Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

ENERGI ALTERNATIF

UJI PERFORMASI KOMPOR IRAC BERBAHAN BAKAR BIOETANOL

Oleh:
Desi Puspitasari
NIM A1H012006

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etanol pada umumnya dibuat secara kimiawi, namun metode ini kurang
ramah lingkungan. Oleh karena itu, etanol perlu diproduksi menggunakan bantuan
mikroorganisme melalui proses fermentasi. Etanol hasil fermentasi menggunakan
mikroorganisme dikenal sebagai bioetanol. Bioetanol dapat dibuat dengan cara
peragian (fermentasi) terhadap bahan-bahan yang mengandung pati atau gula.
Sumber pati dapat berupa jagung, ubi kayu, kentang, ganyong, gembili, bit
dan lain-lain (Rama Prihandana dkk., 2007: 26). Bioetanol merupakan istilah
yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol digunakan pada etanol yang
dihasilkan dari bahan baku tumbuhan melalui proses fermentasi. Pembuatan
etanol hasil fermentasi telah dilakukan sejak zaman dahulu yang dapat ditemukan
pada minuman beralkohol, seperti sake, arak, anggur, wine, dan minuman
memabukkan lainnya. Bioetanol dapat berasal dari berbagai macam bahan baku.
Ada tiga kategori bahan baku bioetanol yaitu bahan bergula, bahan berpati dan
bahan berserat.
Kompor bioetanol yang berada dimasyarakatsekarang ini hanya mampu
menyala dengan kadar alkohol tinggi,dimana harga bioetanol dengan kadar
alkohol tinggi memiliki hargayang lumayan mahal untuk tiap liternya. Maka
timbulah suatupermasalahan, diantaranya kompor tidak mau menyala dengan
kadaralkohol

yang

rendah,

karena

kebanyakan

kompor

bioetanol

masihmempergunakan besi atau sejenisnya sebagai ruang bakar. Jikakompor


bioetanol menggunakan kadar alkohol kurang dari 60%kebanyakan kompor

bioetanol akan cepat padam, karena air padakandungan bioetanol tidak bisa
menguap keseluruhan sehinggamenumpuk dan mengakibatkan kompor tidak mau
menyala.
Saat ini, penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar menjadi sangat penting.
Semakin sedikitnya sumber energi fosil yang ada di bumi dan semakin tingginya
pencemaran lingkungan menjadi faktor utama dibutuhkannya energi alternatif
yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan bioetanol menjadi bahan bakar
kendaraan dapat menjadi sebuah alternatif yang aman, karena sumbernya berasal
dari tumbuhan dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu menguju performasi kompo IRAC berbahan
bakar bioetanol dari bahan baku molase, gula afkir, dan nira nipah. Parameter
yang diuji diantaranya, efisiensi kompor, waktu penyalaan awal, waktu yang
dibutuhkan untuk memasak 2 liter air, dan konsumsi bahan bakarnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman


yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu,
jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol
jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu). Banyaknya variasi tumbuhan,
menyebabkan pihak pengguna akan lebih leluasa memilih jenis yang sesuai
dengan kondisi tanah yang ada. Sebagai contoh ubi kayu dapat tumbuh di tanah
yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit dan dapat
diatur waktu panennya, namun kadar patinya hanya 30 persen, lebih rendah
dibandingkan dengan jagung (70 persen) dan tebu (55 persen) sehingga bioetanol
yang dihasilkan jumlahnya pun lebih sedikit. Di sektor kehutanan bioetanol dapat
diproduksi dari sagu, siwalan dan nipah serta kayu atau limbah kayu.Bioetanol
merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol digunakan pada
etanol yang dihasilkan dari bahan baku tumbuhan melalui proses fermentasi.
Pembuatan etanol hasil fermentasi telah dilakukan sejak zaman dahulu yang dapat
ditemukan pada minuman beralkohol, seperti sake, arak, anggur, wine, dan
minuman memabukkan lainnya.
Ethanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen
dengan rumus molekul CH3CH2OH dan merupakan derivat senyawa hidrokarbon
yang mempunyai gugus hidroksil sehingga dapat dioksidasi. Ethanol dapat dibuat
dari berbagai bahan hasil pertanian.
Bioetanol diperoleh dari hasil fermentasi bahan yang mengandung gula.
Bioetanol diproduksi melalui proses fermentasi gula, baik yang berupa glukosa,
sukrosa, maupun fruktosa dengan bantuan ragi (yeast) terutama Saccharomyces

