Anda di halaman 1dari 11

Kolesistitis Akut et causa Kolelitiasis

Dian Roshita 102013147


Mikhail Halim 102013162
Gebby Aresta 102013538

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6, Kebun Jeruk, Jakarta Barat


Telp.(021)56966593-4 Fax.(021)5631731
Tahun Akademik 2013/2014

Abstrak
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, dan dikenal sebagai kolelitiasis.
Umumnya pasien dengan batu empedu jarang mempunyai keluhan. Namun apabila batu empedu
mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami komplikasi
akan terus meningkat. Komplikasi utama yang paling sering terjadi adalah kolesistitis akut.
Kelainan ini perlu dibedakan dengan pankreatitis, koledokolitiasis, kolangitis, dan hepatitis yang
memiliki beberapa gejala yang mirip. Apabila gejala sudah berat maka penatalaksanaan yang
dilakukan adalah dengan cara pembedahan.
Kata Kunci

: Kolelitiasis, kolesistitis, pankreatitis, koledokolitiasis, kolangitis, hepatitis

Abstract
Gallstones are generally found in the gall bladder, and is known as cholelithiasis. Generally,
patients with gallstones rarely have any complaints. But if there are specific attacks begin to
cause gallstone colic pain, the risk of having complications will continue to increase. The most
common complication is acute cholecystitis. This disorder should be differentiated from

pancreatitis, choledocholithiasis, cholangitis, and hepatitis which have some similar symptoms.
Surgery is performed in case of severe symptoms.
Keywords : Cholelithiasis, cholecystitis, pancreatitis, choledocholithiasis, cholangitis, hepatitis

Pendahuluan
Kolesistitis adalah inflamasi yang terjadi pada kandung empedu dan terbagi menjadi akut
dan kronis. Kolesistitis akut biasanya terjadi akibat adanya sumbatan duktus sistikus oleh batu.
Namun terdapat beberapa faktor risiko lain yang dapat meningkatkan insiden berlakunya
kolesistitis yang akan dibahas kemudian. Sekitar 10-20% warga Amerika menderita kolelitiasis
(batu empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering terjadi
pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada
wanita-wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obatan hormonal, insidensi kolesistitis akut
lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang
tinggi yang menyebabkan stasis aliran kandung empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada data
epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan kolelithiasis relatif lebih rendah dibandingkan
dengan negara-negara barat. Meskipun dikatakan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya
perempuan, gemuk dan berusia di atas 40 tahun, tetapi hal ini sering tidak sesuai untuk pasienpasien di Indonesia.1

Isi
Anamnesis
Anamnesis yang baik untuk seorang dewasa mencakupi keluhan utama, informasi
mengenai kelainan yang dialami sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, riwayat
social dan informasi mengenai keadaan tiap sistem tubuh pasien. Biasanya nyeri di perut kuadran
kanan atas, dan biasanya timbul nyeri setelah makan banyak lemak karena kandung empedu
terangsang untuk berkontraksi mengeluarkan empedu. Ada demam dan muntah. Setelah
dilakukan anamnesis, biasanya akan didapatkan gejala paling umum dari kolesistitis akut adalah
nyeri perut bagian atas. Tanda-tanda iritasi peritoneal mungkin dapat ditemukan, dan pada
beberapa pasien, nyeri dapat menyebar ke bahu kanan atau tulang belikat . Seringkali rasa sakit
dimulai dari daerah epigastrium dan kemudian terlokalisasi di kuadran kanan atas.
Kolik biliaris meskipun rasa sakit awalnya mungkin digambarkan sebagai kolik (nyeri
yang hilang timbul), pada akhirnya nyeri akan menetap dan konstan di hampir semua kasus.
Mual dan muntah umumnya ditemukan, dan pasien dapat menderita demam. Kebanyakan pasien
dengan kolesistitis akut, akan mengutarakan adanya riwayat nyeri bilier. Beberapa pasien

