin, menghemat bahan-bahan yang akan dipertahankan
tubuh yang mengeluarkan bahan-bahan yang tidak diinginkan melalui urin. Setelah terbentuk,
urin mengalirkan ke suatu ronga pengumpul sentral, pelvis ginjal, dari sini urin disalurkan ke
dalam ureter untuk mengangkut urin dari masing-masing ginjal ke sebuah kandung kemih
Rumusan Masalah
Seorang laki-laki usia 50 tahun, dengan keluhan kencing merah dan keruh.
Struktur Anatomi Ginjal
Ginjal atau ren terletak retroperitoneal primer, artinya dari awal sampai pembentukan
sampai dewasa tetap menjadi organ viscera retroperitoneal, pada sebelah kiri dan kanan columna
vertebralis. Ren sinistra terletak setinggi costa XI atau vertebra lumbal 2-3, sedangkan ren dextra
terletak setinggi costa XII atau vertebra lumbal 3-4. Jarak antara extremitas superior ren dextra
dan sinistra adalah 7 cm, sedangkan jarak antara extremitas inferior ren dextra dan ren sinistra
adalah 11 cm. Sedangkan jarak dari extremitas inferior ke crista iliaca 3-5 cm.1
Ginjal dibungkus oleh capsula fibrosa, capsula adiposa, dan fascia renalis. Capsula
fibrosa melekat pada ren dan mudah dikupas, capsula hanya menyelubungi ginjal dan tidak
Cabang anterior berjalan kedepan ginjal dan mendarahi bagian depan ginjal, sedangkan cabang
posterior berjalan kebelakang ginjal dan mendarahi ginjal bagian belakang. Arteri renalis
berjalan diantara lobus ginjal dan bercabang lagi menjadi arteri interlobaris. Arteri interlobaris
pada perbatasan cortex dan medulla akan bercabang menjadi arteri arcuata yang akan
mengelilingi cortex dan medulla, sehingga disebut arteri arciformis. Arteri arcuata berjalan pada
bassis pyramid dan mempercabangkan arteri interlobaris. Pembuluh balik pada ren mengikuti
nadinya mulai permukaan ginjal sebagai kapiler kemudian berkumpul kedalam vena
interlobularis atau vena stellatae. Dari vena interlobularis menuju vena arcuata lalu ke vena
interlobaris ke vena renalis dan menuju ke vena cava inferior.1
Struktur Mikroskopis Ginjal
Nefron, didalam tiap ginjal terdapat satu juta atau lebih nefron. Nefron merupakan unit
dasar ginjal. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus terkait yang menuju pada duktus
kolektivus. Urin dibentuk oleh filtrasi di glomerulus yang kemudian dimodifikasi di tubulus
melalui proses reabsorpsi dan sekresi. Nefron kortikal tersebar di seluruh korteks ginjal dan
memiliki ansa Henle yang pendek. Sedangkan nefron jukstamedular bermula di dekat
persambungan kortikomedular dan memiliki ansa Henle yang panjang, yang turun jauh ke
medula dan memungkinkannya memekatkan urin dengan efektif. Perbandingan jumlah nefron
kortikal dan jukstamedular adalah 7:1.
dilihat. Intinya bulat dan biasanya agak berjauhan dengan inti sel di sebelahnya. Sitoplasmanya
berwarna asidofil dan terdapat brush border pada permukan selnya yang menghadap lumen.2
Tubulus kontortus distal juga selalu terpotong sama seperti proksimal. Disusun oleh
selapis kuboid yang batas-batas antar selnya agak lebih jelas dibandingkan proksimal. Inti sel
bulat dan jarak antara inti sel bersebelahan agak berdekatan. Sitoplasmanya basofil dan
permukaan sel yang menghadap lumen tidak mempunyai brush border.2
Medula ginjal hanya terdiri dari saluran-saluran yang kurang lebih berjalan lurus. Di
dalam korteks ginjal terdapat berkas-berkas jaringan medula yang disebut prosessus fereini.
Terdapat saluran ansa henle segmen tebal turun (pars desenden/tubulus rektus proksimal) yang
penampilannya mirip tubulus kontortus proksimal, tetapi garis tengahnya lebih kecil. Sedangkan,
ansa henle segmen tebal naik (pars asenden/tubulus rektus distal) penampilannya mirip tubulus
kontortus distal, tetapi garis tengahnya lebih kecil. Ansa henle segmen tipis penampilannya mirip
pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya lebih tebal sedikit, sehingga sitoplasmanya lebih jelas
terlihat. Selain itu, dalam lumennya tidak terdapat sel-sel darah. Duktus koligen mirip tubulus
kontortus distal tetapi batas sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat.2
Fungsi Ginjal
Ginjal melakukan fungsi spesifik yang sebagian besar membantu mempertahankan
stabilitas lingkungan cairan intersisial. Pertama ginjal mempertahakan keseimbangan H 2O
ditubuh. Kedua mempertahankan osmolaritas cairan tubuh melalui regulasi keseimbangan H2O.
Ketiga mengatur jumlah dan konsentrasi ion cairan ekstra seluler (Na+, CL-, K+, CA2+, H+, HCO3-,
PO43-, SO42-, dan Mg2). Keempat mempertahankan volume plasma. Kelima mempertahan
keseimbangan asam basa. Keenam mengekskresikan produk akhir metabolisme seperti urea,
asam urat, dan keratin. Ketujuh mengeluarkan senyawa asing. Kedelapan menghasilkan
erytropointin, renin, dan mengubah vitamin d menjadi bentuk aktif.3
Mekanisme Fungsi Ginjal
Filtrasi Glomerulus
Filtrat glomerulus terbentuk sewaktu sebagian plasma yang mengalir melalui tiap-tiap
glomerulus terdorong secara pasif oleh tekanan yang menembus membrane glomerulus untuk
masuk ke dalam lumen kapsul Bowman di bawahnya. Tekanan filtrasi yang memicu filtrasi
ditimbulkan oleh ketidakseimbangan dalam gaya-gaya fisik yang bekerja pada membrane
glomerulus. Terdapat tiga tekanan yang berperan dalam filtrasi glomerulus yaitu tekanan
hidosrtatik kapiler, tekanan onkotik plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula bowman. Penjelasan
ini masing-masing tekanan adalah sebagai berikut. Tekanan hidrostatik kapiler darah, merupakan
tekanan utama yang mendorong terjadinya filtrasi, tekanan ini diperkirakan sekitar 55mmHg.
Tekanan ini bersifat mendorong plasma dari kapiler glomerulus ke ruang bowman. Tekanan
onkotik kapiler, yang merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh kepekatan protein, tekanan ini
sifatnya menarik air, besarnya sekitar 30 mmHg. Sehingga menarik plasma dari ruang bowman
ke kapiler glomerulus. Tekanan onkotik tidak ada pada kapsula bowman karena di dalam ruang
bowman tidak terdapat protein. Sebab protein tidak dapat menembus kapiler glomerulus ketika
difiltrasi. Tekanan hidrostatik kapsula bowman, merupakan tekanan yang sama seperti tekanan
hidrostatik kapiler, namun sifatnya mendorong plasma dari kapsula bowman ke kapiler
glomerulus. Tekanan ini berkisar sebesar 15mmHg. Maka resultan dari ketiga tekanan tersebut
sebesar 10 mmHg yang mendorong cairan dalam jumlah besar dari darah menembus membrane
glomerulus yang sangat permeable terhadap air dan zat terlarut lainnya. Ini merupakan tekanan
yang menimbulkan adanya filtrasi, dan laju filtrasi ini biasa disebut sebagai GFR (Glomerulus
Filration Rate) atau Laju Filtrate Glomerulus.
