Anda di halaman 1dari 18

TUTORIAL

ELEKTROKARDIOGRAFI DASAR

OLEH
Hana Permata Sari

H1A011027

Buana Maheswara H S

H1A011014

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSU PROVINSI NTB
2015

PENDAHULUAN

Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman perbedaan potensial (dalam mV) yang


dibangkitkan oleh eksitasi di dalam jantung. EKG dapat memberikan informasi mengenai posisi
jantung dan frekwensi serta iramanya, serta asal dan penyebaran potensial aksinya tetapi tidak
dapat diketahui kontraksi dan kerja pemompaan jantung. 1 Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu
alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung. Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang
disebut sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan
pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium.1
Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang digunakan untuk
mencerminkan kondisi jantung yang mendasarinya dengan mengukur aktivitas listrik jantung.
Dengan posisi lead (listrik sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang
kondisi jantung yang dapat dipelajari dengan mencari pola karakteristik pada EKG.2
Elektrokardiogram merupakan bagian penting dari evaluasi awal pasien yang diduga
memiliki masalah jantung. Elektrokardiogram tetap merupakan standar emas dalam
mengidentifikasi adanya dan lokasi dari abnormalitas jantung itu sendiri. Hingga saat ini belum
ada pemeriksaan baru yang dapat menggantikan peran elektrokardiogram (EKG). Meskipun
bukan sebuah pemeriksaan dengan sensitifitas dan spesifisitas tinggi, informasi yang diperoleh
bisa menjadi penentu tindakan yang akan kita ambil. Pada keadaan tertentu, alat diagnostik ini
memiliki kekuatan diagnostik yang sangat penting seperti pada infark miokardium akut maupun
bradi-takiaritmia.1
Secara rutin jantung melakukan aktivitas kontraksi dan relaksasi untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan sirkulasi darah. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas listrik yang
dihasilkan secara ritmik dan kontinu oleh sel-sel spesial di jantung. Sel-sel dengan kemampuan
yang sangat unik dan luar biasa. Aktivitas listrik ini menghasilkan medan listrik jantung (cardiac
electrical field) dijantung untuk kemudian diteruskan ke seluruh tubuh. Medan listrik ini dapat
direkam dengan menaruh beberapa elektroda (sadapan) di permukaan tubuh yang dihubungkan
dengan sebuah mesin. Sebagai hasilnya tampak sebuah grafik sesuai interpretasi masing-masing
sadapan. Dengan kata lain, EKG merupakan sebuah grafik aktivitas listrik jantung yang direkam
di permukaan tubuh.1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Elektrisitas Jantung


Impuls listrik jantung dipicu pertama kali oleh SA node yang terletak pada dinding
atrium kanan dekat muara vena cava superior. Impuls listik kemudian berjalan melalui
dinding atrium ke AV node yang terletak di perbatasan atrium dan ventrikel. Berjalannya
impuls menyebabkan atrium berkontraksi memompa darah masuk ke ventrikel. SA node dan
AV node merupakan pacemaker alami jantung normal.3
Dari AV node impuls berjalan di septum interventrikuler dalam 2 jaras (bundle of his).
Jaras ini mengawali suatu sistem konduksi pada ventrikel jantung. Bundle of His kanan
mengalirkan impuls ke ventrikel kanan sedangkan Bundle of His kiri mengalirkan impuls
ke ventrikel kiri. Jaras ini berakhir pada serabut purkinje yang mengalirkan impuls hingga
ke miokardium. Berjalannya impuls dari sel konduksi satu ke sel konduksi

lain

berhubungan dengan aktifitas ion-ion intraseluler terutama Ca2+. Pergerakan ion ini dipicu
oleh potensial aksi jantung dan sinyal ion diteruskan melalui gap junction. Pergerakan ion
ini terjadi baik di sel konduksi maupun di kontraksi.3
Seperti telah disebutkan di atas bahwa siklus jantung dimulai dengan depolarisasi SA
node, menyebabkan kontraksi atrium (gelombang P pada EKG). Perlambatan impuls terjadi
di nodus AV (interval PR). Pada blok AV, interval PR akan lebih panjang daripada nilai
normal. Ketika ventrikel telah terisi, peran Bundle His menyebabkan ventikel dapat
berkontraksi (kompleks QRS). Setelah kontraksi ventrikel usai, jantunng mengalami
repolarisasi dan kemudian refrakter (gelombang T). pada masa repolarisasi jantung tidak
boleh distimulasi dan pada masa refrakter jantung tidak dapat distimulasi. Stimulasi pada
fase repolarisasi akan menyebabkan aritmia ventrikuler.3
2.2 Elektrokardiogram (EKG)
Alat ini merekam aktivitas listrik sel di atrium dan ventrikel serta membentuk
gelombang dan kompleks yang spesifik. Aktivitas listrik tersebut didapat dengan
menggunakan elektroda di kulit yang dihubungkan dengan kabel ke mesin EKG. Jadi EKG
merupakan volmeter yang merekan aktivitas listrik akibat depolarisasi sel otot jantung.4
Kertas EKG adalah kertas grafik yang terdiri dari kotak-kotak kecil dan besar yang
diukur dalam milimeter. Garis horisontal merupakan waktu (1 kotak kecil = 1mm = 0,04