sp. atau bakteri Zymomonas mobilis. Pada proses ini gula akan dikonversi
menjadi etanol dan gas karbon dioksida (Erliza Hambali, dkk, 2007: 40).
Istilah fermentasi berasal dari fevere merupakan istilah latin yang berarti
mendidih. Istilah ini digunakan untuk menyebut adanya aktivitas yeast pada
ekstrak buah dan larutan malt serta bijian. Peristiwa pendidihan tersebut terjadi
sebagai akibat terbentuknya gelembung gas CO2 sebagai hasil dari proses
katabolisme gula dalam ekstrak (Djoko Wiyono, 1995: 1). Tuite (1992: 157-188),
mengatakan bahwa fermentasi didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengubah
molekul glukosa menjadi etanol atau lebih dikenal dengan istilah bioetanol
(alkohol) dengan menggunakan mikroorganisme ragi. Fermentasi ini selain
menghasilkan etanol juga menghasilkan zat lain yaitu air. Produksi etanol oleh
mikroba selama proses fermentasi pada substrat gula atau bahan berpati telah ada
sejak zaman dahulu kala, sebagai contoh pada proses pembuatan anggur, bir dan
roti. Catatan sejarah menunjukkan bahwa proses pembuatan anggur maupun roti
telah ada pada tahun 2000 Sebelum Masehi (Rahayu dan Kapti Rahayu, 1988: 1).
Bioetanol dapat dihasilkan dari biomassa yang mengandung komponen pati
atau selulosa, seperti singkong, umbi garut, ubi jalar, tepung sagu, dan ganyong.
Dalam dunia industri, etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran minuman keras, serta bahan baku farmasi dan
kosmetika (Erliza Hambali, dkk, 2007: 39).
Berdasarkan kadar alkoholnya etanol dapat dibagi menjadi tiga grade
sebagai berikut:
1. Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%.

2. Grade netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan untuk


minuman keras atau bahan baku farmasi.
3. Grade bahan bakar dengan kadar alkohol di atas 99,5%.
Bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan
bensin berbasis petrochemical (Erliza Hambali, dkk, 2007: 50). Karakteristik
bioetanol tersebut antara lain:
1. Mengandung 35% oksigen, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembakaran
dan mengurangi gas rumah kaca.
2. Memiliki nilai oktan yang lebih tinggi, sehingga dapat menggantikan fungsi
bahan aditif, seperti metil tertiary butyl eter dan tetra ethyl lead.
3. Mempunyai nilai oktan 96-113, sedangkan nilai oktan bensin hanya 85-96.
4. Bioetanol bersifat ramah lingkungan, karena gas buangnya rendah terhadap
senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai polutan, seperti karbon monoksida,
nitrogen oksida, dan gas-gas rumah kaca.
5. Bioetanol mudah terurai dan aman karena tidak mencemari air.
6. Sebagai sumber energi dapat diperbaharui (renewable energy) dan proses
produksinya relatif lebih sederhana dibandingkan dengan proses produksi
bensin.
Bioethanol adalah hasil konversi dari bahan baku pati-patian, selulosa
(berasal dari tumbuh-tumbuhan) yang mempunyai kegunaan dan nilai jual yang
sangat tinggi . Kegunaan Bioethanol antara lain:
1. Dalam Industri Kimia
a. Sebagai bahan baku (raw material) untuk membuat senyawa kimia lain
seperti : Asetaldehid, Etil Asetat, Asam Asetat, Etilene Dibromida, Glycol,
Etil Klorida, dan semua Etil ester.
b. Bahan pembuat minuman keras (minuman beralkohol).
c. Bahan pelarut organik. Sebagai bahan pelarut dalam pembuatan cat, dan
bahan-bahan komestik.

