Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan
penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene
industri pengolahan makanan yang rendah. Prevalens 91% kasus demam tifoid terjadi pada
umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit,
demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk
memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi.
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella
typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada
di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Terjadinya penularan
sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute
fekal-oral).1

BAB II
LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa :Mellisa Aslamia A. Pembimbing :dr. Tjahaya Bangun, Sp. A
NIM
:030.10.177
Tanda tangan :
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. MA
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 4 tahun 5 bulan
Suku Bangsa
: Betawi
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 14 April 2011
Agama
: Islam
Alamat
:Tebet Barat Trijaya IV 10/7, Jakarta Selatan
Pendidikan
:Belum sekolah
ORANG TUA / WALI
Ayah
Ibu
Nama
: Tn. K
Nama
: Ny. V
Umur
: 38 tahun
Umur
: 33 tahun
Alamat
: Tebet Barat Trijaya IV 10/7 Alamat
: Tebet Barat Trijaya IV 10/7
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Pekerjaan
: Pedagang
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SMA
Pendidikan
: SMEA
Suku bangsa : Betawi
Suku bangsa : Minang
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Hubungan dengan orang tua: pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. V (ibu kandung pasien)
Lokasi
: Bangsal lantai V Timur, kamar 510
Tanggal / waktu
: 25 September 2015 pukul 11.00 WIB
Tanggal masuk
: 25 September 2015 pukul 09.00 WIB
Keluhan utama
Keluhan tambahan

: Demam sejak 15 hari SMRS


: Batuk, BAB susah

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :


Pasien datang diantar ibunya ke poli anak RSUD Budhi Asih dengan keluhan demam sejak
15 hari sebelum masuk rumah sakit. Tepatnya demam dirasakan sejak 11 September 2015
pada sore hari setelah bermain di kandang kambing. Demam diukur dengan termometer 390C.
2

Demam naik turun, tidak disertai rasa menggigil dan juga keringat dingin. Pasien dikompres
dan diberikan obat penurun panas (paracetamol), demam sempat menurun, tetapi meningkat
kembali. Pola demam dari awal sampai datang ke poliklinik hampir sama, turun menjelang
pagi dan naik pada malam hari.
Pasien pada hari pertama demam mengalami mencret sebanyak 4 kali, konsistensi
cair, terdapat ampas, tidak ada lendir maupun darah. Mencret hanya terdapat selama 1 hari.
Setelah itu pola BAB pasien kembali seperti biasa, 1 kali sehari. Namun 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan susah BAB. Pasien kadang mengeluhkan nyeri perut
di sekitar umbilikus, namun hilang timbul. Pasien juga baru terdapat batuk pagi ini sebelum
ke poliklinik, batuk dirasakan kering. Pasien mempunyai riwayat suka jajan es potong dan
telur gulung hampir setiap hari.
Timbul bintik merah disangkal. Keluhan mimisan, gusi berdarah disangkal. Nyeri
sendi disangkal. Mata tidak merah ataupun berair. Nyeri tenggorokan disangkal. Berpergian
ke daerah endemis disangkal. Penurunan berat badan yang signifikan tanpa sebab yang jelas
disangkal.
Pasien sudah pergi berobat ke puskesmas hari kelima demam dan mendapat obat
paracetamol, oralit dan zinc, namun tidak ada perbaikan. Setelah itu, pasien berobat lagi ke
poli anak RSUD Budhi Asih pada demam hari ke delapan dan mendapat paracetamol dan
antibiotik cefixime, tetapi tidak ada perbaikan. Pada demam hari ke sebelas pasien kembali
berobat ke poliklinik anak RSUD Budhi Asih, diberikan obat yang sama dan disuruh kontrol
kembali tiga hari apabila masih demam. Lalu pasien pada demam hari ke lima belas kembali
kontrol ke poli dan disarankan untuk rawat inap.
Pasien juga mempunyai riwayat hidrokel sejak usia 2 tahun. Awalnya kecil, namun
makin lama makin membesar. Ibu pasien mengatakan skrotum kanan pasien makin membesar
sejak pasien demam. Sebelumnya pasien riwayat berobat ke alternative dan dipijat 2 kali
seminggu, hingga bulan lalu. Karena tidak membaik akhirnya berobat ke bedah umum dan
didiagnosis hidrokel testis kanan dan direncanakan operasi.

C. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Alergi

(-)

Difteria

(-)

Cacingan

(-)

Diare

(-)

Penyakit
Penyakit
jantung
Penyakit

Umur
(-)
(-)
3

DBD

(-)

Kejang

ginjal
Radang

(-)

(-)
paru
Otitis
(-)
Morbili
(-)
TBC
(-)
Parotitis
(-)
Operasi
(-)
Lain-lain:
(-)
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: pasien tidak pernah menderita
keluhan seperti ini sebelumnya.
D. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal

Tidak ada
KEHAMILAN
Rutin kontrol ke Bidan 1 bulan sekali,
imunisasi TT (-)
Tempat persalinan
Puskesmas
Penolong persalinan
Bidan
Spontan pervaginam
Cara persalinan
Penyulit : Masa gestasi
Cukup Bulan ( 38-39 mgg )
Berat lahir : 2900 gram
KELAHIRAN
Panjang lahir : 51 cm
Lingkar kepala : (tidak tahu)
Keadaan bayi
Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
Nilai APGAR : (tidak tahu)
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: pasien lahir secara spontan pervaginam,
neonatus cukup bulan,sesuai masa kehamilan.
E. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I
Gangguan perkembangan mental
Psikomotor

: Umur 12 bulan
: Tidak ada

(Normal: 5-9 bulan)

Tengkurap

: Umur 6 bulan

(Normal: 3-4 bulan)

Duduk

: Umur 8 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

: Umur 10 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: Umur 11 bulan

(Normal: 13 bulan)

Bicara

: Umur 18 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas
Rambut pubis : Belum
Payudara
: Belum
Menarche
: Belum
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Baik (sesuai usia).
E. RIWAYAT MAKANAN
4

Umur
(bulan)

ASI/PASI

Buah / Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

02

ASI

24

ASI

46

ASI/PASI

68

ASI/PASI

8 10

ASI/PASI

10 -12

ASI/PASI

Kesulitan makan: tidak ada


Kesimpulan riwayat makanan: Pasien tidak ada kesulitan makan, nafsu makan baik.
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin

Dasar ( umur )

Ulangan ( umur )

BCG
DPT / PT

+
+

Polio

Morbili
Hepatitis B

+
+

Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar lengkap, sesuai dengan jadwal


G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
Tanggal lahir

Jenis

(umur)

kelamin

1.

19/12/1998

Laki - laki

2.

25/03/2003

Perempuan

3.

14/04/2011

Laki-laki

No

Hidup

Lahir
mati

Mati

Keterangan

(sebab)

kesehatan

Kakak
( Sehat )

Kakak
( Sehat )

Abortus

Pasien

b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama

Ayah / Wali
Tn. K
1
22 tahun
SMA
Islam

Ibu / Wali
Ny. V
1
17 tahun
SMEA
Islam
5

Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada

Betawi
Sehat
-

Minang
Sehat
-

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Kakak pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Ibu dan ayah
tidak menderita penyakit asma dan alergi lain, hipertensi, pembengkakan jantung dan
kencing manis.
Kesimpulan Riwayat Keluarga: Pasien anak ketiga dari tiga bersaudara.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN
Pasien tinggal bersama ibu, ayah dan kakaknya di sebuah rumah tinggal di rumah
milik beratap genteng, berlantai ubin, berdinding semen. Keadaan rumah perumahan
padat, di perkampungan, ventilasi dan pencahayaan masih baik. Sumber air bersih dari air
sumur gali. Air limbah rumah tangga disalurkan langsung ke sungai dan pembuangan
sampah setiap harinya kesungai. Septitank jauh terletak di belakang rumah, jauh dari
sumber air bersih.
Kesimpulan keadaan lingkungan: cukup baik
I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai pedagang menjual cemilan jagung dengan penghasilan
rata-rata Rp 2.500.000,-/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga.
Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal lantai V Timur, kamar 510 pada hari Jumat
tanggal 25 September 2015, pkl 11.00 WIB.
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Kesan Gizi
: gizi cukup
Keadaan lain
: anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan
Panjang Badan
Lingkar Kepala
Lingkar Lengan Atas

: 13 kg
: 97 cm
: 48 cm
: 13,5 cm
6

Status Gizi
BB/ U = 13 / 16 x 100 % = 81,25 %
(Gizi baik)
TB/ U = 100 / 105 x 100 % = 92,38 % (Tinggi normal)
BB/ TB = 13 / 15 x 100 % = 86,6 %
(Gizi kurang)
Interpretasi status gizi: Kurang gizi, baru terjadi
Tanda Vital
Nadi
Tekanan Darah
Napas
Suhu

: 113 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
: 90/50 mmHg
: 24x/ menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi:ekspirasi = 1:3
: 37,6o C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA :Normocephali, UUB sudah menutup


RAMBUT :Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal.
WAJAH

:Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, ptechiae (-), luka atau jaringan
parut (-), efloresensi (-).

