Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Karena hanya dengan kodrat dan
iradat-Nyalah saya dapat menyusun laporan ini dengan sebaik-baiknya.
Adapun isi dari laporan ini adalah tentang Kelarutan. Kelarutan adalah kemampuan suatu zat
telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi
zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu
senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor
temperature, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat
terlarut.
Harapan saya adalah mudah-mudahan dapat berguna, bermanfaat serta mudah dipahami isi
daripada laporan ini. Manakala ada kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan laporan ini, saya mohon
maaf. Dan segala kritik-saran yang yang sifatnya membangun guna perbaikan laporan ini kedepannya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya selaku penyusun pada khususnya dan pada pembaca pada
umumnya. Terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan
jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat
melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga
dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen. (Tungadi, Robert. 2009)
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat
tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam
cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan
menaikkan kelarutan zat aktifnya. (Tungadi, Robert. 2009)
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk
larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut
dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih
dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang
dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida
dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam
beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil. (Brady, 1999 : 217-218)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :
pH
temperatur
jenis pelarut
suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain
itu, penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan
kelarutan suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin. (Tungadi, Robert.
2009)
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat
atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen
karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan,
bahkan dengan mikroskop optis sekalipun.
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat
misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula
dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada
bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena,
kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya
larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan
garam dalam air disebut larutan garam (air tidak disebutkan).
Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air misalnya gula dan
garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida, dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air
misalnya alkohol dan cuka. Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai
pelarut. Larutan 40 % alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol dengan 40
% air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40 % air disebut larutan gula karena
dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut
(menyerupai air).
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal gula itu
dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal gula menuju
ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti gerakan molekul air,
sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian
molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan molekul gula yang
lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju
pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal gula + air larutan gula
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk
adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut
dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan
(solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut, atau per
100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram
pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble).
Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya disebut tak jenuh
(unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika
jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya.
a.
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air
dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang
terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada
temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang
lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara
proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka proses
sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri
Louis Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses
pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya
jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat. Bayangkan dalam gedung bioskop yang banyak penonton
sedang asyik menonton film dan tiba-tiba gedung tersebut terbakar. Pasti keadaan orang-orang tersebut
akan berbeda, dari keadaan tenang menjadi saling berdesakan dan menyebar. Demikian pula pada suhu
tinggi partikel-partikel akan bergerak lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya kontak
antara zat terlarut dengan pelarut menjadi lebih sering dan efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut
menjadi lebih mudah larut pada suhu tinggi.
Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan suhu, maka kelarutan gas berkurang bila suhu
dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Ikan akan mati dalam air panas karena
kelarutan oksigen berkurang. Minuman akan mengandung CO2 lebih banyak bila disimpan dalam lemari
es dibandingkan di udara terbuka.
b. Pengadukan
Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut. Semakin banyak jumlah pengadukan, maka zat
terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut.
Luas Permukaan Sentuhan Zat Kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh luas permukaan
(besar kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan zat terlarut dapat di diperbesar melalui
proses pengadukan atau penggerusan secara mekanis. Gula halus lebih mudah larut daripada gula pasir.
Hal ini karena luas bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir, sehingga gula halus lebih mudah
berinteraksi dengan air.
c. Pengaruh tekanan pada kelarutan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Perubahan tekanan
sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %. Kelarutan gas
sebanding dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum Henry (William Henry: 1774-1836) massa gas
yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang
dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya
kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum
ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya HCl atau NH3 dalam air.
Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan. Secara
fisika konsentrasi dapat dinyatakan dalam % (persen) atau ppm (part per million) = bpj (bagian per juta).
Dalam kimia konsentrasi larutan dinyatakan dalam molar(M), molal (m) atau normal (N).
a)
Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan.
b)
Molalitas (m)
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilo gram (1 000 gram) pelarut.
c)
Normalitas (N)
Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan.
Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk menangkap atau melepaskan 1 mol
elektron dalam reaksi (reaksi redoks). Partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah molekul-molekul
senyawa CH3COOH yang terlarut dan ion-ion H+ dan CH3COO. Molekul senyawa CH3COOH tidak
dapat menghantarkan arus listrik, sehinggga akan menjadi penghambat bagi ion-ion H+ dan CH3COO
untuk menghantarkan arus listrik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa larutan elektrolit lemah daya
hantar listriknya kurang kuat. Senyawa nonelektrolit adalah senyawa yang di dalam air tidak terion,
sehingga partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah molekul-molekul senyawa yang terlarut.
