Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling
berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Sistem saraf ini mengkoordinasikan,
mengatur, dan mengendalikan interaksi antara seorang individu dengan lingkungan
sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur aktivitas sebagian besar
sistem tubuh lainnya. Tubuh mampu berfungsi sebagai satu kesatuan yang harmonis
karena pengaturan hubungan saraf di antara berbagai sistem. Fenomena mengenai
kesadaran, daya pikir, daya ingat, bahasa, sensasi, dan gerakan semuanya berasal dari
sistem ini.
Infeksi sistem saraf merupakan penyakit yang menjadi perhatian dunia dan
penyebab yang penting dalam morbiditas dan mortalitas. Tetanus dan meningitis
dilaporkan sebagai penyebab kedua tersering pada kasus neuroinfeksi di salah satu
rumah sakit di Nigeria (setelah stroke) dengan jumlah sebanyak 97 (12,42%). Pada
anak-anak, kasus meningitis kurang lebih terjadi 890.000 kasus pertahunnya (500.000
di Afrika, 210.000 di negara-negara Pasifik, 100.000 di Eropa dan 80.000 di
Amerika). Dari kasus ini, 160.000 orang berakhir dengan kecacatan, dan 135.000
lainnya berakibat fatal. Menurut data WHO (2014) kasus ensefalitis viral di Asia
mencapai sekitar 68.000 kasus tiap tahunnya, dengan penyebab utama japanese
encephalitis virus. Case fatality rate hampir mencapai 30% dan sequele permanen
dari aspek neurologis atau psikiatrik dapat terjadi pada 30-50% pasien.
Tumor susunan saraf pusat (SSP) ditemukan sebanyak 10% dari neoplasma
seluruh tubuh. Amerika Serikat di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap

tahun. Tumor ganas primer dari sistem saraf pusat terjadi pada 16.500 individu dan
diperkirakan 13.000 kematian di Amerika Serikat, tingkat mortilitas adalah sebesar 6
per 100.000. Data ini didapati hampir sama di dunia. Tumor primer (SSP) dijumpai
10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Selain
itu, didapati 80% tumor otak terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis
spinalis. Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2%), sedangkan
tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis,
cerebellum, brainstem dan cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil
pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah
Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain
yang tak dapat ditentukan.

1.2 Tujuan Pembahasan


Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan
berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya
dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan
menambah wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik
dan tepat, dan melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas
kedokteran, dimana pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter
agar mampu menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara
khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :
Melengkapi tugas small group discussion skenario tiga modul dua puluh dua
dengan judul skenario Kesadaran Menurun.
Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.
Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam
menghadapi ujian akhir modul.
Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat
diharapkan dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh
tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.
2

1.3

Metode dan Teknik


Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang

sering digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, dimana kami


menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari
sumber data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis
sehinggga diperoleh informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu
berbagai referensi yang didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai
dengan pembahasan yang akan dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan
dengan tujuan pembuatan makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN
3

2.1 Skenario
SEMESTER VII MODUL XXII (PERSARAFAN)
SKENARIO 4
KESADARAN MENURUN
Nyonya S umur 45 tahun diantar ke rumah sakit dengan kesadaran menurun
secara perlahan-lahan. Sebelumnya pasien ini demam naik turun, tidak pernah
mencapai normal lebih kurang 6 hari ini, kejang dijumpai, frekuensi 3x, kejang
parsial dan didapati adanya muntah proyektil (+). Sebelumnya pasien mengeluhkan
sakit kepala terus menerus, kalau mengedan atau batuk, kepala makin terasa sakit.
Sensorium

: somnolen

TD

: 140/90 mmHg

HR

: 100 x/menit

Temp

: 38 C

Pemeriksaan neurologis:
Kaku kuduk (+), Brudzinsky sign (+), Kernig sign (+)
Pemeriksaan nervus cranialis:
Nervus II

: pupil isokor, RC +/+

Nervus III, IV, VI

: Doll`s Eye Phenomenon (+)