MATA:
Visus
: kesan baik
Ptosis
: -/Sklera ikterik
: -/Lagofthalmos : -/Konjungtiva anemis
: -/Cekung
: -/Komjungtiva bulbi
: hiperemis (-/-), lakrimasi (-/-)
Exophthalmos
: -/Kornea jernih : +/+
Strabismus
: -/Lensa jernih : +/+
Nistagmus
: -/Pupil
: bulat, isokor
Refleks cahaya
: langsung +/+ , tidak langsung +/+, photophobia (-/-)
Alis
: Hitam, distribusi merata
Bulu mata
: Hitam, distribusi merata, madarosis (-/-), trikiasis (-/-)
TELINGA:
Bentuk
Nyeri tarik aurikula
Liang telinga
Serumen
Cairan

: normotia
: -/: lapang
: -/: -/-

Tuli
Nyeri tekan tragus
Membran timpani
Refleks cahaya

HIDUNG:
Bentuk
Sekret
Mukosa hiperemis

: simetris
: -/: -/-

Napas cuping hidung


Deviasi septum

: -/: -/: sulit dinilai


: sulit dinilai

: -/:-

BIBIR :Simetris saat diam, mukosa warna merah muda, kering (-), sianosis (-)
MULUT: Oral higiene baik, trismus (-);

Mukosa gusi dan pipi: merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-),
bercak Koplik (-), stomatitis aphtae (-);
Lidah: normoglosia, coated tongue (+), ulkus (-), hiperemis (-), massa (-).
TENGGOROKAN :Tonsil T1-T1 hiperemis (-), kripta tidak melebar, detritus (-),
faring hiperemis (-), ulkus (-), massa (-), PND (-).
LEHER :Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea.
Tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah.
THORAKS:
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung
: ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III V linea sternalis dextra
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU:
Inspeksi :Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernafasan yang tertinggal, tipe pernafasan abdomino-torakal,
retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal (-), retraksi epigastrium
(-), efloresensi pada kulit dinding dada (-)
Palpasi :Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri,
vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi :Sonor di kedua lapang paru.
Batas paru lambung
: ICS VII linea axilarris anterior
Batas paru hepar
: ICS VI linea midklavikularis dextra
Auskultasi:
Suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/ABDOMEN:
Inspeksi :Perut datar, efloresensi (-), benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik
(-)
:Datar, supel, NT (-), turgor baik
Hepar: tidak teraba membesar
Lien: Schuffner 0
Ballotemant (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 4x/ menit
Palpasi

GENITALIA:

Jenis kelamin laki-laki


Inspeksi : tampak skrotum kanan membesar sebesar telur ayam,
hiperemis (-)
Palpasi : nyeri (-), hangat, tidak teraba testis
8

Transiluminasi (+)
KELENJAR GETAH BENING:
Preaurikuler
: tidak teraba membesar
Postaurikuler
: tidak teraba membesar
Submandibula
: tidak teraba membesar
Supraclavicula
: tidak teraba membesar
Axilla
: tidak teraba membesar
Inguinal
: tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK
Ekstremitas

: akral hangat ++/++, oedem -/-, CRT <2 detik

Tangan
Tonus otot
Sendi
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Lain-lain

Kanan
normotonus
aktif
(+)
(-)
ptechiae (-)

Kiri
normotonus
aktif
(+)
(-)
ptechiae (-)

Kaki
Tonus otot
Sendi
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Lain-lain

Kanan
normotonus
aktif
(+)
(-)
ptechiae (-)

Kiri
normotonus
aktif
(+)
(-)
ptechiae (-)

KULIT: warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik,
lembab, pengisian kapiler < 2 detik, ptechiae (-)
TULANG BELAKANG: bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), efloresensi (-)
TANDA RANGSANG MENINGEAL:
Kaku kuduk
(-)
Brudzinski I
(-)
Brudzinski II
(-)
Laseq
(-)
Kerniq
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Laboratorium ( 25 September 2015)
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
LED
MCV

Hasil
9,7 g/ dL
30 %
12,3 ribu/uL
3,8 juta/uL
492 ribu/uL
73 mm/jam
78,7 fL

Nilai Normal
10,8-12,8
31-43
5-14,5
3,7-5,7
217-497
0-30
72-88

Interpretasi
Menurun
Normal
Normal
Normal
Normal
Meningkat
Normal
9

MCH
MCHC
RDW
Basofil
Eosinofil
Netrofil Batang
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
Besi (Fe/iron)
TIBC Besi daya ikat

25,5 pg
32,4 g/dL
11,6 %
1%
1%
0%
42%
48%
8%
36 ug/dL
263 ug/dL

23-36
26-34
<14
0-1
1-5
3-6
25-60
25-50
1-6
50-120
240-400

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Menurun
Normal
Normal
Meningkat
Menurun
Normal

total
URINE LENGKAP
Warna
Kejernihan

URINALISIS
Hasil
Nilai Normal
Kuning
Kuning
Jernih
Jernih

Glukosa

Negatif

Negatif

Normal

Bilirubin

Negatif

Negatif

Normal

Keton

Negatif

Negatif

Normal

7.0

4.6 - 8

Normal

1.025

1.005 1.030

Normal

Negatif

Negatif

Normal

0.2 E.U./dL

0.1 1

Normal

Nitrit

Negatif

Negatif

Normal

Darah

Negatif

Negatif

Normal

Esterase Lekosit

Negatif

Negatif

Normal

SEDIMEN URINE
Leukosit

Hasil
0-1/LPB

Nilai Normal
<5

Interpretasi
Normal

Eritrosit

0-1/LPB

<2

Normal

Positif/LPB

Positif

Normal

Silinder

Negatif

Negatif

Normal

Kristal

Negatif

Negatif

Normal

Bakteri

Negatif

Negatif

Normal

Jamur

Negatif

Negatif

Normal

pH
Berat Jenis
Albumin Urine
Urobilinogen

Epitel

Interpretasi
Normal
Normal

10

V. RESUME
Pasien laki-laki usia 4 tahun 5 bulan datang ke poli anak RSUD Budhi Asih dengan keluhan
demam sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun, dan pola demam dari
awal sampai datang ke poliklinik hampir selalu sama. Pasien sempat mengeluh mencret satu
hari, lalu mengeluh susah BAB, kadang mengeluhkan nyeri perut di sekitar umbilikus, namun
hilang timbul. Pasien juga baru terdapat batuk pagi ini sebelum ke poliklinik, batuk dirasakan
kering. Pasien mempunyai riwayat suka jajan es potong dan telur gulung hampir setiap hari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lidah yang tampak kotor. Pada pemeriksaan
hematologi didapatkan hemoglobin, hitung jenis neutrofil batang dan besi (Fe/iron) yang
menurun, dan peningkatan LED dan hitung jenis monosit.
VI. DIAGNOSIS BANDING
Demam tifoid
Hidrokel kanan
ISPA
V. DIAGNOSIS KERJA
Demam Tifoid
Hidrokel kanan
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Pemeriksaan imunoserologi Salmonella (Tes Widal)
- Gambaran Darah Tepi
- Feses lengkap
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien
2. Rawat inap
3. Tirah baring
4. Observasi tanda vital
Medikamentosa
1. Ampicillin 4x400 mg (intravena)
2. Paracetamol drip 130mg jika suhu 380C
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Sanationam
Ad Functionam

: ad bonam
: dubia ad bonam
: ad bonam

FOLLOW-UP
Tgl
S
26/9/2015 HP-2
-

Demam (+)
Batuk (+)

O
KU : TSS/ CM
TTV :

A
Demam

P
Ampicillin

11

Belum BAB

Nadi : 120x/mnt
Tifoid
0
Suhu : 37,2 C
Hidrokel
RR : 25 x/ mnt
Kepala : Normocephali
Mata : CA -/- SI -/Hidung : sekret -/Mulut : kering (-),

4x400mg IV
Paracetamol

drip

130mg jika suhu


380C
Cotrimoxazole

sianosis ()
Thoraks:

simetris,

retraksi (-)
P: sn vesikuler, rh -/-,
wh +/J: BJ I-II reg, m (-),

syrup 2x1cth
Salbutamol

0,5mg

+ Teofilin 20mg
3x1 bungkus

gallop (-)
Abdomen: datar, supel,
BU (+)
Genital
skrotum
membesar,

tampak
kanan
hiperemis

(-)
Ekstremitas: hangat ++/
++
HASIL
LABORATORIUM
Imunoserologi
Widal/Salmonella Titer
S. Typhi O 1/320
S. Typhi H 1/320
Gambaran Darah Tepi
Kesan
:
anemia
normositik normokrom
Faeces rutin :
-Makroskopik:
Warna coklat
Konsistensi lunak
Lendir negatif
Darah negatif
-Makroskopik:
Leukosit negatif
Eritrosit negatif
Amoeba coli negatif
Telur cacing negatif
12

27/9/2015 HP-3
-

-Pencernaan:
Lemak negatif
Amilum negatif
Serat positif
Sel ragi negatif
Batuk (+)
KU : TSS/ CM
Demam
Bebas demam TTV :
Tifoid
Nadi : 120 x/mnt
2 hari
Hidrokel
Suhu : 36,1 0 C
BAB (+) 1 kali
RR : 24 x/ mnt
Kepala : Normocephali
Mata : CA -/- SI -/Hidung : sekret -/Mulut : kering (-),
sianosis ()
Thoraks:

Cotrimoxazole
syrup 2x1cth
Salbutamol

0,5mg

+ Teofilin 20mg
3x1 bungkus
Pasien boleh pulang

simetris,

retraksi (-)
P: sn vesikuler, rh -/-,
wh +/J: BJ I-II reg, m (-),
gallop (-)
Abdomen: datar, supel,
BU (+)
Genital
skrotum
membesar,

tampak
kanan
hiperemis

(-)
Ekstremitas: hangat ++/
++

13

BAB III
DEMAM TIFOID

3.1 Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bacteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial aau endocardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus
dan Peyers patch. 1

3.2 Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara
sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini sangat sukar
ditentukan, sebab penyakit ini dikena; mempunyai gejala dengan spectrum klinisnya sangat
luas. Umur penderita yang tekrena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19
tahun mencapai 19% kasus. Angka yang kurang lebih sama dilaporkan dari Amerika Selatan.
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella
typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada
di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Terjadinya penularan
sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute
fekal-oral).1

3.3 Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonela yang lain adalah bakteri Gram-negatf,
mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai
14

antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagellar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotik.1

3.4 Penyebaran Kuman


Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna (mulut,
esophagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dsbnya). S typhi masuk ke tubuh
manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui
muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat,
yang menkontaminasi makanan, minuman, sayuran maypun buah-buahan segar.oleh karena
itu, demam tifoid sering ditemui di tempat tempat dimana penduduknya kurang menjaga
kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan. 2

3.5 Patogenesis
Jumlah inokulum yang diperlukan untuk menyebabkan demam tifoid adalah 10 5109S.ser typhi. Perkiraan ini dapat lebih tinggi pada infeksi yang diperoleh secara alami
karena penderita mengkonsumsi susu dengan organisme tersebut. S. enterica serotipe typhi
harus bertahan melalui pertahanan asam lambung dan mencapai usus halus, dan pH lambung
yang merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Dalam usus halus, organisme
menempel pada sel mukosa dan menginvasi mukosa. Sel M, sel epitel khusus yang melapisi
plak Peyeri, kemungkinan merupakan tempat internalisasi dan transportasi S. enterica
serotipe typhi ke dalam jaringan limfoid dibawahnya. Setelah penetrasi, mikroorganisme
yang menginvasi melakukan translokasi ke folikel limfoid intestinal, dimana terjadi
multiplikasi di dalam sel mononuclear. Monosit, tidak mampu menghancurkan basil ini pada
proses awal penyakit (ditentukan oleh jumlah bakteri, virulensinya, dan respon dari hospes),
membawa organisme ini ke kelenjar getah bening mesenterika. Masa inkubasi biasanya 7-14
hari. organisme kemudian mencapai aliran darah melalu duktus torasikus dan menyebabkan
bacteremia transien. Organisme dalam sirkulasi kemudian menyebabkan infeksi sekunder
pada RES di hati, limpa dan sumsum tulang dan ke organ-organ lainnya. 3 Setelah proliferasi
15

dalam RES, bacteremia kembali terjadi. Kantong empedu rentan untuk terkena infeksi, invasi
kantong empedu terjadi baik secara langsung dari darah atau secara penyebaran retrograde
dari cairan empedu. Multiplikasi secara lokal pada dinding kantong empedu menghasilkan
Salmonella dalam jumlah yang banyak, yang akan diekskresikan dalam cairan empedu akan
reinvasi ke dinding usus dan diekskresikan daam feses.4,5
Endotoksin yang beredar dalam darah, komponen lipopolisakarida dari dinding sel
bakter, diperkirakan menjadi penyebab terjadinya demam yang berkepanjangan dan gejalagejala toksik pada demam tifoid. Teori lain menyebutkan bahwa produksi sitokin oleh
makrofag manusia dapat menyebabkan gejala-gejala sistemik seperti demam, malaise,
myalgia, sakit kepala, sakit perut, dan gangguan mental. Terjadinya diare pada sebagian kasus
dapat dijelaskan dengan adanya toksi yang berhubungan toksin kolera dan enterotoksin tidak
tahan panas E.coli.4,5
Tifoid menginduksi respon imun seluler dan himoral lokal dan sistemik, tetapi
keadaan ini menghasilkan proteksi inkomplit terhadap relaps dan reinfeksi. Imunitas selular
memegang peranan penting dalam melindungi hospes manusia terhadap demam tifoid.
Penurunan jumlah limfosit T ditemukan pada pasien dengan tifoid yan parah. Interaksi antara
mediator imunologi hospes dan faktor bakterial pada jaringan yang terinfeksi berkontribusi
terhadap nekrosis plak Peyeri pada penyakit yang parah. 6 Pembawa menunjukkan gangguan
reaktivasi selular terhadap antigen S. ser typho pada tes inhibisi migrasi leukosit. Pada
pembawa, basil yang virulen dalam jumlah yang banyak melewati usus setiap harinya dan
diekskresikan dalam tinja, tanpa menginvasi epitel hospes.4,5

3.6 Manifestasi Klinis


Demam tifoid memiliki manifestasi klinis dan keparahan yang bervariasi. Rata-rata
pasien yang datang ke rumah sakit dengan demam tifoid adalah anak-anak dan dewasa muda
usia 5-25 tahun.
Onset dari bakteremia ditandai dengan demam dan malaise. Tiga tahapan klasik dari
penyakit, yaitu prodromal, toksik dan penurunan suhu tubuh sampai normal lebih pendek
pada anak-anak. Pasien biasanya datang ke rumah sakit menuju akhir minggu pertama
demam, gejala seperi influenza dengan rasa menggigil, nyeri kepala di bagian frontal,
malaise, anoreksia, mual, nyeri perut yang terlokalisir, batuk kering dan mialgia dengan
16

beberapa tanda-tanda fisik. Awalnya demam dengan suhu rendah lalu meningkat secara
progresif dan pada minggu kedua sering tinggi (390-400) dan berkelanjutan.7 Demam biasanya
berlangsung lebih dari 7 hari atau berkepanjangan.
Selama demam, gejala gastrointestinal seperti muntah, nyeri abdomen, adalah
manifestasi umum pada anak dengan demam tifoid. Pada mulut bisa terdapat nafas berbau
tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput korot (coated tongue), ujung
dan teinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan
perut kembung. Hati and limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan
konstipasi, akan tetapi mungkin pula nomrla bahkan dapat terjadi diare.
Kejang dapat terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Pasien dapat memberikan
gejala pneumonia atau meningitis. Kadang mereka dapat memberikan gejala neuropskiatrik
menyerupai schizophrenia apabila sudah parah.7
Di samping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, dapat juga ditemukan
roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam caliper kulit, pada
punggung dan anggota gerak. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang
ditemukan juga bradikardi relative pada anak besar.
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap, sering ditemukan leukopenia (300800/mm3), dapat pula tejadi kadar leukosit normal atau leukositoss. Leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu, dapat ditemukan pula anemia
ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan penunjang hitung jenis leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
Terjadinya leukopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator
endogen yang ada. Diperkirakan kejadian leukopenia 25%, namun banyak laporan bahwa
dewasa ini hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal aau leukositosis ringan.
Terjadinya trombositopenia berhubungan dengan produksi yang menurun dan destruksi yang
meningkat oleh sel-sel RES. Sedangkan anemia juga disebabkan produksi hemoglobin yang
menurun dan adanya perdarah intestinal yang tak nyata (occul bleeding). Perlu diwaspadai
bila terjadi penurunan hemoglobin secara akut pada minggu ke 3-4, karena bisa disebabkan
oleh perdarahan hebat dalam abdomen.
Tes serologis widal adalah reaksi antara antigen dengan agglutinin yang merupakan
antibodi spesifik terhadap komponen basil salmonella di dalam darah manusia. Prinsip tesya
17

adala terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan agglutinin yang dideteksi agglutinin O
dan H.
Agglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam sampai puncaknya
pada minggu ke 3-5. Agglutinin ini dapat betahan lama sampai 6-12 bulan. Agultinin H
mencapai puncak lebih lambat, pada minggu ke 4-6 dan menetap dalam waktu yang lebih
lama, sampai 2 tahun kemudian.
Interpretasi reaksi Widal :
a) Batas titer yang dijadikan diagnosis, hanya berdasarkan kesepakatan atau
perjanjian pada suatu daerah, dan berlaku untuk daerah tersebut. Kebanyakan
pendapat bahwat titer O 1/320 sudah menyokong kuat diagnosis demam tifoid.
b) Reaksi widal negatif tidak menyingkirkan diagnosis tifoid.
c) Diagnosis demam tifoid dianggap diagnosis pasti adalah bila didapatkan
kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari.
perlu diingat bahwa banyak faktor yang mempengaruhi reaksi widal sehingga
mendatangkan hasil yang keliru baik negatif palsu atau positif palsu. Hasil tes
negatif palsu seperti pada keadaan pembentukan anti bodi yang rendah yang
dapat ditemukan pada keadaan-keadaan gizi jelek, komsumsi obat-obat
imunosupresif, penyakit agammaglobulinemia, leukemia, karsinoma lanjut,
dsb. Hasil tes positif palsu dapat dijumpai pada keadaan pasca vaksinasi,
mengalami infeksi sub klinis beberapa waktu ang lalu, aglutinasi silang, dll.
3.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis sedini mungkin akan sangat bermanfaat untuk menentukan
terapi yang tepat dan mencegah komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat
penting untuk mendeteksi secara dini. Walaupun pada waktu tertentu diperlukan pemeriksaan
tambahan untuk membantu penegakan diagnosis. Sindroma kinis adalah kumpulan gejalagejala demam tifoid. Diantara gejala klinis yang sering ditemukan pada tifoid, yaitu demam,
sakit kepala, kelemahan, mual, nyeri abdomen, anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal,
insomnia, hepatomegaly, splenomegaly, penurunan kesadaran, bradikardia relative, kesadaran
berkabut dan feses berdarah.
a) Suspek demam tifoid
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala umum, gangguan
saluran cerna dan lidah tifoid.
18

