Anda di halaman 1dari 9

BIOGRAFI PAHLAWAN NASIONAL

KI HAJAR DEWANTARA
Disusun untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia Semester Genap

Erik Pratomo
XI IPA 2
18439

SMA NEGERI 1 PEMALANG


Jalan Jendral Gatot Subroto Pemalang Telp. (0284) 321437
e-mail: smansapml@yahoo.co.id website: www.sman1-pemalang.sch.id

KI HAJAR DEWANTARA

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat,


sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara,
beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di
Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69
tahun; selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis
pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan
bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri
Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan
bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya
para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Meskipun ia keturunan bangsawan, suwardi suryaningrat tidak pernah
menonjolkan gelar kebangsawanan nya. Ia selalu menganggap dirinya rakyat
biasa. Semangat kebangsaan suardi tampak sejak beliau masik kanak-kanak.
Suwardi sering berkelahi dengan anak-anak kulit putih yang congkak dan
sombong serta suka merendahkan atau menghina anak-anak bangsa indonesia.
Semangat kebangsaannya ini dibawa pula ketika suwardi masuk Europeesch
lagere school (ELS). Sekolah ini merupakan sekolah dasar untuk anak-anak kulit
putih. Hanya anak-anak bangsa terpilih saja yang boleh masuk kesekolah
ini. Setelah menyelesaikan sekolahnya dijogjakarta, suwardi bersekolah di
STOVIA, yaitu sekolah untuk mendidik dokter-dokter bangsa indonesia,
dibatavia(Jakarta).
Di Jakarta inilah pandangan kebangsaan suwardi semakin luas. Di
STOVIA ini suwardi tumbuh menjadi remaja dan bergaul dengan pemuda-pemuda
Indonesia yang berbeda bahasa, adat istiadat, dan agama. Disinilah suwardi mulai
merasakan
suasan
Bhinneka
tunggal
ika.
Suwardi tidak sampai menamatkan pelajarannya di STOVIA. Kemudian ia
bekerja pada pabrik gula bojong, purbalingga. Tidak lama kemudian ia pindah dan

bekerja diapotek Rathkamp di Jogjakarta. Sepertinya pekerjaan jurnalistik lebih


menarik dan lebih cocok dengan jiwanya. Karnanya, ia memilih jurnalis dan
membantu beberapa surat kabar, seperti Sedyotomo (berbahasa jawa), Midden
java (berbahasa belanda), De Express (berbahasa belanda), dan utusan india yang
dipimpin H.O.S.Cokroaminoto. Atas permintaan Douwes Dekker, suwardi pindah
kebandung, Dibandung ia memimpin surat kabar De Express. Pada waktu itu
Douwes Dekker sedang mempersiapkan berdirinya sebuah partai dengan dasar
kebangsaan.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari
Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani,
menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya
diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar
Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah
tahun emisi 1998. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh
Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).

Masa muda dan awal karier


Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia
menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian
sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai
tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di
beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan
Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong
penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat
antikolonial.

Aktivitas pergerakan
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi
sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di
seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat
Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan
kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta
juga diorganisasi olehnya.

Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu


organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan
pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker
(DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.

Als ik een Nederlander was


Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari
warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis
pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi.
Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk
Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal
adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander
was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel
ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan
tersebut antara lain sebagai berikut.
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan
pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri
kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil,
tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan
sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan
perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula
kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku
seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan
kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan
ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun
baginya".
Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh
Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya
sebelum ini. Kalaupun benar ia yang menulis, mereka menganggap DD berperan
dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian.
Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal
Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun
demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan
akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal
sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.

Dalam pengasingan
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para
pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).Di sinilah ia
kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu
pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang
bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan
yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah
tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan
pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah
yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Taman Siswa
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera
kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar
ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah
yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut
Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun
menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar
Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya.
Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik
maupun jiwa.
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal
di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa
berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi
dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat
Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

Pengabdian pada masa Indonesia merdeka

Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi


Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar
doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua
Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan
umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari
kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI
no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959).Ia meninggal dunia di
Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.
HAL-HAL YANG DAPAT DITELADANI DARI SOSOK
KI HAJAR DEWANTARA

No
.
1.

Hal yang dapat diteladani

Kutipan Biografi

Tidak sombong atau rendah diri

2.

Aktif dan Semangat dalam bekerja

Meskipun ia keturunan bangsawan,


suwardi suryaningrat tidak pernah
menonjolkan
gelar
kebangsawanan nya.
Ia
selalu
menganggap dirinya rakyat biasa.
Saat ia genap berusia 40 tahun
menurut hitungan penanggalan Jawa,
ia mengganti namanya menjadi Ki
Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi
menggunakan gelar kebangsawanan di
depan namanya. Hal ini dimaksudkan
supaya ia dapat bebas dekat dengan
rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.
Suwardi tidak sampai menamatkan

3.

Menekuni pekerjaannya

4.