detik) dan garis vertikal merupakan voltase/amplitudo (1 kotak kecil = 1 mm = 0,1


miliVolt).4
2.3 Sadapan EKG Standar
Rekaman stander EKG 12 sadapan terdiri dari 3 sadapan ekstremitas standar, 3
sadapan ekstremitas diperkuat (augmented) dan 6 sadapan prekordial. Masing-masing
sadapan elektroda dihubungkan ke alat yang mengukur perbedaan potensial antara elektroda
tertentu dan menghasilkan gambaran karakteristik tertentu pada EKG.4
a. Sadapan ekstremitas standar (sadapan bipolar)
Terdiri dari sadapan I, II dan III yang mengukur perbedaaan potensial listrik antra
lengan kanan dan lengan kiri (sadapan I), lengan kanan dan tungkai kiri (sadapan II) serta
lengan kiri dan tungkai kiri (sadapan III). Ketiga sadapan ini membentuk segitiga sama
sisi dan jantung berada di tengah yang disebuut segitiga Einthoven. Jika ketiga sadapan
dipisah, maka sadapan I merupakan aksis horisontal dan membentuk sudut 0 o, sadapan II
membentuk sudut 60o dan sadapan III membentuk sudut 120o dengan jantung.4
b. Sadapan ekstremitas diperkuat (augmented)
Sadapan unipolar (VR, VL dan VF) dan sadapan prekordial diperkenalkan pada
EKG klinik tahun 1932. Alat EKG modern dapat memperbesar amplitudo defleksi VR,
VL dan VF sekitar 50%. Sadapan-sadapan ini dinamakan sadapan ekstremitas unipolar
yang diperkuat dan diberi tanda aVR (augmented Voltage Right arm), aVL (augmented
Voltage Left arm), aVF (augmented Voltage left Foot).4
c. Sadapan prekordial (sadapan unipolar)
Menurut perjanjian, posisi sadapan prekordial adalah :4
Lead V1
: ruang interkosta IV, tepi sternum kanan (merah)
Lead V2
: ruang interkosta IV, tepi sternum kiri (kuning)
Lead V3
: pertengahan antara V2 dan V4 (hijau)
Lead V4
: ruang interkosta V, garis midklavikularis kiri. Sadapan selanjutnya (V5V9) diambil dalam bidang horisontal seperti V4 (coklat)
Lead V5
: garis aksilaris anterior kiri (hitam)
Lead V6
: garis mid-aksilaris kiri (ungu)
Lead V7
: garis aksilaris posterior kiri
Lead V8
: garis skapularis posterior kiri
Lead V9
: batas kiri kolumna vertebralis
Lead V3R-9R : dada sisi kanan dengan tempat sama seperti sadapan V3-9 sisi kiri.
Oleh karena itu, V2R adalah sama seperti V1.
EKG yang rutin dipakai terdiri dari 12 sadapan : I, II, III; aVR, aVL, aVF; V1, V2, V3,
V4, V5 dan V6.4

2.4 Gambaran Rekaman EKG normal

Gambar Gelombang, segmen dan interval pada EKG5


1. Gelombang P (P Wave)
P wave merupakan suatu gelombang kecil yang terekam sewaktu atrium mengadakan
depolarisasi. Karena SA node terletak pada atrium kanan maka atrium kanan akan memulai
dan mengakhiri repolarisasi lebih dulu daripada atrium kiri.
Setengah bagian pertama gelombang P mewakili depolarisasi atrium kanan dan
setengah bagian lainnya mewakili depolarisasi atrium kiri. Setelah kedua atrium mengalami
depolarisasi, pada saat tersebut tidak ada aktivitas bioelektrik di jantung dan EKG akan
mencatat sebuah garis lurus yang disebut garis isoelektrik.
Sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium
berasal dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik berhubungan dengan eksitasi nodus
sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan yang
normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran
antrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk
gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi gelombang P. Misalnya,
irama yang bersal dekat perbatasan AV dapat menimbulkan inversi gelombang P, karena
arah depolarisasi atrium terbalik.

