Anda di halaman 1dari 4

KLASIFIKASI

Menurut PERDOSSI Pekanbaru (2007), cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal.
Untuk kegunaan praktis, tiga jenis klasifikasi, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera
kepala serta berdasar morfologi. Klasifikasi cedera kepala, yaitu:
a. Berdasarkan mekanisme:
1) Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau
pukulan benda tumpul.
2) Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda tumpul.
b. Berdasarkan beratnya:
1) Ringan (GCS 14-15)
2) Sedang (GCS 9-13)
3) Berat (GCS 3-8)
c. Berdasarkan morfologi
1) Fraktura tengkorak
Kalvaria

Linear atau stelata


Depressed atau nondepressed
Terbuka atau tertutup

Dasar tengkorak

Dengan atau tanpa kebocoran CNS


Dengan atau tanpa paresis N VII

2) Lesi intrakranial
Fokal

Epidural (Hematoma Epidural)


Epidural hematoma (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial
antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak di regio temporal atau
temporal parietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan
biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena
pada sepertiga kasus. Kadang-kadang hematoma epidural mungkin akibat robeknya
sinus vena, terutama di regio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma
epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma
cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera.
Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya
biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum
operasi. Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9%
pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.

Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan
arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30%
penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena
bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun dapat juga berkaitan
dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau
tidak. Selain itu kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akut biasanya
sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas
umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera
dan pengelolaan medis agresif.

Intraserebral
Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu
berkaitan dengan hematoma subdural. Mayoritas terbesar kontusi terjadi dilobus
frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan
batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak

jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara
lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim)
otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang
menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak
tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi
perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya
(countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung
pada lokasi dan luas perdarahan.
Difusa

Komosio ringan
Komosio klasik
Cedera aksonal difusa

Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut Mansjoer (2000) dapat
diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan sebagai berikut:
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 15
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi


Tidak ada kehilangan kesadaran
Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
Tidak adanya kriteria cedera kepala sedang-berat

b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 13


Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan
pernyataan yang di berikan.
1) Amnesia pasca trauma
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (Battle sign, racoon eyes, hemotimpanum, otorea
atau rinorea cairan serebro spinal)

c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium

Daftar Pustaka
Mansjoer, A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapis
PERDOSSI cabang Pekanbaru. (2007). Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November
2007. Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai