generasi. Pusat gempa ada sekitar 150 km Selatan Meulaboh dan 250 km dari Banda
Aceh, ibukota provinsi Aceh.
Tsunami tersebut telah memakan korban jiwa dan merusak infrastruktur
publik, ekonomi dan sosial, seperti sekolah, pusat layanan kesehatan dan gedunggedung pemerintah. Tsunami telah mempengaruhi mata pencaharian dan kehidupan
masyarakat karena rusaknya lahan-lahan pertanian, terganggunya usaha-usaha
perikanan, hilangnya peralatan, hilangnya bukti kepemilikan tanah, menurunya
kualitas air, polusi akibat limbah padat atau cair dan rusak fasilitas sanitasi dan
pembuangan limbah, dan ini semua terjadi karena suatu bencana. Dilaporkan dengan
estimasi total kerugian material sebesar 4,0 hingga 4,5 milyar dolar AS.
Salah satu wilayah yang mengalami kerusakan terparah adalah ibu kota
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu Kota Banda Aceh yaitu sebesar 67,31%
(Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekontruksi 2005b). Kota tersebut memiliki
jumlah penduduk sebesar 230.774 jiwa (BPS,2004). Jumlah korban meninggal
mencapai 41.295 jiwa penduduk meninggal dunia, hilang 22.973 jiwa dan jumlah
pengungsi 83.542 jiwa. Dari 9 kecamatan di wilayah Kota Banda Aceh, 3
diantaranya hancur, yaitu Kecamatan Meuraxa, Kecamatan Jaya Baru, dan
Kecamatan Kuta Raja (Bappeda BA, Juni 2005). Selain jumlah penduduk dan
pemukiman yang padat, kota tersebut memiliki hamparan medan yang datar,
sehingga korban jiwa yang diakibatkan pada bencana tersebut menunjukkan paling
besar (30.000 jiwa) dibandingkan dengan daerah kota/ kabupaten lain di wilayah
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Bakornas, 2005).
Upaya untuk pemulihan baik melalui rehabilitasi dan rekonstruksi fisik dan
infrastruktur wilayah perkotaan tersebut menurut perkiraan yang disebutkan oleh
Bappenas (2005), memerlukan waktu selama 8 tahun.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu disusun suatu rencana antisipasi
bencana akibat tsunami di Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
tahun 2015 dalam bidang kesehatan lingkungan. Perencanaan antisipasi ini harus
dilakukan secara terpadu, menyeluruh serta melibatkan seluruh stakeholder baik
lintas program maupun lintas sektor.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penyediaan Air
Sanitasi
a. Jumlah korban yang sangat banyak, baik yang meninggal, yang mengalami
luka-luka dan yang mengalami depresi memerlukan pertolongan kesehatan
dengan segera.
b. Sistem kesehatan lumpuh disebabkan rusaknya sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan serta banyaknya tenaga kesehatan yang hilang,
meninggal dan mengalami depresi;
c. Penanganan korban bencana tidak optimal. Banyak anggota masyarakat
termasuk pengungsi yang tinggal di lokasi pengungsian sulit memperoleh
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
d. Jenis dan distribusi obat secara logistik yang tak sesuai dengan keadaan dan
jenis penyakit tiap posko kesehatan dan areanya. Pendistribusian obat dan
logistik baik ke posko kesehatan maupun ke unit kesehatan di banda aceh
dan sekitarnya akan kurang sistematis dan kurang jelas mekanismenya.
e. Terbatasnya air bersih dan buruknya sanitasi lingkungan. Tempat-tempat
pengungsian tidak memenuhi syarat kesehatan, misalnya kekurangan air
bersih, tempat pembuangan sampah, sarana mandi, cuci dan kakus.
f. Ketahanan pangan dan gizi menurun. Sebagai akibat ketersediaan dan
distribusi bahan makanan yang kurang merata dan banyaknya titik pengungsi
menyebabkan meningkatnya resiko kekurangan gizi, sakit dan kematian
pada kelompok rentan yaitu bayi, balita, ibu hamil dan usia lanjut.
