Anda di halaman 1dari 61

perpustakaan.uns.ac.

id

digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 2014 akan menjadi tahun yang bersejarah bagi Indonesia. Pernyataan
ini sesungguhnya tidak sepenuhnya salah, mengingat pada tahun ini bangsa kita
akan menyelenggarakan hajat besar yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Peristiwa yang sering disebut sebagai pesta demokrasi ini memberikan
kesempatan kepada warga negara untuk menyalurkan aspirasi mereka dan
menentukan arah jalannya pemerintahan untuk lima tahun ke depan. Pemilihan
Umum alias Pemilu yang dilaksanakan secara rutin setiap lima tahun sekali
merupakan salah satu ciri dari sistem pemerintahan demokrasi yang dianut oleh
Indonesia.
Mengutip pernyataan Mayo dalam bukunya Introduction to Democratic
Theory tentang berbagai macam nilai dalam sebuah demokrasi, salah satunya
adalah mengenai pergantian pemimipin yang dijelaskan sebagai berikut. Salah
satu nilai yang mendasari demokrasi adalah Menyelenggarakan pergantian
pimpinan secara teratur (orderly succession of rules), pergantian atas dasar
keturunan atau dengan jalan mengangkat diri sendiri, ataupun melalui coup detat
dianggap tidak wajar dalam suatu demokrasi.1
Nilai tersebut kemudian menjadi ciri khas dari sebuah sistem demokrasi.
Seperti yang dikatakan Budiardjo:
1

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta, 2008), hal. 119

commit to user
1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
2

Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang,


sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat
dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat
partisipasi serta aspirasi masyarakat.2
Tercatat sejak merdeka pada tahun 1945, Indonesia sudah menyelenggarakan
sepuluh kali Pemilihan Umum. Berturut-turut Pemilu diadakan pada tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Praktis pada tahun
2014 ini Indonesia menyelenggarakan Pemilu untuk yang kesebelas kalinya.
Selama penyelenggaraan Pemilu tersebut, kebijakan dan peraturan Pemilu sudah
mengalami banyak perubahan. Baik dari perubahan jumlah partai yang bertarung
sampai dengan perubahan persyaratan untuk maju menjadi calon legislatif
maupun eksekutif. Perubahan yang mencolok dapat dilihat semenjak Pemilu tahun
2004 dimana masyarakat dapat melakukan pemilihan presiden secara langsung.
Namun semua perubahan tersebut tentu tidak akan mempengaruhi asas
pelaksanaan Pemilu di Indonesia yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil.
Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia merupakan tugas dan tanggung jawab
dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seiring dengan revolusi yang terjadi pada
proses Pemilu di Indonesia, KPU juga tak luput dari proses perubahan. Tercatat
KPU yang ada sekarang merupakan KPU keempat yang dibentuk sepanjang
proses Pemilu semenjak reformasi pada tahun 1998. KPU pertama dibentuk pada
tahun 1998 yang beranggotakan 53 orang berasal dari kalangan pemerintah dan
partai politik. Kemudian berdasarkan Kepres No. 10 tahun 2001, keanggotaan
2

Ibid., hal. 461

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
3

KPU disusutkan menjadi 11 orang saja yang berasal dari kalangan LSM dan
akademisi. Anggota KPU kedua ini bertugas untuk periode tahun 2001 2007
yang diangkat secara langsung oleh presiden kala itu, yaitu Alm. Abdurahman
Wahid (Gus Dur).
Pada tahun 2007, DPR RI mengeluarkan Undang Undang No. 22 tahun
2007 tentang penyelenggaraan pemilu. Dalam peraturan perundang undang ini
diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat
nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai
penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang
menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan
tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan
Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun. Dalam undang undang ini juga
diatur mengenai perubahan keanggotaan KPU, yang sebelumnya berjumlah 11
orang kemudian sejak tahun 2007 dirubah menjadi sebanyak tujuh orang saja.
Peraturan tersebut kemudian disempurnakan kembali melalui UU No. 15
tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Berdasarakan peraturan
tersebut, keanggotaan KPU berjumlah tujuh orang untuk KPU Nasional / Pusat
dan masing masing lima orang untuk KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Dengan catatan tambahan keanggotaan KPU harus meliputi keterwakilan
perempuan sebesar 30%. KPU Nasional yang bertanggung jawab terhadap

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
4

pelaksanaan Pemilu 2014 dilantik dengan landasan UU tersebut oleh Presiden RI,
Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 April 2012.
Partisipasi politik merupakan perilaku masyarakat yang dapat mempengaruhi
kondisi politik di negaranya. Partisipasi politik seringkali dimaknai sebagai
tindakan yang positif. Namun menurut padangangan beberapa ahli, tindakan
tindakan berbentuk kekerasan juga sebagai bagian dari partisipasi politik.
Pendapat tersebut nampaknya juga diamini oleh Teorell et al. yang menyatakan
bahwa segala macam tindakan yang ditujukan untuk melawan kepentingan politik,
sosial, ekonomi, media ataupun elitnya dapat dikategorikan sebagai partisipasi
politik.3 Menurut rilis data yang diperoleh dari Litbang Kompas, partisipasi politik
masyarakat dalam Pemilu terus menunjukkan trend penurunan. Seperti yang dapat
dilihat pada grafik di bawah ini, masyarakat semakin lama menjadi semakin apatis
terhadap pelaksanaan Pemilu.

Joakim Ekman, Erik Amna, Human Affairs, Political Participation and Civic
Engagement: Towards A New Typology, (Vol 22: 2012), hal. 286

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
5

Gambar 1.1
Grafik Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilu 1999 - 2009

Sumber: http://politik.kompasiana.com/2014/02/28/jangan-golput-jadilahpemilih-cerdas-635439.html
Berdasarkan grafik tersebut, partisipasi politik masyarakat yang paling rendah
nampak pada pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. Tingkat golput dalam
pelaksanaan Pemilu tersebut menembus angka 29,04%, yang artinya hanya
terdapat 70,96% masyarakat yang berpartisipasi dalam Pemilu. Angka tersebut
menurun dari partisipasi masyarakat dalam Pemilu Legislatif 2004 yang mencapai
angka 84,07%. Tingginya angka golput dalam Pemilu Legislatif 2009 juga
dirasakan di Kota Surakarta. Pada pelaksanaannya, dari 393.750 pemilih yang
terdaftar, hanya terdapat 281.798 orang yang menggunakan hak pilih. Berangkat
dari angka tersebut maka diperoleh tingkat partisipasi politik masyarakat pada
Pemilu Legislatif 2009 di Surakarta adalah sebesar 71,57%.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
6

Banyak hal ditengarai menjadi pemicu turunnya angka partisipasi politik


masyarakat ini. Paling sedikit ditemukan ada empat persoalan yang memicu
kemunduran proses demokrasi di Indonesia. Empat persoalan tersebut adalah 4:
1. Persoalan sosialisasi Pemilihan Umum
2. Persoalan Daftar Pemilih Tetap
3. Distribusi logistik
4. Banyaknya kasus pelanggaran tanpa penanganan dari pihak yang berwajib
Jikalau merujuk pada faktor penghambat partisipasi politik masyarakat di
atas, tanpa mengecilkan dampak dari tiga faktor yang lain, sosialisasi Pemilihan
Umum menjadi salah satu faktor yang krusial. Pawito memaparkan bahwa
banyaknya perubahan regulasi Pemilu pada tahun 2009 menyebabkan lambannya
proses sosialisasi. Kondisi ini kemudian berimplikasi kepada menurunnya minat
masyarakat untuk berpartisipasi dan menggunakan hak pilih mereka dalam
Pemilu.5
Komisi Pemilihan Umum kerap kali dituding sebagai pihak yang bertanggung
jawab jikalau terdapat ketidak beresan dalam penyelenggaraan Pemilu. Anggapan
tersebut tidak dapat sepenuhnya disalahkan, mengingat dalam UU No. 15 tahun
2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum pasal 8 ayat 1 poin c dan d
disebutkan bahwa KPU memiliki tugas, wewenang dan kewajiban untuk:

4
5

Pawito, Pemilihan Umum Legislatif 2009 dan Media Massa, (Surakarta:2012), hal.69
Ibid., hal.70

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
7

menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu serta
mengoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan Pemilu.
KPU memiliki tanggung jawab penuh untuk mengawal proses jalannya
Pemilu mulai dari awal persiapan, penyelenggaraan hingga pada proses
penghitungan suara dan penentuan pemenang Pemilu. Berkaitan dengan masalah
golput, tanggung jawab KPU adalah untuk memastikan masyarakat ikut
berpartisipasi memberikan suara dalam Pemilu seperti yang tercantum dalam poin
p berikut ini: KPU memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan sosialisasi
penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang
KPU kepada masyarakat;
Untuk mendukung pelaksanaan tanggung jawab tersebut, dikeluarkan
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 23 tahun 2013 tentang
Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum. Peraturan ini mengatur segala
macam yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum.
Mulai dari tanggung jawab KPU sampai bentuk bentuk partisipasi masyarakat
yang dapat dilakukan untuk menyemarakkan gelaran Pemilu.
Dalam PKPU No. 23 tahun 2013 pasal 4 dan 5 dijabarkan secara rinci
wewenang dan tanggung jawab KPU dalam pelaksanaan Pemilu 2014. Pada pasal
4, dituliskan bahwa KPU mempunyai wewenang untuk mengatur ruang lingkup
pelibatan masyarakat, mengatur pihak yang dapat berpartisipasi dalam Pemilu dan
juga berhak untuk menolak ataupun menerima partisipasi orang, kelompok atau
lembaga dalam Pemilu. Sementara dalam pasal 5, KPU disebutkan memiliki