Gelombang P yang normal dapat berupa :


a.
b.
c.
d.
e.

Defleksi positif pada sadapan lateral (LII, aVL, V5, V6) dan sadapan inferior (aVF)
Defleksi negatif pada sadapan aVR
Bervariasi pada sadapan (L III, V2-V4)
Tingginya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil )
Lebarnya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil )

2. Interval PR
Interval PR menggambarkan waktu dari saat mulainya depolarisasi atrium sampai
permulaan depolarisasi ventrikel. Interval ini juga menggambarkan perlambatan penjalaran
yang terjadi di nodus AV. Interval PR ini normalnya antara 0.12 0.2 detik ( 3 5 kotak
kecil ).
Diukur dari permukaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval
ini tercakup juga penghantaran impuls melalui antrium dan hambatan impuls pada nodus AV.
Perpanjangan interval PR yang abnormal menandai adanya gangguan hantaran impuls, yang
disebut blok jantung tingkat pertama.
3. Kompleks QRS
Kompleks ini memiliki arti klinis yang terpenting dari seluruh gambaran EKG karena
kompleks ini mewakili depolarisasi ventrikel atau penyebaran impuls di seluruh ventrikel.
Ada tiga komponen yang membentuk kompleks ini:
a. Gelombang Q yaitu bagian defleksi negatif sebelum suatu defleksi positif
b. Gelombang R yaitu defleksi positif yang pertama muncul, disertai atau tanpa
gelombang Q
c. Gelombang S yaitu defleksi negatif setelah gelombang R
Pada keadaan normal gelombang R berdefleksi positif pada semua sadapan
ekstremitas kecuali pada aVR. Pada sadapan prekordial dikenal istilah R-wave progression
yaitu defleksi positif gelombang R yang semakin membesar dari sadapan V1-V6. Interval
QRS normalnya kurang dari 3 kotak kecil atau 0.12 detik.
Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti takikardia ventrikel juga akan
memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS oleh sebab jalur khusus yang
mempercepat penyebaran impuls melaui ventrikel di pintas. Hipertropi ventrikel akan
meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung.
Repolarisasi atrium terjadi selama ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut akan
menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatatdi elektrokardiografi.

4. Segmen ST
Segmen ST normalnya pada seluruh sadapan berbentuk horizontal dan isoelektrik
atau sedikit menanjak landai. Segmen ini menggambarkan waktu antara akhir depolarisasi
ventrikel sampai pada permulaan repolarisasi ventrikel. Penurunan abnormal segmen ST
dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan penigkatan segmen ST dikaitkan dengan
infark. Penggunaan digitalis akan menurungkan segmen ST.
5. Gelombang T
Gelombang T merupakan gambaran fase repolarisasi ventrikel. Gelombang ini
muncul sesaat sesudah berakhirnya segmen ST. Ada dua hal yang harus diperhatikan pada
gelombang T yaitu arah defleksi dan bentuk gelombang T. Pada keadaan normal
gelombang T ditemukan positif pada sadapan I, II dan sadapan prekordial yang terletak di
atas ventrikel kiri ( V3 V6), negatif pada sadapan aVR, sedangkan arahnya bervariasi
pada sadapan lain.
Tinggi gelombang T minimum adalah 1 mm, dan bila kurang dari 1 mm dianggap
gelombang T tidak ada (Flat T). Gelombang T pada sadapan prekordial tidak boleh
melebihi 10 mm (1 mV), sedangkan pada ekstremitas tidak boleh melebihi 5 mm (0.5 mV).
Bentuk gelombang T yang berbentuk sedikit asimetris, di mana defleksi positif terjadi
secara perlahan sampai mencapai titik puncak dan kemudian menurun secara curam.
Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat anti disritmia seperti kunidin,
prokainamid, setalol (betapace), dan amidaron (cordarone).
6. Gelombang U
Gelombang U masih kontroversi, salah satu teori menyebut gelombang U terjadi
karena repolarisasi serabut purkinje. Bentuk normal bulat, kecil dan amplitudo kurang dari
1,5 mm.4