Dalam larutan tidak terdapat ion, sehingga larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Kecuali asam atau basa, senyawa kovalen adalah senyawa nonelektrolit, misalnya: C6H12O6,
CO(NH2)2, CH4, C3H8, C13H10O.
d.
Sifat larutan berbeda dengan sifat pelarut murninya. Terdapat empat sifat fisika yang penting yang
besarnya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut tetapi tidak bergantung pada jenis zat
terlarutnya. Keempat sifat ini dikenal dengan sifat koligatif larutan. Sifat ini besarnya berbanding lurus
dengan jumlah partikel zat terlarut. Sifat koligatif tersebut adalah tekanan uap, titik didih, titik beku, dan
tekanan osmosis. Menurut hukum sifat koligatif, selisih tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu
larutan dengan tekanan uap, titik beku, dan titik didih pelarut murninya berbanding langsung dengan
konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang bisa memenuhi hukum sifat koligatif ini disebut larutan ideal.
Kebanyakan larutan mendekati ideal hanya jika sangat encer.
Tekanan Uap Larutan
Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Pada larutan ideal,
menurut hukum Raoult, tiap komponen dalam suatu larutan melakukan tekanan yang sama dengan
fraksi mol kali tekanan uap dari pelarut murni. Dalam larutan yang mengandung zat terlarut yang tidak
mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile), tekanan uap hanya disebabkan oleh pelarut, sehingga PA
dapat dianggap sebagai tekanan uap pelarut maupun tekanan uap larutan.
Titik Didih Larutan
Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat terlarutnya menguap. Jika zat terlarutnya lebih
mudah menguap daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih rendah), maka titik didih larutan
menjadi lebih rendah dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan turun. Contohnya
larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari 100 C tetapi lebih tinggi dari 78,3 C
(titik didih etil alkohol 78,3 C dan titik didih air 100 C). Jika zat terlarutnya tidak mudah menguap
(tak-atsiri atau nonvolatile) daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih tinggi), maka titik didih
larutan menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan naik. Pada
contoh larutan etil alkohol dalam air tersebut, jika dianggap pelarutnya adalah etil alkohol, maka titik
didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih larutan disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan.
Berdasar hukum sifat koligatif larutan, kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya
berbanding lurus dengan molalitas larutan.
Titik Beku Larutan
Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku larutan menjadi lebih rendah dari titik
beku pelarut murninya. Hukum sifat koligatif untuk penurunan titik beku larutan berlaku pada larutan
dengan zat terlarut atsiri (volatile) maupun tak-atsiri (nonvolatile). Berdasar hukum tersebut,
penurunan titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas
larutan.
Sifat Larutan.
Sifat fisik zat dapat dikelmpokkan dalam sifat koligatif, aditif dan konstitutif. Dalam bidang
termodinamika, sifat termodinamika dari sistem digolongkan, dalam sifat ekstensif, bergantung pada
jumah zat dalam sistem (misalnya massa dan volume) dan sifat intensif , yang tidak bergantung jumlah
zat dalam sistem (misalnya temperatur, tekanan kerapatan, tegangan permukaan, dan viskositas dari
cairan murni).
Sifat koligatif
Terutama bergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat koligatif larutan adalah tekanan
osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih. Harga sifat koligatif kirakira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat nonelektrolit dalam larutan tanpa mengindahkan
jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam menetapkan sifat koligatif dari larutan zat padat dalam
cairan, dianggap zat padat tidak menguap dan tekanan uap di atas larutan seluruhnya berasal dari pelarut.
Sifat Aditif
Bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat konstituen dalam larutan.
Contoh sifat aditif dari suatu senyawa adalah berat molekul, yaitu jumlah massa atom konstituen. Massa
dari komponen suatu larutan juga bersifat aditif, massa total dari larutan adalah jumlah massa masingmasing komponen.
Sifat Konstitutif
Bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit, pada jenis dan jumlah atom
dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan petunjuk terhadap aturan senyawa tunggal, dan kelompok
molekul dalam sistem. Banyak sifat fisik yang sebagian aditif dan sebagian konstitutif. Pembiasan
cahaya, sifat listrik, sifat permukaan dan antarpermukaan dan kelarutan obat setidak-tidaknya sebagian
berupa sifat konstitutif dan sebagian sifat aditif.
Tipe Larutan
Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan karena
tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran homogen antara zat
terlarut dan pelarut. (Martin, A. 1990)
Zat Terlarut
Pelarut
Contoh
Gas
Gas
Udara
Zat Cair
Gas
Zat Padat
Gas
Gas
Zat Cair
Air berkarbonat
Zat Cair
Zat Cair
Zat Padat
Zat Cair
Gas
Zat Padat
Zat Cair
Zat Padat
Zat Padat
Zat Padat
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase
padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat
terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada
temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut
yang tidak larut. (Martin, A. 1990)
Nama Latin
: AQUA DESTILLATA
Sinonim
Pemerian
Penyimpanan
2.