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
8

tanggung jawab untuk memberikan informasi yang seluas luasnya berkaitan


dengan Pemilu sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang
undangan. Selain itu, KPU juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan
kesempatan yang setara bagi semua pihak untuk berpartisipasi dalam pemilu.
Tentu yang tidak dapat ketinggalan adalah KPU memiliki tanggung jawab untuk
mendorong peningkatan angka partisipasi masyarakat.
Berkaca pada trend penurunan partisipasi politik masyarakat dalam
penyelenggaraan Pemilu 2004 dan 2009, pada Pemilu 2014, KPU menetapkan
target partisipasi politik masyarakat sebesar 75%. Akan tetapi perlu dicatat bahwa
angka 75% semata mata bukan jumlah kuantitatif saja. Sebab KPU ingin
membangun Pemilu 2014 sebagai awal generasi Pemilih Cerdas untuk Pemilu
Berkualitas.6 Yang menjadi maksud dari slogan ini adalah, KPU ingin
membentuk masyarakat Indonesia menjadi melek politik sehingga dapat benar
benar memilih calon yang terbaik. Pilihan mereka juga bukan didasari karena ikut
ikutan atau karena dihasut dengan politik uang, namun memilih yang berangkat
dari mencermati visi dan misi calon yang bersangkutan.
Berkenaan dengan kebutuhan untuk meningkatan partisipasi politik
masyarakat, KPU memerlukan rencana yang terstruktur untuk dapat memenuhi
target 75% angka partisipasi politik. Rancangan yang dibuat oleh KPU haruslah
mampu menarik perhatian dan minat masyarakat yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi politik masyarakat. Oleh sebab itu,

Wawancara dengan Setyo Budiarto, Kasubag Teknis dan Hubmas KPU Kota Surakarta
pada tanggal 28 Februari 2014

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
9

KPU perlu merancang serangkaian strategi komunikasi sebagai pedoman untuk


melakukan

sosialisasi penyelenggaraan Pemilu

Legislatif 2014.

Strategi

komunikasi tersebut tentunya tidak hanya asal dibuat, melainkan melalui berbagai
pertimbangan dan riset yang mendalam mengenai kondisi masyarakat sasaran.
Dengan merancang strategi komunikasi ini, diharapkan masyarakat dapat menjadi
lebih paham mengenai pentingnya mempergunakan hak pilih dalam Pemilu,
sehingga semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk berpartisipasi dalam
perhelatan tersebut.
Aspek komunikasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dari segi
komunikator, pesan, saluran dan efek kepada masyarakat. Menurut Lasswell,
komunikator adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi. 7

Untuk

menjadi

komunikator

tidak

terdapat

batasan.

Komunikator bisa berwujud pada seorang individu, sekelompok orang dan bahkan
organisasi sekalipun. Asalkan mereka berusaha menyampaikan pesan untuk orang
lain dengan tujuan apapun mereka sudah dapat dikategorikan sebagai
komunikator. Dalam hal ini, KPU adalah pihak yang merumuskan pesan untuk
dikomunikasikan kepada masyarakat. Sehingga benar adanya jikalau KPU
digolongkan sebagai komunikator dalam konteks ini. Peneliti akan meneliti peran
KPU baik dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proses komunikasi. Selain
itu peneliti juga akan melihat pesan pesan apa yang berusaha untuk disampaikan
kepada masyarakat beserta dengan saluran yang digunakan. Terakhir, peneliti juga

Deddy Mulayana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: 2008), hal. 69

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
10

akan melihat apakah serangkaian pesan dan saluran yang digunakan tersebut
mampu memberikan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan oleh KPU.

B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, dirumuskan masalah yang akan menjadi bahan
penelitian yaitu: Bagaimana strategi komunikasi yang digunakan Komisi
Pemilihan Umum Kota Surakarta dalam mensosialisasikan Pemilu Legislatif
2014?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk: Mengetahui strategi komunikasi yang
digunakan Komisi Pemilihan Umum Kota Surakarta dalam mensosialisasikan
Pemilu Legislatif 2014.

D. Manfaat Penelitian
1. Tercapainya tujuan penelitian di atas akan memberikan penjelasan
berkaitan

dengan

strategi komunikasi

KPU

Kota

Surakarta

untuk

mensosialisasikan Pemilu Legislatif 2014.


2. Penelitian ini juga akan memperkaya kajian komunikasi dalam tataran
studi khalayak.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
11

E. Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi
Fungsi Komunikasi
William I. Gorden, seperti yang dikutip oleh Deddy Mulyana memaparkan
sedikitnya terdapat empat fungsi komunikasi yang saling terkait. Fungsi tersebut
adalah:8
a. Komunikasi sosial
Komunikasi sosial meliputi fungsi komunikasi dalam rangka pembentukan
jati diri manusia. Dalam kerangka komunikasi sosial, komunikasi berfungsi
sebagai sarana aktualisasi diri dan membangun konsep diri.
b. Komunikasi ekspresif
Komunikasi ekspresif memiliki artian komunikasi yang digunakan oleh
manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka, baik itu
melalui komunikasi verbal maupun juga komunikasi non verbal.
c. Komunikasi ritual
Komunikasi ritual merupakan fungsi komunikasi yang digunakan dalam
upacara upacara adat dan keagamaan tertentu.
d. Komunikasi instrumental

Mulyana, Op. Cit., 2008, hal. 7.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
12

Fungsi instrumental dalam komunikasi dapat diartikan sebagai fungsi


persuasif. Dalam fungsi instrumental ini, komunikasi dapat berguna sebagai
sarana untuk mempengaruhi pikiran, pendapat dan tindakan orang lain.
Metode

yang digunakan juga

dapat

beranekaragam,

mulai dengan

memberikan informasi, edukasi bahkan dengan propaganda.


Strategi komunikasi dapat dikategorikan sebagai fungsi instrumental
komunikasi. Mengingat strategi komunikasi dibuat untuk mempengaruhi pendapat
dan pikiran masyarakat sesuai dengan pandangan komunikan melalui berbagai
metode komunikasi. Senada dengan fungsi instrumental yang merupakan fungsi
untuk mempengaruhi pikiran dan pendapat orang lain.
Tujuan Komunikasi
Apabila dilihat dari definisinya secara paradigmatis9, komunikasi selalu
bersifat intensional atau mengandung tujuan. Tidak mungkin seseorang
melakukan komunikasi apabila mereka tidak memiliki tujuan atau motif lain yang
ingin dicapai setelah selesai dilakukannya komunikasi tersebut. Ketika dirinci,
sedikitnya ada 5 tujuan dari keberadaan komunikasi di dalam kehidupan,
diantaranya10

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung, 1986), hal. 5.


Mulyana, Op. Cit.2008.

10

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
13

a. Perubahan sikap (attitude change)


Setelah menerima pesan, seorang komunikan akan berubah sikapnya baik
positif maupun negatif. Karena terpengaruh oleh sikap sumbernya dalam
memandang sesuatu.
b. Perubahan pendapat (opinion change)
Cara pandang dan cara pikir seseorang akan dapat mengalami perubahan
setelah mereka melakukan komunikasi dengan orang lain.
c. Komunikasi berusaha menciptakan pemahaman baru dalam diri seseorang.
Pemahaman

ialah

kemampuan

memahami

pesan

secara

cermat

sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator.


d. Perubahan perilaku (behaviour change)
Komunikasi bertujuan untuk merubah perilaku maupun tindakan
seseorang.
e. Perubahan sosial (social change)
Komunikasi meningkatkan kadar hubungan interpersonal. Sehingga kita
dapat membangun dan memlihara hubungan baik kita dengan orang lain.
Strategi komunikasi berkaitan dengan fungsi instrumental komunikasi, maka
tentunya strategi yang diterapkan diharapkan mampu untuk merubah pola pikir
dan perilaku masyarakat. Sedikitnya lima tujuan komunikasi ini harus menjadi
ukuran dalam merancang strategi komunikasi dan pesan yang akan disampaikan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
14

kepada masyarakat. Pesan yang dirumuskan dalam setiap strategi komunikasi


harus mampu memiliki dampak seperti di atas terhadap masyarakat.
Jenis Komunikasi
Secara umum jenis komunikasi dapat dibedakan menjadi 2, yakni komunikasi
tatap muka dan komunikasi dengan menggunakan media tertentu. Dari dua jenis
tersebut terdapat beberapa turunan lagi seperti di bawah ini11:
a. Komunikasi tatap muka
Dalam komunikasi tatap muka, komunikator dan komunikan sama sama
hadir secara fisik. Dengan kata lain mereka dapat saling melihat satu sama
lain. Karena faktor tersebut, maka umpan balik dalam komunikasi ini bersifat
langsung. Komunikator dapat melihat secara langsung bagaimana tanggapan
atau reaksi dari komunikan atas pesan yang disampaikan. Komunikasi tatap
muka dibagi menjadi:
(i) Komunikasi antar persona (interpersonal)
Komunikasi interpersonal terjadi hanya antara satu orang komunikator
terhadap satu orang komunikan. Para ahli menilai jenis komunikasi ini
adalah yang paling efektif apabila bertujuan untuk mengubah sikap,
pendapat dan perilaku seseorang mengingat sifatnya yang dialogis.
(ii) Komunikasi kelompok

11

Effendy, Op. Cit.,1986, hal. 8 13.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
15