2.5 Interpretasi EKG


1. Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS
didahului oleh gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak berarti irama asinus. Bukan

irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau
tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain-lain.
2. Laju QRS (QRS Rate)
Pada irama sinus laju QRS normal berkisar antara 60 100 kali/menit, kurang
dari 60 kali disebut sinus bradikardi, sedangkan lebih dari 100 kali disebut sinus
takikardi.
Ada 3 metode yaitu :4
1. Tiga ratus (300) dibagi jumlah kotak besar antara R-R.
2. Seribu lima ratus (1500) dibagi jumlah kotak kecil antara R-R
3. Hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10, atau dalam
12 detik dikalikan dengan 5.

3. Aksis
Aksis normal selalu terdapat antara -30 sampai +110. Lebih dari -30 disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110 disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180
disebut aksis superior.(1,11) Kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis
underterminable, misalnya pada EKG di mana defleksi porsitif dan negatif pada
kompleks QRS di semua sadapan sama besarnya.
Sumbu jantung (aksis) ditentukan dengan menghitung jumlah resultan defleksi
positif dan negatif kompleks QRS rata-rata di sadapan I sebagai sumbu X dan sadapan
aVF sebagai sumbu Y. Beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk menentukan aksis
jantung adalah :4
a. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF positif, maka sumbu jantung
(aksis) berada pada posisi normal
b. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF negatif, jika resultan sadapan II
positif: aksis normal, tetapi jika sadapan II negatif maka deviasi aksis ke kiri
(LAD=Left axis deviation), berada pada sudut -30o sampai -90o.
c. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF positif, maka deviasi aksis ke
kanan (RAD=right axis deviation) berada pada sudut +110o sampai +180o.

d. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF negatif, maka deviasi aksis kanan
atas, berada pada sudut -90o sampai +180o.

Gambar aksis jantung berdasar system heksasial4


4. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Normalnya 2.5 mm x
2.5 mm (2.5 kotak kecil x 2.5 kotak kecil). Perhatikan apakah kontur gelombang P
normal atau tidak. Apakah ada P pulmonal atau P-mitral.
5. Interval PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0.2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut AV
blok derajat satu. Kurang dari 0.1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan
Wolf-Parkinson-White Syndrome.
6. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction.
Gelombang R yang tinggi di sadapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan
atau infrak dinding posterior. Gelombang R yang tinggi di sadapan V5 dan V6 dengan
gelombang S yang dalam di sadapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri.
(1,10,11)

Interval QRS yang lebih dari 0.1 detik harus dicari apakah adalah right branch

bundle block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.


7. Segmen ST

Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian jantung


sesuai hasil bacaan tiap sadapan). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
8. Gelombang T
Gelombang T yang datar (Flat T) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (Tinverted)

menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang

runcing menandakan hiperkalemia.


9. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi. Gelombang
U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.

2.6 Kelainan Gambaran EKG Pada Beberapa Penyakit


1.

Kelainan gelombang P
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama
dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang
tinggi, lebar dan not ched pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada
VI dan V2. adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P
pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada sandapan II dan
III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2.
Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa
kelainan tunggal gelombang P misalnya atrial premature beat yang bisa ditemukan pada
penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan
pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium
yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan
gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T timbul
lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya AV nodal premature beat pada PJK, intoksikasi

digitalis, dimanabentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir.
Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS
adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul
akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang
P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya
ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung
hipertensi (PJH).
a) Hipertrofi Atrium Kanan (RAH)
Kelainan gel P akibat depolarisasi atrium kanan yang lebih besar dari normal. P yang
lancip dan tinggi, paling jelas terlihat di lead I dan II biasanya disebut P- Pulmonal
Terdapat pada : Penyakit pada katup Trikuspid, hipertensi pulmonal yang disertai
hipertrofi atrium kanan.