Nervus VII

: sudut mulut jatuh ke kanan

Pemeriksaan refleks fisiologis: + / +


Pemeriksaan refleks patologis: babinsky (+) kanan, chaddock (+) kanan
Hasil lab:
Darah rutin

: Hb 12 g%

Leukosit

: 15.000/mm3

Trombosit

: 188.000/mm3

KGD ad random

: 120 mg%

Na+

: 135 mEq/L

Ureum

: 30 mg/dl

K+

: 3,5 mEq/L

Kreatinin

Cl-

: 0,5 mg/dl

: 95 mEq/L

Oleh dokter dianjurkan pemeriksaan Head CT Scan dan Lumbal Punction (LP)

2.2 Learning Objective


Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang penyakit infeksi dan
keganasan pada sistem saraf.

2.3 Infeksi Pada Sistem Saraf


2.3.1 Meningitis
Definisi
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal
yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan
virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat
akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri
spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta
yang paling sering terjadi.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan
droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan
tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan
penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara

dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen


(melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri
didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
Klasifikasi dan Etiologi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
padacairan otak, yaitu:
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otakyang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.
Penyebab lainnya Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumoniae,
Neisseria meningitis, Streptococushaemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus

influenzae,

Escherichiacoli,

Klebsiella

pneumoniae,

Peudomonas aeruginosa.
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan
protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain
karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri
maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada
golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh
E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5
tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus.
Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria
6

meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun)
disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan
Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis
yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus
yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus ,
sedangkan Herpes simplex, Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab
meningitis aseptik (viral).
Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen/langsung
menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung
(endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat
selaput otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus
kavernosus.

Invasi kuman

(meningokok,

pneumokok,

hemofilus

influenza,

streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan
araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke 2 selsel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar
mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam
terdapat makrofag.

Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi


obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme
masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur
pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah
hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino purulen menyebabkan
kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang
subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorbsi CSS sehingga
mengakibatkan hidrosefalus komunikans.
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan
berbagai cara antara lain :

Hematogen atau limpatik

Perkontuinitatum

Retograd melalui saraf perifer

Langsung masuk cairan serebrospinal

Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang


yang berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak.
Kondisi ini disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain
hyperemia meningens, edema jaringan otak, dan eksudasi. Perubahan-perubahan
tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan tekanan intra kranial dan
hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih sering

terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat
tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak.
Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu
tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi, kesadaran menurun. Tanda Kernig & Brudzinski positif.

Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan,
kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya
disertai septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak
dengan penyebab hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh
streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apati,
letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskularis diseminata.
Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan
fontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar
dan orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala

yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.
Biasa dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi
kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi karena
septicemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat
dijumpai pada penderita. Nyeri kepala dapat hebat sekali, rasanya seperti mau pecah
dan bertambah hebat bila kepala digerakkan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh
proses radang pembuluh darah. Meningeal, tetapi juga dapat disebabkan oleh
peningkatan tekanan intracranial yang disertai fotofobi dan hiperestesi, suhu badan
makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills).
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium
prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi
biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam,
muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah
tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa
apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,
konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat
gelisah. Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan
gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan
kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan
meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda
peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III
atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai
koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu
bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :

10

a) Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah


sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip
terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum: meningkat
3. LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
4. Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5. Elektrolit darah: Abnormal
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/CT scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan

perlu

menyesuaikan dengan standar pengobatan. Secara ringkas penatalaksanaan


pengobatan meningitis meliputi pemberian antibiotik yang mampu melewati barier
darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat
atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih
efektif digunakan. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
a. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1
setengah tahun.
11

b. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.


c. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.
Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
a. Sefalosporin generasi ketiga
b. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
c. Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
Pengobatan simtomatis:
1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7
mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan
untuk mengobati edema serebri.
4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian
tambahan volume cairan intravena.
Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis
dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak
dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan
cacat berat dan kematian. Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan
mortalitas meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan
mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta
mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan
perkembangan mental, dan 5 10% penderita mengalami kematian.
12

