Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh Penggunaan Produk Fermentasi Onggok Oleh Ragi

(Saccharomyses cereviseae) Dalam Ransum Konsentrat Terhadap


Efisiensi Penggunaan Ransum Sapi Fries Holland Jantan Lepas Sapih.
Tidi Dhalika, Dedi Rachmat dan Iman Hernaman
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Abstrak
Penelitian untuk mempelajari pengaruh penggunaan produk fermentasi onggok
oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) dalam ransum konsentrat terhadap efisiensi
penggunaan ransum sapi Fries Holland jantan lepas sapih telah dilakukan dengan
menggunakan empat ekor sapi Fries Holland yang memiliki bobot badan lebih kurang
100 kg. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Bujur Sangkar Latin dengan
empat tingkat penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi ((Saccharomyses
cereviseae) dalam ransum konsentrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30
persen dalam ransum konsentrat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai
efisiensi penggunaan ransum sapi Fries Holland jantan lepas sapih, dan (2) produk
fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sebanyak 30 persen di dalam
konsentrat menghasilkan nilai efisiensi penggunaan ransum yang cukup baik, yaitu
sebesar 26,56 persen.
Kata kunci : onggok, fermentasi, Saccharomyses cereviseae, efisiensi, ransum,
sapi Fries Holland.
Abstract
An experiment was held to evaluate the effects of using products fermented
Cassava fomace by yeast (Saccharomyses cereviseae) in concentrate diet on feed
efficiency of post weaning male Fries Holland cattle. This experiment used four post
weaning male Fries Holland with average weight about 100 kg. Latin Square Design was
used with four levels of product fermented Cassava fomace in concentrate diet as
treatments. The results of this experiment indicated that (1) usage of product fermented
Cassava fomace to 30 percents in concentrate diet was gave non significant influence on
feed efficiency of post weaning male Fries Holland cattle, and (2) usage of product
fermented Cassava fomace to 30 percents in concentrate diet was gave the best feed
efficiency value, as about 26,56 percent.
Key word : Cassava fomace, fermentation, Saccharomyses cereviseae, efficiency, diet,
Fries Holland cattle.
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki berbagai sumber bahan
berpati. Sebagian bahan berpati ini dikonsumsi masyarakat secara tradisionil dan juga

sebagian sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, tapi masih ada porsi besar dari
potensi pati ini yang belum dimanfaatkan dan dapat digunakan untuk mendukung
peningkatan produktifitas ternak penghasil daging. Salah satu bahan berpati yang
diproduksi di Indonesia adalah ubikayu. Menurut Tisnadjaja (1996) produksi ubikayu
Indonesia adalah 13 juta ton setiap tahun. Sebagian besar dari produksi ubikayu,
digunakan oleh industri tapioka dan setiap tahun diperkirakan sekitar 1,2 juta ton onggok,
yaitu limbah padat industri tapioka yang masih mengandung 60 70 persen karbohidrat,
dikeluarkan oleh industri tapioka di Indonesia. Konsentrasi karbohidrat yang masih tinggi
pada onggok menjadikan onggok sebagai bahan pakan sumber energi potensil untuk
mendukung peningkatan kontinuitas sediaan ransum ternak.
Penggunaan onggok sebagai bahan pakan ternak telah lama diketahui, dilihat dari
kandungan zat makanannya onggok dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Hal ini
terutama ditunjukan oleh kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen ( BETN ) yang cukup
tinggi. Menurut Sutardi (1981) kandungan BETN onggok mencapai 76,1 persen sehingga
onggok merupakan sumber karbohidrat yang cukup potensial. Akan tetapi kandungan zat
makanan lain relatif rendah, sehingga untuk meningkatkan nilai hayatinya diperlukan
upaya lebih lanjut. Teknologi fermentasi merupakan salah satu alternatif yang dapat
meningkatkan nilai gizi bahan berkualitas rendah, mengubah rasa dan aroma menjadi
lebih baik, menambah daya tahan dan dapat mengurangi senyawa-senyawa racun dalam
bahan dasar. Hal tersebut di atas terjadi karena melalui kerja mikroba dalam proses
fermentasi dapat memecah komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih
sederhana sehingga mudah dicerna, seperti dikemukakan oleh Tisnadjaja (1996) bahwa
secara biologis pati dapat diubah menjadi glukosa, maltosa, etanol, dekstrin dan asamasam organik.
Beberapa jenis mikroba dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai guna bahan
pakan berpati, salah satu diantaranya adalah ragi (Saccharomyses cereviseae), karena
selain kemampuannya dalam memecah komponen karbohidrat kompleks, juga
kandungan protein ragi memiliki persentase yang cukup tinggi dan sangat mudah dicerna.
Bau yang spesifik dari ragi akan memberikan aroma pada bahan pakan sehingga akan
meningkatkan palatabilitasnya. Secara umum ragi mengandung protein kasar 47-53
persen. Asam amino esensil yang terkandung dalam ragi sangat baik. Kandungan lysine
dan tripthopan pada ragi berturut turut adalah 7,8 dan 1,3 persen, lebih tinggi dari
kandungan asam amino tersebut pada tepung daging dan tepung ikan yaitu 3,45 dan 0,37
persen serta 4,6 dan 0,52 persen ( Suriawiria, 1985., Hartadi 1990 ). Lebih lanjut
dikemukakan bahwa kadar protein ragi tergantung pada jenis ragi. Saccharomyses
cereviseae) merupakan jenis ragi yang memiliki protein yang baik untuk berperan dalam
upaya peningkatan nilai tambah bahan pakan yang memiliki nilai hayati rendah. Misalnya
melalui pembuatan protein sel tunggal dengan bahan dasar karbohidrat.
Teknologi biokonversi membuka peluang bagi upaya penganekaragaman bahan
pakan yang memiliki daya dukung bagi peningkatan produktifitas ternak. Dawson dan
Hopkins (1991), William dkk (1991), dan Wohlt dkk (1991) menyatakan bahwa
penambahan ragi secara in vitro pada kultur rumen dapat meningkatkan degradasi
selulosa dan menurunkan lag time pada pencernaan Hay. Artinya terjadi peningkatan laju
pencernaan bahan pakan berserat, sehingga nilai manfaat ransum menjadi lebih baik. Sapi
daging dan sapi perah yang mengkonsumsi ransum basal konsentrat dengan suplementasi
kultur ragi menunjukkan peningkatan in take bahan kering ransum ( Phillips dan Von