2. Bidang Kedokteran, Farmasi dan Laboratorium


a. Sebagai bahan antiseptik.
b. Sebagai pelarut dan reagensia dalam laboratorium dan industri.
c. Sebagai cairan pengisi termometer karena ethanol membeku pada suhu
114oC.
d. Sebagai bahan pembuatan sejumlah besar obat-obatan dan juga sebagai
bahan pelarut atau sebagai bahan antara didalam pembuatan senyawasenyawa lain skala laboratorium.
3. Bahan Bakar Alternatif Kendaraan Bermotor. Bioethanol murni saat ini
dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi.
Gasohol, merupakan bahan bakar ramah lingkungan yang dibuat dari campuran
gasoline dan ethanol.
Kompor merupakan tempat terjadinya proses pembakaran bahan bakar.
Kompor pemanas banyak digunakan untuk pengolahan pangan dan hasil
pertanian. Perfomansi suatu kompor pemanas dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti jenis bahan bakar, sistem aliran udara pembakaran untuk mensuplai
oksigen bagi pembakaran, serta bentuk dan bahan kompor. Bakan bakar yang
dapat digunakan pada kompor adalahbahan bakar cair, gas dan padat.

III.
METODELOGI
A. Alat dan Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kompor IRAC
Bioetanol
Termometer infrared
Panci
Gelas ukur
Timbangan digital
Stopwatch
Kalkulator
Alat tulis

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

B. Prosedur Kerja
Alat dan bahan disiapkan.
Bioetanol diukur sebanyak 500 mL..
Air dimasukkan ke dalam panci sebanyak 2 liter.
Kompor bioetanol dinyalakan.
Suhu panci dan air diukur selama proses perebusan.
Waktu perebusan diukur.
Massa air menguap ditimbang.
Hasil dicatat pada lembar kerja.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Tabel 1. pengamatan (Kompor IRAC Generasi I)
Suhu (oC)
0
5
10
15
Tair
31
56
60
75

20
94

25
97

30
100

Tdasar kompor
Tdinding kompor
Truang pembakaran
Tcelah kompor dengan panic
Tpermukaan panic

51
45
48
36
59

56
45
62
38
62

57
47
66
41
66

59
50
68
48
77

60
51
69
57
82

61
53
78
63
86

62
55
79
66
90

Cp air = 4,2 kj/kgoC


H
= 16917 kj/kgoC
h
= 2260 kj/kg
p
= 0,8 kg/ml
I
= 1 amp
Perhitungan:
1. Energi yang dimanfaatkan untuk memanaskan air
Qa = (Mair x Cp x Tair) + (Mu x h)
Qa = (2 kg x 4,2 kj/kgoC x 69, oC) + (0,2 kg x 2260 kj/kg)
Qa = 1031,6 kj
2. Energi yang tersedia dari bahan bakar
Qb = Mb x H
Qb = 0,16 x 0,8 kg/l x 15453,25 kj/kg
Qb = 2706,72 kj
Untuk menghitung efisiensi system kompor IRAC generasi 1 dengan rumus:
Qa
= Qb x 100 %
1031,6
2706,72

= 0,22 %

x 100 %
B. Pembahasan

Perpindahan panas adalah proses perpindahan energi yang diakibatkan oleh


perbedaan temperatur dalam sebuah sistem atau dua buah sistem yang saling
berhubungan. Sering kali kita menemukan istilah sistem, dimana sistem adalah
segala sesuatu yang ingin dipelajari.Sistem dapat berupa zat padat, fluida (cair dan
gas), atau campuran (cairan, gas dan padat).Air yang berada di bagian bawah
mendapatkan panas lebih dahulu, kemudian pindah ke bagian atas tempat suhu
dingin, dengan demikian suhu yang dingin indah ke bawah. Begitu seterusnya
sehingga kita melihat air yang dimasak itu turun naik.