Komunikasi kelompok melibatkan satu komunikator dengan beberapa


komunikan. Istilah komunikasi kelompok cenderung diidentikan dengan
komunikasi internal dalam sebuah kelompok / tim. Komunikasi kelompok
biasanya memiliki tujuan untuk mencari jalan keluar atas suatu
permasalahan dan mencapai suatu target yang telah ditentukan bersama.12
(iii) Komunikasi publik
Komunikasi publik adalah proses komunikasi yang terjadi antara
seorang komunikator atau pembicara kepada pendengar yang terjadi secara
langsung.13 Komunikasi publik umumnya memiliki tujuan informatif dan
persuasif. Informatif berarti komunikator menyampaikan informasi
mengenai hal hal yang baru dan bertujuan untuk menambah pengetahuan
khalayak yang menjadi pendengarnya. Sementara persuasif berarti
komunikator memiliki tujuan untuk mempengaruhi pendapat dan
keyakinan

pendengarnya. 14

Dalam

penyampaiannya,

komunikator

memberitahukan apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan. 15


Steven A. Beebe et. al. Mengklasifikasikan sedikitnya ada tiga jenis
audiens yang mungkin dihadapi oleh seorang komunikator. Ketiga macam
audiens tersebut adalah receptive audience, neutral audience, dan unreceptive
audience. Komunikator perlu memiliki pengetahuan mengenai jenis audiens

12

Roy M. Berko, Andrew D. Wolvin & Darlyn R. Wolvin, Communicating: A Social and
Career Focus, USA: 1998, hal. 223.
13
Ibid., hal. 277.
14
Ibid., hal. 355.
15
Ibid., hal. 375.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
16

apa yang tengah mereka hadapi. Perbedaan jenis audiens akan berdampak
pada perbedaan cara menyampaikan pesan, seperti berikut:16
(i) Receptive audience
Audiens jenis ini adalah mereka yang sudah terlebih dahulu menyetujui
dan menerima ide ide atau gagasan yang akan disampaikan oleh
komunikator. Akan tetapi komunikator tidak lantas bisa dengan mudah
menyepelekan audiens ini. Komunikator memiliki tugas untuk membuat
audiens semakin yakin dengan gagasan komunikator. Komunikator dapat
melakukan beberapa cara, seperti dengan mengidentifikasi audiens terlebih
dahulu. Komunikator sebaiknya mampu menemukan persamaan antara
dirinya dengan audiens dan menonjolkan persamaan tersebut dalam proses
komunikasi. Kedua adalah dengan menyampaikan pesan secara langsung
dan gamblang. Jikalau komunikator ingin audiens melakukan suatu aksi,
nyatakan secara langsung apa yang harus audiens lakukan dan minta
mereka menunjukkan secara langsung dukungan terhadap gagasan yang
disampaikan. Ketiga, komunikator lebih baik menekankan pada daya tarik
emosional. Alih alih membeberkan argumen secara mendetail, lebih baik
komunikator menggerakan audiens dari segi emosional mereka.
(ii) Neutral audience
Kebanyakan

audiens

yang

ditemui

oleh

komunikator

dapat

dikategorikan sebagai neutral audience. Dalam menghadapi audiens jenis


16

Steven A. Beebe, Susan J. Beebe & Diana K. Ivy, Communication: Principles for A
Lifetime, USA: 2011, hal. 438-440.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
17

ini, tantangan terbesar adalah membuat mereka tertarik pada pesan yang
kita sampaikan. Untuk menghadapi audiens jenis ini, komunikator harus
membuka presentasi yang ia sampaikan dengan sesuatu yang mampu
mencuri perhatian audiens. Tahap pembukaan ini sangat penting, karena
berpengaruh pada tingkat perhatian audiens pada saat penyampaian pesan
nantinya. Kedua, komunikator sebaiknya mengacu pada kepercayaan dan
perhatian yang berlaku secara universal. Ketiga, tunjukkan kepada audiens
bahwa apa yang disampaikan akan berpengaruh tidak hanya pada mereka
sendiri tapi juga kepada orang orang yang mereka sayangi. Terakhir
meskipun sudah melakukan yang terbaik, komunikator tetap harus realistis
dengan target yang ada.
(iii) Unreceptive audience
Audiens jenis ini sedikit sulit untuk dihadapi oleh komunikator.
Sedari awal mereka sudah kurang menerima komunikasi yang akan
dilakukan. Kondisi ini dapat dipicu oleh dua aspek. Terdapat kemungkinan
audiens tidak menyukai komunikator yang menyampaikan pesan. Jikalau
kondisi itu yang terjadi, maka satu satunya cara yang dapat digunakan
adalah untuk meningkatkan kredibilitas komunikator. Sementara, apabila
audiens tidak setuju dengan pesan yang disampaikan ada beberapa cara
yang dapat dipakai. Pertama, jangan memberitahukan secara gamblang
maksud komunikasi saat itu adalah untuk mengubah pendapat mereka.
Kedua, komunikator sebaiknya mengacu pada kepercayaan dan perhatian
yang berlaku secara universal. Ketiga, kemukakan argumen yang paling

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
18

kuat pertama kali. Keempat, pahami cara pandang mereka yang


bertentangan dengan pesan yang kita sampaikan. Lalu gunakan bukti
bukti dan argumen untuk membalikkan cara pandang tersebut. Terakhir
komunikator harus tetap realisistis dengan tidak mengharapkan perubahan
drastis pada audiens secara langsung.
b. Komunikasi bermedia
Komunikasi bermedia adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau
sarana untuk meneruskan pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya
dan/atau banyak jumlahnya. Jenis komunikasi ini juga dapat disebut sebagai
komunikasi tak langsung. Meskipun disebut sebut cukup efektif
menjangkau

khalayak

luas,

namun

komunikasi

bermedia

memiliki

konsekuensi umpan balik yang tidak dapat terlihat secara langsung.


Komunikasi bermedia dibagi menjadi dua macam, yakni17:
(i) Komunikasi bermedia massa
Media massa digunakan apabila komunikan berjumlah banyak dan
tidak tinggal dalam satu wilayah yang sama. Keuntungan dari komunikasi
bermedia massa ini adalah mampu menimbulkan keserempakan; artinya
suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlahnya relatif banyak
pada saat yang sama secara bersama-sama.
(ii) Komunikasi bermedia nirmassa

17

Effendy, Op. Cit.,1986, hal. 13.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
19

Komunikasi bermedia nirmasa adalah komunikasi untuk orang-orang


tertentu atau kelompok tertentu. Jenis komunikasi ini tidak memiliki daya
keserempakkan dan komunikannya tidak bersifat masal.
Tolok Ukur Komunikasi Efektif
Menurut Steven A. Beebe et. al., komunikasi disebut efektif jika dapat
memenuhi beberapa kriteria, yaitu 18:
a. Pesan yang disampaikan dipahami
Salah

satu

tujuan

dasar

komunikasi

adalah

untuk

membangun

kesepahaman atas pesan baik antara komunikator maupun komunikan.


Sehingga pemahaman komunikan atas pesan yang disampaikan merupakan
ukuran mutlak keberhasilan proses komunikasi.
b. Pesan yang disampaikan dapat mencapai efek yang diinginkan
Mengingat komunikasi selalu bersifat intensional, komunikasi yang efektif
harus dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan tersebut dapat
bervariasi. Untuk komunikasi publik, tujuan dapat berupa informasi, persuasi
atau sebagai hiburan. Sementara dalam komunikasi kelompok, tujuan dapat
berupa pencapaian kesepakatan untuk menyelesaikan masalah dan mencapai
segala sesuatu yang dicita citakan.
c. Pesan yang disampaikan harus sesuai dengan etika komunikasi

18

Beebe, Op. Cit., hal. 6-7.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
20

Sebuah pesan yang dapat memenuhi kedua kriteria di atas namun


menggunakan cara yang tidak sesuai dengan etika komunikasi tidak dapat
dikategorikan sebagai komunikasi yang efektif dan berhasil. Salah satu cara
menyimpang yang dilakukan adalah berupa pemberian informasi palsu.
Tiga kriteria tersebut menjadi tolok ukur keberhasilan komunikasi. Sebagai
komunikator, tigaa hal tersebut wajib dijadikan sebagai bahan evaluasi setelah
melakukan proses komunikasi publik. Komunikator yang ditunjuk harus dapat
membuat masyarakat memahami pesan yang disampaikan dan terdorong untuk
merubah

perilaku

mereka.

Serta

tidak

ketinggalan

komunikator

harus

menyediakan informasi yang seakurat mungkin untuk masyarakat.


Hambatan Komunikasi
a. Hambatan sosiologis
Masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan yang menimbulkan
perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat pendidikan, kekayaan,
dsb.
b. Hambatan antropologis
Perbedaan dalam hal suku bangsa, ras, gaya hidup, norma, kebiasaan dan
bahasa.
c. Hambatan psikologis

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
21

Salah satunya adalah prasangka terhadap komunikator. Karena dengan


memiliki prasangka maka komunikan sudah bersikap menentang komunikator.
d. Hambatan semantis
Terdapat pada diri komunikator. Menyangkut bahasa yang digunakan
komunikator untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan.
Komunikator harus memperhatikan faktor semantis ini, karena salah ucap dan
salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian atau salah tafsir yang dapat
menimbulkan salah komunikasi.
e. Hambatan mekanis
Dijumpai pada media yang digunakan dalam melancaran komunikasi,
misalnya: suara yang tidak jelas, huruf yang kabur, gambar yang tidak
sempurna, dsb.
f. Hambatan ekologis
Terjadi

disebabkan

oleh

gangguan

lingkungan

terhadap

proses

berlangsungnya komunikasi. Misalnya: suara riuh, suara hujan, dan


sebagainya. 19

19

Effendy, Op. Cit.,1986, hal. 15-19

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
22

2. Strategi Komunikasi
Secara sederhana, strategi dapat diartikan sebagai perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan.20 Atau dengan kata lain
strategi adalah serangkaian usaha yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok
orang maupun instansi yang meliputi kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang
terukur dan terarah untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Selain itu, strategi juga dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, program,
tindakan, keputusan atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan bagaimana
organisasi itu, apa yang dikerjakan, mengapa organisasi melakukannya. 21
Berdasarkan definisi strategi yang dikemukakan oleh Bryson diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa strategi merupakan bentuk perluasan dari misi
organisasi yang bersangkutan. Strategi merupakan langkah langkah nyata yang
diturunkan dari misi perusahaan untuk mengatasi permasalahan permasalahan
yang dihadapi. Secara bersamaan strategi juga berkorelasi dengan misi
perusahaan, mengingat strategi merupakan salah satu instrumen yang diperlukan
perusahaan untuk mencapai tujuan.
Dari gambaran mengenai komunikasi di bagian sebelumnya, didapatkan
sebuah fakta bahwa tidak semua proses komunikasi bisa berhasil berlangsung dan
menghasilkan dampak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka penyusunan

20
21

hal. 189.

Ibid., hal. 36.


John M. Bryson, Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial, (Yogyakarta, 2003),

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
23

strategi untuk berkomunikasi menjadi sangat penting. Dengan terlebih dahulu


memiliki strategi komunikasi yang kuat, maka komunikator dapat meminimalisir
penyebab penyebab yang memungkinkan terjadinya kegagalan. Sehingga
berimplikasi kepada proses komunikasi yang lebih efektif.
Mengikuti definisi strategi dari Onong Uchjana, maka strategi komunikasi
dapat diartikan sebagai sebuah proses gabungan antara perencanaan komunikasi
(communication

planning)

dan

manajemen

komunikasi

(communication

management) yang dilakukan secara terukur untuk mencapai suatu tujuan.


Konteks dari perencanaan dan manajemen komunikasi di sini adalah bahwa
sebelum dilakukan komunikasi terlebih dahulu harus sudah mengetahui
pendekatan seperti apa yang akan digunakan untuk berkomunikasi dengan
masyarakat sasaran. Sehingga komunikasi yang berlangsung akan menjadi lebih
efektif. Pendekatan komunikasi yang digunakan tentunya akan berbeda beda,
bergantung pada situasi dan kondisi khalayak.
Onong menyebutkan, sedikitnya ada dua fungsi yang dapat diperoleh dengan
membuat sebuah strategi komunikasi. Kedua fungsi tersebut adalah 22:
a. Dapat menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif,
persuasif dan instruktif secara sistematis kepada sasaran sehingga dapat
beroleh hasil yang optimal.
b. Menjembatani kesenjangan budaya (cultural gap).

22

Effendy, Op. Cit.,1986, hal. 35.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
24

Apabila mengacu pada fungsi strategi komunikasi yang pertama, maka


membuat strategi komunikasi yang tepat merupakan kewajiban yang harus
dipenuhi baik itu oleh organisasi publik, pemerintah maupun lembaga nirlaba.
Terutama apabila lembaga atau organisasi tersebut ingin memasyarakatkan ide,
pendapat atau pikirannya kepada masyarakat. Apabila dalam prosesnya mengacu
pada strategi komunikasi yang sudah dibuat, maka komunikasi yang dilakukan
akan menjadi lebih efektif.
Teori Melvin D. Fleur tidak dapat dipisahkan dari proses penyusunan strategi
komunikasi, utamanya adalah individual differences theory, social categories
theory dan social relationship theory sebagai berikut 23:
a. Individual Differences Theory
Berdasarkan teori ini, masyarakat atau khalayak memiliki kecenderungan
untuk memperhatikan pesan yang sesuai dengan sikap dan keyakinan mereka
saja. Khalayak cenderung mengabaikan pesan jika tidak sesuai dengan sikap,
keyakinan serta nilai dan norma yang mereka anut dalam kehidupan.
b. Social Categories Theory
Dalam teori ini diasumsikan bahwa, masyarakat yang memiliki sikap,
keyakinan dan pola hidup yang sama cenderung memberikan tanggapan yang
sama terhadap sebuah isu / pesan yang dilontarkan kepada mereka.

23

20.

Onong Uchjana Effendy, Dimensi Dimensi Komunikasi, (Bandung: 1981), hal. 19

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
25

c. Social Relationship Theory


Komunikasi akan menjadi lebih efektif apabila dilakukan dalam dua tahap.
Pertama adalah pesan dikomunikasikan terlebih dahulu terhadap sekelompok
masyarakat yang merupakan opinion leader dalam kelompoknya. Selanjutnya
para opinion leader akan menyampaikan kembali pesan tersebut terhadap
masyarakat.

Kedekatan

secara

sosial

antara

opinion

leader

dan

masyarakatnya akan membangkitkan rasa percaya terhadap pesan yang


disampaikan. Walaupun dalam penyampaiannya disisipi dengan interpretasi
dan pendapat pribadi dari para opinion leader.
Penyusunan Strategi Komunikasi
Sedikitnya terdapat empat tahap proses penyusunan strategi komunikasi
menurut Anwar Arifin. Proses penyusunan ini sedikit banyak berangkat dari
ketiga teori Melvin D. Fleur yang telah dijelaskan sebelumnya. Tahapan yang
harus dilalui untuk dapat menghasilkan strategi komunikasi yang efektif dan tepat
sasaran adalah:
a. Mengenal khalayak
Mengenal khalayak adalah hal yang paling mendasar dalam tahap
penyusunan strategi komunikasi. Perlu diketahui bahwa khalayak tidak
selamanya pasif. Baik antara komunikator dan komunikan dapat saling
mempengaruhi satu sama lain. Mengacu pada Individual Differences Theory,
komunikator akan lebih memperhatikan pesan apabila sesuai dengan
kepentingan mereka. Mengenal khalayak akan membuat komunikan mampu

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
26

mengerti apa kebutuhan dan kepentingan mereka, sehingga komunikasi yang


dilakukan bisa mendapatkan perhatian khalayak. Menurut Anwar Arifin,
memahami khalayak dapat dilakukan dengan cara mengerti dan memahami
kerangka referensi dan kerangka pengalaman khalayak secara seksama

24

yang meliputi:
(i) Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak, yang meliputi:
Pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan, Kemampuan
khalayak untuk menerima pesan pesan lewat media yang digunakan,
Pengetahuan khalayak terhadap perbendaharaan kata yang digunakan.
(ii) Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai nilai dan norma
norma kelompok dan masyarakat yang ada.
(iii) Situasi dimana khalayak itu berada.
Dengan melakukan riset terhadap publik terlebih dahulu, komunikator
akan memiliki gambaran mengenai khalayak sasaran. Selain itu, proses
penyusunan pesan dan strategi selanjutnya menjadi lebih mudah mengingat
sudah terdapat acuan mengenai apa yang harus dan tidak harus untuk
dilakukan dalam berkomunikasi dengan masyarakat sasaran.
b. Menyusun pesan
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah mengenal khalayak
adalah menyusun pesan yang dikomunikasikan. Penyusunan dilakukan baik

24

Anwar Arifin, Strategi Komunikasi, (Bandung, 1984), hal. 59

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
27

untuk materi maupun pengemasan pesan yang akan disampaikan. Salah satu
hal penting yang perlu dimengerti oleh komunikator adalah bahwa dalam
kesehariannya komunikan tidak hanya menerima pesan dari satu sumber saja.
Terdapat banyak komunikator komunikator lain yang juga berusaha
menyampaikan

pesan

kepada

mereka.

Sehingga

jika

komunikator

menginginkan pesan mereka dapat diterima secara efektif kepada khalayak,


pertama tama komunikator harus mampu menarik perhatian khalayak.
Pesan yang lebih menarik perhatian khalayak cenderung lebih dapat diingat
dan memiliki kemungkinan untuk berimplikasi kepada perubahan perilaku
masyarakat.
Konsep tersebut seringkali dikaitkan dengan konsep AIDDA yang dapat
dijabarkan sebagai berikut25:
A : Attention

( perhatian )

Tahap ini merupakan permulaan dimana seseorang pertama kali menaruh


perhatian pada apa yang berusaha dikomunikasikan / disampaikan. Sebuah
pesan mula mula harus mampu menarik perhatian masyarakat sasaran kita.
Dalam tahap ini sangat perlu diperhatikan pilihan kata dan bahasa yang
digunakan sehingga dapat menarik minat masyarakat sasaran untuk
mendengarkan pesan yang kita sampaikan lebih lanjut.
I : Interest

( minat )

25

Bambang Sukma Wijaya, International Research Journal of Business Studies, The


Development of Hierarchy of Effects Model in Advertising, ( Vol. 5; 2012 ), hal. 84

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
28

Interest merupakan tahap dimana masyarakat sudah merasa tertarik


dengan pesan / iklan yang kita sampaikan. Setelah mampu mendapatkan
perhatian

masyarakat,

bukan

berarti

setelah

itu

kita

tidak

perlu

memperhatikan isi dan susunan pesan yang kita bawakan. Selanjutnya kita
harus mengolah pesan sedemikian rupa sehingga mampu menarik minat
masyarakat. Baik itu dengan memaparkan keuntungan keuntungan maupun
menceritakan kerugian yang akan dihadapi apabila tidak bertindak sesuai
dengan pesan yang kita sampaikan.
D : Desire

( hasrat )

Mendorong rasa keinginan masyarakat untuk mencoba produk /


melakukan sesuatu yang kita tawarkan. Dapat dilakukan dengan cara
memberikan emotional benefit kepada masyarakat. Sehingga mereka tertarik
untuk bertindak sesuai dengan yang disampaikan.
D : Decision ( keputusan )
Membuat masyarakat untuk dapat mengambil keputusan untuk bertindak
sesuai dengan apa yang diinginkan.
A : Action

( tindakan )

Mendorong masyarakat untuk bertindak sesuai dengan apa yang kita


harapkan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
29

Wilbur Schramm menyarankan dalam menyusun suatu pesan ada baiknya


mempertimbangkan beberapa hal seperti berikut 26:
(i) Pesan harus dirancang semenarik mungkin sehingga dapat memperoleh
perhatian khalayak.
(ii) Pesan harus menggunakan tanda tanda yang didasarkan pada
pengalaman sama antara sumber dan sasaran, sehingga kedua
pengertian dapat saling bertemu.
(iii) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi daripada sasaran.
(iv) Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan
yang layak bagi situasi kelompok di mana kesadaran pada saat
digerakkan memberikan jawaban yang dikehendaki.
c. Menetapkan metode
Pesan yang sudah direncanakan dengan matang sebelumnya akan menjadi sia
sia apabila komunikator tidak mampu mengimplementasikannya dengan cara
yang tepat. Pesan yang baik apabila tidak didukung dengan metode yang tepat
tentu akan menjadi tidak efektif. Menurut Anwar Arifin, menentukan metode
dalam mengkomunikasikan pesan dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi cara
pelaksanaan (redundancy dan canalizing) dan bentuk isinya (informatif, persuasif,
edukatif dan kursif)27.
(i) Redundancy
Redundancy juga dikenal sebagai metode pengulangan. Komunikasi yang
hanya dilakukan sekali atau dua kali sudah lama diketahui kurang efektif.
Apalagi jika komunikasi yang dilakukan bermaksud untuk merubah sikap dan
26
27

Arifin, Op. Cit., hal. 68 69.