Tungeln. 1985., Hughes. 1988., dan Williams dkk 1991). Manifestasi selanjutnya dari
peranan ragi dalam ransum adalah terjadinya peningkatan pertambahan berat badan dan
nilai efisiensi penggunaan konsentrat pada ternak sapi (Fallon dan Harte. 1978., Hudyma
dan Gray. 1990., dan Mc Leod dkk., 1991).
Banyaknya konsumsi ransum dan pertambahan berat badan yang dicapai akan
menentukan efisiensi penggunaan ransum. Menurut Preston dan Willis (1974), jumlah
konsumsi ransum dipengaruhi oleh bobot badan. Apabila jumlah konsumsi ransum masih
berada dalam kisaran persentase kebutuhan sebesar 10-12 persen dari bobot badan pada
konsumi ransum segar (as fed), atau 1,4-2,7 persen dari bobot badan pada konsumsi
bahan kering ransum, maka ransum yang digunakan memiliki nilai efisiensi yang baik.
Metode
Jumlah ternak sapi Fries Holland jantan lepas sapih yang digunakan dalam
penelitian ini adalah empat ekor, ternak sapi tersebut telah berumur enam bulan dengan
kisaran bobot badan lebih kurang 100 kg. Sapi Fries Holland jantan lepas sapih ini
diperoleh dari peternak di kecamatan Tanjungsari kabupaten Sumedang. Kandang ternak
yang digunakan untuk penelitian adalah kandang individu dengan ukuran masing-masing
130 x 180 cm, tiap kandang dilengkapi fasilitas berupa bak makanan dan tempat minum
untuk ternak sapi.
Pemberian ransum disesuaikan dengan rekomendasi Church (1984), bahwa untuk
memenuhi kebutuhan zat makanan sapi dengan bobot badan 100 kg dibutuhkan bahan
kering ransum sebanyak 2,80 kg, protein kasar 361 g, TDN 1,89 kg, mineral kalsium 16 g
dan pospor 8 g. Ransum konsentrat yang digunakan untuk penelitian ini tersusun dari
bahan pakan sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Pada Ransum Konsentrat (Ransum Basal)
Jenis Bahan Pakan

Persentase (%)

Wheat Pollard
Dedak Padi
Jagung Kuning
Bungkil Kelapa
Bungkil Biji Kapok
Ampas Kecap
Tepung Tulang

25,00
20,00
10,00
25,00
8,50
11,00
0,50

Jumlah

100,00

Sumber : Hasil Perhitungan Berdasarkan Hartadi, dkk.1990.


Adapun kandungan zat makanan pada ransum basal tersebut dicantumkan pada Tabel 2,
seperti berikut :

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Pada Ransum Konsentrat (Ransum Basal)


Zat Makanan

Persentase (%)

Bahan Kering
Protein
TDN
Kalsium
Pospor

86,00
16,50
68,00
0,80
0,40

Sumber : Hasil Perhitungan Berdasarkan Hartadi, dkk. 1990.


Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan Rancangan Bujur
Sangkar Latin (Latin Square Design) dengan empat macam perlakuan ransum konsentrat
yang mengandung berbagai taraf produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses
cereviseae), yaitu :
R1 = ransum konsentrat tanpa produk fermentasi onggok (ransum basal)
R2 = 90% ransum basal + 10% produk fermentasi onggok oleh ragi
(Saccharomyses cereviseae)
R3 = 80% ransum basal + 20% produk fermentasi onggok oleh ragi
(Saccharomyses cereviseae)
R4 = 70% ransum basal + 30% produk fermentasi onggok oleh ragi
(Saccharomyses cereviseae)
Ransum hijauan berupa rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan air minum diberikan
secara ad libitum.
Setiap periode pengumpulan data pengamatan respon terhadap perlakuan
dilakukan selama dua minggu. Selang waktu pergantian antar perlakuan adalah dua
minggu dengan tujuan menghilangkan pengaruh perlakuan ransum sebelumnya.
Pergantian perlakuan terus dilakukan dengan cara seperti sebelumnya sampai semua sapi
percobaan mendapat giliran seluruh perlakuan ransum yang diteliti. Model matematika
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yijk = + i + j + r k + ijk
Peubah yang diukur meliputi konsumsi bahan kering ransum dan pertambahan bobot
badan dengan cara pengukuran seperti yang dikemukakan Bogart dan Taylor (1983) serta
efisiensi penggunaan ransum, yaitu ratio antara rataan pertambahan bobot badan harian
dengan konsumsi bahan kering ransum (Crampton dan Harris, 1983). Untuk mengetahui
pengaruh perlakuan terhadap respon yang diukur dilakukan analisis statistika dengan
menggunakan uji Sidik Ragam. Perbedaan antar perlakuan dapat diketahui melalui cara

pengujian dengan menggunakan uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1980.,
Vincent Gasversz. 1991).
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Bahan Kering Ransum
Konsumsi bahan kering ransum oleh sapi Fries Holland jantan lepas sapih pada
masing-masing perlakuan selama periode percobaan, dicantumkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi Bahan Kering Ransum Sapi Fries Holland Jantan
Lepas Sapih (kg/ekor/hari)
Periode (waktu)

Ransum
Perlakuan
R1
R2
R3
1
2,60
2,65
2,38
2
2,76
2,70
2,45
3
3,40
3,42
3,10
4
3,35
3,45
3,45
Rataan
3,02
3,05
2,84
(a)
(a)
(a)
Keterangan : huruf yang sama kearah kolom menunjukkan berbeda tidak nyata

R4
2,80
3,10
3,25
3,60
3,18
(a)

Rataan konsumsi bahan kering ransum berkisar dari 2,84 sampai 3,18
kg/ekor/hari. Dibandingkan kebutuhan bahan kering ransum untuk sapi dengan berat
badan 100 kg seperti dikemukakan oleh Church (1984), yaitu sebanyak 2,8 kg/ekor/hari,
maka penambahan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae)
sampai 30 persen dalam konsentrat telah mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan
kering ransum sebanyak 13,57 persen dari angka kebutuhannya. Namun, masih berada
dibawah angka kebutuhan bahan kering ransum yang diperlihatkan oleh Cullison (1974),
yaitu sebesar 3,2 kg/ekor/hari.
Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap konsumsi bahan
kering ransum menunjukkan bahwa penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi
(Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen dalam konsentrat untuk sapi perah Fries
Holland jantan lepas sapih memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Sehingga
produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) dapat digunakan untuk
menggantikan sebagian konsentrat tanpa mengakibatkan terganggunya kemampuan sapi
untuk mengkonsumsi bahan kering ransum, bahkan terdapat peningkatan terhadap
konsumsi bahan kering ransum. Seperti dikemukakan oleh Hughes (1991) dan Williams
(1991), bahwa sapi daging dan sapi perah yang mengkonsumsi ransum konsentrat dengan
suplementasi kultur ragi menunjukkan peningkatan intake bahan kering ransum. Lebih
lanjut dikemukakan juga oleh Dawson dan Hopkins (1991) dan Wolt, dkk (1991) bahwa
penambahan ragi secara in vitro pada kultur rumen dapat meningkatkan degradasi
selulosa dan menurunkan lag time atau waktu tinggal bahan pakan berserat didalam
saluran pencernaan ternak ruminan. Selain itu, produk fermentasi dengan ragi

menimbulkan bau spesifik sehingga akan meningkatkan palatabilitas ransum dan pada
gilirannya akan meningkatkan konsumsi bahan kering ransum.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan sapi Fries Holland jantan lepas sapih pada masingmasing perlakuan penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses
cereviseae), dicantumkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pertambahan Bobot Badan Sapi Fries Holland Jantan Lepas Sapih
(kg/ekor/hari)
Periode (waktu)