GFR dapat secara sengaja diubah dengan mengubah tekanan darah kapiler glomerulus
sebagai hasil dari pengaruh simpatis pada arteriol aferen. Vasokonstriksi arteriol aferen
meningkatkan aliran darah ke glomerulus, sehingga tekanan darah glomerulus meningkat dan
GFR juga meningkat. Sebaliknya, vasodilatasi arteriol aferen menurunkan aliran darah
glomerulus dan GFR. Kontrol simpatis atas GFR merupakan bagian dari respons reflex
baroreseptor untuk mengkompensasi perubahan tekanan darah arteri. Jika GFR berubah, jumlah
cairan yang keluar melalui urin juga berubah, sehingga volume plasma dapat diatur sesuai
kebutuhan untuk membantu memulihkan tekanan darah ke normal dalam jangka-panjang.3
Jika terjadi perubahan tekanan darah sistemik, maka akan terjadi perubahan pula pada
tonus arteiol aferen. Akan tetapi tekanan hidrostatik kapiler tetap. Itu disebabkan adanya
pengaturan yang disebut autoregulasi yang dipengaruhi oleh dua faktor internal yaitu, mekanisme
miogenik, dimana otot polos vaskular arteriol berkontraksi secara inheren sebagai respon
terhadap peregangan yang menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Karena itu
arteriol aferen akan berkonstriksi ketika teregang karena peningkatan tekanan darah arteri
sehingga respon ini membantu membatasi aliran darah ke dalam glomerulus dalam jumlah
normal. Sebaliknya relaksasi inheren arteriol aferen yang tidak teregang ketika tekanan
dipembuluh darah berkurang yang meningkatkan aliran darah ke dalam glomerulus meskipun
tekanan darah turun. Tubuloglomerular feedback jika terjadi penurunan tekanan arteri akan
menurunkan GFR. Karena GFR menurun, durasi reabsorbsi menjadi lebih lama daripada
biasanya diakibatkan karena tekanan arteri yang kurang. Lamanya durasi reabsorbsi membuat
filtrat mengandung banyak Na+ dan membuat kadar Na+ pada tubulus proximal semakin sedikit.
Sedikitnya Na+ dideteksi oleh macula densa dan kemudian mengaktifkan RAS (Renin
Angiotensin Aldosteron) dan pada akhirnya tekanan arteri, arus darah dan juga GFR kembali
meningkat. Autoregulasi diatur juga oleh sistem saraf intrinsic dan faktor-faktor humoral yaitu
angiotensin II merupakan vasokontriktor kuat, prostaglandin intrarenal merupakan vasodilator
potent, dan vasopressin dari hipofise posterior (ADH) yang aktif dalam arteriol juxta.4,5
Reabsorpsi Tubulus
Reabsorbsi tubulus ialah perpindahan selektif bahan-bahan yang terfiltrasi dari lumen
tubulus ke dalam lumen peritubulus. Setelah plasma bebas-protein difiltrasi melalui glomerulus,
setiap zat ditangani secara tersendiri oleh tubulus, sehingga walaupun konsentrasi semua
konstituen dalam filtrate glomerulus awal identik dengan konsentrasinya dalam plasma (dengan
kekecualian protein plasma), konsentrasi berbagai konstituen mengalami perubahan-perubahan
saat cairan filtrasi mengalir melalui sistem tubulus. Kapasitas reabsorptif sistem tubulus sangat
besar. Lebih dari 99% plasma yang difiltrasi dikembalikan ke darah melalui reabsorpsi. Zat-zat
utama yang secara aktif (memerlukan energy dan melawan gradient osmotik) direabsorpsi adalah
Na+ (kation utama CES), sebagian besar elektrolit lain, dan nutrient organic, misalnya glukosa
dan asam amino. Zat terpenting yang direabsorpsi secara pasif (tidak ada pengeluaran energy
pada perpindahan bahan tetapi hanya mengikuti gradient osmotic saja) adalah Cl-, H2O, dan urea.
Hal utama yang berkaitan dengan sebagian besar proses reabsorpsi adalah reabsorpsi aktif Na+.
Suatu pembawa Na+ K+ ATPase bergantung-energi yang terletak di membrane basolateral setiap
sel tubulus proksimal mengangkut Na+ ke luar dari sel ke dalam ruang lateral dia antara sel-sel
yang berdekatan. Perpindahan Na+ ini memicu reabsorpsi Na+ dari lumen tubulus ke plasma
kapiler peritubulus, yang sebagian besar terjadi di tubulus proksimal. Energi yang digunakan
untuk memasok pembawa Na+-K+ ATPase akhirnya bertanggung jawab untuk mereabsorpsi Na+,
glukosa, asam amino, Cl-, H2O, dan urea dari tubulus proksimal. Pembawa kotransportasi
spesifik yang terletak di batas luminal sel tubulus proksimal terdorong oleh gradient konsentrasi
Na+ untuk secara selektif mengangkut glukosa atau asam amino dari cairan luminal ke dalam sel
tubulus. Dari sel tubulus, zat-zat tersebut akhirnya masuk ke plasma.
Klorida direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan gradient listrik yang diciptakan
oleh reabsorpsi aktif Na+. Air secara pasif direabsorpsi akibat gradient osmotic yang diciptakan
oleh reabsorpsi aktif Na+. 65% H2O yang difiltrasi akan direabsorpsi dari tubulus proksimal
melalui cara ini. Reabsorpsi H2O meningkatkan konsentrasi zat-zat lain yang tertinggal di dalam
cairan tubulus, yang sebagian besar adalah zat-zat sisa. Molekul urea yang kecil merupakan satusatunya zat sisa yang dapat secara pasif menembus membrane tubulus. Dengan demikian, urea
adalah satu-satunya zat sisa yang direabsorpsi secara parsial akibat efek pemekatan ini; sekitar
50% urea yang difiltrasi akan direabsorpsi. Zat-zat sisa lain, yang tidak dapat direabsorbsi, akan
tetap berada di urin dalam konsentrasi yang tinggi.3
Di awal nefron, reabsorpsi Na+ terjadi secara konstan dan tidak dikontrol, tetapi di
tubulus distal dan pengumpul, reabsorpsi sebagian kecil Na + yang difiltrasi berubah-ubah dan
dapat di kontrol. Tingkat reabsorbsi Na+ yang dapat dikontrol ini terutama bergantung pada
sistem rennin-angiotensin-aldosteron yang kompleks. Karena Na+ dan anion penyertanya Cl-,
merupakan ion-ion yang paling aktif secara osmotis di CES, volume CES ditentukan oleh beban
Na+ dalam tubuh. Pada gilirannya, volume plasma, yang mencerminkan volume CES total,
penting untuk penentuan jangka-panjang tekanan darah. Apabila beban Na+/volume CES/volume
plasma/tekanan darah arteri di bawah normal, ginjal mensekresikan renin, suatu hormone
enzimatik yang memicu serangkaian proses yang berakhir pada peningkatan sekresi aldosteron
dari korteks adrenal. Aldosteron meningkatkan reabsorpsi Na + dari bagian distal tubulus,
sehingga memperbaiki beban Na+/volume CES/tekanan darah yang semula menurun. 3
Sekresi Tubulus
Sekresi tubulus, mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus
ke dalam lumen tubulus yang merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk kedalam
tubulus ginjal. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+, dan ion-ion organik. Sekresi
tubulus dapat dipandang sebagai mekanisme tambahan yang meningkatkan eliminasi zat-zat
tersebut dari tubuh. Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui fitrasi glomerulus
maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorpsi akan dieliminasi dalam urin.6
Sekresi ion H+ sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh. Ion
H+ ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus proksimal, distal, dan
pengumpul. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika cairan tubuh
terlalu asam maka sekresi H+ meningkat. Sebaliknya, sekresi H+ berkurang apabila konsentrasi
H+ di dalam cairan tubuh terlalu rendah.
