Anda di halaman 1dari 13

Makalah

TES INTELIGENSI CFIT


(CULTURE FAIR INTELLIGENCE TEST)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
Praktikum Asessment Psikologi Teknik Tes
Dosen Pengampu :Siti Nur Laila, M.Psi.Psi

DISUSUN OLEH :
Nama

NPM

Prodi

Bimbingan Konseling (BK)

Kelas

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU


PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
METRO
2013
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan
selalu membawa keberkahan, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin
kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan kepada Dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun
materiil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Penyulis menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata
bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman
sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar
harapan kami jika ada kritik dan saran

yang membangun untuk lebih

menyempurnakan lagi makalah-makalah di masa mendatang.


Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudahmudahan apa yang penulis susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, temanteman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau
mengambil hikmah dari judul ini Tes Inteligensi CFIT (Culture Fair Intelligence
Test) sebagai tambahan untuk melengkapi referensi yang telah ada

Metro, Oktober 2013

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

A. Latar Belakang .............................................................................

B. Rumusan Masalah .......................................................................

C. Tujuan Penulisan .........................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................

A. Maksud dan Tujuan Tes Intelligensi ...............................................


B. Keterbatasan Tes Inteligensi ...........................................................
C. Pengukuran Intelegensi ...................................................................
D. Tes Inteligensi CFIT (Culture Fair Intelligence Test) ....................
BAB III PENUTUP ...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

11

BAB II
KESIMPULAN

A. Latar Belakang
Kapasitas intelegensi dapat ketahui melalui tes / pengukuran potensi
kecerdasan berdasarkan skala CFIT. Intelegensi secara umum didefinisikan
sebagai kemampuan individu untuk belajar, berpikir abstrak, dan penyesuaian
diri terhadap situasi baru. Skala CFIT (Culture Fair Intelegence Test) yang
digunakan dalam pemeriksaan ini lebih pada mengukur kemampuan
nonverbal, antara lain kemampuan daya abstraksi, kemampuan berpikir secara
sistematis dan logis, kemampuan konsentrasi serta kecepatan dan ketelitian.
Tes CFIT bisa digunakan untuk memprediksi kemampuan umum, namun
akan lebih lengkap apabila disertai pula dengan penggunaan tes-tes intelegensi
lainnya atau tes-tes kemampuan umum lainnya. Pada dasarnya tes untuk
mengukur kemampuan kognitif yang bersifat herediter, namun kemampuan ini
bisa berkembang seiring dengan bertambahnya pengalaman / interaksi dengan
lingkungan.
Aspek-aspek kepribadian yang dinilai diantaranya adalah : (1)
Kemampuan daya tanggap /mencerna dan memahami instruksi-instruksi yang
besifat komplek dan diberikan secara lisan; (2) Kemampuan beradaptasi /
menyesuaikan diri dengan membawa dirinya kepada lingkungan yang baru
atau pernah dialaminya; (3) Kemampuan berimajinasi / daya khayal, ide-ide
yang berhubungan dengan daya cipta berupa seni atau arsitektur; (4)
Kemampuan logika dan penalaran kritis / memahami persoalan praktis,
menyesuaikan diri pada keadaan sekitar dan rasional; (5) Kemampuan
konsentrasi dan ketelitian / ketahanan untuk memusatkan perhatian pada suatu
tugas selama jangka waktu tertentu dan tidak mudah dialihkan; (6)
Kemampuan analisa sintesa / mengamati masalah, menyimpulkan dan
memecahkan

masalah;

(7)

Kemampuan

motorik

dan

kreatifitas

mengkoordinasikan mata, tangan, gerak motorik syaraf dan otot secara


terkendali dan terarah, diikuti dengan kreatifitas.

Sekali lagi, setiap anak adalah individu unik. Perlu pemahaman


mendalam tentang kelebihan ataupun kelemahan anak sehingga mereka dapat
mengembangkan potensinya dengan optimal. Berkaitan dengan hal tersebut,
menilai kemampuan anak tidak cukup hanya berdasarkan skor IQ. Pemberian
label tertentu bisa menyebabkan orangtua ataupun anak menjadi putus asa.
Karena seringkali usaha keras, ketekunan, dukungan orangtua, akan lebih
mendukung prestasi belajar daripada sekadar ukuran kecerdasan.
Minat, gaya belajar, stimulasi lingkungan sangat mempengaruhi
kemampuan anak. Selain faktor-faktor bawaan. Dengan demikian, apabila di
dapatkan bahwa skor IQ tergolong kurang, perlu melihat kelebihan anak selain
hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan kognitif, misalnya bakat anak di
bidang seni, olahraga, ataupun dalam hubungan interpesonal. dimana bakat
tidak dapat segera diketahui lewat tes intelegensi. IQ hanya memberikan
sedikit

indikasi

mengenai

taraf

kecerdasan

seseorang

dan

tidak

menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan termasuk bakatminatnya.


B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makah ini ialah untuk :
1. Mengetahui maksud dan tujuan tes intelligensi
2. Mengetahui Keterbatasan Tes Inteligensi
3. Mengetahui Pengukuran Intelegensi
4. Mengetahui Tes Inteligensi CFIT (Culture Fair Intelligence Test)

BAB II
PEMBAHASAN

A. Maksud dan Tujuan Tes Intelligensi


Inteligensi merupakan faktor pembawaan atau faktor

dasar yang

dimiliki seseorang yang ikut menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam


proses belajarnya, sehingga bagaimanapun diusahakannya peralatan, kondisi,
serta metode yang sempurna, pada akhirnya hasil belajar seseorang akan
ditentukan oleh tingkat kecerdasan orang tersebut. Untuk mengetahuinya
dapat menggunakan instrumen tes inteligensi.
Tes intelegensi merupakan suatu teknik atau alat yang digunakan untuk
mengungkapkan tarap kemampuan dasar seseorang yaitu kemampuan dalam
berpikir, bertindak dan menyesuaikan dirinya secara efektif. Tes Inteligensi
sebagai suatu instrumen dalam tes psikologi dapat menyajikan fungsi-fungsi
tertentu.
Tes inteligensi dapat memberikan data untuk membantu peserta didik
dalam menigkatkan pemahaman diri (self-understanding),penilaian diri (selfevaluation), dan penerimaan diri (self-acceptance). Juga hasil pengukuran
dengan menggunakan tes inteligensi dapat digunakan peserta didik untuk
meningkatkan persepsi dirinya secara maksimal dan mengembangkan
ekplorasi dalam beberapa bidang tertentu.
Tes inteligensi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama :
secara individu dan kelompok. Tes inteligensi secara kelompok digunakan
untuk tujuan yang lebih luas dan beragam seperti dalam seting sekolah dan
militer. Sedangkan untuk situasi klinis, paling banyak digunakan tes
inteligensi secara individual.
Tes inteligensi secara individual yang tidak membutuhkan penggunaan
bahasa (perilaku verbal) disebut performance test. Sedangkan tes yang
tergantung pada penggunaan kata-kata dan angka-angka disebut verbal test.
Tes inteligensi yang paling bernilai dan dapat digunakan secara luas dalam

situasi klinis adalah tes yang mengkombinasikan keduanya, tes verbal dan
performa.
Adapun tujuan dari tes intelegensi secara umum, antara lain :
1. Membantu siswa untuk memahami dirinya, sehingga para siswa mampu
mengambil keputusan, perencanaan, dan pemecahan masalah secara arif
dan bijaksana.
2. Membantu Kepala Sekolah, Guru mata pelajaran, guru pembimbing, dan
orang tua siswa agar mereka mengerti dan memahami anak didiknya
sehingga mereka dapat menyediakan lingkungan yang memadai dan
dibutuhkan anak.
Sedangkan tujuan pengukuran intelegensi antara lain :
a) Untuk tujuan seleksi
Karena melalui tes inteligensi, faktor-faktor yang ada pada diri
seseorang, termasuk faktor yang karena suatu sebab belum berkembang
tetapi jelas dimiliki, ikut diperhitungkan. Sehingga, apabila penggunannya
benar-benar terlaksana dengan teliti dan objektiif, maka akan dapat
membantu pembimbing dalam menyeleksi individu dan menempatkannya
secara tepat.
Misalnya, secara kelompok hasil tes inteligensi dapat dipakai sebagai
tes seleksi penerimaan siswa baru.
b) Untuk tujuan diagnostik
Karena melaui tes inteligensi dapat diketahui mengenai kesulitan-kesulitan
yang dialami seseorang yang disebabkan oleh taraf inteligensi seseorang
tersebut.
c) Hasil tes inteligensi dapat dipakai sebagai dasar penggolongan kelas secara
homogin.
d) Hasil tes inteligensi disambungkan untuk bimbingan belajar. Dar hasil tes
inteligensi dapat diidentifikasikan anak yang lambat belajar.
e) Hasil tes inteligensi dapat berguna untuk menentukan siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar.
f) Hasil tes inteligensi dapat disambungkan pada program pemilihan jurusan
dan study sambungan.

g) Hasil test inteligensi sangat berguna untuk mengidentifikasi anak yang


cerdas dan superior.
h) Apabila hasil tes inteligensi ini dilengkapi dengan data-data hasil tes
kepribadian prestasi, bakat, minat dan hasil tes lain Maka semua data yang
terpadu ini sangat berguna bagi kepala sekolah, guru, orang tua untuk lebih
memahami anak didiknya dan mereka dapat menyediakan lingkungan
yang dibutuhkan anak didiknya.
B. Keterbatasan Tes Inteligensi
Skor tes IQ sering dijadikan sebagai ukuran kecerdasan seorang anak di
Indonesia. Padahal skor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling
berhubungan dengan pola asuh, interaksi antara anak dengan orang tua, pola
belajar, dan faktor lingkungan. Intelegensi meurut para ahli adalah
kemampuan mental dalam berpikir logis dengan melibatkan rasio.
Pengukuran mental tidaklah dapat dilakukan secermat pengukuran
terhadap aspek fisik atau terhadap materi konkret. Seperti yang kita pahami,
intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, namun intelegensi dapat
diketahui dengan skor-skor tertentu, dan untuk memperoleh skor ini kemudian
diadakan tes-tes yang berupa sample perilaku yang merupakan manisfetasi
dari proses mental. Tes Intelegensi adalah alat ukur kecerdasan yang hasilnya
berupa skor. Tetapi skor tersebut hanya merupakan bagian kecil mengenai
tingkat kecerdasan seseorang dan merupakan gambaran kecerdasan secara
keseluruhan
Skor bukan satu-satunya hal mutlak untuk memutuskan tingkat
kecerdasan seseorang. Howard Gardner, psikolog pendidikan asal Amerika
yang terkenal dengan teori multiple inttelligencenya menyatakan bahwa
kecerdasan intelektual merupakan satu dari beberapa kecerdasan yang dimiliki
seseorang. Kecerdasan-kecerdasan itu antara lain bahasa, matematis, berpikir
logis, musik, visual, dan gerak. Namun alat ukur kecerdasan ganda tersebut
masih dikembangkan oleh Gardner.
Yang patut dicemaskan saat ini adalah banyak lembaga pendidikan yang
mewajibkan calon siswanya untuk mengikuti tes IQ terlebih dahulu sebagai

persyaratan mutlak penerimaan siswa baru. Bahkan ada beberapa sekolah


yang mensyaratkan tes IQ minimal 120 skala Weschler. Bahkan ada beberapa
anak yang disarankan untuk masuk ke Sekolah Luar Biasa karena skor mereka
kurang dari 120 skala Weschler tanpa mempertimbangkan latar belakang anak
terlebih dahulu.
Setidaknya ada tiga faktor yang berhubungan dengan tes IQ:
1. Reliabilitas, yaitu sejauh mana hasil tes tersebut dapat dipercaya.
2. Validitas, yaitu sejauh mana alat ini mampu mengukur apa yang hendak
diukur
3. Standarisasi, yaitu apakah alat yang dipakai sesuai dengan norma
masyarakat sekitars
Oleh karena itu penggunaan tes IQ harus dilakukan dengan bijaksana.
Tes IQ jangan dijadikan sebagai tolak ukur satu-satunya dalam menentukan
potensi seseorang. Hasil tes inteligensi yang tinggi sebenarnya tidak
menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang oleh faktor-faktor lain yang
kondusif, begitu juga sebaliknya.
B. Pengukuran Intelegensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog
Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk
mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anakanak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binnet-Simon. Tes ini
kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan
banyak perbaikan dari Tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah
menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio
(perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini
disebut Tes Stanford_binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan
oleh psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal
dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford_Binet ini banyak
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak samapai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas Tes Binet-Simon atau Tes Stanford-Binet adalah
bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles
Spearman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu
faktor yang umum saja (General factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor
yang lebih spesifik. Teori ini disebut teori faktor (Factor Theory of
Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah
WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC
(Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Disamping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan
tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes
tersebut dibuat.
D. Tes Inteligensi CFIT (Culture Fair Intelligence Test)
Tes Kecerdasan Culture Fair dirancang sedemikian rupa, sehingga
pengaruh kelancaran verbal, kondisi budaya, dan tingkat pendidikan terhadap
hasil tes diperkecil.
Tes kecerdasan Culture Fair berusaha menghindari antara lain: unsurunsur : bahasa, kecepatan, dan isi yang terikat budaya. Tes ini diciptakan oleh
Cattell pada ahun 1920-an, mengalami beberapa kali revisi dan penelitian
untuk mengetahui tingkat validasi. Dalam tahun 1949, skala culture fair
mengalami revisi, dan hasilnya tetap dipakai sampai sekarang
Menurut manual aslinya, Tes Kecerdasan Culture Fair dirancang
sedemikian rupa, sehingga pengaruh kelancaran verbal, kondisi budaya, dan
tingkat pendidikan terhadap hasil tes diperkecil (Cattell, 1973, dikutip oleh
Sutarlinah

Sukadji,

1983).