Pada proses perebusan air menggunakan kompor IRAC, terjadi 3


perpindahan panas. Perpindahan panas dari api kompor ke air di dalam panci
terjadi secara konveksi. Karena air yang berada di bagian bawah mendapatkan
panas lebih dahulu, kemudian pindah ke bagian atas tempat suhu dingin, dengan
demikian suhu yang dingin indah ke bawah. Begitu seterusnya sehingga air yang
dimasak itu turun naik.
Perpindahan panas dari panci yang telah panas ke tangan terjadi secara
konduksi, karena tidak memerlukan zat penghantar yang bergerak. Dengan
otomatis panas mengenai tangan bila memegang panci. Sedangkan pada saat air
ditaruh dengan ada perbedaan jarak dengan panci, hal ini disebut perpindahan
panas secara radiasi, karena perpindahan panas ini tidak membutuhkan zat
perantara.
Spesifikasi kompor IRAC dapat dilihat di tabel dibawah ini.
Tabel 2. Spesifikasi kompor IRAC I
Subsistem
Spesifikasi
1. Dinding Kompor
Silinder
a. Diameter
b. Tinggi
c. Tebal
2. Dasar kompor
Lingkaran
a. Diameter
b. tebal
3. Tangki bahan
Tabung
bakar
a. Diameter
b. Tinggi

Dimensi

Bahan
Seng

0.20 m
0.05 m
0.0005 m
Alumunium
0.11 m
0.0005 m
Seng
0.20 m
0.1 m

Kompor IRAC I mempunyai dimensi yaitu 58 cm x 25 cm x 25 cm. bagian


bawah penampungan bahan bakar disalurkan selang kemudian bahan bakar akan
dialirkan menuju ruang pembakaran.

Tabel 3. Spesifikasi Kompor IRAC II


Subsistem
Spesifikasi
1. Dinding Kompor
Silinder
a. Diameter
b. Tinggi
c. Tebal
2. Dasar kompor
Lingkaran
a. Diameter
b. Tinggi
3. Tangki bahan
Balok
bakar
a. Panjang
b. Lebar
c. Tinggi

Dimensi

Bahan
Seng

1.20
1.5
0.0005 m
Alumunium
1.11
0.0005 m
Plastik
0.11 m
0.065 m
0.20 m

Kompor IRAC II mempunyai dimensi yaitu 58 cm x 25 cm x 30 cm.


Kompor IRAC II hampir mirip dengan IRAC I, hanya saja kompor ini
menggunakan listrik yaitu berupa healer yang dipasang di dalam tangki bahan
bakar sebagai tambahan panas untuk memanaskan bahan bakar.
Kompor yang digunakan saat praktikum adalah kompor IRAC berbahan
dasar bioetanol. Prinsip pengoperasian kompor IRAC yaitu dengan memanfaatkan
beda ketinggian antara tanki yang berisi bahan bakar berupa bioetanol cair melalui
dengan bagian ruang bakar kompor yang nantinya bioetanol akan mengalir terus
menerus saat dilakukan proses pemakaran sampai bioethanol pada tanki habis.
Hal-hal yang mempengaruhi waktu penyalaan kompor adalah sebagai
berikut:
1. Kapilaritas
Sifat kapilaritas minyak pada sumbu merupakan bagian yang terpenting
dalam sistim kompor sumbu. Naiknya minyak dari tangki minyak sampai ke
bagian atas melalui sumbu untuk selanjutnya terbakar sangat dipengaruhi oleh
sifat fisik minyak, diantaranya adalah kekentalan. Kekentalan menyebabkan