Sekresi ion K+ adalah contoh zat yang secara selektif berpindah dengan arah berlawanan
di berbagai bagian tubulus zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara aktif
disekresi di tubulus distal dan pengumpul. Reabsorpsi ion kalium di awal tubulus bersifat
konstan dan tidak diatur, sedangkan sekresi K + di bagian akhir tubulus bervariasi dan berada di
bawah control. Dalam keadaan normal, jumlah K + yang diekskresikan dalam urin adalah 10%
sampai 15% dari jumlahnya yang difiltrasi. Namun, K + yang difiltrasi hampir seluruhnya
direabsorpsi, sehingga sebagian besar K+ yang muncul di urin berasal dari sekresi K + yang
dikontrol dan bukan dari filtrasi.6
Pada tubuli proksimal CO2 dan H2O berdifusi ke sel tubuli proksimal oleh enzim carbonic
anhidrase (anhidrase asam karbonat) yang mengkatalisa pembentukan H2CO3 yang kemudian
berionisasi menjadi H+ dan HCO3-. H+ berdifusi ke dalam lumen tubulus dan HCO 3- berdifusi ke
dalam darah. Na+ dari lumen tubulus (dari filtrat) masuk ke sel tubulus kemudian menuju darah.
Sehingga yang terjadi adalah sekresi H+ dan reabsorpsi NaHCO3. H+ dalam lumen tubuli akan
bereaksi dengan HCO3- (hasil filtrasi glomerulus)H2CO3CO2 dan H2Odifusi dalam sel
tubuli dan dipakai untuk sekresi H+. Sekresi H+ ini terjadi sampai 80%-85% HCO3- hasil filtrasi
terpakai. Selanjutnya sekresi H+ terjadi dalam tubuli distal.7
Pada tubuli distal, sekresi H+ diimbangi oleh HCO3-, sampai seluruh sisa HCO3- (15%20%) terpakai habis. Sekresi H+ yang diimbangi fosfat, H + (hasil sekresi) + Na2HPO4 (hasil
filtrasi)NaH2PO4 dan Na+ (direabsorpsi)pH filtrat turun dari 7,4 menjadi 6,0. Setelah seluruh
fosfat habis terpakai maka sekresi H+ selanjutnya diimbangi oleh NH3+. NH3 berasal dari reaksi
deaminasi dan deamidasi aa. Glutamin. Glutamin mengalami reaksi deamidasi menjadi glutamin
dan NH3. H+ (hasil sekresi) + NH3 (dari glutamin)NH4+. Dengan ditukarnya NaCl dengan
NH4Cl, maka pH urin semakin asam. Pembentukan NH4+ meningkat pada asidosis dan jika
menurun pada alkalosis. Keaktifan glutaminase meningkat pada asidosis. Pembentukan NH 4+
merupakan mekanisme untuk menghemat kation (Na+). 30-50 mEq/hari H+ dalam bentuk NH4+
dan 10-30 mEq/hari dalam bentuk H2PO4-. Diabetes melitus tidak terkontrol (ketoasidosis)
produksi NH4+ meningkat dan urea menurun karena NH 3 untuk pembentukan urea dipakai untuk
pembentukan NH4+. NH3 untuk pembentukan urea dan NH4+, bila salah satu meningkat maka
yang lain akan menurun. Reabsorpsi HCO 3- dalam tubuli ginjal dipengaruhi oleh tekanan CO 2.
Bila tekanan CO2 meningkat, maka reabsorpsi HCO3- meningkat, begitu juga sebaliknya.7
Sistem Counter Current Multiplier
Perbedaan fungsional antara pars desendens dan pars ascendens yang sangat penting
untuk menciptakan gradient osmotik di cairan interstisium medulla. Pars desendens yang
permeable terhadap H2O, tidak aktif mengeluarkan Na+ yang merupakan satu-satunya tubulus
yang tidak melakukannya. Sedangkan pars asendens impermeable terhadap H2O dan aktif
memindahkan NaCl keluar dari lumen tubulus untuk masuk kedalam cairan interstisium.