Ransum
Perlakuan
R1
R2
R3
1
0,60
0,63
0,58
2
0,74
0,62
0,63
3
0,75
0,73
0,84
4
0,76
0,82
0,84
Rataan
0,71
0,70
0,72
(a)
(a)
(a)
Keterangan : huruf yang sama kearah kolom menunjukkan berbeda tidak nyata

R4
0,64
0,80
0,88
1,10
0,85
(a)

Rataan pertambahan bobot badan yang dicapai pada masing-masing perlakuan


berkisar antara 0,70 sampai 0,85 kg/ekor/hari. Kemampuan pertambahan bobot badan
sapi sapi jantan muda yang memiliki kisaran bobot badan 100 kg adalah 0,5 sampai 0,90
kg/ekor/hari (Church, 1984), bahkan dapat mencapai 1 kg/ekor/hari (Cullison, 1978).
Dengan demikian, respon pertambahan berat badan sapi Fries Holland jantan lepas sapih
yang diberi ransum konsentrat mengandung produk fermentasi onggok oleh ragi
(Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen menunjukan hasil yang cukup baik.
Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa penggunaan produk fermentasi onggok
oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen didalam ransum konsentrat untuk
sapi Fries Holland jantan lepas sapih memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata
terhadap pertambahan bobot badan harian sapi tersebut. Hal itu memperlihatkan bahwa
penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30
persen didalam ransum konsentrat tidak mengganggu pertumbuhan sapi Fries Holland
jantan lepas sapih. Respon pertambahan bobot badan yang berbeda tidak nyata sampai
taraf penggunaan 30 persen produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses
cereviseae) didalam konsentrat, erat kaitannya dengan konsumsi bahan kering ransum,
artinya sampai pada taraf penggunaannya sebanyak 30 persen kecukupan zat makanan
yang dibutuhkan oleh sapi Fries Holland jantan lepas sapih masih dapat terpenuhi karena
dengan adanya proses fermentasi pada onggok maka kandungan zat makanan bahan
pakan tersebut mengalami perubahan menjadi komponen zat makanan yang lebih
sederhana sehingga mudah dicerna. Selain itu, pengembangbiakan sel ragi pada onggok
dapat meningkatkan kadar protein dan beberapa zat makanan lainnya seperti beberapa
vitamin dari kelompok vitamin B kompleks dari bahan pakan tersebut.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Efisiensi Penggunaan Ransum


Nilai efisiensi penggunaan ransum oleh sapi Fries Holland jantan lepas sapih
ditampilkan pada Tabel 6, seperti berikut,
Tabel 6. Efisiensi Penggunaan Ransum Oleh Sapi Fries Holland Jantan
Lepas Sapih (%)
Periode (waktu)

Ransum Perlakuan
R1
R2
R3
1
23,07
23,77
24,36
2
26,81
22,96
25,71
3
22,05
21,34
27,09
4
22,68
22,95
25,37
Rataan
23,65
22,95
25,37
(a)
(a)
(a)
Keterangan : huruf yang sama kearah kolom menunjukkan berbeda tidak nyata

R4
22,85
25,80
27,07
30,55
26,56
(a)

Penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae)


sampai 30 persen didalam ransum konsentrat menghasilkan nilai efisiensi penggunaan
ransum berkisar antara 22,95 sampai 26,56 persen. Menurut Preston dan Willis (1974)
nilai efisiensi pakan pada sapi muda bervariasi antara 12 sampai 24 persen, artinya setiap
kilogram bahan kering ransum yang dikonsumsi akan menghasilkan pertambahan bobot
badan 120 sampai 240 g/ekor/hari.
Hasil uji statistik pada data penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa
penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30
persen didalam ransum konsentrat memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata
terhadap nilai efisiensi penggunaan ransum oleh sapi Fries Holland jantan lepas sapih.
Nilai efisiensi penggunaan ransum sangat dipengaruhi oleh banyaknya konsumsi
ransum dan pertambahan bobot badan yang dicapai oleh ternak yang bersangkutan.
Dikemukakan oleh Preston dan Willis (1974) bahwa apabila jumlah konsumsi bahan
kering ransum masih berada didalam kisaran persentase kebutuhan sebesar 1,4 sampai
2,7 persen dari bobot badan, maka ransum yang digunakan memiliki nilai efisiensi yang
baik Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat konsumsi bahan kering ransum lebih
dari 2,5 persen, artinya masih berada pada kisaran nilai tersebut diatas. Dengan demikian,
nilai efisiensi penggunaan ransum yang menggunakan produk fermentasi onggok oleh
ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen didalam ransum konsentrat masih
cukup baik.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae)
sampai 30 persen didalam konsentrat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata
terhadap nilai efisiensi penggunaan ransum sapi Fries Holland jantan lepas sapih.

2. Produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sebanyak 30


persen didalam konsentrat menghasilkan nilai efisiensi penggunaan ransum yang
cukup baik, yaitu sebesar 26,56 persen.
Saran
Produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) dapat digunakan
sebanyak 30 persen didalam konsentrat untuk sapi Fries Holland jantan lepas sapih, dan
dapat menghasilkan nilai efisiensi penggunaan ransum yang cukup baik.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Dekan
Fakultas Peternakan, atas segala bantuannya yang disalurkan melalui pendanaan oleh
DIKS Universitas Padjadjaran tahun 1998/1999, sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Semoga amal baik yang telah tercurah mendapat rakhmat dan ridlo Alloh S.W.T., amien.
Daftar Pustaka
Bogart, R., and R.E. Taylor. 1983. Scientific Farm Animal Production. 2nd Ed. Burgess
Publishing Company. Mineapollis. Minnesota. Pp. 61-63, 103-110.
Church. D.C. 1984. Livestock Feeds and Feeding. Published aand Distributed by O & B
Books, IncCorvalis. Oregon. USA.
Crampton, E.W., and L.E. Harris. 1969. Applied Animal Nutrition. 2nd Ed. W.H. Freeman
and Company. San Fransisco. 81.
Cullison, A.E. 1978. Feeds and Feeding Animal Nutrition. Prentice Hall of India Private
Limited. New Delhi. p. 41.
Dawson, K.A., and D.M. Hopkins. 1991. Differential effects of live yeast on the
cellulolityc activities of an aerobic ruminal bacteru. J. Anim. Sci. 69.
Fallon, R.J., and F.J. Harte. 1987. The effects of yeast culture inclusion in the
concentrate diet on calf performance. J. Dairy. Sci. 70 (suppl.1) : 143 (Abstr).
Hartadi. H., R. Reksohadiprodjo., D.A. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesia. Cetakan ke Dua. Gadjah Mada University Press.
Hudyma. W.T., and Gray. 1990. Effects of feeding yeast culture and sorting calves by
weight on feedlot performance of calves fed a corn silage diet. J. Anim. Sci. 68
(supll.1) : 143 (Abstr).
Mc. Leod., K.R., K.J. Karr., K.A. Dawson., D.K. Aaron., G.E. Mitchel. 1991. Influence
of yeast culture and monensin on ruminal metabolic and product and feedlot catlle
performance. J. Anim. Sci. 69 (supll. 1) 158 (Abstr).

Phillips, W.A., and D.L. Von Tungeln. 1985. The effects of yeast culture on the post stress
performance of feeder calves. Nutr. Rep. Intr. 32:287.
Preston, T.K., and W.B. Willis. 1974. Intensive Beef Production. 2 nd Ed. Pergamon Press.
Oxford, New York, Torornto, Sidney, Paris, Frankfurt. Pp 181-183.
Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. Prinsip dan Prosedure Statistika Suatu Pendekatan
Biometrika. Edisi ke Dua. Penerbit PT. Gramedia.
Sutardi, T. 1981. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. 72.
Suriawiria. U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung.
Tillman. D.A., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., S. Lebdosoekojo.
1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Tisnadjaja, D. 1996. Pemanfaatan bahan berpati sebagai bahan baku dalam industri asam
sitrat. Warta Biotek. Puslitbang Bioteknologi. LIPI. 3-5
Vincents Gasversz. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Edisi Pertama.
Penerbit Tarsito. Bandung.
Williams, P.E.V., C.A.G. Tait., G.M. Innes., C.J. Newbold. 1991. Effects of the inclusion
of yeast culture (Saccharomyses cereviseae plus growth medium) in the diet of dairy
cow on milk yield and forage degradation and fermentation pattern in the rumen of
steer. J. Anim. Sci. 69:3016.
Wohlt, J.E., A.D. Finkelstein., and C.H. Chung. 1991. Yeast culture to improve intake,
nutrient digestibility and performance by dairy catlle during early lactation. J. Dairy.
Sci. 74.1395.

Anda mungkin juga menyukai