naik atau turunnya daya penetrasi minyak terhadap sumbu, angka kekentalan
yang tinggi menyebabkan daya penetrasi minyak turun. Tegangan permukaan
yang rendah memberikan kemampuan penetrasi dan penyebaran yang baik,
sifat pembasahan berkaitan dengan sudut kontak cairan sedangkan densitas
tidak banyak berpengaruh terhadap daya penetrasi.
Ketinggian yang dicapai suatu cairan dalam tabung kapiler dipengaruhi
pula oleh jari-jari tabung dan densitas cairan. Untuk kapilarisasi pada bahan
berpori, semakin rapat bahan tersebut maka akan semakin tinggi ketinggian
yang dapat dicapai oleh cairan.
Hal lain yang mempengaruhi daya kapilarisasi adalah jenis bahan
benang penyusun sumbu. Selain diakibatkan oleh perbedaan karakter dari
setiap jenis benang, kapilarisasi juga sangat erat dihubungkan dengan nilai
porositas sumbu. Ketinggian yang dapat dicapai oleh pergerakan minyak
sepanjang sumbu akan semakin cepat bila ukuran diameter pori sumbu
semakin kecil atau porositasnya semakin besar.
2. Viscositas
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau
fluida. Viskositas diukur dari tahanannya untuk mengalir atau gesekan
dalamnya. Viskositas dapat dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan
oleh volume tertentu dan minyak untuk mengalir melalui lubang diameter
kecil tertentu. Semakin rendah jumlah detiknya berarti semakin rendah
viskositasnya. Jadi viskositas tidak lain menentukan kecepatan mengalirnya

suatu cairan. Suatu bahan apabila dipanaskan sebelum cair terlebih dahulu
menjadi viscous yaitu menjadi lunak dan dapat mengalir pelan-pelan.
Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan
dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat
pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi
yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental, maka minyak akan sulit diserap
oleh sumbu.
3. Titik nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar
dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu
nyala api.
4. Panas jenis
Panas jenis adalah jumlah kkal yang diperlukan untuk menaikkan suhu
1kg minyak sebesar 1C. Satuan panas jenis adalah kkal/kgC. Besarnya
bervariasi mulai dari 0,22 hingga 0,28 tergantung pada specific gravity
minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang
digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak
ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat
memiliki panas jenis yang lebih tinggi.
5. Nilai kalor
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan, dan
diukur sebagai nilai kalor kotor/gross calorific value atau nilai kalor netto/nett
calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap

air yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor/gross


calorific value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama
proses pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor
netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan
tidak seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan
nilai kalor netto.
6. Kadar air
Kadar air minyak pada umumnya sangat rendah sebab produk disuling
dalam kondisi panas. Batas maksimum 1% ditentukan sebagai standar.
Efiensi kompor adalah perbandingan antara panas berguna, yang diperlukan
untuk memasak dalam jumlah tertentu dari suhu awal sampai masak dengan panas
yang diberikan oleh bahan bakar, yang dipergunakan selama memasak tersebut
(Sudarno 2007).
Cara yang paling efektif untuk pengujian efisiensi suatu kompor adalah
dengan metode pemanasan air (water boiling test). WBT adalah simulasi kasar
dari proes pemasakan yang dapat membantu para perancang kompor/tungku untuk
mengetahui efektifitas dan efisieni energi panas yang ditransfer pada alat masak
(Bailis 2007).
Efisiensi sistem kompor adalah perbandingan antara jumah energi panas
yang digunakan pada sistem pengguna dengan energi panas bahan bakar terpakai.
Bila energi panas yang dihasilkan sistem adalah Qout, energi panas bahan bakar
terpakai adalah QIn, maka efisiensi sistem dinyatakan dengan (Abdullah K Dkk
1998):

Efesiensi = Qout/Qin
Dari hasil praktikum diperoleh data hasil pengamatan yang dapat dilihat
pada grafik dibawah ini.
Perubahan suhu pada proses pendidihan air
120
100

f(x) = 2.62x + 36.05


R = 0.96

80
suhu (oC)

suhu air

60

Linear (suhu air)

40
20
0
0

10 15 20 25 30

waktu (menit )

Gambar 1. Grafik Hubungan Perubahan Suhu Pada Proses Pendidihan Air.


Grafik diatas menunjukan kenaikan suhu pada saat pendidihan air yang
berlangsung selama 30 menit kenaikan suhu air cenderung stabil sampai suhu air
berada pada suhu 100oC hingga kemudian suhu air tersebut stabil. Data yang
diperoleh berupa massa air sisa, Cp dan suhu air dan data pengamatan lainnya
dapat dimasukkan ke dalam rumus perhitungan yang menunjukan energi yang
dimanfaatkan untuk memanaskan air sebesar 1031,6 kj. Sedangkan energi yang
tersedia dari bahan bakar sebesar 2706,72 kj.
Tingkat efisiensi dari penggunaan kompor biomassa IRAC sebesar 0,22 %
artinya penggunaan kompor tersebut masih sangat kurang efisien sehingga masih

perlu diperbaiki lagi dalam rancangan bentuk dan aspek lain dalam kompor
tersebut agar penggunaannya semakin efisien.
Hal ini terjadi karena perpindahan panas dari api ke dinding dan celah panci
terjadi secara bersamaan dan merata. Kemudian perubahan suhu pada dasar
kompor dan muka panci mengalami kenaikan naik turun tetapi tidak jauh
kenaikannya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh perpindahan panas yang tidak merata.
Sedangkan pada suhu ruang bakar kenaikan dan turunnya suhu berbeda jauh hasil
perubahannya. Hal ini bisa karena aliran cairan bioetanol yang mungkin
terhambat.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Jenis bahan baku bioetanol akan mempengaruhi kinerja dari kompor IRAC
karena nyala api yang dihasilkan dari masing masing bahan juga memiliki
perbedaan..
2. Kompor bioethanol bisa dikatakan belum efesien mengingat nyala api yang
dihasilkan tidak sebanding dengan penggunaan bioethanol pada proses
pembakaran di kompor IRAC tersebut.
B. Saran
Disarankan agar asisten menjelaskan cara penggunaan kompor IRAC dan
membiarkan praktikkan mengulangi apa yang dipraktikkan asisten.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Bab II. On-line. http://digilib.unila.ac.id/2051/8/BAB%20II.pdf.


Diakses tanggal 12 Juni 2015 pukul 21.06 WIB.
Abdullah K, dkk. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. Bogor: IPB Press.
Bailis Rob et all. 2007. The Water Boiling Test (WBT). Household energy and
health programm, shellfoundation. USA. 37
Sudarno. 2007. Peningkatan Efisiensi Kompor Minyak Tanah Bersumbu dengan
Cara Meningkatkan Luas Area Api Sekunder. [Jurnal]. Ponorogo: Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah.
Bambang, P., (2007), Potensi Sektor Pertanian Sebagai Hasil dan Pengguna
Energi Terbarukan, Perspektif Vol. 6 No. 2 / Desember 2007. Hal 84 92.
Djoko Wiyono. (1995). Hand out teknologi fermentasi. Yogyakarta: Pascasarjana
UGM
E. S. Rahayu dan Kapti Rahayu.(1988).Teknologi Minuman Beralkohol.
Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.
Erliza Hambali, Siti Mudjalipah, Armansyah Haloman Tambunan, Abdul Waries
Pattiwiri, Roy Hendroko. (2007).Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Karmawati, 2009.Tanaman Perkebunan Penghasil Bahan Bakar Nabati. IPB
Press, Bogor.
Prihandana, Rama, Roy Hendarko. 2008. Energi Hijau. Jakarta : Penebar
Swadaya
Rama Prihandana. (2007). Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan.
Jakarta: Agro Media Pustaka.
Tuite, M.F. (1992). Strategies for The Genetic Manipulation of Saccharomyces
cerevisiae. Rev Biotech 12: 157-188

Anda mungkin juga menyukai