Nama Latin
: AETHANOLUM
Sinonim
: Etanol, Alkohol
Pemerian
: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak ; bau khas ; rasa
panas ; mudah terbakar ; dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap
Kelarutan
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya ; di tempat sejuk ; jauh dari nyala
api
Khasiat
3.
: Zat tambahan
Nama Latin
: PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim
: Gliserol, Gliserin
Pemerian
: Cairan kental, jernih, tidak berwarna; tidak berbau; rasa agak manis; higroskopik.
Kelarutan
: Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P ; larut
dalam 6 bagian eter P ; tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P dan dengan
minyak lemak.
Penyimpanan
Khasiat
4.
Nama Latin
: ACIDUM SALICYLICUM
Sinonim
: Asam Salisilat
Pemerian
: Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih ; hampir tidak berbau; rasa
agak manis dan tajam
Kelarutan
: Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P; mudah larut dalam
kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan ammonium asetat P, dinatrium
hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat
Penyimpanan
Khasiat
5.
Nama Latin
: POLYSORBATUM-80
Sinonim
: Polisorbat-80
Pemerian
: Cairan kental seperti minyak ; jernih, kuning ; bau asam lemak, khas
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P ; dalam etil astetat P dan dalam metanol P ;
sukar larut dalam parafin cair dan dalam minyak biji kapas P.
Penyimpanan
Khasiat
: Zat tambahan
BAB III
METODE KERJA
Asam salisilat
Alkohol 70%
Propilenglikol
Tween 80
NaOH 0,1M 200 ml
Indikator PP
Kertas saring
Air
% v/v
Alkohol
% v/v
Gliserin
% v/v
60
40
60
10
30
60
20
20
60
40
3. Larutkan asam salisilat sedikit demi sedikit dalam masing-masing campuran pelarut sampai
diperoleh larutan jenuh
4. Kocok larutan dengan batang pengaduk magnetic selama 15 menit, jika ada endapan yang larut
selama pengocokan tambahkan lagi asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali
5. Saring larutan. Tentukan kadar asam salisilat dengan cara pipet 10ml larutan kemudian
tambahkan 3 tetes indicator PP lalu titrasi dengan NaOH 0,1 M sampai timbul warna merah
muda
6. Dibuat grafik antara kelarutan Asam salisilat dengan % pelarut yang ditambahkan.
B.
BAB IV
PERHITUNGAN DAN HASI PENGAMATAN
4.1 PERHITUNGAN
A. Pembuatan NaOH 0,1 M sebanyak 200 ml
N=
0,1=
gr 1000
x
x valensi
Mr ml
gr 1000
x
x1
40 200
gr=
4
5
gr=0,8 g
BAB V
PEMBAHASAN
V 1 x M 1 =V 2 x M 2 .
Dan dari masing-masing konsentrasi asam salisilat dan % pelarut yang digunakan berdasarkan
hasil pengamatan dapat diketahui bahwa semakin banyak % alcohol dan 0% propilenglikol dengan %
air yang konstan maka konsentrasi asam salisilat semakin sedikit. Namun sebaliknya, jika semakin
banyak % gliserin dan 0 % alcohol dengan % air yang konstan maka konsentrasi asam salisilat
semakin banyak. Jadi pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu merah muda. Perubahan warna menandakan telah
tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999 : 217-218).
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung kadar atau konsentrasi dari asam salisilat, yaitu
dengan menghitungnya menggunakan rumus :
V 1 x M 1 =V 2 x M 2 .
Dan dari masing-masing konsentrasi asam salisilat dan Tween 80 yang digunakan berdasarkan
hasil pengamatan dapat diketahui bahwa semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka
semakin banyak konsentrasi Asam salisilat yang didapatkan. Jadi penambahan surfaktan dapat
mempengaruhi kelarutan suatu zat.
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
Semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam
Salisilat semakin sedikit. Namun sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin dan 0% alkohol
dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam salisilat semakin banyak. Jadi, pelarut
V.2
Saran
Saran untuk laboratorium, sebaiknya dibangun laboratorium khusus Farmasi Fisika dan dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Revisi, (2015). Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Jurusan Farmasi Akfar Yarsi.
Pontianak
2. Tungadi, Robert. (2009).Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Jurusan Farmasi Universitas
Negeri Gorontalo. Gorontalo
3. Martin, A., (1990), Farmasi Fisika, Buku I, UI Press, Jakarta
4. Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins
5. http:////tinz08.wordpress.com/2009/05/02/asidimetri-alkalimetri