Pada meningitis tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya


tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC
dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan.
Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Penderita meningitis karena
virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih ringan,penurunan kesadaran
jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian
penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat
penyembuhan total bisa terjadi.
2.3.2 Ensefalitis
Definisi
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai dengan
gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis. Penyakit ini dapat ditegakkan secara
pasti dengan pemeriksaan mikroskopik dari biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di
klinik, diagnosis ini sering dibuat berdasarkan manifestasi neurologi, dan temuan
epidemiologi, tanpa pemeriksaan histopatologi.
Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan adanya
ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari pemeriksaan patologi
anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati. Jika terjadi ensefalitis,
biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang terkena, tapi daerah susunan saraf
lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti dari istilah diagnostik yang mencerminkan
keadaan tersebut, seperti meningoensefalitis.
Mengingat

bahwa

ensefalitis

lebih

melibatkan

susunan

saraf

pusat

dibandingkan meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti


kaku kuduk, maka penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar.Karena
13

gejala sisanya pada 20-40% penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan
pada kecerdasan, motoris, penglihatan, pendengaran secara menetap.
Tentunya keadaan seperti diatas tidak terjadi dengan begitu saja,tetapi hal
tersebut dapat terjadi apabila infeksi pada jaringan otak tersebut mengenai pusatpusat fungsi otak. Karena ensefalitis secara difus mengenai anatomi jaringan otak,
maka sukar untuk menentukan secara spesifik dari gejala klinik kira-kira bagian otak
mana saja yang terlibat proses peradangan itu. Angka kematian untuk ensefalitis
masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari seluruh penderita. Sedangkan yang sembuh
tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih
mungkin menderita retardasi mental dan masalah tingkah laku.
Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau
reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya
sama. Sesuai dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam
ensefalitis virus. Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah:
1.

Infeksi virus yang bersifat epidemik


a.

Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

b.

Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis


encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

14

2.

Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes


zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis
lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

3.

Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca
vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi

baru Japanese B encephalitis yang ditemukan.


Patogenesis
Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara:
-

Setempat
Virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu.

Penyebaran hematogen primer


Virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang
biak di organ tersebut.

Penyebaran hematogen sekunder


Virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput
lendir) kemudian menyebar ke organ lain.

Penyebaran melalui saraf


Virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui
sistem saraf.

15

Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis.
Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan
akhirnya diikuti kelainan neurologis.
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:
-

Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembang biak.

Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular. Sedangkan virusnya
sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak.

Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.


Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi virus,

kekuatan teraupetik dari system imun dan agen-agen tubuh yang dapat menghambat
multiplikasi virus. Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau
kutu menginokulasi virus Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan
binatang. Pada beberapa virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu
dengan sistem imun yang lemah, merupakan faktor risiko utama.
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui
peredaran darah atau melalui sistem neural (virus herpes simpleks, virus varisella
zoster). Patofisiologi infeksi virus lambat seperti subakut skelosing panensefalitis
(SSPE) sanpai sekarang ini masih belum jelas. Setelah melewati sawar darah otak,
virus memasuki sel-sel neural yang mengakibatkan fungsi-fungsi sel menjadi rusak,
kongesti perivaskular, dan respons inflamasi yang secara difus menyebabkan
ketidakseimbangan substansia abu-abu (nigra) dengan substansia putih (alba).
Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor membran
sel saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh,
16

virus herpes simpleks mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior.
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas
dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara
langsung dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau olfaktorius.
Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah.Infeksi
primer biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja. Biasanya subklinis atau berupa
somatitis, faringitis atau penyakit saluran nafas. Kelainan neurologis merupakan
komplikasi dari reaktivasi virus. Pada infeksi primer, virus menjadi laten dalam
ganglia trigeminal. Beberapa tahun kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan
reaktivasi yang biasanya bermanifestasi sebagai herpes labialis.
Gejala Klinis
Trias ensefalitis yang khas ialah demam, kejang, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis tergantung kepada:
1.

Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :


-

Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri,


terutama lobus temporalis

Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.

2.

Patogenesis agen yang menyerang.

3.

Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.


Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan

hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum kesadaran


menurun, sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi,
terdapat jeritan dan perasaan tak enak pada perut. Kejang-kejang dapat bersifat umum
atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-jam.

17

Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau


bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya. Gejala batang
otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan perubahan pola
pernafasan. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai
meningen. Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat
membantu diagnosis.
Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat
meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan,
rigiditas pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus. Rabies
memberi gejala pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu meningkat, spastis,
koma pada stadium paralisis.
Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau
subakut. Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7
hari. Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan
kepribadian dan gangguan daya ingat. Kemudian pasien mengalami kejang dan
penurunan kesadaran. Kejang dapat berupa fokal atau umum. Kesadaran menurun
sampai koma dan letargi. Koma adalah faktor prognosis yang sangat buruk, pasien
yang mengalami koma sering kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang
berat. Pemeriksaan neurologis sering kali menunjukan hemiparesis. Beberapa kasus
dapat menunjukan afasia, ataksia, paresis saraf cranial, kaku kuduk dan papil edema.
Plasmodium falsiparum menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi
lengket.Sel-sel darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapilerkapiler dalam otak. Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala
neurologist timbul karena kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria serebral
ini, dapat timbul konvulsi dan koma.

18

Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar


dalam jaringan otak terutama dalam jaringan korteks.

Sangatlah sukar untuk

menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada postmortem. Kecuali pada kasuskasus non viral seperti malaria falsifarum dan ensefalitis fungal, dimana dapat
ditemukan indentifikasi morfologik. Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai
pada rabies (badan negri) atau virus herpes (badan inklusi intranuklear).
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu
membantu. Biasanya berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit.
Kadar protein meningkat, sedangkan glukosamasih dalam batas normal. Pada fase
awal penyakit ensefalitis viral, sel- sel di LCS sering kali polimorfonuklear, baru
kemudian menjadi sel- sel. LCS sebaiknya dikultur untuk mengetahui adanya infeksi
virus, bakteri & jamur.
Pada ensefalitis herpes simpleks, pada pemeriksaan LCS dapat ditemukan
peningkatan dari sel darah merah, mengingat adanya proses perdarahan di parenkim
otak.

Disamping itu dapat pula dijumpai peningkatan konsentrasi protein yang

menandakan adanya kerusakan pada jaringan otak. Pada feses ditemukan hasil yang
positif untuk entero virus.
Dengan pemeriksaan pencitraan neorologis (neuroimaging), infeksi virus dapat
diketahui lebih awal dan biasanya pemeriksaan ini secara rutin dilakukan pada pasien
dengan gejala klinis neurologis.
a. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang paling dianjurkan pada
kasus ensefalitis. Bila dibandingkan dengan CT-scan, MRI lebih sensitif
dan mampu untuk menampilkan detil yang lebih bila terdapat adanya
19

kelainan-kelainan.

Pada

kasus

ensefalitis

herpes

simpleks,

MRI

menunjukan adanya perubahan patologis, yang biasanya bilateral pada


lobus temporalis medial dan frontal inferior.
b. Computed Tomography
Pada kasus ensefalitis herpes simpleks, CT-scan kepala biasanya
menunjukan adanya perubahan pada lobus temporalis atau frontalis, tapi
kurang sensitif dibandingkan MRI. Kira-kira sepertiga pasien ensefalitis
herpes simpleks mempunyai gambaran CT-scan kepala yang normal.
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pada ensefalitis herpes simpleks, EEG menunjukan adanya kelainan fokal
seperti spike dan gelombang lambat atau (slow wave) atau gambaran
gelombang tajam (sharp wave) sepanjang daerah lobus temporalis. EEG
cukup sensitif untuk mendeteksi pola gambaran abnormal ensefalitis herpes
simpleks, tapi kurang dalam hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira 84
% tetapi spesifisitasnya hanya 32.5%. Gambaran elektroensefalografi
(EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang sesuai
dengan kesadaran yang menurun.
Penatalaksanaan
Terapi suportif:
Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan mengusahakan jalan
nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen, pemasangan
respirator bila henti nafas, intubasi, trakeostomi) , pemberian makanan enteral atau
parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa
darah. Untuk pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok,
dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.

20

Terapi kausal:
Pengobatan anti virus diberikan pada ensefalitis yang disebabkan virus, yaitu
dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-14 hari.
Pemberian antibiotik polifragmasi untuk kemungkinan infeksi sekunder. Terapi
Ganciklovir merupakan pilihan utama untuk infeksi citomegali virus. Dosis
Ganciklovir 5 mg/kgBB dua kali sehari.kemudian dosis diturunkan menjadi satu kali,
lalu dengan terapi maintenance. Preparat sulfa (sulfadiasin) untuk ensefalitis karena
toxoplasmosis. Vaksin anti rabies. Semua penyakit yang disebabkan arbovirus sampai
saat ini tidak ada terapi yang spesifik,sehingga terapi yang digunakan hanyalah terapi
suportif dan simtomatis.
Terapi Simptomatik:
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Tergantung
dari kebutuhan obat diberikan IM atau IV. Obat yang diberikan ialah valium dan
luminal. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan surface cooling dengan
menempatkan es pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya
pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas
kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4
mg/kgBB/hari IV atau IM dibagi dalam 3 kali pemberian. Diberikan antipiretikum
seperti parasetamol, bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat peroral.
Untuk mengurangi edema serebri dengan deksametason 0,2 mg/kgBB/hari IM dibagi
3 dosis dengan cairan rendah natrium. Bila terdapat tanda peningkatan tekanan
intrakranial, dapat diberikan manitol

0,5-2 g/kgBB IV dalam periode 8-12 jam.

Prognosis dan Komplikasi


Angka kematian untuk ensefalitis masih tinggi, dan mempunyai komplikasi
atau gejala sisa berupa paresis/paralisis, gangguan penglihatan atau gejala neurologis
lain. Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam
perkembangan selanjutnya masih mungkin retardasi mental, masalah tingkah laku.
21

2.4 Keganasan Pada Sistem Saraf


2.4.1 Tumor Otak
Definisi
Tumor intrakranial (termasuk lesi desak ruang) bersifat jinak maupun ganas,
dan timbul dalam otak, meningen, dan tengkorak. Tumor otak berasal dari jaringan
neuronal, jaringan otak penyokong, sistem retikuloendotelial, lapisan otak, dan
jaringan perkembangan residual, atau dapat bermetastasis dari karsinoma sistemik.
Metastasis otak disebabkan oleh keganasan sistemik dari kanker paru, payudara,
melanoma, limfoma, dan kolon. Tumor otak dapat terjadi pada setiap usia; dapat
terjadi pada anak usia kurang dari 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada dewasa
usia dekade kelima dan enam. Pasien yang bertahan dari tumor otak ganas jumlahnya
tidak berubah banyak selama 20 tahun terakhir.
Klasifikasi
Tumor otak memiliki banyak klasifikasi. Klasifikasi yang paling mungkin
paling mudah dipahami adalah klasifikasi Kernahan dan Sayre karena tumor diberi
nama sesuai nama sel yang terserang, baik sel pada susunan saraf orang dewasa, pada
pembuluh darah, maupun pada gangguan perkembangan (kongenital). Stadium
keganasannya diberi derajat I sampai IV (IV adalah yang paling ganas).
a. Glioma
Jumlah glioma adalah sekitar 40 sampai 50% dari tumor otak. Glioma
dikelompokkan berdasarkan asal embriologis. Pada orang dewasa, sel neuroglia
sistem saraf pusat berfungsi untuk memperbaiki, menyokong, dan melindungi
sel-sel saraf yang lunak. Glioma terdiri dari jaringan penyambung dan sel-sel
penyokong. Neuroglia mempunyai kemampuan untuk terus membelah selama
hidup. Sel-sel glia berkumpul membentuk parut sikatriks padat di bagian otak
di mana neuron menghilang oleh karena cedera atau penyakit.

22

Terdapat tiga jenis sel glia: mikroglia, oligodendroglia, dan astrosit.


Astrositoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan ksita dalam
berbagai ukuran. Walaupun menginfiltrasi jaringan otak, efeknya pada fungsi
otak hanya sedikit sekali pada permulaan penyakit. Astrositoma umumnya tidak
ganas. Oligodendroglioma merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai
astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel oligodendroglia. Tumor relatif avaskular
dan cenderung mengalami kalsifikasi. Glioblastoma multiforme adalah jenis
glioma yang paling ganas. Tumor ini mempunyai kecepatan pertumbuhan yang
sangat tinggi, dan eksisi bedah yang lengkap tidak mungkin dilakukan. Harapan
hidup umumnya sekitar 12 bulan. Tumor ini sering timbul di hemisfer otak dan
menyebar ke sisi kotnralateral melalui korpus kalosum. Ependimoma adalah
tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim
yang menutupi ventrikel, paling sering terjadi di dalam fosa posterior.
b. Tumor Meningeal
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, selsel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura. Sebagian
besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan
sekitarnya, tetapi agak menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia
tua sering terkena, dan perempuan lebih sering terkena.
c. Tumor Hipofisis
Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob, eosinofil, atau basofil dari
hipofisis anterior. Tumor-tumor ini menimbulkan nyeri kepala, hemianopsia
bitemporalis (akibat penekanan pada kiasma optikum), dan tanda-tanda
gangguan sekresi hormon hipofisis anterior.

23

d. Tumor metastasis
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5-10% dari seluruh tumor otak dan
dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal dari
paru-paru dan payudara. Lesi metastasis dapat tunggal atau multipel, dan dapat
merupakan stadium lanjut dari proses metastasis atau sebagai tanda pertama
tumor primer yang tidak diketahui sebelumnya.
Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan timbulnya gangguan neurologik progresif. Gejalagejalanya timbul dalam rangkaian kesatuan sehingga menekankan pentingnya
anamnesis dalam pemeriksaan penderita. Gejala-gejala sebaiknya dibicarakan dalam
suatu perspektif waktu. Kapan gejala mulai timbul? Apakah ada hubungannya dengan
sesuatu hal lain? Berapa lama gejala-gejala ini sudah dialami?
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua
faktor: gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan tekanan intrakranial. Gangguan
fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi
langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Tentu saja disfungsi
terbesar terjadi pada tumor infiltratif yang tumbuh paling cepat (yaitu glioblastoma
multiforme).
Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi
sebagai hilangnya fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan
gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan
kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah
ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim
otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.

24

Manifestasi Klinis
Trias klasik tumor otak adalah nyeri kepala, muntah, dan papiledema. Namun,
gejala sangat bervariasi bergantung pada tempat lesi dan kecepatan pertumbuhannya.
a. Nyeri kepala
Nyeri dapat digambarkan bersifat dalam, terus menerus, tumpul, dan
kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat saat pagi hari dan menjadi
lebih hebat pada saat beraktivitas yag biasanya meningkatkan tekanan
intrakranial, seperti membungkuk, batuk, atau mengejan sewaktu buang air
besar. Nyeri kepala sedikit berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin di
tempat yang sakit.
b. Mual dan muntah
Mual dan muntah terjadi akibat rangsangan pusat muntah di medula
oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak dan berhubungan dengan
peningkatan ICP disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa
didahului mual dan dapat bersifat proyektil.
c. Papiledema
Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang menimbulkan pembengkakan
dan pembesaran diskus optikus. Bila terlihat pada pemeriksaan funduskopi,
tanda ini mengisyaratkan peningkatan ICP. Dapat terjadi gangguan penglihatan
yang berkaitan dengan papiledema yaitu pembesaran bintik dan amaurosis
fugaks (ketika penglihatan berkurang).
Penatalaksanaan
Pengobatan bedah pada tumor otak terutama berkisar di sekitar reseksi bedah,
kemoterapi, dan terapi radiasi. Semakin berkembanganya teknik pembedahan,
penemuan laser, dan alat-alat yang dibantu komputer memungkinkan reseksi tepat
pada pasien tumor otak yang dapat dicapai. Reseksi bedah tetap merupakan terapi
25

utama karena dapat membunuh dan membuang sel tumor. Selain itu, reseksi bedah
memungkinkan evaluasi histologis dan penentuan derajat tumor secara akurat
sementara memungkinkan pasien kembali berfungsi aktif selama menjalani terapi
tambahan. Kemoterapi dilakukan dalam berbagai cara, termasuk cara sistemik, intraarterial, atau dengan memasukkan polimer yang membawa agen kemoterapi secara
langsung ke jaringan tumor.
2.4.2 Tumor Medula Spinalis
Definisi
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang
atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala akibat terlibatnya medula spinalis atau
radiks saraf. Tumor medula spinalis primer merupakan seperenam dari semua tumor
otak dan mempunyai prognosis yang lebih baik, karena sekitar 60%nya bersifat jinak.
Klasifikasi
Tumor medula spinalis diklasifikasikan sesuai lokasi tumor terhadap dura dan
medula spinalis. Klasifikasi utama membedakan tumor ekstradural dan intradural.
Tumor intradural kemudian dibagi lagi menjadi ekstramedular dan intramedular.
a. Tumor ekstradural
Pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruang
ekstradural. Sembilan puluh persen tumor ekstradural bersifat ganas. Tumor
kolumna vertebralis yang paling umum adalah karsinoma metastasis.
Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural adalah karsinoma dan
limfoma yang biasanya bermetastasis.
Gejala pertama umumnya berupa nyeri yang menetap dan terbatas pada
daerah tumor, diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom. Nyeri
setempat ini paling hebat terjadi pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh
26

gerakan tulang belakang dan istirahat baring. Nyeri radikular diperberat saat
batuk dan mengedan. Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau
beberapa bulan sebelum keterlibatan medula spinalis.
Perjalanan klinis yang lazim dari tumor ekstradural adalah kompresi cepat
akibat invasi tumor pada medula spinalis, kolaps kolumna vertebralis, atau
perdarahan dari dalam metastasis. Begitu timbul gejala kompresi medula
spinalis, maka dengan cepat fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali.
Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi di bawah
tingkat lesi merupakan tanda awal kompresi medula spinalis. Tanpa dekompresi
bedah yang cepat, parestesia dan defisit sensorik akan cepat berkembang
menjadi paraplegia yang ireversibel.
Diagnosis tumor medula spinalis ekstradural dapat ditegakkan dengan
radiogram

tulang

belakang.

Sebagian

besar

penderita

tumor

akan

memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada pedinkulus dan korpus


vertebra. Mielogram memastikan letak tumor, meskipun CT scan resolusi tinggi
terbukti

sama

seperti

mielogram

dalam

akurasi

diagnostik.

CSF

memperlihatkan kadar protein yang meningkat dan kadar glukosa yang normal.
Pengobatan bergantung pada sifat alami lesi; metastasis ekstradural
membutuhkan penanganan segera. Terapi yang diperlukan adalah analgesik,
kortikosteroid, terapi radiasi, kemoterapi, dan terapi hormonal.
b. Tumor intradural
1) Tumor ekstramedular intradural
Terletak di antara dura mater dan medula spinalis. Sebagian besar tumor
di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak. Tumor-tumor
ini dapat menekan medula spinalis dan dapat diangkat dengan pembedahan.
27

Neurofibroma berasal dari radiks saraf dorsal. Kadang-kadang neurofibroma


tumbuh menyerupai halter atau jam pasir yang meluas ke dalam ruangan
ekstradural. Sebagian kecil neurofibroma mengalami perubahan sarkomatosa
dan menjadi invasif atau bermetastasis. Meningioma pada umumnya melekat
tidak begitu erat pada dura, kemungkinan berasal dari membran araknoid,
dan sekitar 90 persen dijumpai di regio toraksika. Lebih sering terjadi pada
wanita usia separuh baya.
Pasien mengeluh nyeri, mula-mula di punggung dan kemudian di
sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor ekstradural, nyeri diperberat
oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan, dan paling berat terjadi pada
malam hari. Nyeri yang menghebat pada malam hari disebabkan oleh traksi
pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang
setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi. Mielogram, CT scan, dan
MRI sangat penting untuk menentukan letak yang tepat. Pengangkatan
dengan pembedahan dini penting sekali untuk kesembuhan sempurna.
2) Tumor intramedular intradural
Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri. Tumor yang sama yang
menyerang otak juga menyerang medula spinalis. Tumor yang paling sering
ditemukan adalah ependimoma, disusul oleh astrositoma, glioblastoma, dan
oligodendroglioma.
Tumor-tumor intramedular ini tumbuh ke bagian tengan dari medula
spinalis dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron
substansia

grisea.

Kerusakan

serabut-serabut

yang

menyilang

ini

mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas di


seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan
pada kulit perifer. Preubahan fungsi refleks regangan otot terjadi akibat
28

kerusakan pada sel-sel kornu anterior. Gejala dan tanda lainnya adalah nyeri
tumpul sesuai dengan tinggi lesi, impotensi pada pria, dan gangguan sfingter
pada kedua jenis kelamin.
Radiogram akan memperlihatkan pelebaran kanalis vertebralis dan erosi
pedikulus. Pada mielogram, CT scan, atau MRI tampak pembesaran medula
spinalis. Terkadang dapat dilakukan pengangkatan tumor intramedular,
terutama pada ependimoma dan hemangioblastoma, namun sering terjadi
kekambuhan.

29

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi adalah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam
jaringan tubuh. Yang dimaksud dengan kuman ialah bakteri, spiroketa riketsia,
protozoa, metazoa, dan virus. Penyakit infeksi pada sistem saraf yang kami bahas
pada makalah ini adalah meningitis dan ensefalitis. Meningitis adalah infeksi cairan
otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan
arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula
spinalis yang superfisial. Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan
perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis
purulenta. Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai dengan
gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis. Berbagai macam mikroorganisme
dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta
dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi
karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik
atau vaksinasi terdahulu.

Proses neoplasmatik atau proses malignitas di susunan saraf mencakup


neoplasma saraf primer dan non-saraf atau metastatik. Kira-kira 10% dari semua
proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya,
8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di ruang kanalis spinalis. Pada makalah ini
kami membahas mengenai tumor otak dan medula spinalis. Tumor intrakranial
(termasuk lesi desak ruang) bersifat jinak maupun ganas, dan timbul dalam otak,
meningen, dan tengkorak. Tumor otak berasal dari jaringan neuronal, jaringan otak

30

penyokong, sistem retikuloendotelial, lapisan otak, dan jaringan perkembangan


residual, atau dapat bermetastasis dari karsinoma sistemik. Tumor medula spinalis
adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya
menimbulkan gejala akibat terlibatnya medula spinalis atau radiks saraf. Tumor
medula spinalis primer merupakan seperenam dari semua tumor otak dan mempunyai
prognosis yang lebih baik, karena sekitar 60%nya bersifat jinak.

3.2 Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para
pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :

Kombinasikan metode pembuatan makalah berikut

Pembahasan yang lebih mendalam

Pembahasan secara tepat dan benar


Beberapa poin di atas merupakan saran kami berikan, apabila ada yang ingin
melanjutkan penelitian terhadap makalah ini .
Demikianlah makalah ini disusun serta besar harapan nanti makalah ini dapat
berguna bagi pembaca khususnya bagi mahasisiwa fakultas kedokteran UISU dalam
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Kami terima kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah kami.

31

DAFTAR PUSTAKA
-

Ganong, William F. 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari
Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.
Lumbantobing, S. M. 2012. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


Mardjono, Mahar. 2013. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi

6. Jakarta: EGC
R.D, Adams., M, Victor. 1997. Principles of Neurology. 6th ed vol 2. New York:
McGraw Hill Co

32

Anda mungkin juga menyukai