b) Demam tifoid klinis


Telah didapatkan gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap, didukung oleh
gambaran laboratorium yang menunjukkan demam tifoid.
c) Demam tifoid konfirmasi
Bila gejala klinis sudah lengkap dan ditemukannya basil kuman Salmonella typhi,
maka pasien sudah pasti menderita demam tifoid. Cara yang diangap paling tepat
dalam mendeteksi adanya kuman salmonella typhi adalah dengan melakukan
pemeriksaan biakan salmonella typhi, pemeriksaan pelacak DNA Salmonella typhi
dengan PCR (polymerase chain reaction) dan adanya kenaikan titer 4 kali lipat pada
pemeriksaan widal II, 5-7 hari kemudian.

3.8 Tatalaksana
a) Perawatan umum
Terapi suportif sangat penting untuk tatalaksana demam tifoid, seperti hidrasi
oral atau infus, penggunaan antipiretik, serta nutrisi yang cukup dan transfusi
darah apabila diperlukan. Lebih dari 90% dapat ditangani di rumah
menggunakan antibiotik oral, perawatan yang baik serta kontrol apabila
terdapat komplikasi atau kegagalan terapi. Namun, apabila terdapat muntah
yang terus menerus, diare yang parah dan distensi abdomen diperlukan rawat
inap dan terapi antibiotik parenteral.
b) Terapi antimikroba
Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Kebijakan
dasar pemberian anti mikroba :
Anti mikroba segera diberikan bila diagosa klinis demam tifoid telah dapat
ditegakkan, baik dalam bentuk diagnosis konfirmasi, maupun suspek.
Anti mikroba yang dipilih harus dipertimbangkan :
Telah dikenal sensitive dan potensial untuk demam tifoid.
Mempunyai sifat farmakokinetik yang dapat berpenetrasi dengan baik
ke jaringan serta mempunyai afinitas yang tinggi menuju organ
sasaran,
Berspektrum sempit.
Cara pemberian yang mudah dan dapat ditoleransi dengan baik oleh
penderita termasuk anak dan wanita hamil.
Efek samping yang minimal.
Tidak mudah resisten dan efektif mencegah kanker.

19

Optimal therapy
Susceptibility

Antibiotic

Alternative effective drugs


Daily

Days

Antibiotic

Daily

Day

dose

dose

mg/kg

mg/k
g

Fully sensitive

Fluoroquinolone

15

5-7

e.g. ofloxacin or

l
Amoxicillin
TMP-SMX

ciprofloxacin

Multidrug

Fluoroquinolone

resistance

or cefixime

Quinolone

Azithromycin or 8-10
75
ceftriaxone

resistance

Chloramphenico

15
15-20

50-75
75-

14-

100
8-40

21
14
14

5-7
7-14

Azithromycin
Cefixime

8-10
15-20

7
7-14

7
10-14

Cefixime

20

7-14

3.9 Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
o Perdarahan usus
o Perforasi usus
o Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra-intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis,
thrombosis dan tromboflebitis
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, Disseminated
c.
d.
e.
f.
g.

Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik


Komplikasi paru : pneumonia, empyema, peluritis
Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis
Komplikasi ginjal : glomerulonephritis, pielonefritis
Komplikasi tulang : osteomyelitis, spondilitis, artritis
Komplikasi neuropskiatrik : delirium, meningitis

20

3.10 Pencegahan
Kombinas dari vaksinasi dan perbaikan sumber air dianjurkan sebagai metode untuk
mengkontrol epidemic demam tifoid. Sejumlah vaksinasi yang berbeda tersedia untuk
pencegahan demam tifoid. Namun baru-baru ini vaksin Viconjugate yang dikembangkan
telah terbukti memiliki khasiat pelindung lebih besar dari 90% di anak usia 2-5 tahun di
Vietnam setidaknya selama 27 bulan pasca imunisasi. Jadi dianjurkan untuk vaksinasi massal
di daerah endemic, travelers, daerah resisten antikiroba bersama dengan penciptaan
kesadaran masyarakat, perbaikan sanitasi dan air yang direncanakan dengan peningkatan
kebersihan pribadi.