Ibid., hal. 73.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
30

perilaku seseorang. Komunikasi akan menjadi efektif apabila pesannya


disampaikan secara terus menerus. Pesan yang diulang ulang tentu juga
akan lebih menarik perhatian khalayak. Namun yang perlu diwaspadai adalah
jangan sampai khalayak sasaran menjadi jenuh dengan pesan yang diulang
secara berlebihan. Oleh sebab itu dalam melakukan pengulangan pesan,
sebaiknya juga diberikan sedikit variasi sehingga mampu meminimalisir
kebosanan masyarakat.
(ii) Canalizing
Canalizing adalah sebuah metode dimana komunikator menyediakan
saluran saluran tertentu untuk menguasai motif motif yang ada pada diri
khalayak.28 Komunikator disarankan untuk menyampaikan pesannya sesuai
dengan sikap dan motif khalayak yang lambat laun disesuaikan dengan tujuan
awal komunikator.
(iii) Informatif
Dalam pesan informatif, komunikator berusaha mempengaruhi sasaran
dengan jalan memberikan pemahaman atau penerangan terhadap suatu hal.
Selanjutnya komunikan diberikan kesempatan untuk memikirkan dan
mengambil keputusan berdasarkan pesan tersebut.
(iv) Persuasif

28

Ibid, h. 74.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
31

Persuasi dapat didefinisikan sebagai: a process that changes attitudes,


beliefs, opinions, or behaviors29 atau sebuah proses yang dilakukan untuk
mengubah sikap, kepercayaan, pendapat dan perilaku seseorang. Dengan
demikian dalam metode persuasif ini, diharapkan komunikan dapat
terpengaruh dengan tidak terlalu banyak berpikir kritis. Pesan yang digunakan
dalam metode persuasif dapat berupa fakta, namun juga dapat berbentuk non
fakta seperti propaganda dan reklame.30
(v) Edukatif
Dalam metode edukatif, komunikator berusaha mempengaruhi khalayak
dengan pesan yang berisi pendapat, fakta dan pengalaman. Khalayak
diberikan pendidikan dan pengetahuan mengenai suatu isu dalam pesan
tersebut. Walaupun faktanya pesan yang diberikan sudah diatur sedemikian
rupa untuk mendorong terjadinya perubahan sikap dan perilaku. Dengan
pendekatan tersebut, perubahan perilaku memakan waktu sedikit lebih lama
apabila dibandingkan dengan metode persuasif.31

29

Charles U. Larson, Persuasion : Reception and Responsibility 8th edition, (USA,


1998), hal. 11.
30
Arifin, Op. Cit., hal. 76
31
Ibid., hal. 77

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
32

(vi) Kursif
Metode kursif berarti mempengaruhi khalayak dengan menggunakan jalan
pemaksaan. Masyarakat tidak diberikan pilihan lain selain mengikuti dan
menerima gagasan yang disampaikan.32
d. Seleksi dan penggunaan media
Tahap terakhir dalam menyusun sebuah strategi komunikasi adalah dengan
melakukan seleksi media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Media
yang digunakan haruslah diseleksi sedemikian rupa berdasarkan karakteristik
pesan yang akan disampaikan dan khalayak sasaran. Selain itu perlu juga
dipertimbangkan kelebihan dan kelemahan media yang bersangkutan.
Etos Komunikator
Empat tahap penyusunan strategi di atas telah menjelaskan secara gamblang
apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas strategi komunikasi.
Baik dari segi khalayak, pesan, metode, sampai kepada media penyampai pesan
dan gagasan. Semua faktor tersebut saling berkaitan untuk menciptakan strategi
komunikasi yang efektif. Akan tetapi masih ada satu hal yang tidak boleh
diabaikan dalam keberhasilan strategi komunikasi. Faktor tersebut tidak lain
adalah dari segi komunikator itu sendiri. Anwar Arifin menggolongkan
komunikator sebagai kedudukan yang paling tinggi dalam sebuah strategi

32

Ibid., hal. 77

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
33

komunikasi. Karena menurutnya efektif atau tidaknya pesan yang disampaikan


kembali lagi kepada komunikator.33
Onong menyebutkan setiap komunikator haruslah memiliki etos komunikator.
Etos komunikator merupakan perpaduan dari faktor kognisi, afeksi dan konasi.
Paling tidak seorang komunikator harus memiliki etos sebagai berikut34:
a. Kesiapan (preparedness)
Mengacu pada kata pepatah lama Cul ascendit sine labore, descendit sine
honore 35, yang berarti siapa yang bekerja tanpa persiapan akan jatuh dengan
kehilangan kehormatan. Seorang komunikator harus mempersiapkan dengan
baik pesan dan pengetahuan mengenai khalayak yang akan dihadapi.
Sehingga komunikator mampu membawakan pesannya dengan sebaik
mungkin.
b. Kesungguhan (seriousness)
Komunikator yang menyampaikan pesannya dengan kesungguhan tentu
lebih

dapat

menimbulkan

rasa

kepercayaan

pada

khalayak

yang

mendengarkan.
c. Ketulusan (sincerity)
Komunikator harus mampu memberikan kesan kepada khalayak bahwa ia
tulus dalam perkataan dan perbuatan yang disampaikannya.
33

Ibid., hal. 87.


Effendy, Op. Cit.,1986, hal. 20 24.
35
Arifin, Op. Cit., hal. 87.
34

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
34

d. Kepercayaan (confidence)
Komunikator harus mampu menguasai diri dan situasi secara sempurna.
e. Ketenangan (poise)
Komunikator harus mampu bersikap tenang di hadapan khalayak. Dengan
begitu ia menunjukkan bahwa ia merupakan seseorang yang berkualitas dan
pengalaman.
f. Keramahan (friendship)
Komunikator yang mampu menunjukkan keramahan terhadap khalayak
dapat memunculkan rasa simpati dari khalayak
g. Kesederhanaan (moderation)
Komunikator

harus

mampu

menyampaikan

pesan

dan

mengkomunikasikannya dengan cara sederhana. Cara ini akan menunjukkan


keaslian dan kemurnian sikap komunikator.

3. Sosialisasi
Menurut kacamata Sosiologi, sosialisasi didefinisikan sebagai proses dalam
diri seseorang ketika mereka belajar mengenai nilai dan norma yang terdapat
dalam masyarakat, sehingga mereka mampu memainkan peran masing masing
dengan tepat dalam masyarakat (socialization is the process through which

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
35

people learn attitudes, values, and actions appropriate for members of a


particular culture). 36
Melalui proses sosialisasi, diharapkan setiap anggota masyarakat dapat
belajar untuk mengetahui nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Sehingga mereka dapat bertindak sesuai dengan nilai, norma dan keyakinan
tersebut. Dalam pelaksanaannya sosialisasi dapat dilakukan dengan tiga cara,
yakni dengan jalan represif, partisipatif dan ekualitas.37
a. Sosialisasi Represif (Represive Socialization)
Sosialisasi represif merupakan bentuk sosialisasi yang menekankan
adanya hukuman / sanksi (punishment) jika pihak yang menjadi sasaran
sosialisasi melakukan pelanggaran. Salah satu ciri yang menonjol dalam
sosialisasi represif adalah pola komunikasi yang terjadi hanya satu arah dan
bersifat seperti instruksi untuk dipatuhi.
b. Sosialisasi Partisipatif (Participative Socialization)
Sosialisasi partisipatif adalah sosialisasi yang mengandalkan rangsangan
tertentu kepada sasaran, agar mau melakukan suatu tindakan. Berbeda dengan
sosialisasi represif yang menekankan pada hukuman, pola sosialisasi ini lebih
menggunakan faktor hadiah / imbalan (reward).