mungkin telah positif dinyatakan menderita batu empedu. Kolik bilier yang akalkulus (tanpa
batu) juga dapat ditemukan, paling sering pada wanita muda hingga paruh baya. Jumlahnya
hampir sama dengan kolik bilier kalkulus dengan perbedaan : nilai laboratorium kolik akalkulus
dalam batas normal dan tidak ada temuan kolelitiasis pada USG. Kolesistitis dapat dibedakan
dari kolik bilier oleh nyeri berat yang konstan dan menetap lebih dari 6 jam.
Pasien dengan kolesistitis akalkulus mempunyai gejala mirip dengan pasien dengan
kolesistitis kalkulus, tapi kolesistitis akalkulus sering terjadi secara tiba-tiba dan pasien nampak
sakit parah tanpa adanya riwayat kolik bilier sebelumnya. Seringkali, pasien dengan kolesistitis
akalkulus datang dengan keluhan demam dan sepsis saja, tanpa ada riwayat atau temuan
pemeriksaan fisik yang konsisten dengan kolesistitis akut.
Kolesistitis pada pasien lansia (terutama pasien dengan diabetes) dapat menampakkan gejala
kolesistitis yang samar-samar dan tanpa banyak temuan baik riwayat maupun fisik. Nyeri dan
demam mungkin tidak ada, dan nyeri tekan (tenderness) lokal mungkin satu-satunya tanda fisik.
Kolesistitis pada pasien lansia dapat berkembang menjadi kolesistitis berat dengan cepat dan
tiba-tiba.2
Kolesistitis pada anak-anak juga dapat terjadi tanpa adanya gejala yang khas. Anak-anak
yang berisiko tinggi untuk menderita kolesistitis mencakup pasien anak dengan penyakit sel
sabit, anak-anak yang sakit parah, anak-anak yang mendapat infus (nutrisi parenteral)
berkepanjangan, mereka dengan kondisi hemolitik, dan mereka dengan anomali empedu
kongenital.

Pemeriksaan Fisik
Antara pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:
Memeriksa keadaan umum dan tanda vital
Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
Melakukan pemeriksaan Murphy sign hasil (+).2
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien datang dengan keluhan nyeri di ulu hati terus menerus
sejak 2 minggu, demam tinggi sejak 3 hari, mual-mual terus menerus, mata kuning tidak
disadari, riwayat maag 2 tahun dan diketahui ada batu empedu setahun yang lalu.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis kolesistitis meliputi pemeriksaan
laboratorium dan tes faal hepar, radiografi, CT Scan, ultrasonografi (USG), MRI, Hepatobiliary
Scintigraphy (HBS) dan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). Tentu saja