21

BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun 5 bulan datang ke poli anak RSUD Budhi Asih
dengan keluhan demam sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun, ketika
diukur 39-400, dan meningkat menjelang malam hari. Jika dilihat dari lama demamnya yaitu
lebih dari 7 hari dan berkepanjangan, serta pola demam yang timbul mendadak dan naik
turun, naik menjelang malam, merupakan ciri khas demam dari demam tifoid.
Pasien sempat mengeluh mencret satu hari, lalu mengeluh susah BAB, kadang
mengeluhkan nyeri perut di sekitar umbilikus, namun hilang timbul. Terdapatnya gejala
gastrointestinal dari anak ini pun mendukung ke salah satu kriteria dari demam tifoid.
Pasien juga baru terdapat batuk pagi ini sebelum ke poliklinik, batuk dirasakan kering,
merupakan gejala tambahan yang sering dijumpai pada demam tifoid. Riwayat pasien
sebelumnya bermain di kandang kambing dan suka jajan es potong dan telur gulung hampir
setiap hari merupakan faktor risiko terdapatnya penularan melalui makanan yang tidak bersih
atau higienitas diri yang kurang baik.
Timbul bintik merah disangkal. Keluhan mimisan, gusi berdarah disangkat. Nyeri
sendi disangkal. Mata tidak merah ataupun berair. Nyeri tenggorokan disangkal. Berpergian
ke daerah endemis disangkal. Penurunan berat badan yang signifikan tanpa sebab yang jelas
disangkal. Dari anamnesis ini dapat disingkarkan demam berdarah dengue dan malaria.
Jika disimpulkan dari anamnesis pasien, pola demam serta keluhan gastrointestinal
serta faktor kebersihan pasien mengarah pada demam tifoid. Ditambah dengan pemeriksaan
fisik pasien yaitu didadapatkannya lidah kotor.
Dari pemeriksaan lab hematologi didapatkan hemoglobin, hitung jenis neutrofil
batang dan besi (Fe/iron) yang menurun, dan peningkatan LED dan hitung jenis monosit. Dan
terdapatnya hasil pemeriksaan widal yaitu S. Typhi O 1/320 dan S. Typhi H 1/320 sudah
menyokong kuat diagnosis demam tifoid.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini :
1. Tirah baring
2. Pemberian antipiretik bila diperlukan
Pada pasien ini diberikan paracetamol drip 130mg jika suhu lebih dari 38 0C.
Paracetamol termasuk golongan antipiretik-analgetik yang memiliki efek sebagai

22

penurun panas dan penghilang nyeri. Hal ini sesuai diberikan pada pasien ini karena
terdapat peningkatan suhu tubuh
3. Salbutamol 0,5mg + Teofilin 20mg sebanyak 3x1 bungkus untuk mengobati batuknya.
4. Cotrimoxazole syrup 2x1 cth sebagai terapi antimikroba.

Prognosis quo ad vitam bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak
mengancam nyawa. Pada quo ad functionam bonam karena pada pasien ini, organ-organ
vital masih berfungsi dengan baik. Pada quo ad sanationam dubia bonam karena apabila
pasien tidak menjaga higienitas diri serta jajan sembarang lagi maka pasien memiliki
potensi untuk terkena kembali demam tifoid.

23

Daftar Pustaka

1. Soedarmo SPS, Garna H, Hadinegoro, Satari HI. Demam Tifoid. In: Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi Kedua. IDAI 2008; 338-340.
2. Inawati. Demam Tifoid. Jurnal Patologi Anatomi FK Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya
3. House D, Bishop A, Parry CM, Dougan G, Wain J. Typhoid fever:
parhogenesis and disease.. Curr Opin Infect Dis 2001; 14: 573-578.
4. Parry CM, Hien TT, DOugan G, White N, Farrar JJ. Review Artivle: Typhoid
Fever. N Eng J Med 2002; 347 (22): 1990-1780.
5. Bahrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Enteric Fever. In: Cleary TG, editor
Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Elsavier Science; 2004.
Chap 181.2.
6. Everest P, Wain J, Roberts M, Rook G, Dougan G. The molecular mechanism
of severe typhoid fever. Trends Micobiol 2001; 9: 316-320
7. Rahman AKMM, Ahmad M, Begum RS, Hossain MZ, Hoque SA, Matin A.
Typhoid fever in children An update. J Chaka Med Coll 2010; 19(2): 135143
8. WHO. Backgroung document : The diagnosis, treatment and prevention of
typhoid fever. 2003.

24

Anda mungkin juga menyukai