g. Kemungkinan timbulnya penyakit menular. Kondisi lingkungan yang buruk
diikuti dengan kekurangan gizi dapat menyebabkan berjangkitnya berbagai
penyakit menular, misalnya campak, diare, malaria dan infeksi pernapasan
akut
2. Identifikasi Hambatan Dalam Keadaan Darurat
a. Di NAD terjadi konflik politik dan kekerasan bersenjata antar TNI dan GAM
semakin memperbesar masalah terutama dalam hal pendidikan. Peristiwa
pembakaran gedung sekolah, penculikan dan pembunuhan guru, kegiatan
sekolah yang sering diliburkan, hingga anak-anak yang traumatis dan
menjadi korban adalah di antara begitu banyak kejadian yang semakin
mempersulit membangun dunia pendidikan di NAD selama ini.
10
Tujuan utama perbaikan dan pengawasan kualitas air adalah untuk mencegah
timbulnya risiko kesehatan akibat penggunaan air yang tidak memenuhi
persyaratan. Bilamana air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari segi
fisik maupun bakteriologis dapat dilakukan upaya perbaikan kualitas air antara
lain sebagai berikut:
a. Penjernihan air cepat, menggunakan:
1) Alumunium sulfat (tawas)
Cara penggunaan:
a) Sediakan air baku yang akan dijernihkan dalam ember 20 liter;
b) Tuangkan/campuran tawas yang sudah digerus sebanyak sendok
teh dan langsung diaduk perlahan selama 5 menit sampai larutan
merata;
c) Diamkan selama 1020 menit sampai terbentuk gumpalan/flok dari
kotoran/lumpur dan biarkan mengendap. pisahkan bagian air yang
jernih yang berada di atas endapan, atau gunakan selang plastik untuk
mendapatkan air bersih yang siap digunakan;
d) Bila akan digunakan untuk air minum agar terlebih dahulu direbus
sampai mendidih atau didesinfeksi dengan aquatabs.
2) Poly Alumunium Chlorida (PAC)
Lazim disebut penjernih air cepat yaitu polimer dari garam alumunium
chloride yang dipergunakan sebagai koagulan dalam proses penjernihan
air sebagai pengganti alumunium sulfat. Kemasan PAC terdiri dari:
a) Cairan yaitu koagulan yang berfungsi untuk menggumpalkan
kotoran/ lumpur yang ada di dalam air;
b) Bubuk putih yaitu kapur yang berfungsi untuk menetralisir pH.
Cara penggunaan:
Sediakan air baku yang akan dijernihkan dalam ember sebanyak 100
liter;
11
Tuangkan larutan pac (kantung a) kedalam ember yang berisi air lalu
aduk perlahan lahan selama 5 menit sampai larutan tersebut merata;
Bila akan digunakan sebagai air minm agar terlebih dahulu direbus
sampai mendidih atau di desinfeksi dengan aquatabs.
12
akhirnya
meninggal
akibat
terlambat
mendapatkan
pertolongan.
13
H. Penyusunan
Rencana
Kegiatan
Pengorganisasian
Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan
1. Pembentukan fasilitas medic
Bencana tsunami di Aceh telah merusak infrastruktur publik, ekonomi dan
sosial, seperti sekolah, gedung-gedung pemerintah dan pusat layanan kesehatan.
penyedia pelayanan kesehatan yang rusak diterjang tsunami yaitu Dinas
Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, Polindes, Posyandu, Gudang Farmasi,
Balai Pengawasan Obat dan Makanan dan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana, serta Pelayanan Swasta dan LSM. Karena pentingnya fasilitas medis
maka Pasca Tsunami fasiltias kesehatan di Aceh harus direnovasi dan dibangun
kembali dengan bantuan pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat yang
bekerja di Aceh.
I. Penyusunan Rencana Kegiatan Penerapan Epidemiologi Pada Keadaan
Darurat
Program
Kegiatan
Pencegahan dan pemberantasan Pengamatan dan penyelidikan penyakit (Surveilans)
Penyakit
14
a. Pencegahan (preventiv)
Tidakan yang di rancang untuk menghalagi/merintangi kejadian suatu pristiwa
bencana atau pencegah kejadian.(cater,1992) Cara yang efektif adalah dengan
melatih
penduduk
dalam
menghadapi
tsunami
dan
menghindarkan
15
bencana, memehami aktivitas apa yang harus dihindarkan sesuai dengan sifat
serta jenis bencana tersebut, dan mengetahui cara menyelamatkan diri,
Aceh merupakan daratan yang datar dengan tanah alluvial yang terbentuk karena
endapan. Derah yang datar menjadikannya ideal unuk dijadikannya ibu kota
karena daerah datar sangat baik untuk dibangun dan diakses diwilayah lain
cenderung terbuka. Namun, Banda Aceh juga rawan bencana. Selain itu,
menurut Deny, Aceh diapit dua patahan. Kedua daerah patahan lebih tinggi dari
Aceh. Sehingga menjadi faktor penyebab wilayah ini rawan gempa dan rawan
tsunami karena terdapat pantai.
Dengan demikian, apabila Aceh dibangun kembali seharusnya dirancang sebagai
kota yang multi bahaya. Perencanaan kota harus dirancang sebagai alat mitigasi
atau alat memperkecil dampak bencana. Tata ruang yang baik membentu
memperkecil jumlah korban saat bencana terjadi dimasa mendatang.
1) Kontruksi tahan gempa
Bilamana melihat ke negara Jepang yang sering dilanda gempa, fondasi
rumah penduduknya disesuaikan dengan kondisi alam sekitarnya. Pada
umumnya rumah-rumah disana terdiri dari bahan kayu dan kertas. Bentuj
mejanya dibuat rendah sampai mendekati lantai sehingga tidak memerlukan
kursi. Lemarinya pun kebanyakan menyatu dengan dinding dengan penutup
yang dapat digeser. Penerapan desain rumah serta isinya tersebut dibentuk
sedemikian rupa agar bila terjadi gempa, baik bahan bangunan maupun
furniturnya sedapat mungkin tidak mencederai penghuni rumah.
Indonesia pun sebenernya merupakan negara dengan berbagai intensitas
genpa menengah sampai tinggi sehingga rancangan bangunan sepatutnya
memperhitungkan kemunginan itu. Menurut Dr. Ir Iwayan Sengara, dosen
Departemen Teknik Sipil ITB, sebenarnya ada peraturan yang membahas
rancang bangun tahan gempa. Rancangan bangun sesuai ketentuan yang
dirumuskan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Peraturan
Bangunan Tahan Gempa yang ditetapkan tahun 2002. Namun, peraturan ini
relative baru sehngga sosialisasinya masih terbatas.
16
Daerah yang mengalami bencana terbesar dari tsunami adalah Banda Aceh,
Lhok Nga, dan Meulabboh. Bencana tersebut selain diakibatkan oleh
tingginya gelombang tsunami, juga di perparah oleh tata ruang yang kurang
ramah bencana dan rusaknya lingkungan. Rumah dibangun dekat pantai.
Tidak ada sabuk hijau (green belt). Mangrove hanya tinggal sedikit yang
hanya tumbuh di beberapa tempat. Selain itu, ada beberapa fakta-fakta
mengenai keadaan gelombang pasang yang menghantam Aceh. Pertama,
gelombang tsunami akan semakin jauh masuk ke daratan jika kondisi pesisir
miskin mangrove.
Hutan bakau memiliki perlindungan dan pengamanan kawasan pesisir yang
sangat baik. Setiap gelombang pasang yang dating mampu diredakan melalui
hutan yang lebat. Manfaat utama hutan mangrove di kawasan pesisir dan
estuaria adalah untuk mencegah erosi, penahan ombak, penahan angin,
perangkap sedimen dan penahan intrusi air asin dari laut. Sistem
perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sediment dan pemecah
gelombang. Hal ini dapat terjadi apabila didukung oleh formasi hutan
mangrove yang belum terganggu atau kondisinya masih alami. Kerapatan
hutan mangrove yang cenderung menurun maka fungsinya sebagai peredam
gelombang juga akan cenderung menurun (Tjardhana dan Purwanto, 1995).
