10 Bentuk Hukum
10 Bentuk Hukum
1. Hukum I Newton
Hukum III Newton berbunyi Pada saat suatu benda memberikan gaya pada benda kedua,
benda kedua juga melepaskan gaya yang sama tapi melawan arah gaya benda pertama.
Cobalah melemparkan sebuah bola ditembok, maka bola tersebut akan memantul dengan
besar gaya yang sama. Ini merupakan aplikasi Hukum newton ketiga. Hukum III Newton ini
disebut juga hukum aksi reaksi. Setiap hari kita pasti mengalami gaya aksi reaksi karena gaya
selalu berpasangan dan tidak ada gaya yang tunggal.
Tinjau sistem kerja penekan hidrolik seperti pada di atas. Apabila dikerjakan
tekanan P1 pada penampang A1 maka tekanan yang sama besar akan diteruskan
ke penampang A2 sehingga memenuhi P1 = P2 dan diperoleh perumusan sebagai
berikut:
Dari persamaan di atas terlihat, jika ingin gaya tekan kecil, maka luas
penampang kedua harus lebih besar. Adapun alat-alat teknik yang menggunakan
sistem prinsip Pascal adalah rem hidrolik dan pengangkat mobil (dongkrak)
dalam bengkel.
Contoh soal:
Seorang pekerja bengkel memberikan gaya tekan pada pompa hidrolik dengan
gaya 200 N. apabila perbandingan penampang silinder kecil dan besar 1 : 10,
berapa berat beban yang dapat diangkat oleh pekerja tersebut?
Jawab:
W2= (A2/A1)F1
W2=10/1. 200
W2=2000N
Jadi beban yang bisa diangkat adalah 2000 N
5.Hukum Archimedes
Pada saat kita berjalan atau berlari di dalam air, kita tentunya akan merasakan bahwa langkah
kita lebih berat dibandingkan jika kitamelangkah di tempat biasa. Gejala ini disebabkan
adanya tekanan dari zat cair. Pengamatan ini memunculkan sebuah hukum yang dikenal
Hukum , yaitu :
Jika sebuah benda dicelupkan ke dalam zat cair, maka benda tersebut akan mendapat gaya
yang disebut gaya apung (gaya ke atas) sebesar berat zat cair yang dipindahkannya
Akibat adanya gaya apung, berat benda dalam zat cair akan berkurang. Benda yang diangkat
dalam zat cair akan terasa lebih ringan dibandingkan diangkat di darat. Jadi, telah jelas bahwa
berat benda seakan berkurang bila benda dimasukkan ke dalam air. Hal itu karena adanya
gaya ke atas yang ditimbulkan oleh air dan diterima benda. Dengan demikian maka resultan
gaya antara gaya berat dengan gaya ke atas merupakan berat benda dalam air. Selanjutnya
berat disebut dengan berat semu yaitu berat benda tidak sebenarnya karena benda berada
dalam zat cair. Benda dalam air diberi simbol WS.
Hubungan antara berat benda di udara (W), gaya ke atas (Fa) dan berat semu (Ws) adalah :
Ws = W-Fa
dengan:
Ws
=
berat
benda
W
=
berat
Fa = gaya apung (N)
dalam
benda
zat
cair
sebenarnya
(Kgm/s2)
(Kgm/s2)
jenis
benda
zat
yang
cair
tercelup
(kg/m3)
(m3)
Bila benda dicelupkan ke dalam zat cair, maka ada 3 kemungkinan yang terjadi yaitu
tenggelam, melayang, dan terapung.
1. Benda Tenggelam
Benda disebut tenggelam dalam zat cair apabila posisi benda selalu terletak pada dasar
tempat zat cair berada.
Benda Tenggelam
Pada benda tenggelam terdapat tiga gaya yaitu :
W
=
Fa
N = gaya normal bidang
gaya
=
berat
benda
archimedes
jenis
benda
gaya
massa
2. Benda Melayang
Benda melayang dalam zat cair apabila posisi benda di bawah permukaan zat cair dan di atas
dasar tempat zat cair berada.