pilihan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan tergantung pada pusat kesehatan yang
bersangkutan, apakah memilikinya atau tidak. Pada pemeriksaan laboratorium misalnya tes darah
lengkap didapatkan adanya leukositosis dan hitung jenis menunjukkan pergeseran ke kiri.
Adanya gangguan tes fungsi hati, seperti meningkatnya bilirubin serum, fosfatase alkali/ gamma
GT, dan transaminase serum, mengarah pada kecurigaan adanya obstruksi saluran empedu (batu
koledokus).Kenaikan kadar amilase dan atau lipase serum yang mencolok mengarah pada
kecurigaan adanya pakreatitis akut.
Pemeriksaan ultrasonografi akan menunjukkan batu empedu pada 90-95% kasus, dinding
empedu yang menebal (edema), batu dan saluran empedu ekstrahepatik dan tanda Murphy
sonografik. Cairan perikolesistik koleskintigrafi misalnya mempergunakan zat radioaktif HIDA
akan memastikan diagnosis bila menampakkan saluran empedu tanpa visualisasi kandung
empedu, yang merupakan bukti adanya obstruksi duktus sitikus. CT Scan abdomen pula kurang
sensitif dan mahal, namun mampu memperlihatkan adanya batu empedu, penebalan dinding
kandung empedu dan juga abses perikolisistikyang masih kecil dan tidak terlihat di USG.2,3
Diagnosis kerja
Diagnosis kerja yang didapatkan adalah kolesistitis akut et causa kolelitiasis. Kolesistitis adalah
inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya kolesistitis akut berhubungan dengan
batu empedu yang tersangkut pada duktus sistikus, menyebabkan distensi kandung empedu.
Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat (batu pigmen), atau campuran,
disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjadi pada duktus
koledokus, duktus hepatika, dan duktus pankreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa
kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi.3
Diagnosis Banding
Pankreatitis Bilier Akut
Pankreatitis akut didefinisikan sebagai radang pankreas oleh enzim secara mendadak dan
menyeluruh (difus), yang diduga disebabkan oleh lepasnya enzim-enzim pankreas yang bersifat
litik dan aktif ke dalam parenkim kelenjar pankreas. Penyakit ini paling sering ditemukan pada
usia setengah baya dan seringkali dikaitkan dengan penyakit saluran empedu dan alkoholisme.
Patogenesis yang pasti tidak diketahui, tetapi dapat meliputi udem atau obstruksi dari
ampula/papila Vateri yang mengakibatkan refluks isi duodenum atau cairan empedu ke dalam
saluran pankreas atau trauma langsung pada sel-sel asinar.
Sumbatan pada duktus pankreatikus (misalnya oleh batu empedu pada sfingter Oddi)
akan menghentikan aliran getah pankreas. Biasanya sumbatan ini bersifat sementara dan
menyebabkan kerusakan kecil yang akan segera diperbaiki. Namun bila sumbatannya berlanjut,
enzim yang teraktivasi akan terkumpul di pankreas, melebihi penghambatnya dan mulai

mencerna sel-sel pankreas, menyebabkan peradangan yang berat. Kerusakan pada pankreas bisa
menyebabkan enzim keluar dan masuk ke aliran darah atau rongga perut, dimana akan terjadi
iritasi dan peradangan dari selaput rongga perut (peritonitis) atau organ lainnya.3
Pada pasien pankreatitis akut dengan gejala klinis sedang sampai berat akan tampak
keluhan sebagai berikut: lebih dari 90% pasien mengalami nyeri seperti ditusuk pada
midepigastrium yang menyebar ke punggung dalam beberapa menit atau jam. Rasa nyeri sangat
klasik, yaitu bersifat konstan, terus-menerus, dan bersifat datar. Rasa penuh perut akan berkurang
apabila pasien dalam posisi duduk atau pada posisi melengkung seperti bayi di dalam
kandungan.
Kolangitis Akut
Kolangitis adalah peradangan yang terjadi pada saluran empedu akibat infeksi yang
disebabkan oleh infeksi pada traktus bilier akibat obstruksi traktus bilier oleh koledokolitiasis.
Obstruksi parsial memberikan risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan obstruksi total.
Infeksi secara luas diperkirakan terjadi akibat ekstensi lansung bakteri yang berasal dari
duodenum. Kolonisasi bakteri pada duktus koledokus saja pada umumnya tidak mengakibatkan
infeksi. Antara penyebab kolangitis bakterial akut koledokolitiasis atau endapan, striktur bilier,
stenosis papilla Vateri dan infeksi parasit. Manifestasi klinisnya dapat berupa trias Charcot,
demam, nyeri pada kuadran kanan atas dan ikterik.4
Koledokolitiasis
Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu empedu di dalam saluran empedu yaitu di
duktus koledokus komunis. Koledokolitiasis terbagi dua tipe yaitu primer dan sekunder.
Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan
koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus
koledokus melalui duktus sistikus. Koledokolitiasis primer lebih banyak ditemukan di Asia,
sedangkan di negara barat banyak yang sekunder. Biasanya batu ini terbentuk akibat obstruksi
bilier parsial karena batu sisa, striktur traumatik, kolangitis sklerotik, atau kelainan bilier
kongenital. Infeksi dapat merupakan kejadian awal.
Obstruksi saluran empedu biasanya parsial dan intermitten karena batu tersebut belaku sebagai
ballvalve di ujung distal duktus koledokus.
Manisfestasi batu koledokus dapat silent dan tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada saat pencitraan, kolik bilier disertai gangguan tes faal hati dengan atau tanpa
ikterus paling sering. Kelainan laboratorim berupa peningkatan bilirubin serum, peningkatan
fosfatase alkali, gamma GT serta peningkatan transaminase serum. Kadang infeksi timbul lebih
akut dan cairan empedu menjadi purulen. Duktus koledokus menebal dan melebar, dan
kolangitis ini dapat menyebar ke dalam saluran empedu intrahepatik dan menimbulkan abses
hati, dan pakreatitis bilier.4

Etiologi
Kolesistitis disebabkan oleh obstruksi dari duktus sistikus, biasanya oleh batu empedu,
yang mengakibatkan distensi dan inflamasi kimia atau bakterial setelahnya dari vesika biliaris.
Pada sebanyak 95% kasus kolesistitis akut, terdapat batu empedu (kolesistitis kalkulus) dan 5%
tidak terdapat batu empedu (kolesistitis akalkulus). Kultur positif dari cairan empedu atau
dinding kandung empedu ditemukan pada 50-75% kasus kolesistitis akut. Penyebab kolesistitis
akalkulus belum jelas dan dapat multifaktorial. Kadang suatu infeksi bakteri dapat menyebabkan
terjadinya peradangan.
Faktor risiko untuk kolesistitis kalkulus serupa dengan kolelitiasis yaitu jenis kelamin,
kelompok etnis tertentu, obesitas atau penurunan badan yang cepat, obat-obatan (terutama terapi
hormon pada wanita), kehamilan dan usia yang lebih tua. Kolesistitis akalkulus berkaitan dengan
kondisi yang menyebabkan empedu stasis, yaitu operasi besar atau trauma atau luka bakar
parah, sepsis, penyakit yang parah sehingga menyebabkan nutrisi parenteral jangka panjang dan
kasus idiopatik.3

Epidemiologi
Dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena penyakit traktus bilier, sebanyak 20%
mengalami kolesistitis akut., dan jumlah kolesistektomi yang dilakukan secara perlahan
meningkat, terutama pada lansia. Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali
lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis kalkulus juga lebih
tinggi pada wanita. Kadar progesteron yang tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan
empedu stasis, sehingga insiden penyakit kandung empedu pada wanita hamil juga tinggi.
Kolesistitis akalkulus dijumpai lebih sering pada pria usia lanjut. Insidens kolesistitis meningkat
seiring dengan usia. Penerangan secara fisiologi untuk meningkatkatnya kasus penyakit batu
empedu dalam populasi orang yang lebih tua kurang difahami. Meningkatnya kadar insidens
untuk laki-laki yang lebih berusia telah dikaitkan dengan rasio perubahan androgen kepada
estrogen.3,4
Patofisiologi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sembilan puluh persen kasus kolesistitis melibatkan
batu di saluran sistikus (kolesistitis kalkulus), dan 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis
akalkulus. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Kolesistitis kalkulus akut
disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga menyebabkan distensi kandung empedu.
Biasanya sumbatan ini adalah disebabkan adanya batu empedu yang mempunyai dua tipe yaitu
batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan

kolesterol dilarutkan dalam daerah hidrofobik micelle, kemudian terjadinya krstalisasi dan
akhirnya prepitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain membentuk matriks batu. Pada batu
pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen
murni lebih kecil, sangat keras dan penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya batu ini
berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen
abnormal yang mengendap didalam empedu. Sirosis dan statis biliaris merupakan predisposisi
pembentukan batu pigmen.
Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan empedu menjadi
stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa
kandung empedu diikuti reaksi inflamasi atau peradangan dan supurasi. Seiring membesarnya
ukuran kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi terganggu hingga
menyebabkan terjadinya di dinding kandung empedu iskemia, nekrosis mukosa dan jika lebih
berat terjadinya ruptur. Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus
tidaklah jelas, namun beberapa teori mencoba menjelaskan. Radang mungkin terjadi akibat
kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat yang sangat berbahaya, di kandung empedu,
pada keadaan tertentu. Misalnya pada kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak
pernah menerima stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan
demikian, empedu terkonsentrasi dan tetap stagnan di lumen.5

Manifestasi Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah nyeri perut di sebelah
kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut
dapat memburuk secara progresif dan nyerinya bersifat konstan. Kadang-kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat
ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan
sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu.
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada
pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif
sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskular dan
ekstraselular. Pada pemeriksaan fisik, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila
dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang
dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkostae kuadran kanan atas
biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti yaitu Murphy sign positif
menandakan adanya paradangan kandung empedu.
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin<4,0 mg/dl). Apabila
konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic
misalnya duktus koledokus. Gejalanya juga bertambah buruk setelah makan makanan yang

berlemak. Pada pasien-pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala
yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja.3
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan
kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan inflamasi
kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda-tanda kolik
kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tandatanda kolesistitis akut yang jelas sebelumnya.4,5

Penatalaksanaan
Untuk kasus kolesistitis akut, tindakan umum yang dapat dilakukan adalah tirah baring,
pemberian cairan intravena dan nutrisi parentral untuk mencukupi kebutuhan cairan dan kalori,
diet ringan tanpa lemak dan menghilangkan nyeri dengan petidin (demerol) dan buscopan dan
terapi simtomatik lainnya.
Antibiotik pula diberikan untuk mengobati septikemia serta mencegah peritonitis dan
empiema. Antibiotik pada fase awal adalah sangat penting untuk mencegah komplikasi
Mikroorganisme yang sering ditemukan adalah Eschteria coli, Stretococcus faecalis, dan
Klebsiella, sering dalam kombinasi. Dapat juga ditemukan kuman anaerob seperti Bacteriodes
dan Clostridia. Antibiotik yang dapat dipilih adalah misalnya dari golongan sefalosporin,
metronidazol, ampisilin sulbaktam dan ureidopenisilin.
Terapi definitif kolestisistitis akut adalah kolesistektomi dan sebaiknya dilakukan
kolesistektomi laparoskopik secepatnya yaitu dalam waktu 2-3 hari (dalam 7 hari sejak onset
gejala) atau ditunggu 6-10 minggu selepas diterapi dengan pengobatan karena akan mengurangi
waktu pengobatan di rumah sakit. Sebagian dokter memilih terapi operatif dini untuk
menghindari timbulnya gangrene atau komplikasi kegagalan terapi konservatif. Beberapa dokter
bedah lebih menyukai menunggu dan mengobati pasien dengan harapan menjadi lebih baik
selama perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah bila kondisi pasien benar-benar stabil,
dengan dasar pemikiran bahwa aspek teknik kolesistektomi akan lebih mudah bila proses
inflamasi telah mulai menyembuh. Terapi operatif lanjut ini merupakan pilihan yang terbaik
karena operasi dini akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik
operasi akan menjadi lebih sulit karena proses inflamasi akut di sekitar duktus akan
mengaburkan gambaran anatomi. Namun, jika berlakunya kasus emergensi atau ada komplikasi
seperti empiema atau dicurigai adanya perforasi, sebaiknya lansung dilakukan kolesistektomi.
Dibandingkan kolesistektomi konvensional, pada kolesistektomi laparoskopik, pasien
dapat keluar rumah sakit dalam 1-2 hari pascaoperasi dengan jarigan parut minimal dan dapat
berkativitas lebih cepat. Sekitar 10% kolesistektomi laparoskopik harus diubah menjadi operasi

