Oleh:
NAMA
NIM
: 082311101048
I.
KONSEP PENYAKIT
a. Kasus
Osteoporosis
b. Pengertian
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya
tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Osteoporosis
adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas
berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development
Conference di Roma, Itali pada tahun 1992 osteoporosis adalah penyakit
dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
perubahan mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang,
yang pada akhirnya menimbulkan meningkatnya kerapuhan tulang
dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH) pada tahun 2001
osteoporosis adalah kelainan kerangka yang ditandai dengan kekuatan
tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah
tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua
faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
c. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis menurut Junaidi (2007) yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon
estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang. Biasanya gejala timbul pada
perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih
cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3
tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah
meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3%
dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru
(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas
70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita
osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan
(mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid
yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat
memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal,
kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang
d. Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2002) osteoporosis dibagi 2 kelompok,
yaitu:
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang
menyebabkan peningkatan proses resorbsi di tulang trabekula
sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan colles. Pada usia
decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada
pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang
lain, yang dibedakan lagi atas:
a) Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang
terutama dibagian trabekula
b) Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan massa tulang
daerah korteks
c) Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan
penyebab yang tidak diketahui
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar
tulang. Osteoporosis sekunder yang terjadi pada atau akibat penyakit
lain, antara lain hiperparatiroid, gagal ginjal kronis, arthritis rematoid
dan lain-lain.
e. Patofisiologi
Tulang normal terdiri dari komposisi yang kompak dan padat,
berbentuk bulat dan batang padat serta terdapat jaringan berongga yang
diisi oleh sumsum tulang. Tulang ini merupakan jaringan yang terus
berubah secara konstan, dan terus diperbaharui. Jaringan yang tua akan
digantikan dengan jaringan tulang yang baru. Proses ini terjadi pada
permukaan tulang dan disebut sebagai remodelling. Dalam remodeling
ini melibatkan osteoclast sebagai perusak jaringan tulang dan osteoblast
sebagai pembentuk sel sel tulang baru.
Menjelang usia tua proses remodeling ini berubah. Aktivitas
osteoclast menjadi lebih dominan dibandingkan dengan aktifitas
osteoblast sehingga menyebabkan osteoporosis. Separuh perjalanan
hidup manusia, tulang yang tua akan diresorpsi dan terbentuk serta
bertambahnya pembentukan tulang baru (formasi). Pada saat kanakkanak dan menjelang dewasa, pembentukan tulang terjadi percepatan
dibandingkan dengan proses resorpsi tulang, yang mengakibatkan tulang
menjadi lebih besar, berat dan padat. Proses pembentukan tulang ini terus
berlanjut dan lebih besar dibandingkan dengan resorpsi tulang sampai
mencapai titik puncak massa tulang (peak bone mass), yaitu keadaan
tulang sudah mencapai densitas dan kekuatan yang maksimum. Peak
bone mass ini tercapai pada umumnya pada usia menjelang 30 tahun.
Setelah usia 30 tahun secara perlahan proses resorpsi tulang mulai
meningkat dan melebihi proses formasi tulang. Kehilangan massa tulang
terjadi sangat cepat pada tahun-tahun pertama masa menopause,
osteoporosis-pun berkembang akibat proses resorpsi yang sangat cepat
atau proses penggantian terjadi sangat lambat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami
perubahan selama kehidupan melalui tiga fase yaitu fase pertumbuhan,
fase konsolidasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90%
dari massa tulang dan akan berakhir pada saat epifise tertutup. Sedangkan
pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa
tulang bertambah dan mencapai puncak pada umur tiga puluhan. Serta
terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkurang ( bone
loss ) sebanyak 35-50 tahun.
Aktifitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik dan
faktor lokal. Faktor sistemik adalah hormonal yang berkainan dengan
metabolisme Kalsium, seperti hormon paratiroid, Vitamin D, kalsitonin,
estrogen, androgen, hormon pertumbuhan, dan hormon tiroid. Sedangkan
faktor lokal adalah Sitokin dan faktor pertumbuhan lain (IGF) (Permana,
2008).