Etiologi : setiap tekanan atau overload volume di sisi kanan jantung

Paling banyak disebabkan oleh :


Regurgitasi trikuspid
Stenosis trikuspid
Regurgitasi pulmonal
Stenosis pulmonal
Hipertensi pulmonal
PPOK
RVH

Kriteria EKG untuk Abnormalitas Atrium Kanan

Gel P tinggi dan lancip di II, III dan aVF : tinggi > atau sama dengan 2,5 mm dan
interval > atau sama dengan 0,11 detik

Defleksi awal di V1 > atau = 1,5 mm

P pulmonal

Rasio P/segmen PR < 1

Gambar EKG pada RAH 1


b) Hipertrofi Atrium Kiri (LAH)
Ditandai dengan adanya :
a. Gelombang P yang lebar dan berlekuk
b. Paling terlihat jelas pada lead I dan II biasa disebut gelombang P Mitral.
Tanda khas dari pembesaran atrium kiri . Arus depolarisasi lebih besar sehingga waktu
depolarisasi lebih lama. Sering ditemukan pada penyakit katup mitral dan aorta (Stenosis
Mitral), kmd stenosis aorta, regurgitasi aorta, LVH

Gambar EKG pada LVH 1


c) Hipertrofi Ventrikel Kanan (RVH)
Ditandai dengan :

a. Gelombang R lebih besar dari gelombang S pd Lead Prekordial Ka


b. VAT > 0,03 detik di VI
c. Gelombang menetap di V5/ V6
d. Depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di VI V3 (ST Depress + T
inversi.)
e. Perubahan EKG baru tampak bila ada pembesaran yang nyata
f. Etiologi : tekanan tinggi yang terus menerus di ventrikel kanan
g. Rasio R/S yang terbalik :
h. R/S di V1 > 1
i. R/S di V6 < 1
j. Perubahan bentuk kompleks QRS :
k. Gelombang R yang besar
l. Terdapat kompleks R

Gambar EKG pada RVH 1


d) Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH)
Ditandai dengan :
a. Gelombang R pada V5/ V6 lebih dari 27 mm atau gel S di V1 + gel R di V5 lebih dar 35
mm.
b. VAT > 0,05 detik di V5/ V6
c. Depresi segmen ST dan gel T terbalik di V5/ V6
d. LAD.

e. Peningkatan voltage QRS


f. Hipertrofi ventrikel dengan dinding yang tebal serta permukaan yang lebih luas
menyebabkan potensial listrik yg lebih besar
g. Letak lebih dekat pada dinding dada sehingga potensial yang dicatat lebih besar
h. Etiologi : pressure overload pada ventrikel kiri

Gambar EKG pada LVH 1


2.

Kelainan interval P-R


Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduksi AV.
Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R > 0,22 detik yang
bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK,
idiopatik. PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal,
tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T.
Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap
jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau
3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung
tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama
kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang P. jadi
terdapat disosiasi komplit antara atriumdan ventrikel.
Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk
QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.

3.

Kelainan gelombang Q

Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm
(lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard
yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang
normal.
4.

Kelainan gelombang R dan gelombang S


Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S
di I dan R di III menunjukkan adanya right axis deviation. Kelainan ini ditemukan pada
hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale.
Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya left axis deviati on.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan
voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau
gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.

5.

Kelainan kompleks QRS


Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan
ataunotched dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR
(Penyakit Jantung Rematik). Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan
bentuk tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit
terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada
sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel.
Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR
(Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.
Irama QRS tidak tetap. Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa,
misalnya AV nodal premature beat, ventricular premature beat. Ditemukan pada PJK dan
intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium
dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.

Gambar Gambaran EKG pada abnormalitas gel. QRS 3

6.

Kelainan segmen S-T


Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya
dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman.
Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak
melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi
segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang
sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan
petunjuk adanya infark miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan
prekordial menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior
dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk
perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir
semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan.

7.

Kelainan gelombang T
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk
itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :

Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.


Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R

menyolok.
Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan
I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam

menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh


gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan
-perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai
segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-kadang
gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner.
Pada keadaan dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan
gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III
menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada
semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T
yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark
dinding posterior.
8.

Kelainan gelombang U
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada
sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.(7)

DAFTAR PUSTAKA
1. Pakpahan HA. Elektrokardiografi ilustratif. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia; 2012; 1-2
2. Surya D. Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010; 35 12-16 19-25
3. Soenarto RF, Chandra S. Buku ajar anestesiologi. Fisiologi kardiovaskular. Jakarta : FKUI,
2012. hal. 77 78.
4. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta : EGC, 2009. hal. 4 14,
31 44.
5. Silbernalg S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Elektrokardiogram (EKG) &
Gangguan Irama Jantung. Jakarta : EGC, 2006. hal.184 193.
6. Thaler MS. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Jakarta : Hipokrates; 2000 ; 8-15
33-38

Anda mungkin juga menyukai