III Isi - CVD Dan Trauma Cns 2
III Isi - CVD Dan Trauma Cns 2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian. Stroke atau penyakit serebrovaskuler adalah
penyebab kematian utama kedua setelah jantung. Tercatat lebih dari 4,6 juta orang
meninggal di seluruh dunia, dua dari tiga kematian terjadi di negara berkembang. Di
Indonesia dari tahun ke tahun, jumlah penderita stroke mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya status ekonomi masyarakat Indonesia dan adanya
transisi epidemiologik dan demografik. Bahkan, Indonesia merupakan negara dengan
jumlah penderita stroke terbesar di Asia Penyakit stroke tidak hanya diderita oleh
orang usia lanjut, tetapi juga usia produktif, dimana usia produktif merupakan tulang
punggung bangsa untuk kemajuan suatu negara yang kontribusi kerjanya ditunggu
bangsa.
Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000
diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan
mengalami disabilitas permanen. Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari
ketinggian maupun akibat kekerasan. Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma
non degeneratif non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral
yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik
sementara atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian/kelumpuhan
pada usia dini.
1.3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
SEMESTER VII MODUL XXII (PERSARAFAN)
SKENARIO 3
MENDADAK PELO
Tuan H, berumur 65 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan hemiparese
dextra secara tiba-tiba sewaktu baru bangun tidur, diikuti dengan bicara pelo. Sakit
kepala (-), muntah proyektil (-), kejang parsial (-). Dokter rumah sakit menghitung
SSS pasien untuk menentukan diagnosa dan pemeriksaan penunjang lebih lanjut.
Sebelumnya, 15 tahun yang lalu pasien pernah mengalami commtio cerebri dengan
GCS 13.
Pada pemeriksaan diperoleh:
Sens
: CM
TD
: 160/100 mmHg
HR
: 88 x/menit
Temp : 37C
Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat memperlambat proses
aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark miokard pada usia dewasa.
Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented).
1. Non modifiable risk factors:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Berat badan lahir rendah
d. Ras/etnis
e. Genetik
2. Modifiable risk factors
a. Well-documented and modifiable risk factors
1) Hipertensi
2) Paparan asap rokok
3) Diabetes
4) Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
5) Dislipidemia
6) Stenosis arteri karotis
7) Sickle cell disease
8) Terapi hormonal pasca menopause
9) Diet yang buruk
10) Inaktivitas fisik
11) Obesitas
2.2.6 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteriarteri yang membentuk Sirkulus Willisi: arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark
di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa
mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses
patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1)
keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3)
gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau
ruang subaraknoid.
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang
serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit
neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung
membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya
dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75%
pasien.
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1) Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya
ateroma)
dan
arteriolosklerosis.
Aterosklerosis
dapat
b.
c.
d.
10
terdapat penumbra iskemik yang tetap viabel untuk suatu waktu, artinya
fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema
sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema
vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar darahotak. Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa
hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi
struktur-struktur di sekitarnya.
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke
dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan
perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi
arteriovena (MAV).
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau
amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan
perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid. Perdarahan intraserebrum ke
dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular
yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang
menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di bagian dalam
jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk
secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis
di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama
pada keterlibatan kapsula interna.
11
2) Pemeriksaan penunjang
Untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke perdarahan
dilakukan pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pada stroke hemoragik
akan terlihat adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada stroke iskemik
akan terlihat adanya gambaran hipodens.
12
2.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya pengobatan stroke sedini
mungkin, karena jendela terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Hal yang harus dilakukan
adalah:
-
Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas 19
Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan
kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 %
dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat edema otak
Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas
darah arteri, dan skrining toksikologi
Terapi darurat memiliki tiga tujuan, yaitu: yang pertama mencegah terjadinya
cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah iskemik non infark, yang
kedua membaikkan cedera saraf sedapat munkin, yang ketiga mencegah cedera
neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel didaerah iskemik dari kerusakan lebih
lanjut.
Pada stroke iskemik akut, mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari
apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif. Terapinya dapat berupa hipotermia,
13
14
2.2.10 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi
pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hatihati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan
suhu tubuh 20 secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.
Prognosis fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat
ketergantungan dalam activity daily living (ADL) hanya 19 % pada bulan pertama
dan meningkat sedikit (20 %) sampai tahun pertama. Sekitar 30-60 % penderita
stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek aktivitas hidup
sehari-hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik dan fungsi aktivitas
hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi.
Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu
pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke. Prognosis
stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi pada penderita
stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya outcome fungsional,
seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta mortalitas. Prognosis
jangka panjang setelah TIA dan stroke batang otak/serebelum ringan secara signifikan
dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri
karotis yang menyertai. Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan
pasien dengan stroke minor. Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam penelitian ini
sebesar 4,8 % dalam 1 tahun dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.