c. Kesiapsiagaan (preparedness)
Kesiapsiagaan
adalah
serangkaian
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
17
18
tangga untuk mengantisipasi bencana alam dalam hal ini khususnya tsunami,
adalah sebagai berikut:
1) Pengetahuan dan sikap terhadap risiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengetahuan
yang harus dimiliki individu dan rumah tangga mengenai bencana tsunami
yaitu pemahaman tentang bencana tsunami dan pemahaman tentang
kesiapsiagaan menghadapi bencana tersebut, meliputi pemahaman mengenai
tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi tsunami serta tindakan dan
peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi tsunami, demikian juga sikap
dan kepedulian terhadap risiko bencana tsunami. Pengetahuan yang dimiliki
biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian individu dan rumah
tangga untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi
yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana.
2) Kebijakan atau panduan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan untuk kesiapsiagaan bencana tsunami sangat penting dan
merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana.
Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah
tangga. Kebijakan yang diperlukan untuk kesiapsiagaan rumah tangga
berupa kesepakatan keluarga dalam hal menghadapi bencana tsunami, yakni
adanya diskusi keluarga mengenai sikap dan tindakan penyelamatan diri
yang tepat saat terjadi tsunami, dan tindakan serta peralatan yang perlu
disiapkan sebelum terjadi tsunami.
e. Rencana tanggap darurat
Rencana tanggap darurat menjadi bagian penting dalam kesiapsiagaan, terutama
berkaitan dengan pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat
diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana dan
hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari
pihak luar datang. Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu:
19
20
untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal, dan
adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini
meliputi informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas
sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam
bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko
serta mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.
g. Mobilisasi sumber daya
Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupun pendanaan dan
sarana/prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang dapat
mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana
alam. Karena itu, mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial.
Mobilisasi sumber daya keluarga meliputi adanya anggota keluarga yang terlibat
dalam pertemuan/seminar/pelatihan kesiapsiagaan bencana, adanya keterampilan
yang berkaitan dengan kesiapsiagaan, adanya alokasi dana atau tabungan
keluarga untuk menghadapi bencana, serta adanya kesepakatan keluarga untuk
memantau peralatan dan perlengkapan siaga bencana secara reguler.
2. Fase saat bencana.
Disaster impact adalah proses pengkajian dampak dari suatu bencana pada suatu
masyarakat, yaitu baik berupa korban manusia, harta, dan fasilitas lainnya.
(UNDP, 1992)
Berdasarkan data pemantauan awal yang telah dilakukan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH), tingkat kerusakan akibat bencana dan dampak
lingkungan yang terjadi antara lain adalah :
a. Kerusakan Ekosistem
Gempa dan Tsunami telah mengakibatkan kerusakan yang luar biasa pada
sebagaian besar wilayah pantai Nanggroe Aceh Darussalam dan Pulau Nias,
Sumatera Utara.
Kerusakan pada wilayah pantai tersebut adalah sebgai berikut:
1) Pencemaran laut, air daratan dan tanah akan menyebabkan terbatasnya
sumber daya air serta berdampak terhadap kesehatan masyarakat
21
22
persawahan.
sampahsampah
Disamping
tersebut
juga
mengandung
kemungkinan
sampah
infeksius,
mengandung
bahan
Udara,
ditimbulkan
oleh
bau
dan
penyebaran
mikroorganisme pathogen melalui udara dari limbah lumpur, puingpuing reruntuhan, peralatan rumah tangga, sarana transportasi, bahan
bakar, mayat manusia, bangkai binatang, kotoran manusia, dan limbah
infeksius lainnya dari rumah sakit dan klinik.
4) Pencemaran dan perusakan Terumbu Karang dan Mangrove,
Gelombang Tsunami juga menyebabkan terjadi kerusakan terumbu
karang, pesisir pantai dan mangrove. Dengan besarnya energi yang
dikeluarkan oleh gelombang Tsunami tersebut maka terjadinya
perubahan garis pantai di Sepanjang Pantai Barat Sumatera terutama di
NAD bagian Barat dan Utara. Arus balik dari Tsunami ke laut juga
23
24
dimanfaatkan
biogas,
pengelolaan
sampah
dengan
sistem
25
26