terbuka (kolesistektomi konvensional) di kamar operasi karena adanya inflamasi yang luas,
perlekatan, atau adanya komplikasi, seperti cedera saluran empedu yang memerlukan perbaikan.6
Pada pasien yang memerlukan penanganan secepatnya, namun dalam keadaan sakit keras
atau sangat berisiko tinggi untuk kolesistektomi, pasien harus diterapi secara medis dengan
pemberian cairan, antibiotika dan analgesik, bila terapi ini gagal, perlu dipertimbangkan suatu
kolesistotomi perkutan. Di sini, isi kandung empedu dikeluarkan dan lumen didrainase dengan
kateter yang ditinggalkan. Pada pasien yang mengalami kolesistosomi dan telah sembuh dari
keadaan akut, harus dilakukan kolesitektomi 6-8 minggu kemudian bila kondisi medisnya cukup
baik.1
Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai 90% dari seluruh kolesisteksomi. Konversi
ke tindakan bedah kolesisteksomi konvensional sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar
dalam mengenali duktus sistikus yang disebabkan perlengketan luas (27%), perdarahan dan
keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma
saluran empedu (7%), perdarahan dan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah
tindakan kolesisteksomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan seperti
mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik,
memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktifitas pasien.5,6
Komplikasi
Kolesistitis akut tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren, kadang dapat berkembang dengan
cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati, dan
peritonitis. Proliferasi bakteri pada kandung empedu yang mengalami obstruksi dapat
menimbulkan empiema pada organ bersangkutan. Selain itu dapat juga terjadi komplikasi lain
termasuk sepsis dan pankreatitis.7
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari dari terjadinya kolesistitis ini
adalah dengan mengurangkan faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya proses
peradangan di kandung empedu. Misalnya faktor yang menyebabkan pembentukan batu empede
seperti hiperlipidemia dan obesitas. Diet yang diambil haruslah diet yang seimbang dan
kurangkan pengambilan makanan yang berlamak di samping olahraga yang rutin.6

Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis
rekurren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema
dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien
tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
komplikasi pasca bedah.8
Kesimpulan
Kolesistitis adalah peradangan pada dinding kandung empedu yang ditandai dengan gejala
seperti nyeri perut kanan atas, demam, mual terus menerus. Pasien biasanya ada riwayat batu
sebelumnya. Terdapar dua jenis kolesistitis berdasarkan penyebab utamanya yaitu kolesistitis
akut kalkulus dan kolesistitis akut alkakulus. Kolesistitis akut kalkulus lebih banyak ditemukan
pada wanita, usia atas 40 tahun, obesitas dan pada wanita hamil yang mengkonsumsi obat
hormonal, walaupun pada kenyataannya tidak selalu seperti itu. Pasien-pasien yang menerima
nutrisi parenteral total (TPN) berisiko menderita kolesistitis akut akalkulus, sama halnya pada
pasien dengan riwayat DM dan demam tifoid.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo W. Aru , Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan Doktor
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. EGC.
Jakarta. 2009. Hal 721-6
2. Bickley LS, Szylagyi PG. Bates guide to physical examination and history taking. 8th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003
3. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Ed 1.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2012. H 175-7, 184, 603-7
4. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h 718-20
5. Emmanuel A, Stephan I. Gastroenterologi dan hepatologi. Jakarta: Erlangga; 2014
6. Nurman A. Batu empedu. Dalam: Sulaiman HA, Akbar NA, Lesmana LA, Noer HMS. Buku
ajar ilmu penyakit hati. Jakarta: Jaya Abadi; 2007. H 161
7. Ndraha S. Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Penyakit Batu Empedu. Edisi ke-1. Jakarta ;
Fakultas Kedokteran Ukrida. 2013. Hal 82-69
8. Siddiqui T, Macdonald A, Chong PS, et al. Early versus delayed laparascopic
cholecystecsomy for acute cholecystitis : a meta-analysis of randomized clinical tri als. Am J
Surg. Jan 2008 ; hal 40-7

Anda mungkin juga menyukai