Di samping penuaan dan menopause, penipisan tulang diakibatkan
oleh pemberian steroid sehingga mengakibatkan penurunan pembentukan
tulang (bone formation) dan peningkatan resorpsi tulang (bone
resorption). Steroid menghambat sintesis kolagen tulang oleh osteoblast
yang telah ada, dan mencegah transformasi sel-sel prekursor menjadi
osteoblast yang dapat berfungsi dengan baik. Di samping itu, steroid juga
3.
4.
5.
6.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
j.
Pencegahaan
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda
maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah
osteoporosis, yaitu:
1. Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas
susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang
pada wanita setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup
kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang
dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari,
sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat
terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan
teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
2. Paparan sinar matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin
D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.
Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu.
Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore
hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan
vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa
tulang.
3. Melakukan olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga
dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan
tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki
tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang
penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban
yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang pentingadalah
melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga
untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk
mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh
penderita osteoporosis adalah sebagai berikut:
a Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan
pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko
patah tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah
tidak mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa
lompatan, senam aerobik dan joging.
k. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak
pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran pictureframe vertebra.
2. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk
menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita
osteoporosis apabila nilai BMD (Bone Mineral Density) berada
dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai
menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan
-1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1. Beberapa
metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
a) Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi
photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi.
SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai
jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
b) Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya
berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat
energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan lunak
yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagianbagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri
komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
c) Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur
densitas tulang secara volimetrik.
3. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan
menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah
yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai
densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk
menilai arsitektur trabekula.
5. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa
kelainan metabolisme tulang.
6. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat
korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat.
Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus
ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
7. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan
fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah
65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang
nyata.
b) Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c) Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
d) Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.
l.
Resiko injuri
Disfungsi skeletal
Lemas, letih
Nyeri Akut
TB dan BB menurun
nyeri pinggang
(fungsi tubuh menurun)
Kiposis/Gibbus
Osteoporosis
2)
3)
4)
5)
II.
No
1
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan
Paint management
1. Kaji
nyeri
secara
komprehensif
(lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi, kualitas, dan
faktor presipitasi)
2. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
3. Ajarkan pasien tentang
alternative lain untuk
mengatasi
dan
mengurangi rasa nyeri
4. Ajarkan
teknik
manajemen
stress
misalnya relaksasi nafas
dalam
Rasional
1. Mengetahui kondisi
umum pasien
2. Mempengaruhi
pilihan/pengawasan
sebagai pedoman dalam
menentukan intervensi
yang tepat
3. Mengatasi nyeri
misalnya kompres
hangat, mengatur posisi
untuk mencegah
kesalahan posisi pada
tulang/jaringan yang
cedera
4. Memfokuskan kembali
perhatian,
meningkatkan rasa
kontrol dan
meningkatkan
kemampuan koping
dalam manajemen nyeri
Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan disfungsi
sekunder
akibat
perubahan
skeletal (kifosis)
1. Mengetahui
kondisi
pasien
2. Mengetahui
kemampuan yang bisa
dilakukan pasien
3. Mencegah
kelelahan
yang parah pada pasien
4. Mencegah pasien jatuh
1. Menghindari
cidera/injury
2. Memberikan
pasien
NOC:
Risk control
injuri/cedera
3. Pasien
mampu
menjelaskan
faktor
resiko
dari
lingkungan/perilaku
personal
4. Mampu
memodifikasi
gaya
hidup
untuk
mencegah injury
5. Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
6. Mampu
mengenali
perubahan
status
kesehatan
untuk
berhenti
secara
perlahan,
tidak naik tangga,
dan
mengangkat
beban berat
3. Observasi
efek
samping dari obatobatan
yang
digunakan
kondisi
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua. Jakarta:
PT Bhuana Ilmu Populer.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 3.
Jakarta: EGC.
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis
Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126
Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.