36
37

Richard T. Schaefer, Sociology: A Brief Introduction, (New York: 2007), hal. 96.
Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: 2011), hal. 159.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
36

c. Sosialisasi Ekualitas
Sosialisasi ekualitas merupakan proses sosialisasi yang didasari oleh
kesamaan dan kerja sama antara pihak yang melakukan sosialisasi dengan
sasaran sosialisasi. Dalam sosialisasi ini, kedua pihak memiliki hubungan
yang sederajat, sehingga tidak dapat dilakukan proses sosialisasi dengan
paksaan yang memanfaatkan kewenangan atau otoritas yang dimiliki satu
pihak. Melainkan proses sosialisasi dibangun dengan mengajak sasaran untuk
memiliki hubungan kerja sama secara koordinatif dan kooperatif.
Dalam penelitian ini tipe sosialisasi yang akan menjadi fokus perhatian
adalah sosialisasi ekualitas. Dimana dalam sosialisasi yang tidak menerapkan
prinsip reward and punishment, serta tidak melakukan pemaksaan bagi
masyarakat. Sosialisasi yang dilakuaka hanya memberikan anjuran kepada
masyarakat dan mengharapkan adanya kerja sama dari masyarakat.
Robert Lawang, membagi tahapan sosialisasi menjadi dua garis besar, yakni
sosialisasi primer dan sekunder. Sosialisasi primer terjadi ketika manusia masih
berada pada usia balita. Keluarga adalah yang memiliki pengaruh paling besar
dalam tahap sosialisasi primer manusia. Dalam tahap ini, seorang individu akan
diberikan pengetahuan mengenai pola pola kelakuan yang bersifat mendasar.
Setelah lepas dari tahap sosialisasi primer, maka seorang individu akan berada
dalam tahap sosialisasi sekunder. Pada sosialisasi sekunder ini, proses sosialisasi
juga akan dilakukan oleh lingkungan sekitarnya. Sosialisasi sekunder dapat terus

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
37

berlangsung meskipun individu sudah berusia dewasa. Berbagai proses


pengenalan nilai, norma dan adat istiadat berlangsung dalam tahapan ini. 38
Proses sosialisasi berlangsung secara terus menerus seumur hidup manusia.
Dalam proses sosialisasi, dapat diidentifikasi beberapa kelompok yang dapat
menjadi agen sosialisasi, diantaranya adalah39:
a. Keluarga
Keluarga merupakan agen sosialisasi yang paling pertama dan paling
penting dalam kehidupan manusia. Sosialisasi dalam lingkungan keluarga
terutama bertujuan agar seorang anak dapat mempelajari dan memahami pola
perilaku yang dianut oleh keluarganya.
b. Sekolah
Sama seperti keluarga, sekolah juga memiliki peran sebagai agen
sosialisasi. Sebuah

lembaga

pendidikan

mempunyai peran untuk

memperkenalkan individu (terutama anak anak) terhadap nilai dan


norma yang berlaku pada masyarakat yang lebih luas.
c. Teman sebaya (peer group)
Teman sebaya adalah sarana sosialisasi lainnya. Ketika menginjak usia
remaja, seorang anak cenderung lebih memiliki ikatan terhadap teman
teman sebaya apabila dibandingkan dengan keluarga mereka. Dari

38
39

Ibid. hal. 167-168.


Schaefer. Op. Cit., hal. 89-94.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
38

kelompok ini, anak anak mendapat kesempatan untuk mengasosiasikan


dirinya dengan teman mereka yang berusia sama dan umumnya memiliki
status sosial yang sama.
c. Media massa
Berbagai bentuk media massa nampaknya sudah menjadi bagian dari
agen sosialisasi. Terutama yang paling menjadi fokus perhatian adalah
televisi dan internet yang disebut sangat mempengaruhi sosialisasi seorang
individu. Melalui berbagai program yang ditawarkan, media dapat
memperkenalkan kepada masyarakat mengenai kehidupan dan budaya
yang berada di luar kelompok mereka.
d. Tempat kerja
Tempat kerja menjadi agen sosialisasi bagi mereka yang sudah
mencapai usia dewasa. Dimana masyarakat belajar untuk bersikap dan
berperilaku dengan tepat sesuai dengan lingkungan dimana mereka
bekerja.
e. Agama dan Pemerintah
Baik kelompok agama maupun pemerintah mempunyai peran yang
besar dalam kehidupan masyarakat. Melalui berbagai peraturan yang
dikeluarkan oleh kelompok agama dan pemerintah, masyarakat secara
tidak langsung sudah diminta untuk hidup berdasarkan berbagai aturan dan
regulasi tersebut.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
39

F. Review Penelitian Terdahulu


Pemilihan Umum alias Pemilu merupakan perhelatan pesta demokrasi yang
digelar secara rutin setiap lima tahun sekali. Dalam setiap penyelenggaraannya
tidak ada kondisi Pemilu yang sama persis setiap tahunnya. Setiap Pemilu pastilah
memiliki polemik dan permasalahan sendiri yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Keberadaan Pemilu yang sedemikian, nampaknya sangat menarik bagi
para peneliti. Sehingga tidak heran banyak penelitian dari berbagai disiplin ilmu
berangkat dari penyelenggaraan Pemilu. Begitu pula dengan peneliti, yang
berangkat dari penyelenggaraan Pemilu, akan mengangkat permasalahan
mengenai strategi komunikasi yang dilakukan KPU untuk meningkatkan
partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu legislatif 2014.
Bagian review penelitian terdahulu ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai penelitian yang berhubungan dengan strategi komunikasi dan
partisipasi politik masyarakat. Serta dapat memberikan nilai tambah bagi
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Salah satu penelitian terdahulu yang berkaitan dengan partisipasi politik
masyarakat pernah dilakukan oleh Sri Herwindya Baskara Wijaya (2009).
Penelitian tersebut dilaksanakan di wilayah pedesaan Kecamatan Karenggede
Kabupaten Boyolali bersamaan dengan waktu diadakannya Pemilihan Gubernur
Jawa Tengah tahun 2008. Penelitian ini selain bertujuan untuk mengetahui tingkat
partisipasi politik masyarakat pedesaan juga untuk mengetahui sumber informasi
apa saja yang dapat mempengaruhi partisipasi politik dan mengetahui apakah ada

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
40

hubungan signifikan antara sumber informasi dan latar belakang sosio demografis
dengan partisipasi politik.
Dalam penelitian tersebut, Herwindya menggunakan jenis penelitian
deskriptif eksplanatif. Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang
mendeskripsikan secara terperinci mengenai kondisi riil yang terjadi di lapangan.
Sementara penelitian eksplanatif lebih mengarah pada studi lanjutan mengenai
hubungan sebab akibat dari penelitian deskriptif. Metodologi yang digunakan
adalah multiple research strategies yang merupakan gabungan antara metode
penelitian kualitatif dan kuantitatif, dengan menggunakan survei, wawancara dan
observasi sebagai sarana pengumpulan data.
Populasi dalam penelitian tersebut meliputi seluruh warga Kecamatan
Karanggede yang terdaftar dalam DPT Pemilihan Gubernur Jawa Tengah tahun
2008 sebanyak 36.143 orang. Cara pengambilan sampel menggunakan metode
quota sampling dan available convenience sampling sebanyak 75 orang warga
Kecamatan Karanggede. Teknik analisis menggunakan analisis stasistik chi
square yang diperkuat dengan analisis data hasil wawancara dan observasi.
Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa tokoh masyarakat
merupakan sumber informasi yang paling mempengaruhi partisipasi politik
masyarakat pedesaan. Selain itu partisipasi politik juga banyak dipengaruhi oleh
tetangga dan media massa. Ditambah, komunikasi politik dalam bentuk
kampanye, iklan, baliho, banner, spanduk dan media massa turut mempengaruhi
preferensi masyarakat dalam mengambil keputusan memilih.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
41

Penelitian terdahulu lainnya mengenai partisipasi politik juga pernah


dilakukan oleh Natana El Andi Kurniawan (2012). Berbeda dengan Herwindya
yang meneliti partisipasi politik masyarakat pedesaan, Natana meneliti partisipasi
politik dari kaum marjinal di kota metropolitan DKI Jakarta. Penelitian yang
dilakukan Natana bertujuan untuk memperoleh gambaran proses komunikasi
interpersonal dan media massa dalam mempengaruhi keputusan memilih
masyarakat dalam Pemilukada DKI Jakarta 2012. Natana juga ingin memperoleh
gambaran partispasi politik dan perilaku memilih masyarakat serta memproleh
gambaran referensi dan informasi yang diperoleh masyarakat dalam Pemilukada.
Natana menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut
bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi di lapangan dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam mengumpulkan data digunakan
cara wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Natana mengambil
sampel sejumlah 12 orang dengan menggunakan teknik accidental sampling dari
keseluruhan masyarakat DKI Jakarta yang terdaftar dalam DPT. Mengingat objek
penelitian adalah kaum marjinal, maka penelitian difokuskan pada daerah yang
potensial yaitu: Rawamangun, Harmoni, Lodan dan Pademangan. Analisis hasil
penelitian menggunakan model analisis interaktif dari Miles dan Huberman yang
terdiri atas reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan.
Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa pola pengaruh komunikasi
interpersonal dipengaruhi oleh media massa. Sementara keluarga dan majikan
memeiliki peran

sebagai opinion leader.

Ditambah berlakunya

prinsip

relationship level, yaitu faktor relasi yang mempermudah proses komunikasi dan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
42

menghasilkan pengaruh yang diharapkan oleh komunikator. Pada kelompok


sebaya (peer group) berlaku model komunikasi banyak tahap, pesan yang
disampaikan oleh media massa kemudian akan dibagikan kepada orang sekitar.
Mayang Tistia (2012) pernah melakukan penelitian yang berkaitan dengan
strategi komunikasi. Penelitian dengan metode deskriptif kualitaitf ini memiliki
tujuan untuk memahami dan mendeskripsikan strategi komunikasi LSM Percik
dalam sosialisasi dan kampanye program Polmas di Salatiga. Dalam penelitian
tersebut digunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling untuk
menentukan narasumber dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah dengan menggunakan metode observasi, wawancara mendalam
dan analisis dokumen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mayang, ditemukan bahwa strategi
komunikasi yang digunakan oleh LSM Percik telah melewati beberapa tahap
pembuatan yang sesuai dengan teori strategi komunikasi, seperti analisis
khalayak, menyusun pesan, menetapkan metode dan melakukan seleksi
penggunaan media. Selain itu ditemui pula faktor pendukung keberhasilan strategi
komunikasi berupa kekuatan komunikator dan opinion leader. Faktor penghambat
yang ditemukan adalah kendala kultur dan birokrasi, dimana pemerintah tidak
siap

untuk

menerima

kritik

juga

keterbatasan

commit to user

biaya

dan

SDM.