Benda Melayang
Pada benda melayang terdapat dua gaya yaitu: Fa dan W. Dalam keadaan seimbang maka :
W = Fa
b . Vb . g = ZC . Vb . g
b = zc
3. Benda Terapung
Benda terapung dalam zat cair apabila posisi benda sebagian muncul dipermukaan zat cair
dan sebagian terbenam dalam zat cair.
Benda Terapung
Pada benda terapung terdapat dua gaya yaitu :Fa dan W. Dalam keadaan seimbang maka :
W = Fa
b . Vb . g = ZC . V2 . g
b . Vb = ZC . V2
karena Vb > V2 maka : b < ZC
Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan Hukum Archimedes dalam kehidupan seharihari.
Penerapan Hukum Archimedes Untuk Menentukan Massa Jenis Benda
karena
dengan:
Vair
=
volume
m
=
massa
ms
=
massa
benda
=
air = massa jenis air
air
semu
massa
yang
dipindahkan
benda
di
udara
benda
(di
air)
jenis
benda
Jika di rumah kita menggunakan mesin pompa air, maka dapat kita lihat bahwa tangki
penampungnya harus diletakkan pada ketinggian tertentu. Tujuannya adalah agar diperoleh
tekanan besar untuk mengalirkan air. Dalam tangki tersebut terdapat pelampung yang
berfungsi sebagai kran otomatis. Kran ini dibuat mengapung di air sehingga ia akan bergerak
naik seiring dengan ketinggian air. Ketika air kosong, pelampung akan membuka kran untuk
mengalirkan air. Sebaliknya, jika tangki sudah terisi penuh, pelampung akan membuat kran
tertutup sehingga secara otomatis kran tertutup.
b) Kapal selam
Pada kapal selam terdapat tangki yang jika di darat ia terisi udara sehingga ia dapat
mengapung di permukaan air. Ketika kapal dimasukkan ke dalam air, tangki ini akan terisi air
sehingga kapal dapat menyelam.
c) Hidrometer
Hidrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur massa jenis zat cair. Alat ini
berbentuk tabung yang berisi pemberat dan ruang udara sehingga akan terapung tegak dan
stabil seketika. Hidrometer bekerja sesuai dengan prinsip Hukum Archimedes.
6.Hukum Avogadro
Hukum Avogadro (Hipotes Avogadro, atau Prinsip Avogadro) adalah hukum gas yang
diberi nama sesuai dengan ilmuwan Italia Amedeo Avogadro, yang pada 1811 mengajukan
hipotesis bahwa:
Gas-gas yang memiliki volum yang sama, pada temperatur dan tekanan
yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama pula.
Artinya, jumlah molekul atau atom dalam suatu volum gas tidak tergantung kepada ukuran
atau massa dari molekul gas. Sebagai contoh, 1 liter gas hidrogen dan nitrogen akan
mengandung jumlah molekul yang sama, selama suhu dan tekanannya sama. Aspek ini dapat
dinyatakan secara matematis,
dimana:
V adalah volum gas.
n adalah jumlah mol dalam gas tersebut.
k adalah tetapan kesebandingan.
Akibat paling penting dari hukum Avogadro adalah bahwa Konstanta gas ideal memiliki
nilai yang sama bagi semua gas. Artinya, konstanta
dimana:
p adalah tekanan gas
T adalah temperatur
memiliki nilai yang sama untuk semua gas, tidak tergantung pada ukuran atau massa molekul
gas. Hipotesis Avogadro dibuktikan melalui teori kinetika gas.
Satu mol gas ideal memiliki volum 22.4 liter pada kondisi standar (STP), dan angka ini sering
disebut volum molar gas
7.Hukum Boyle
College Loan Consolidation Friday, October 31st, 2014 - Kelas VIII
Hukum Boyle, yaitu hukum fisika yang menjelaskan bagaimana kaitan antara tekanan dan
volume suatu gas. Penemu hukum boyle adalah Robert Boyle (1627-1691), dia melakukan
penelitian untuk mengetahui hubungan antara tekanan dan volume gas pada suhu yang
konstan. Dari hasil penelitiannya, Robet Boyle menemukan bahwa hasil kali tekanan dan
volume gas dalam ruangan tertutup adalah tetap/konstan.
Hukum Boyle
Hukum boyle ditemukan oleh Robert Boyle yang menyelidiki pengaruh tekanan terhadap
volume gas pada suhu tetap. Pernyataan Robert Boyle dikenal dengan Hukum Boyle, yang
berbunyi :
Pada suhu tetap, tekanan gas di dalam ruang tertutup berbanding terbalik dengan
volumenya
Dari hukum Boyle tersebut berarti hasil kali tekanan dan volume gas dalam ruang tertutup
adalah konstan (tetap) asalkan suhu gas tetap.
Pernyataan tersebut bila ditulis dalam bentuk rumus :
P.V=C
Dimana c = bilangan tetap (konstanta)
Bila tekanan diubah maka volum gas juga berubah maka rumus di atas dapat ditulis sebagai
berikut.
P 1 . V1 = P 2 . V2
Keterangan:
P1
=
tekanan
gas
P2
=
tekanan
gas
V1
=
volum
V2 = volum gas akhir (m3, cm3)
mula-mula
akhir
gas
(atm,
cm
(atm,
cm
mula-mula
Hg,
Hg,
N/m 2,
N/m2,
(m3,
Pa)
Pa)
cm3)
Penerapan Hukum Boyle terdapat pada prinsip kerja pompa. Pompa adalah alat yang
digunakan untuk memindahkan gas atau zat cair. Berdasarkan prinsip kerja ini, pompa
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu pompa hisap dan pompa tekan.
Suatu ruangan tertutup mengandung gas dengan volume 200 ml. Jika tekanan ruangan
tersebut adalah 60 cmHg, hitunglah tekanan gas pada ruangan yang volumenya 150 ml?
Diketahui: V1 = 200 mL ; P1 = 60 cmHg ; V2 = 150 ml
Ditanya : P2 ?
Jawab :
Jadi, tekanan gas pada ruangan yang volumenya 150 ml berdasarkan hukum boyle adalah 80
cmHg.
8.Hukum Snellius
Pembiasan cahaya pada antarmuka antara dua medium dengan indeks bias
berbeda, dengan n2 > n1. Karena kecepatan cahaya lebih rendah di medium
kedua (v2 < v1), sudut bias 2 lebih kecil dari sudut datang 1; dengan kata lain,
berkas di medium berindeks lebih tinggi lebih dekat ke garis normal.
Hukum Snellius adalah rumus matematika yang meberikan hubungan antara sudut datang
dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas antara dua medium
isotropik berbeda, seperti udara dan gelas. Nama hukum ini diambil dari matematikawan
Belanda Willebrord Snellius, yang merupakan salah satu penemunya. Hukum ini juga dikenal
sebagai Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan.
Hukum ini menyebutkan bahwa nisbah sinus sudut datang dan sudut bias adalah konstan,
yang tergantung pada medium. Perumusan lain yang ekivalen adalah nisbah sudut datang dan
sudut bias sama dengan nisbah kecepatan cahaya pada kedua medium, yang sama dengan
kebalikan nisbah indeks bias.
Perumusan matematis hukum Snellius adalah
atau
atau
Lambang
merujuk pada sudut datang dan sudut bias, dan pada kecepatan cahaya
sinar datang dan sinar bias. Lambang merujuk pada indeks bias medium yang dilalui sinar
datang, sedangkan adalah indeks bias medium yang dilalui sinar bias.
Hukum Snellius dapat digunakan untuk menghitung sudut datang atau sudut bias, dan dalam
eksperimen untuk menghitung indeks bias suatu bahan.
Pada tahun 1637, Ren Descartes secara terpisah menggunakan argumen heuristik kekekalan
momentum dalam bentuk sinus dalam tulisannya Discourse on Method untuk menjelaskan
hukum ini. Cahaya dikatakan mempunyai kecepatan yang lebih tinggi pada medium yang
lebih padat karena cahaya adalah gelombang yang timbul akibat terusiknya plenum, substansi
kontinu yang membentuk alam semesta. Dalam bahasa Perancis, hukum Snellius disebut la
loi de Descartes atau loi de Snell-Descartes.
Sebelumnya, antara tahun 100 hingga 170 Ptolemeus dari Thebaid menemukan hubungan
empiris sudut bias yang hanya akurat pada sudut kecil.[1] Konsep hukum Snellius pertama
kali dijelaskan secara matematis dengan akurat pada tahun 984 oleh Ibn Sahl dari Baghdad
dalam manuskripnya On Burning Mirrors and Lenses[2][3]. Dengan konsep tersebut Ibn Sahl
mampu membuat lensa yang dapat memfokuskan cahaya tanpa aberasi geometri yang dikenal
sebagai kanta asperik. Manuskrip Ibn Sahl ditemukan oleh Thomas Harriot pada tahun 1602,
[4]
tetapi tidak dipublikasikan walaupun ia bekerja dengan Johannes Keppler pada bidang ini.
Pada tahun 1678, dalam Trait de la Lumiere, Christiaan Huygens menjelaskan hukum
Snellius dari penurunan prinsip Huygens tentang sifat cahaya sebagai gelombang. Hukum
Snellius dikatakan, berlaku hanya pada medium isotropik atau "teratur" pada kondisi cahaya
monokromatik yang hanya mempunyai frekuensi tunggal, sehingga bersifat reversibel.[5]
Hukum Snellius dijabarkan kembali dalam rasio sebagai berikut:
9.Hukum Kirchhoff 1
Hukum Kirchhoff 1 merupakan Hukum Kirchhoff yang berkaitan dengan dengan arah arus
dalam menghadapi titik percabangan. Hukum Kirchhoff 1 ini sering disebut juga dengan
Hukum Arus Kirchhoff atau Kirchhoffs Current Law (KCL).
Bunyi Hukum Kirchhoff 1 adalah sebagai berikut :
Arus Total yang masuk melalui suatu titik percabangan dalam suatu rangkaian listrik sama
dengan arus total yang keluar dari titik percabangan tersebut.
Untuk lebih jelas mengenai Bunyi Hukum Kicrhhoff 1, silakan lihat rumus dan rangkaian
I4 = 3 5
I4 = -2
Karena nilai yang didapatkan adalah nilai negatif, ini berbeda dengan asumsi kita
sebelumnya, berarti arus I4 yang sebenarnya adalah arus masuk.
10. Hukum Kirchhoff 2
Perhatikan rangkaian diatas, nilai-nilai Resistor yang terdapat di rangkaian adalah sebagai
berikut :
R1 = 10
R2 = 20
R3 = 40
V1 = 10V
V2 = 20V
Berakah arus yang melewati resistor R3 ?
Penyelesaian :
Di dalam rangkaian tersebut, terdapat 3 percabangan, 2 titik, dan 2 loop bebas (independent).
Gunakan Hukum Kirchhoff I (Hukum Arus Kirchhoff) untuk persamaan pada titik A dan titik
B
Titik A : I1 + I2 = I3
Titik B : I3 = I1 + I2
Gunakan Hukum Kirchhoff II (Hukum Tegangan Kirchhoff) untuk Loop 1, Loop 2 dan Loop
3.
Jadi saat ini kita memiliki 2 persamaan, dari persamaan tersebut kita mendapatkan nilai I1 dan
I2 sebagai berikut :
I1 = -0.143 Ampere
I2 = +0.429 Ampere
Seperti yang diketahui bahwa I3 = I1 + I2
Maka arus listrik yang mengalir pada R3 adalah -0.143 + 0.429 = 0.286 Ampere
Sedangkan Tegangan yang melewati R3 adalah 0.286 x 40 = 11.44 Volt
Tanda Negatif (-) pada arus I1 menandakan arah alir arus listrik yang diasumsikan dalam
rangkaian diatas adalah salah. Jadi arah alir arus listrik seharusnya menuju ke V1, sehingga
V2 (20V) melakukan pengisian arus (charging) terhadap V1.