Anda di halaman 1dari 2

LA ODE MUH.

JULIAN PURNAMA_B_163_SUMMARY_2
1. Tugas apoteker dalam berpraktik dibidang diatur pada UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108(1)
yang berbunyi Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.. Selain itu, berdasarkan kode etik apoteker indonesia pasal 7 tahun
2009(2) berbunyi Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Dari
dasar tersebut, apoteker berperan dalam sumber informasi dengan memberikan pelayan informasi obat
yang mudah dimenegerti, dan yakin bahawa informasi tersebut sesuai, relevan, dan up to date, menggali
informasi yang dibutuhkan, mampu berbagi informasi dengan tenaga profesi kesehatan yang terlibat, dan
meningkatkan pemahaman masyarakat sesuai standar pelayanan kefarmasian baik di rumah sakit,
puskesmas, maupun apotek.
Dalam mengidentifikasi suatu masalah yang berasal dari pasien, harus mengikuti kode etik apoteker pasal
4 yang berbunyi Seorang apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya sehingga apoteker dapat memberikan solusi yang
terbaik terhadap pasien sebagai sumber informasi dan decision maker sesuai dengan ilmu dan
informasi yang valid dan terpercaya.
2. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup atau dilemahkan, masih utuh
atau bagiannya, yang telah diolah berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, proetin,
rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif
terhadap penyakit infeksi tertentu. Vaksinasi adalah pemberian vaksin yang khusus diberikan dalam
rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan sesorang secara aktif terhadap suatu penyakit,
sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami
sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan (pasal 1 butir 2 dan 3)(3). Imun merupakan suatu
pertahan tubuh dari zat asing yang dapat menginfeksi/ menyerang tubuh(4). Imunisasi adalah suatu upaya
untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga
bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya akan mengalami sakit ringan
(pasal 1 butir 1)(5).
3. Telah dijelaskan pada firman Allah SWT QS Al Baqarah: 168 Hai sekalian manusia, makalnlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.... Vaksin seperti vaksin polio dan meningitis terbuat dengan
bantuan enzim tripsin dari babi yang najis sehingga bahan/media serta alat yang digunakan terkena najis
dapat dikatakan haram. Namun, berdasarkan Muhammad al-Khatib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj [Bairut:
Dar al_Fikr, t.th.] juz I, h. 79 yaitu: berobat dengan benda najis adalah boleh ketika belum ada benda
suci yang dapat menggantikannya. Dari pendapat tersebut dikatakan bahwa penggunaan vaksin yang
mengandung zat haram boleh digunakan selama belum ada vaksin lain yang dapat menggantikannya(6)(7)(8).
4. imunisasi berdasarkan sifat penyelenggaraannya dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi
pilihan. Imunisasi wajib terdiri atas(5):
a) imunisasi rutin dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal yang terdiri atas imunisasi dasar dan
imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 tahun seperti BCG, DPT-HB<
DPT-HB-Hib, hepatitis B, polio, dan campak. Imunisasi lanjutan (imunisasi ulangan) dilakukan untuk
mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang masa perliindungan diberikan pada:
batita (DPT-HB/DPT-HB-Hib dan campak), anak usia sekolah dasar (DT, campak, dan Td), dan wanita
usia subur (TT).
b) imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit
sesuai kajian epidiomologis pada periode waktu tertentu, dan
c) imunisasi khusus diberikan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi
tertentu seperti imunisasi meningitis meningokokus, imunisasi demam kuning, dan imunisasi anti rabies
(VAR). (pasal 3-9)
Sedangkan imunisasi pilihan berupa imunisasi Haemophillus influenza tipe B (Hib), pneumokokus,
rotavirus, measle mumps rubella (MMR), demam tifoid, hepatitis A, human papiloma virus (HPV), dan
Japanese Encephalitis.
5. kontroversi dan pengatasan mengenai vaksin
a) vaksin mengandung zat anti fertilitas dan virus HIV yang direncanakan oleh pemerintah Barat untuk
mengurangi populasi Muslim dunia(10). Pengatasannya yaitu dengan memerlukan informasi
epidomiologikal dan aksi diplomatik pemerintah untuk meyakinkan masyarakat mengenai vaksin(11).
b) Kehalalan vaksin yang dipertanyakan dengan penggunaan enzim tripsin babi selama pembuatan vaksin
tertentu. Pengatasan: enzim tripsin babi yang digunakan hanya sebagai katalisator dari sebagian kecil
jenis vaksin yang ada. Selama proses pembuatan vaksin terdapat proses fermentasi, purifikasi, dan
ultrafikasi hingga terbentuk produk vaksin. Selain itu juga dijelaskan menurut fatwa MUI bahwa vaksin

LA ODE MUH. JULIAN PURNAMA_B_163_SUMMARY_2


yang mengandung bahkan media dan prosesnya tidak sesuai syariat islam atau haram diperbolehkan
digunakan dengan syarat belum ada alternatif lain.(6)(12)
c) Kandungan tiomersal (etil-merkuri) di dalam vaksin menyebabkan autisme (13). Namun dari penelitian
yang dilakukan oleh Taylor et al, vaksin tidak memiliki hubungan dengan kejadian autisme pada anak(14)
d) Vaksin dapat menyebabkan efek samping seperti reaksi alergi yang parah contohnya
anafilaksis.Kejadian ini sangat jarang terjadi dan mungkin dapat disebabkan oleh kondisi lain yang
terjadi secara kebetulan(15).
6. Berdasarkan website resmi CDC (Center for Disease Control and Prevention), vaksin memiliki manfaat
dengan dapat mencegah penyakit menular yang mematikan atau merugikan bayi, anak-anak, dan dewasa.
Selain itu, vaksin secara tidak langsung melindungi: bayi yang terlalu muda untuk divaksinasi, orang yang
tidak dapat menerima vaksinasi disebabkan alasan medis (menerima imunosupresan), orang yang tidak
cukup merespn terhadap imunisasi (lansia). Kerugian dari vaksin yaitu lebih ke efek samping yang
didapatkan, seperti kemerahan dan pembengkakan pada area injeksi, dan efek samping yang lebih parah
dapat berupa reaksi alergi parah (namun hal ini jarang terjadi).(16)(17)
Referensi:
1) Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
2) ISFI. 2009. Kode Etik Apoteker Indonesia, Kongres Nasional Indonesia.
3) Anonim. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2013 tentang Pemberian
Sertifikat Vaksinasi Internasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
4) Tortora, GJ. And Derrickson, B. 2009. Principle of Anatomy and Physiology, twelfth edition. John Wiley &
Son, Inc., USA. Hal. 831
5) Anonim. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi.. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
6) MUI. 2015. Imunisasi. Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia V tahun 2015.
7) MUI. 2002. Penggunaan Vaksin Polio Khusus. Fatwa MUI
8) MUI. 2005. Penggunaan Vaksin Polio Oral. Fatwa Komisi Fatwa MUI nomor 16 tahun 2005.
9) MUI. 2010. Penggunaan Vaksin Meningitis Bagi Jemaah Haji atau Umrah nomor 06 tahun 2010
10) Yahya, M. 2006. Polio Vaccines Difficult to Swallow The Story of a Controversy in Northern Nigeria.
Institute of Development Studies, Nigeria.
11) Kaufmann, JR., and Feldbaum, H. 2009. Diplomacy And The Polio Immunization Boycott In Northern
Nigeria. Health Affairs, vol 28(4):1091-1101
12) Anonim. 2015. Menyoroti Kontroversi Seputar Imunisasi. Tersedia pada: http://idai.or.id/publicarticles/klinik/imunisasi/menyoroti-kontroversi-seputar-imunisasi.html, diakses pada: 8 September 2015
13) Bonhoeffer, J and Heininger, U. 2007. Adverse Events Following Immunization: perception and Evidence in
Current Opinion in Infectious Diseases. Lippincott Williams & Wilkins, vol 20(3):237
14) Taylor, LE. Swerdfeger, AL., and Eslick, GD. 2014. Vaccines are not associated with autism: An evidencebased meta-analysis of case-control and cohort studies. Vaccine, vol 32 (29): 3623-3629
15) Anonim. 2015. Possible Side-effects from Vaccines. Tersedia pada: http://www.cdc.gov/vaccines/vacgen/side-effects.htm#mmr, diakses pada: 8 September 2015
16) Anonim. 2012. Infant Immunizations FAQs. Tersedia pada: www.cdc.gov/vaccines/parents/parentquestions.html, diakses pada: 8 September 2015
17) Anonim. 2013. Canadian Immunization Guide Part 1: Benefits of Immunization. Tersedia pada:
http://www.phac-aspc.gc.ca/publicat/cig-gci/p01-02-eng.php, diakses pada 8 September 2015.

Anda mungkin juga menyukai