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
44

Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan salah satu hajat besar bagi bangsa
Indonesia. Namun yang sangat menjadi perhatian adalah tingkat partisipasi politik
masyarakat yang cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Banyak
hal ditengarai dapat menjadi faktor pemicu penurunan angka partisipasi politik
masyarakat.

Salah

satunya

adalah

kurangnya

sosialisasi

mengenai

penyelenggaraan Pemilu. Tanggung jawab untuk mensosialisasikan Pemilu


berdasarkan UU No. 15 tahun 2011 terletak pada Komisi Pemilihan Umum
(KPU).
Berkenaan dengan semakin menurunnya angka partisipasi politik masyarakat
dalam dua penyelenggaraan Pemilu terakhir, dalam PKPU No. 23 tahun 2013
ditambahkan tanggung jawab KPU untuk mendorong partisipasi masyarakat.
Untuk Pemilu 2014, target angka partisipasi politik yang telah ditetapkan adalah
sebesar 75%. Untuk dapat mencapai target tersebut diperlukan serangkaian
sosialisasi yang matang dan terencana. Sehingga sebelum melakukan sosialisasi
perlu terlebih dahulu untuk membuat strategi komunikasi. Strategi komunikasi
yang dimaksud tidak hanya berupa gambaran kasar saja. Melainkan penjelasan
secara menyeluruh berikut dengan taktik operasionalnya. Dengan strategi
komunikasi yang matang, sosialisasi akan dapat berjalan dengan terarah dan
efektif.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
45

H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian studi kasus kualitatif.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
dapat diartikan sebagai metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai
sesuatu atau kejadian. Sementara jenis penelitian studi kasus dapat didefinisikan
sebagai: Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai
berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi, suatu program
atau suatu situasi sosial. Peneliti berupaya menelaah sebanyak mungkin data
mengenai subyek yang diteliti. 40
Definisi tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh J. Nisbet & J.
Watt. Studi kasus dalam pandangan mereka memiliki definisi sebagai sebuah
metodologi penelitian yang memanfaatkan berbagai teknik untuk menelaah dan
menganalisa data. Sehingga kemudian dapat dihasilkan gambaran dan keterangan
yang sejelas jelasnya mengenai suatu kejadian atau fenomena dalam
masyarakat.41
Robert K. Yin berpendapat bahwa:
Secara umum studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok
pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti
hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa yang diselidiki, dan

40
41

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, 2003).


J. Nisbet & J. Watt, Studi Kasus: Sebuah Panduan Praktis, (Salatiga, 1994), hal.4.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
46

bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer dalam konteks


kehidupan nyata.42

Secara teknis, studi kasus dapat didefinisikan sebagai sebuah inkuiri empiris
yang memenuhi syarat syarat sebagai berikut:
a. Menyelidiki fenomena dalam kehidupan nyata
b. Batas batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas
c. Multi sumber bukti dimanfaatkan 43
Pendekatan penelitian dengan menggunakan studi kasus memang bukan hal
yang dapat dianggap baru. Banyak peneliti sudah menggunakan studi kasus dalam
penelitian mereka. Walaupun demikian, bukan berati semua penelitian tepat
menggunakan metode studi kasus. Pendekatan studi kasus paling tepat untuk
digunakan dalam penelitian seperti: siklus kehidupan seseorang, proses-proses
organisasional dan manajerial, perubahan lingkungan sosial, hubungan
hubungan internasional dan kematangan industri-industri.44
Lincoln dan Guba, seperti yang dikutip oleh Deddy Mulyana menuturkan
bahwa pendekatan studi kasus memiliki beberapa keuntungan tersendiri, seperti:
a. Studi kasus merupakan saran utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan
pandangan subyek yang diteliti.
42

Robert K. Yin, Studi Kasus: Desain dan Metode, (Jakarta, 2000), hal.1
Ibid. hal. 18.
44
Ibid. hal. 4.
43

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
47

b. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang
dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
c. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara
peneliti dengan responden.
d. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal
yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga
keterpercayaan (trustworthiness).
e. Studi kasus memberikan uraian tebal yang diperlukan bagi penilaian atas
transferabilitas.
f. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi
pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.45

Mengingat dalam penelitian ini akan diteliti mengenai strategi komunikasi /


sosialisasi Pemilu 2014 oleh KPU, terkhusus KPU Kota Surakarta, maka
penggunaan pendekatan studi kasus dinilai adalah yang paling tepat. Dengan
alasan penelitian ini akan menyajikan gambaran dan penjelasan yang sedemikan
rupa sehingga masyarakat dapat mengetahui secara mendalam bagaimana strategi
komunikasi yang dilakukan KPU dalam mensosialisasikan Pemilu 2014. Selain
itu sama dengan ciri khas studi kasus yang fokus kepada satu fenomena saja,

45

Mulyana, Op. Cit.,2003, hal. 201-202.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
48

penelitian ini juga akan berfokus pada strategi komunikasi yang dilakukan oleh
KPU Kota Surakarta.

2. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek dengan karakteristik tertentu yang akan
diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah:
(i) Ketua dan komisioner KPU Kota Surakarta.
(ii) Staff KPU Kota Surakarta.
(iii) Komunikator yang ditunjuk oleh KPU Kota Surakarta untuk melakukan
sosialisasi.
(iv) Masyarakat yang menjadi kelompok sasaran sosialisasi.
b.Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Mengingat penelitian
ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, maka metode sampling yang
digunakan adalah purposive sampling. Yang dimaksud dengan purposive
sampling adalah pemilihan sumber data yang dianggap memiliki data yang
penting yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
49

Selain itu peneliti juga akan menggunakan teknik sonowball sampling sebagai
teknik pengambilan sampel tambahan. Teknik snowball sampling digunakan
apabila peneliti tidak tahu siapa saja narasumber yang harus dipilih untuk
mendapatkan data yang diinginkan. Peneliti tidak mengetahui kondisi dan struktur
masyarakat sasaran sehingga tidak dapat mengumpulkan data secara pasti.46
Berdasarkan dua teknik tersebut maka sampel yang akan diambil diantaranya
adalah:
(i) Ketua dan komisioner KPU Kota Surakarta.
(ii) Staff KPU Kota Surakarta yang terlibat dalam proses penyusunan strategi
komunikasi dan sosialisasi Pemilu 2014.
(iii) Lima orang relawan demokrasi kota Surakarta yang menangani 5 kelompok
masyarakat sasaran, yakni: pemilih pemula, wanita, kaum difabel, kelompok
agama dan kaum marjinal.
(iv) PPK Kecamatan Jebres, PPS Kelurahan Jebres dan PPS Kelurahan Sewu
(v) Lima orang yang mewakili lima kelompok masyarakat (pemilih pemula,
wanita, kaum difabel, kelompok agama dan kaum marjinal) yang menjadi sasaran
sosialisasi Pemilu 2014

3. Lokasi Penelitian

46

H.B Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Surakarta, 2002), hal. 57.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
50

Penelitian akan dilakukan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota


Surakarta. Lokasi penelitian ini dipertimbangkan mampu mewakili khalayak yang
merupakan objek penelitian.

Selain itu

faktor geografis

juga

menjadi

pertimbangan penentuan lokasi penelitian.

4. Sumber Data
Lexy J. Moleong, mengutip Loflan dan Lofland, membagi sumber data dalam
penelitian menjadi dua macam. Yakni sumber data utama dan sumber data
tambahan, dengan penjelasan sebagai berikut 47:
a. Sumber data utama
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata kata dan
tindakan 48. Yang dimaksud dengan kata kata dan tindakan adalah perkataan
maupun perilaku sumber yang diwawancarai atau diamati. Data tersebut biasanya
dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman, pengambilan foto atau
video. Data utama dari penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dan
dokumentasi wawancara dengan narasumber.49

47

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: 2009), hal. 157.


Ibid.
49
Ibid.
48

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
51

b. Sumber data tambahan


Sumber data tambahan merupakan sumber data pelengkap yang berkaitan
dengan penelitian.50 Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, riset melalui
internet dan berbagai sumber lainnya.

5. Teknik Pengumpulan Data


a. Wawancara mendalam
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seorang
yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.51
Menurut H.B. Sutopo mengumpulkan data dengan wawancara memiliki
tujuan untuk menyajikan konstruksi masa sekarang dalam suatu konteks mengenai
pribadi , peristiwa, aktivitas, tanggapan, motivasi, persepsi, dsb.52
Deddy Mulyana mengutip Denzin, menunjukkan beberapa keuntungan
dengan menggunakan wawancara mendalam, yaitu:
(i)

Wawancara mendalam memungkinkan responden menggunakan cara unik

untuk mendefinisikan dunia.

50

Ibid.
Mulyana, Op. Cit., 2003.
52
Sutopo, Op. Cit., hal.58
51

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
52

(ii) Mengasumsikan bahwa tidak ada urutan tetap pertanyaan untuk semua
responden.
(iii) Memungkinkan responden membicarakan isu-isu penting yang tidak
terjadwal53
Sehingga tepat apabila penelitian ini menggunakan teknik wawancara
mendalam, mengingat akan digali mengenai proses penyusunan strategi
komunikasi dan proses sosialisasi Pemilu 2014 oleh KPU Kota Surakarta.
Berbeda dengan wawancara dalam penelitian kuantitatif, wawancara ini tidak
akan memiliki struktur yang ketat, sehingga dapat diperoleh kedalaman informasi
atas isu yang diteliti.
b. Studi Pustaka / Dokumen
Studi dokumen digunakan untuk mendapatkan data tambahan di luar
narasumber, seperti studi pustaka, hasil penelitian terkait, peraturan perundang
undangan, laporan kegiatan, foto maupun artikel yang terkait dengan kegiatan ini.