Aktif dalam berorganisasi

5.

Menentang Penjajahan

pelajarannya di STOVIA. Kemudian


ia bekerja pada pabrik gula bojong,
purbalingga. Tidak lama kemudian ia
pindah
dan
bekerja
diapotek
Rathkamp di Jogjakarta.
Sepertinya pekerjaan jurnalistik lebih
menarik dan lebih cocok dengan
jiwanya. Karnanya, ia memilih
jurnalis dan membantu beberapa surat
kabar, seperti Sedyotomo (berbahasa
jawa),
Midden
java
(berbahasa belanda), De Express
(berbahasa belanda), dan utusan india
yang dipimpin H.O.S.Cokroaminoto.
Atas permintaan Douwes Dekker,
suwardi
pindah
kebandung,
Dibandung ia memimpin surat kabar
De Express.
Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO)
tahun 1908, ia aktif di seksi
propaganda untuk menyosialisasikan
dan menggugah kesadaran masyarakat
Indonesia (terutama Jawa) pada waktu
itu mengenai pentingnya persatuan
dan kesatuan dalam berbangsa dan
bernegara.
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda
berniat mengumpulkan sumbangan
dari warga, termasuk pribumi, untuk
perayaan kemerdekaan Belanda dari
Perancis pada tahun 1913, timbul
reaksi kritis dari kalangan nasionalis,
termasuk Soewardi. Ia kemudian
menulis "Een voor Allen maar Ook
Allen voor Een" atau "Satu untuk
Semua, tetapi Semua untuk Satu
Juga". Namun kolom KHD yang
paling terkenal adalah "Seandainya
Aku Seorang Belanda" (judul asli:
"Als ik een Nederlander was"),

6.

7.

dimuat dalam surat kabar De Expres


pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel
ini terasa pedas sekali di kalangan
pejabat Hindia Belanda
Mampu menjalin persaudaraan dengan Akibat tulisan Kritiknya terhadap
baik
Pemerintahan Belanda, ia ditangkap
atas persetujuan Gubernur Jenderal
Idenburg dan akan diasingkan ke
Pulau Bangka (atas permintaan
sendiri). Namun demikian kedua
rekannya, Douwess Dekker dan Tjipto
Mangoenkoesoemo, memprotes dan
akhirnya mereka bertiga diasingkan
ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini
dikenal sebagai Tiga Serangkai.
Soewardi kala itu baru berusia 24
tahun
Cinta Tanah Air melalui sebuah Pengalaman mengajar Soewardi ini
pendidikan (Berguna bagi Nusa dan kemudian
digunakannya
untuk
Bangsa).
mengembangkan konsep mengajar
bagi sekolah yang ia dirikan pada
tanggal 3 Juli 1922: Nationaal
Onderwijs Instituut Tamansiswa atau
Perguruan Nasional Tamansiswa.

MEREFLEKSIKAN TOKOH KI HAJAR DEWANTARA DENGAN


DIRI SENDIRI
No
.
1.

Keunggulan Tokoh
Tanggal kelahirannya sekarang
diperingati di Indonesia sebagai Hari
Pendidikan Nasional. Bagian dari
semboyan ciptaannya, tut wuri
handayani, menjadi slogan

Refleksi dengan diri sendiri


Berusaha mengikuti jejaknya untuk
mengharumkan nama Indonesia dan
menjadi pahlawan Indonesia sebagai
seorang pelajar. Belajar dengan giat
dan rajin.

2.

3.

4.

Kementerian Pendidikan Nasional


Indonesia.
Pengalaman Ki Hajar dalam mengajar
membuatnya Mendirikan Perguruan
Taman Siswa di Yogyakarta.

Dalam kabinet pertama Republik


Indonesia, KHD diangkat menjadi
Menteri Pengajaran Indonesia (posnya
disebut sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan) yang
pertama
Atas jasa-jasanya dalam merintis
pendidikan umum, ia dinyatakan
sebagai Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia dan hari kelahirannya
dijadikan Hari Pendidikan Nasional
(Surat Keputusan Presiden RI no. 305
tahun 1959, tanggal 28 November
1959).Ia meninggal dunia di Yogyakarta
tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan
di Taman Wijaya Brata

Karena saya bercita cita menjadi guru,


saya harus berusaha menjadi guru
yang baik, profesional dan
mencerdaskan anak didik saya tidak
hanya cerdas materi namun juga
Akhlaq. Saya akan berusaha
mewujudkan itu di Madrasah Diniyah
dimana saya mengajar.
Memiliki cita cita setinggi mungkin
terutama cita-cita itu mampu
membanggakan Tanah Air tercinta.

Menetapkan prinsip dimana hidup


harus berguna bagi banyak orang,
membuat bangga orang tua, keluarga
dan tanah air tercinta. Agar mati nanti,
jasa kita dikenang orang banyak.
Terlebih mati dikenang sebagai
pahlawan.

Anda mungkin juga menyukai