15
16
dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang
tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai
durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan,
cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses
langsung ke otak.
b. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan
yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat,
kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala
tertutup meliputi: kombusio gagar otak, kontusio memar, dan laserasi.
Rosjidi (2007), mengklasifikasikan trauma kepala menjadi derajat berdasarkan
nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS) nya, yaitu:
a. Ringan
1) GCS = 13 15
2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit
3) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1) GCS = 9 12
2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1) GCS = 3 8
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
17
18
2.3.3 Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai
akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung
kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan
kepala.
Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada
permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada
duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan
disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi,
sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi
kontusio countercoup. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan
19
akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi
rotatorik.
Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk
dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan
rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi
kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan
countrecoup. Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara
mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak
(substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak
lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa
otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari
benturan (countrecoup).
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan
iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak
otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera
awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola
tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel
dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara
berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium
pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan
pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung
dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan
oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera
mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah
sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam
otak.
20
21
2.3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada cedera kepala memiliki prinsip penanganan untuk
memonitor tekanan intrakranial pasien. Terapi medika mentosa digunakan untuk
menurunkan oedem otak bila terdapat oedem pada gambaran profil CT Scan pada
pasien .Penurunan aktifitas otak juga dibutuhkan dalam prinsip penatalaksanaan pada
cedera kepala agar dapat menurunkan hantaran oksigen dengan induksi koma.Pasien
yang mengalami kejang diberikan terapi profilaksis.
a. Terapi farmakologis
Terapi farmakologi menggunakan cairan intravena ditujukan untuk
mempertahankan status cairan dan menghindari dehidrasi.Bila ditemukan
peningkatan
tekanan
intracranial
yang
refrakter
tanpa
cedera
difus,
pengkerutan
otak
sehingga
menurunkan
tekanan
intrakranial,
22
utamanya
ditujukan
pada
penatalaksanaan
gejala,
strategi
kompensasi dan modifikasi lingkungan (terapi wicara dan okupasi) untuk disfungsi
kognitif, dan psiko edukasi.
2.3.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma kepala adalah:
a. Kejang pasca trauma
23
Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien merupakan
salah satu komplikasi serius. Insidensinya sebanyak 10%, terjadi di awal
cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari
trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural,
epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.
b. Demam dan menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan
memperburuk outcome. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi,
efek sentral. Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muskular
paralisis. Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat,
asetazolamid.
c. Hidrosefalus
Berdasarkan lokasinya, penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan
non komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera
kepala dengan obstruksi, kondisi ini terjadi akibat penyumbatan di sistem
ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala,
papil odema, demensia, ataksia dan gangguan miksi.
d. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan
gerakan.
Membentuk
ekstrimitas
pada
posisi
ekstensi.
Beberapa
24
e. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam
bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga
sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi
sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan
antikonvulsan,
antihipertensi,
antipsikotik,
buspiron,
stimulant,
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak
(brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas). Gejala stroke
dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang paling khas adalah
paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan atau tungkai disalah satu sisi
tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan hilangnya sebagian penglihatan
disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika salah satu atau kombinasi apapun
dari gejala diatas berlangsung selama 24 jam atau lebih. Beberapa penyebab dari
stroke adalah trombosis, embolisme serebral, hemoragi serebral, iskemia, dan lainlain.
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak. Menurut Brain Injury Association of America,
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
3.2 Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para
pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya:
26
27
DAFTAR PUSTAKA
-
Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22.
Jakarta: EGC; 1997
Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In: Pendit BU,
Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA,Editors. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta: EGC; 2005
Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, 2th ed. Jakarta: EGC;2001.
Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. In: Hartanto H, Editors.
Sistem Saraf, 6th ed.Jakarta: EGC.
28
BIODATA PENULIS
1. AGUNG TRIDADI
2. ALDI KURNIA KASMAN
3. CHAIRIA YETISYAM HSB
4. EMMYLYA SUMARTI E.S
5. GUNTAR MADISON
6. HARI MUSTAFA
7. IRMA LESTARI
8. LIKA RIRIN NOPRIDAWATI
9. MUHAMMAD BENNI
10. NANDA NUR AMELIA
11. RETRI DELLA ROSA
12. RODIA AZIZA
13. SISKA HAYULI SIREGAR
29
7112080007
7112080314
7112080125
7112080083
7112080082
7112080246
7112080334
7112080323
7112080179
7112080233
7112080263
7112080001
7112080101