53

Mulyana, Op. Cit.,

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
44

Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan salah satu hajat besar bagi bangsa
Indonesia. Namun yang sangat menjadi perhatian adalah tingkat partisipasi politik
masyarakat yang cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Banyak
hal ditengarai dapat menjadi faktor pemicu penurunan angka partisipasi politik
masyarakat.

Salah

satunya

adalah

kurangnya

sosialisasi

mengenai

penyelenggaraan Pemilu. Tanggung jawab untuk mensosialisasikan Pemilu


berdasarkan UU No. 15 tahun 2011 terletak pada Komisi Pemilihan Umum
(KPU).
Berkenaan dengan semakin menurunnya angka partisipasi politik masyarakat
dalam dua penyelenggaraan Pemilu terakhir, dalam PKPU No. 23 tahun 2013
ditambahkan tanggung jawab KPU untuk mendorong partisipasi masyarakat.
Untuk Pemilu 2014, target angka partisipasi politik yang telah ditetapkan adalah
sebesar 75%. Untuk dapat mencapai target tersebut diperlukan serangkaian
sosialisasi yang matang dan terencana. Sehingga sebelum melakukan sosialisasi
perlu terlebih dahulu untuk membuat strategi komunikasi. Strategi komunikasi
yang dimaksud tidak hanya berupa gambaran kasar saja. Melainkan penjelasan
secara menyeluruh berikut dengan taktik operasionalnya. Dengan strategi
komunikasi yang matang, sosialisasi akan dapat berjalan dengan terarah dan
efektif.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
45

H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian studi kasus kualitatif.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
dapat diartikan sebagai metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai
sesuatu atau kejadian. Sementara jenis penelitian studi kasus dapat didefinisikan
sebagai: Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai
berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi, suatu program
atau suatu situasi sosial. Peneliti berupaya menelaah sebanyak mungkin data
mengenai subyek yang diteliti. 44
Definisi tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh J. Nisbet & J.
Watt. Studi kasus dalam pandangan mereka memiliki definisi sebagai sebuah
metodologi penelitian yang memanfaatkan berbagai teknik untuk menelaah dan
menganalisa data. Sehingga kemudian dapat dihasilkan gambaran dan keterangan
yang sejelas jelasnya mengenai suatu kejadian atau fenomena dalam
masyarakat.45
Robert K. Yin berpendapat bahwa:
Secara umum studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok
pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila
peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa yang

40
45

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, 2003).


J. Nisbet & J. Watt, Studi Kasus: Sebuah Panduan Praktis, (Salatiga, 1994), hal.4.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
46

diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena


kontemporer dalam konteks kehidupan nyata.46

Secara teknis, studi kasus dapat didefinisikan sebagai sebuah inkuiri empiris
yang memenuhi syarat syarat sebagai berikut:
a. Menyelidiki fenomena dalam kehidupan nyata
b. Batas batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas
c. Multi sumber bukti dimanfaatkan 47
Pendekatan penelitian dengan menggunakan studi kasus memang bukan hal
yang dapat dianggap baru. Banyak peneliti sudah menggunakan studi kasus dalam
penelitian mereka. Walaupun demikian, bukan berati semua penelitian tepat
menggunakan metode studi kasus. Pendekatan studi kasus paling tepat untuk
digunakan dalam penelitian seperti: siklus kehidupan seseorang, proses-proses
organisasional dan manajerial, perubahan lingkungan sosial, hubungan
hubungan internasional dan kematangan industri-industri.48
Lincoln dan Guba, seperti yang dikutip oleh Deddy Mulyana menuturkan
bahwa pendekatan studi kasus memiliki beberapa keuntungan tersendiri, seperti:
a. Studi kasus merupakan saran utama bagi penelitian emik, yakni
menyajikan pandangan subyek yang diteliti.
b. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang
dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
c. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara
peneliti dengan responden.

46

Robert K. Yin, Studi Kasus: Desain dan Metode, (Jakarta, 2000), hal.1
Ibid. hal. 18.
48
Ibid. hal. 4.
47

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
47

d. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi


internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual
tetapi juga keterpercayaan (trustworthiness).
e. Studi kasus memberikan uraian tebal yang diperlukan bagi penilaian atas
transferabilitas.
f. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi
pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.49
Mengingat dalam penelitian ini akan diteliti mengenai strategi komunikasi /
sosialisasi Pemilu 2014 oleh KPU, terkhusus KPU Kota Surakarta, maka
penggunaan pendekatan studi kasus dinilai adalah yang paling tepat. Dengan
alasan penelitian ini akan menyajikan gambaran dan penjelasan yang sedemikan
rupa sehingga masyarakat dapat mengetahui secara mendalam bagaimana strategi
komunikasi yang dilakukan KPU dalam mensosialisasikan Pemilu 2014. Selain
itu sama dengan ciri khas studi kasus yang fokus kepada satu fenomena saja,
penelitian ini juga akan berfokus pada strategi komunikasi yang dilakukan oleh
KPU Kota Surakarta.

2. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek dengan karakteristik tertentu yang akan
diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah:
(i) Ketua dan komisioner KPU Kota Surakarta.
(ii) Staff KPU Kota Surakarta.
(iii) Komunikator yang ditunjuk oleh KPU Kota Surakarta untuk
melakukan sosialisasi.
49

Mulyana, Op. Cit.,2003, hal. 201-202.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
48

(iv) Masyarakat yang menjadi kelompok sasaran sosialisasi.


b.Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Mengingat
penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, maka metode
sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Yang dimaksud dengan
purposive sampling adalah pemilihan sumber data yang dianggap memiliki
data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Selain itu peneliti juga akan menggunakan teknik sonowball sampling
sebagai teknik pengambilan sampel tambahan. Teknik snowball sampling
digunakan apabila peneliti tidak tahu siapa saja narasumber yang harus dipilih
untuk mendapatkan data yang diinginkan. Peneliti tidak mengetahui kondisi
dan struktur masyarakat sasaran sehingga tidak dapat mengumpulkan data
secara pasti.50 Berdasarkan dua teknik tersebut maka sampel yang akan
diambil diantaranya adalah:
(i) Ketua dan komisioner KPU Kota Surakarta.
(ii) Staff KPU Kota Surakarta yang terlibat dalam proses penyusunan
strategi komunikasi dan sosialisasi Pemilu 2014.
(iii) Lima orang relawan demokrasi kota Surakarta yang menangani 5
kelompok masyarakat sasaran, yakni: pemilih pemula, wanita, kaum
difabel, kelompok agama dan kaum marjinal.
(iv) PPK Kecamatan Jebres, PPS Kelurahan Jebres dan PPS Kelurahan
Sewu

50

H.B Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Surakarta, 2002), hal. 57.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
49

(v) Lima orang yang mewakili lima kelompok masyarakat (pemilih


pemula, wanita, kaum difabel, kelompok agama dan kaum marjinal)
yang menjadi sasaran sosialisasi Pemilu 2014

3. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota
Surakarta. Lokasi penelitian ini dipertimbangkan mampu mewakili khalayak yang
merupakan objek penelitian.

Selain itu

faktor geografis

juga

menjadi

pertimbangan penentuan lokasi penelitian.

4. Sumber Data
Lexy J. Moleong, mengutip Loflan dan Lofland, membagi sumber data dalam
penelitian menjadi dua macam. Yakni sumber data utama dan sumber data
tambahan, dengan penjelasan sebagai berikut 51:
a. Sumber data utama
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata kata dan
tindakan 52. Yang dimaksud dengan kata kata dan tindakan adalah perkataan
maupun perilaku sumber yang diwawancarai atau diamati. Data tersebut
biasanya dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman, pengambilan
foto atau video. Data utama dari penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara
dan dokumentasi wawancara dengan narasumber.53

51

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: 2009), hal. 157.


Ibid.
53
Ibid.
52

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
50

b. Sumber data tambahan


Sumber data tambahan merupakan sumber data pelengkap yang berkaitan
dengan penelitian.54 Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, riset
melalui internet dan berbagai sumber lainnya.

5. Teknik Pengumpulan Data


a. Wawancara mendalam
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.55
Menurut H.B. Sutopo mengumpulkan data dengan wawancara memiliki
tujuan untuk menyajikan konstruksi masa sekarang dalam suatu konteks
mengenai pribadi , peristiwa, aktivitas, tanggapan, motivasi, persepsi, dsb.56
Deddy Mulyana mengutip Denzin, menunjukkan beberapa keuntungan
dengan menggunakan wawancara mendalam, yaitu:
(i) Wawancara mendalam memungkinkan responden menggunakan cara
unik untuk mendefinisikan dunia.
(ii) Mengasumsikan bahwa tidak ada urutan tetap pertanyaan untuk semua
responden.
(iii) Memungkinkan responden membicarakan isu-isu penting yang tidak
terjadwal57

54

Ibid.
Mulyana, Op. Cit., 2003.
56
Sutopo, Op. Cit., hal.58
57
Mulyana, Op. Cit.,
55

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
51

Sehingga tepat apabila penelitian ini menggunakan teknik wawancara


mendalam, mengingat akan digali mengenai proses penyusunan strategi
komunikasi dan proses sosialisasi Pemilu 2014 oleh KPU Kota Surakarta.
Berbeda dengan wawancara dalam penelitian kuantitatif, wawancara ini tidak
akan memiliki struktur yang ketat, sehingga dapat diperoleh kedalaman
informasi atas isu yang diteliti.
b. Studi Pustaka / Dokumen
Studi dokumen digunakan untuk mendapatkan data tambahan di luar
narasumber, seperti studi pustaka, hasil penelitian terkait, peraturan
perundang undangan, laporan kegiatan, foto maupun artikel yang terkait
dengan kegiatan ini.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai