Referat PA Sirosis Biliaris (Belum Revisi)
Referat PA Sirosis Biliaris (Belum Revisi)
SIROSIS BILIARIS
BLOK DIGESTIF
Pembimbing:
Paramita Deniswara
G1A011024
Kelompok 29
Oleh:
Ghiyas Ulinnuha
G1A012083
G1A012084
G1A012085
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS REFERAT PATOLOGI ANATOMI
SIROSIS BILIARIS
BLOK DIGESTIF
Kelompok 29
Oleh:
Ghiyas Ulinnuha
G1A012083
G1A012084
G1A012085
Paramita Deniswara
G1A011024
2
DAFTAR ISI
Cover ....................... 1
HalamanPengesahan ... 2
Daftar isi
............................... 3
Kata Pengantar
........................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang
............5
b. Tujuan
........5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Definisi
... 6
Etiologi
....... 6
Epidemiologi
....... 6
Faktor Presdiposisi .............................. 7
Manifestasi klinis ... 7
Penegakan diagnosis
....... 8
Patogenesis....................... 9
Patofisiologi
........... 11
Gambaran Histopatologi
........................................ ... 12
Penatalaksanaan ............... 13
Komplikasi .................................... 15
Prognosis
................ 15
... 16
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
3
Penyusun
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Etiologi
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris posthepatik.
Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati
membesar, keras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Obstruksi biliaris
ini disebabkan oleh (Robbins et al., 2007):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Batu empedu
Karsinoma duktus biliaris
Karsinoma kaput pankreas
Radang duktus biliaris komunis
Ligasi yang tidak disengaja pada duktus komunis
Kista dari saluran empedu
Limfe node diperbesar dalam porta hepatis
Tumor yang menyebar ke sistem empedu
C. Epidemiologi
Rasio kejadian penyakit berkisar antara 9:1 (laki-laki : perempuan).
Pada beberapa daerah meunjukan prevalensi kejadian dapat menyentuh angka
tinggi 1 dalam 4000. Paling banyak terjadi di amerika selatan dan africa.
Dekade pertama mempunyai relatifitas terkena prevalensi penyakit 500 kali
lenih tinggi. Namun, masih banyak perdebatan bahwa resiko penyakit ini
lebih besar pada suatu generasi dan relatif pada generasi lainya (Dienstag JL,
2005).
D. Faktor Presdiposisi
Adapun gejala-gejala dari obstruksi biliaris sebagai berikut (Kumar, 2010):
1. Gambaran klinis gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni
bayi ikterus.
2. Perut agak membuncit.
3. Muntah setelah beberapa jam dilahirkan.
4. Kemudian feses bayi berwarna putih agak keabu-abuan dan liat seperti
dempul.
5. Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobilinogen.
6
(alkaline
phosphatase
meningkat
dan
transpeptidase
pada
peningkatan
proporsi
pasien
dan
mungkin
peningkatan
kadar
fosfatase
alkali
(ALP),
transpeptidase
imunologi
yang
dibahas
oleh
adanya
antibodi
H. Patofisiologi
Sirosis biliaris
10
Primer
1. Statis
empedu
kronik pd ductus
intra hepatikus
2. Tdk
diketahui
penyebabnya
3. Proses autoimun
Sekunder
Obstruksi ductus
empedu di luar
hati
I.
Gambaran Histopatologi
11
penyakit
sirosis
biliaris,
gambaran
makroskopik
sirosis
12
Penatalaksanaan
1. Terapi Lama
Pengobatan sirosis bilier primer memiliki tujuan untuk meringankan
gejala, untuk memperlambat proses kekebalan tubuh, dan perkembangan
penyakit, sebagai berikut (Nikolaos, 2014):
a. Asam ursodeoxycholic (UDCA) sangat efektif, terutama pada tahap
awal sirosis hepatis. Obat ini diberikan seumur hidup dan studi
menunjukkan bahwa UDCA menunda kebutuhan untuk transplantasi
atau kematian penundaan.
b. Agen imunosupresif seperti metotreksat, siklosporin, dan kortikosteroid
menghambat
reaksi
kekebalan
yang
memediasi
perkembangan
penyakit.
c. Pruritus adalah gejala yang paling mengganggu dan sering refrakter
terhadap pengobatan. Pada tahap awal dari sirosis biliaris, pruritus
diringankan dengan antihistamin, tetapi obat kelas ini memiliki efek
jangka pendek. Cholestyramine juga efektif dalam pengobatan pruritus
dan memiliki kapasitas untuk menyerap garam empedu dalam lumen
usus. Sirosis biliaris dengan pruritus refrakter terhadap pengobatan
fenobarbital dapat diberikan terapi ultraviolet atau plasmapheresis.
Sebagai
kemajuan
penyakit
sirosis,
transplantasi
hati
harus
13
14
K. Komplikasi
Komplikasi dari sirosis biliaris, antara lain (Sudoyo, 2009):
1. Demam
2. Nafsu makan berkurang
3. Sulit buang air besar
4. Hiperbilirubiurea
5. Sepsis
6. Hipertensi Portal
7. Perdarahan saluran cerna
8. Ensefalopati Hepatikum (Koma Hepatikum)
9. Infeksi
10. Karsinoma Hepatoseluler (Hepatoma)
L. Prognosis
Sirosis bilaris berkembang sangat cepat. Jika penderita sirosis biliaris
dini segera ditangani secara dini dan cepat, maka proses disfungsi biliaris
dapat tertangani. Secara umum, prognosisnya baik (Sudoyo, 2009).
III. KESIMPULAN
15
1.
Sirosis biliaris merupakan kerusakan sel hati yang dimulai disekitar duktus
biliaris yang menimbulkan pola sirosis, Penyebab tersering sirosis biliaris
adalah obstruksi biliaris posthepatik.
2. Biopsi hati merupakan gold standar diagnosis metode untuk sirosis biliaris
primer karena dapat mengkonfirmasikan diagnosis dan memberikan informasi
tentang stadium penyakit dan prognosis dengan gejala Perut agak membuncit,
Muntah setelah beberapa jam dilahirkan, Kemudian feses bayi berwarna putih
agak keabu-abuan dan liat seperti dempul, Urine menjadi lebih tua karena
mengandung urobilinogen, Perut sakit di sisi kanan atas, dan Demam.
3. Terapi sirosis biliaris dapat dengan Asam ursodeoxycholic (UDCA), Agen
imunosupresif, antihistamin, Cholestyramine, dan transplatasi hati.
DAFTAR PUSTAKA
16
Dienstag JL, Isselbacher KJ. 2005. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th
Edition. New York: McGraw-Hill.
Kumar, Vinay et al. 2010. Robbins And Cotran Pathologic Basis Of Disease. 8th
Edition. Philadelphia: Saunders.
Nikolaos T Pyrospoulos, 2014. Biliary Chirrhosis Treatment & Management.
Medscape Reference, Professor. Departement of Internal Medicine,
Division of Gastroenterology, Baylor College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com/ (Accessed 10 June 2014).
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Robbins, Stanley L., Vinay Kumar, dan Ramzi S. Cotran. 2007. Buku Ajar
Patologi Robbis Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.
Sarjadi. 2004. Panduan Praktikum Patologi Anatomi. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Sudoyo, Aru W, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
17