Tes

kecerdasan

Culture

Fair

berusaha

menghindarkan, antara lain bahasa, kecepatan, dan isi yang terikat budaya.
Tes kecerdasan Culture Fair berusaha menghindari antara lain: unsurunsur (1) bahasa, (2) kecepatan, dan (3) isi yang terikat budaya. Tes ini
diciptakan oleh Cattell pada ahun 1920-an, mengalami beberapa kali revisi
dan penelitian untuk mengetahui tingkat validasi. Dalam tahun 1949, skala
culture fair mengalami revisi, dan hasilnya tetap dipakai sampai sekarang,
mengalami sedikit revisi pada tahun 1961.

Raymond Cattell mengembangkan CFIT (Culture Fair Intelligence


Test), yang merupakan tes inteligensi non-verbal . Tes ini menyajikan soalsoal yang menghendaki subyek memilih suatu desain yang tepat melengkapi
suatu rentetan desain tertentu, mencari figur geometris yang paling berbeda
dengan figur lainnya.
Tes ini dipergunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan faktor
kemampuan mental umum atau kecerdasan.
1. Skala 1 = untuk anak usia 4 8 tahun, dan individu yang lebih tua yang
mengalami cacat mental.
2. Skala 2 = untuk anak usia 8 14 tahun dan untuk orang dewasa yang
memiliki kecerdasan dibawah normal.
1. Skala 3 = untuk usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan
kecerdasan tinggi.
Tujuan utama rancangan dan susunan tes ini adalah :
1) Menciptakan instrument yang secara psikometris sehat, berdasarkan teori
yang komprehensif, dengan validitaas dan reliabilitas semaksimal
mungkin.
2) Memperkecil pengaruh-pengaruh budaya dan kondisi masyarakat yang
tidak relevan, tetapi tetap mempergunakan / mempertahankan kegunaan
prediktif untuk berbagai tingkah laku konkrit.
3) Pelaksanaan penyajian dan penyekoran yang sangat mudah dan
penggunaan waktu tes yang relatif ekonomis.
4) Tes ini dipergunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan faktor
kemampuan mental umum atau kecerdasan.

BAB III
PENUTUP

Pada bagian akhir dari penulisan makalah ini ada beberapa hal yang dapat
kami simpulkan yaitu :
1. Inteligensi merupakan faktor pembawaan atau faktor dasar yang dimiliki
seseorang yang ikut menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam proses
belajarnya, sehingga bagaimanapun diusahakannya peralatan, kondisi, serta
metode yang sempurna, pada akhirnya hasil belajar seseorang akan ditentukan
oleh tingkat kecerdasan orang tersebut
2. Tes intelegensi merupakan suatu teknik atau alat yang digunakan untuk
mengungkapkan tarap kemampuan dasar seseorang yaitu kemampuan dalam
berpikir, bertindak dan menyesuaikan dirinya secara efektif.
3. Menurut manual aslinya, Tes Kecerdasan Culture Fair dirancang sedemikian
rupa, sehingga pengaruh kelancaran verbal, kondisi budaya, dan tingkat
pendidikan terhadap hasil tes diperkecil (Cattell, 1973, dikutip oleh Sutarlinah
Sukadji, 1983).
Tes ini dipergunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan faktor
kemampuan mental umum atau kecerdasan.
Tujuan utama rancangan dan susunan tes ini adalah :
1) Menciptakan instrument yang secara psikometris sehat, berdasarkan teori
yang komprehensif, dengan validitaas dan reliabilitas semaksimal
mungkin.
2) Memperkecil pengaruh-pengaruh budaya dan kondisi masyarakat yang
tidak relevan, tetapi tetap mempergunakan / mempertahankan kegunaan
prediktif untuk berbagai tingkah laku konkrit.
3) Pelaksanaan penyajian dan penyekoran yang sangat mudah dan
penggunaan waktu tes yang relatif ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2004. Pengatar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Arisandy, Desy. 2006. Psikodiaknostik III-Inteligensi (Diktat). Palembang: Bina
Khadijah, Nyanyu. 2009. Psikologi Pendidikan. Palembang: Grafika Telindo
Press.
http://www.mcscv.com/produk_detail.php?page-id=Soal-Psikotes-ISTIntelligence-Structure-Test-StrukturKreativitas&rdmt=80305&id=defadm&pid=jenis-tujuan-tes-psikotes
http://konselorindonesia.blogspot.com/2010/10/sejarah-tes-inteligensi.html

Anda mungkin juga menyukai