Ketika cairan isotonic yang memasuki pars desendens lebih pekat mencapai 1200 moms/liter
tetapi akan menjadi lebih encer sewaktu mengaliri pars ascendens dan akhirnya meninggalkan
lengkung dengan konstrasi 100 moms/liter. Memekatkan cairan empat kali lipat dari cairan tubuh
lalu diencerkan kembali bertujuan untuk menciptakan suatu gradien osmotik vertical di cairan
interstitium medulla yang selanjutnya digunakan oleh duktus koligentes untuk memekatkan
cairan tubulus sehingga tubuh dapat mengekskresikan urine lebih pekat dari pada cairan tubuh
normal. Cairan yang bersifat hipotonik saat masuk ke bagian distal tubulus memungkikan ginjal
mengekskresikan urin yang lebih encer daripada cairan tubuh normal.3
yaitu memiliki aliran darah yang lambat sehingga cukup memenuhi kebutuhan metabolik tetapi
membantu mengurangi kehilangan zat terlarut di interstisium medulla dan vasa recta berperan
untuk mengurangi pengeluaran zat terlarut dan interstisium medulla.
peregangan reseptor di dinding pembuluh darah), dan oleh stimulasi saraf, terutama melalui beta1 aktivasi reseptor.9
Mekanisme
rennin
angiotensin
aldosteron
yang
bertangggung
jawab
dalam
mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan dengan mengatur homeostatis ion Na+. Jika
tekanan darah sistemik menurun maka laju filtrasi glomerulus pun ikut menurun. Akibatnya arus
filtrasi pun menjadi rendah dan kecepatan reabsorbsi meningkat yang berujung dengan
peningkatan reabsorbsi natrium. Kadar natrium di dalam urin rendah dimana kadar natrium yang
rendah ini akan dideteksi oleh macula densa yang berfungsi sebagai osmoreceptor cairan didalam
tubulus distal, kemudian akan diteruskan ke apparatus juxtaglomerolus yang mana pada keadaan
ini renin akan di lepaskan ke sirkulasi darah.6 Renin di sirkulasi menyebabkan pecahnya
Angiotensinogen substrat
diubah menjadi Angiotensin 2 oleh ACE (Angiotensin Converted Enzim) yang dihasilkan Paru
dan Ginjal. Angiotensin 2 mempunyai 2 efek yaitu menyempitkan pembuluh darah,
meningkatkan sekresi ADH dan aldosteron, dan merangsang hipotalamus untuk mengaktifkan
refleks haus, masing-masing yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.9
Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang mengontrol proses eritropoiesis atau
produksi sel darah merah. Hormon ini dihasilkan oleh fibroblat peritubular korteks ginjal
peranan eritroproietin mengubah flobulin yang dihasilkan menjadi eritropoetin, dimana
eritropoetin akan merangsang eritropoetin sensitive sten cells pada sumsum tulang untuk
membentuk proeritroblas yang merupakan cikal bakal sel eritrosit, ekresinya dirangsang oleh
hipoksia, garam kobalt, katekolamin, hormone androgen. Selain eritropoietin, ginjal juga juga
membentuk eritrogenin yang efek kerjanya juga merangsang sumsum tulang belakang untuk
menghasilkan sel darah merah seperti eritropoietin. Pada payah ginjal kekurangn kedua zai ini
dapat mengakibatkan anemia berat.9
1,25 dihidroksi vit D3 ini penting untuk mengatur kalsium. Vitamin D dikulit atau pro
vitamin D oleh sinar ultraviolet akan diubah menjadi hormone kalsitonin atau vitamin D3.
Hormon kalsitonin atau 25-OH-D3 ini akan diubah menjadi 24,25 di-OH-D3. Karena pengaruh
hormone paratiroid di mitokondria ginjal dirubah menjadi 1,25 di-OH D3. Zat ini mempunyai
organ sasaran usus, tulang, dan ginjal. Zat ini merupakan Vitamin D yang paing aktif.10
Lipid antihipertensi dan kinonigen merupakan lipid antihipertensi berasal dari medulla
ginjal. Merupakan lipin netral yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah. Kininogen juga
mempunyai fungsi yang sama yaitu anti hipertensi.
Prostaglandin mempunyai efek langsung terhadap pembuluh darah. Prostaglandin berasal
dari asam pentanoat yaitu asam lemak dengan 20 atom karbon. Derivat prostaglandin dihasilkan
oleh jaringan diseluruh tubuh seperti vesica seminalis, otak, kelenjar timus dan ginjal. Dalam
ginjal terutama bagian medulla ginjal dibentuk PGA2, PGE2, PGE2 alfa. Ketiga prostaglandin
ini menyebabkan relaksasi otot polos, sehingga terjadi dilatasi pada arteri dan tekanan darah
menjadi turun. Prostaglandin menyebabkan peningkatan aliran darah ginjal, natriuresis dan
mengganggu fungsi ADH.10
Komposisi Urin
Urin adalah cairan sisi yang di ekskrsikan oleh ginjal yang akan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui proses urinisasi. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika ada
molekul yang masih dibutuhkan oleh tubuh. Cairan yang tersisa mengandung urea kadar tinggi
dan senyawa berlebih atau berpotensi racun. pH urin sekiar 4,8-7,5 yang akan menjadi lebih
asam jika banyak mengkonsumsi protein, dan menjadi lebih basa jika banyak mengkonsumsi
sayuran. Ciri-ciri urin normal yaitu rata-rata jumlahnya 1-1,5 liter setiap hari. Volume urin
tergantung luas permukaan tubuh intake cairan. Urin memiliki warna kuning bening, hal ini
disebabkan oleh adanya urokhrom. Secara normal warna urin dapat berubah, dimana perubahan
warna tersebut tergantung jenis bahan atau obat yang akan dimakan. Banyak carotein, warna
kuning banyak melanin, warna coklat kehitam-hitaman, banyak darah, warna darah tua
(hematuria) banyak nanah, warna keruh (piuria) adanya protein, warna keruh (proteinuri). Urine
baru, bau khas sebab adanya asam-asam yang mudah menguap. Urin lama, bau tajam sebab
adanya NH3 dari pemecahan ureum dalam urine. Bau busuk, adanya nanah dan kuman-kuman.
Bau manis, adanya aseton. Jenis normalnya urin memiliki berat jenis : 1,003- 1,030.10
Komposisi urin normal mengandung zat terbanyak yaitu urea (1/5), mineral terbanyak
NaCl, (1/4), dan sisanya adalah zat organic dan anorganik lain. Unsur normal urin yaitu urea
yang merupakan hasil metabolisme pada mamalia, kreatinin & kreatin yang dibentuk di otot,
amoniak (NH3) & garam ammonium yang jumlahnya sangat sedikit pada urin segar, asam urat
berasal dari hasil metabolism purin, asam amino jumlahnya sangat sedikit sekali karena renal
threshold asam amino yang tinggi, allantoin, (klorida, sulfat, fosfat, oksalat, mineral, vitamin,
hormone enzim dalam kadar kecil).10
Kesimpulan
Terjadinya gangguan saat berkemih berkaitan dengan salah satu sistem ginjal yang terdiri
dari filtrasi, reabsorbsi, dan juga sekresi. Selain itu, sistem hormonal ginjal juga sangat berperan
besar. Setelah mengetahui struktur makro dan mikro ginjal, maka dapat diketahui pula
mekanisme kerja di dalamnya. Sehingga kita dapat mengetahui bahwa terjadinya kencing merah
keruh tersebut karena gangguan pada proses filtrasi glomerulus. Sehingga hipotesis diterima.
Daftar Pustaka
1. Kasim YI. Sistem urogenitalia. Jakarta: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran UKRIDA;
2013.h.22-8.
2. Johnson KE. Histologi dan biologi sel. Jakarta: Binarupa Aksara; 2004.h.311-5.
3. Sherwood L. Sistem Kemih. Dalam: Fisiologi manusia dari sel ke system. Edisi 6.
Jakarta:EGC;2011.h.554-562,585
4. OCallaghan, CA. At glance sistem ginjal. 2th Ed. Jakarta:EGC; 2009.h.12-50.
5. Baradero M. Klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC; 2008.h.1-13.
6. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi:11. Jakarta:EGC;2011.h.347-8,
376.
7. Hall JE. Fisiologi kedokteran. 11st ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h.
485-511
8. Pearce EV. Anatomi dan fisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;2006.h.245-8. No
9. Baradero M, Dayrit MW, Siswadi Y. Klien gangguan Ginjal. Jakarta: EGC;2008.h.10-11.
10. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar. Jakarta:EGC; 2000.h.704.