Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

PERITONITIS ET CAUSA PERFORASI GASTER

Pembimbing : dr. Budi Yuwono, Sp.B

Disusun Oleh :
Aries Maulana, S.Ked
J500 050 049

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011

Laporan Kasus
PERITONITIS ET CAUSA PERFORASI GASTER

Yang Diajukan Oleh :


Aries Maulana, S.Ked

J.500 050 049

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
dr. Budi Yuwono,Sp.B

(..............................)

Dipresentasikan di hadapan :
dr. Budi Yuwono,Sp.B

(..............................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Yuni Prasetyo Kurniawati, M.MKes.

(..............................)

PENDAHULUAN
Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan
adanya keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian
bila tidak ditanggulangi dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen
dapat disebabkan karena perdarahan, peradangan, perforasi atau obstruksi pada
alat pencemaan. Peradangan bisa primer karena peradangan alat pencernaan
seperti pada appendisitis atau sekunder melalui suatu pencemaran peritoneum
karena perforasi tukak lambung, perforasi dari Payer's patch, pada typhus
abdominalis atau perforasi akibat trauma.
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang
komplek dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi
dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara
potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini
dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung berkembang menjadi suatu
peritonitis kimia yang disebabkan karena kebocoran asam lambung kedalam
rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna
merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada ulkus peptikum merupakan
penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum insidensinya 2-3 kali lebih
banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari perforasi lambung
disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15 % penderita dengan
divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada pasien yang
lebih tua appendicitis acuta mempunyai angka kematian sebanyak 35 % dan
angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap angka
kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang
berat yang menyertai appendicitis tersebut.
Untuk penegakan diagnosis diperlukan pengumpulan data dengan
mengadakan penelitian terhadap penderita melalui pemeriksaan fisik penderita
secara sistematis yang dimulai dengan anamnesis penderita ditambah dengan
pemeriksaan tambahan dan khusus. Bila penderita tidak sadar atau terlalu sakit
bisa dilakukan anamnesa keluarga (allo-anamnesa)

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
1. Nama
2. Jenis Kelamin
3. Umur
4. Alamat
5. Agama
6. Pekerjaan
7. Masuk RS
8. Periksa
9. No. RM
B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama

: Ny. S
: Perempuan
: 60 th
: Brangkal 1/3 Lawu Sukoharjo
: Islam
: Swasta
: 29 April 2011 jam 13.26
: 02 Mei 2011
: 147307

Nyeri perut

2. Riw Peny Skrg

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut yang mendadak telah


dirasakan sejak 4 hari yang lalu, keluhan diawali oleh muntah yang
kemudian nyeri perut dirasakan terus memberat dan meluas, pasien
mengaku perutnya sering

kembung dalam 1 minggu terakhir dan

tidak bisa kentut & BAB 2 hari terakhir, nafsu makan berkurang, dan
mual. selain itu pasien juga mengeluhkan perutnya terasa ampeg dan
kaku karena menahan sakit, terkadang keluar keringat dingin, sesak
nafas, badan meriang dan kepala cekot-cekot. Pasien tidak pernah
mengeluhkan gangguan dalam berkemih

3. Riw. Peny Dahulu

Riwayat asma disangkal


Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat perut sering kembung dan terasa sebah dibenarkan


Riwayat trauma disangkal
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan dibenarkan, pasien memiliki
riwayat minum obat anti nyeri yang dibeli sendiri di apotek untuk
menobati nyeri dikedua lututnya, kebiasaan minum obat anti nyeri
sudah dilakukan lebih dari 1 tahun yang lalu dan semakin sering
mengkonsumsi dalam 3 bulan terakhir.

4. Riw Peny Keluarga

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal


Riwayat penyakit kencing manis disangkal
Riwayat penyakit alergi atau asma disangkal

5. Anamnesis Sistem

Sistem Cerebrovaskuler

: Pasien sadar, Nyeri kepala (+)

Sistem Cardiovaskuler

: Tidak ada keluhan

Sistem Respiratorius

: Sesak nafas

Sistem Gastrointestinal

: Nyeri perut, kembung, BAB (-) 2 hr


mual, nafsu makan berkurang

Sistem Urogenital

: Tidak ada keluhan

Sistem Integumentum

: Keringat dingin, Badan meriang

Sistem muskuloskeletal

: Nyeri perut dan Kaku

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a) Keadaan umum
b) Kesadaran
c) Vital sign

; Tampak Kesakitan
: Compos Mentis (E4V5M6)
:
Suhu : 37,1oC
Nadi : 84 x/mnt

Kepala

TD

: 130/80 mmHg

RR

: 30 x/mnt

Bentuk

: Mesocephal, Simetris

Rambut

: Panjang, Warna hitam bercampur putih

Palpebra

: Tidak edema

Conjunctiva

: Tidak anemis

Sclera

: Tidak ikterik

Pupil

: Isokor / Isokor

Reflek cahaya

: +/+

Katarak

: Tidak ditemukan

Kelj. Getah bening

: Tidak membesar

Kelj. Thyroid

: Tidak membesar

JVP

: Tidak meningkat

Mata

Leher

Thorax
Paru

Inspeksi

: Simetris, tidak retraksi dan tidak ada


ketinggalan gerak

Palpasi

: Taktil fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi: Suara dasar vesikuler +/+, ST (-/-)

Jantung

Inspeksi

: Ictus cordis tidak nampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba

Perkusi

:
Batas kiri atas SIC II LMC sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dextra
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra
Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra

Abdomen

Auskultasi : Bunyi jantung 1-2, reguler, gallop tidak ada

Inspeksi

: Distended, lebih tinggi dari dada, simetris,

tidak nampak hematom, warna kulit sama dengan


sekitar, darm kontour dan darm steifung tidak nampak

Auskultasi: Peristaltik menurun


Palpasi

: Tidak teraba massa, didapatkan defans

muskuler, nyeri tekan seluruh lapang perut, hepar dan


lien tidak teraba, ballotemen ginjal tidak teraba

- Perkusi
Ekstremitas
-

: Hipertimpani, tidak ada nyeri ketok CVA

Akral

: Hangat

Sianosis

: Tidak ditemukan

Edema

: Tidak ditemukan

2. Status Lokalis
Nyeri tekan dititik Mc.Burney (-), Rovsing sign (-), Obturator sign (-),
Psoas sign (-)

Rectal Toucher
- M. Spincter ani mencengkram kuat
- Mucosa recti licin, tidak teraba massa
- Ampula recti tidak kolaps
- Sarung tangan : Darah (-), Feces (+)
D. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Keluhan utama nyeri perut mendadak yang dirasakan sejak 4 hari
yang lalu. Keluhan diawali dengan muntah yang kemudian
keluhan nyeri perut dirasakan terus memberat. Keluhan lain yang
menyertai adanya kembung, keringat dingin, badan meriang, nyeri
kepala cekot-cekot,

tidak bisa BAB dan kentut 2 hari terakhir,

perut ampeg dan kaku dan nafsu makan berkurang


Riwayat penyakit dahulu: Riwayat perut sering kembung dan
terasa sebah, pasien memiliki riwayat mengkonsumsi obat-obatan
anti nyeri yang dibeli sendiri di apotek untuk mengobati nyeri
dikedua lututnya, kebiasaan minum obat anti nyeri sudah

dilakukan lebih dari 1 tahun yang lalu dan semakin sering


mengkonsumsi dalam 3 bulan terakhir.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah dan
kesakitan; vital sign didapatkan febris, dan takipneu; pemeriksaan
abdomen didapatkan distended, defans muskuler, nyeri tekan
seluruh lapang perut, dan perkusi hipertimpani.

E. DIAGNOSIS BANDING
Abdominal pain e/c peritonitis
Abdominal pain e/c appendicitis perforasi
Abdominal pain e/c gastritis erosiva
Abdominal pain e/c gastroenteritis akut

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi (29-04-2011)
Hb

: 12,0 gr/dl (13,0 - 14,0)

Eritrosit

: 4,09 103 l (4,5 - 5,5)

Hematokrit

: 35,4 % (40 - 48)

Indek eritrosit
MCV

: 61,4 fL (82 - 92)

MCH

: 21,1 pg (27 - 31)

MCHC

: 34,4 g/dl (32 - 36)

Trombosit

: 323

103 uL (150 - 400)

Leukosit

: 4,5

103 uL (5,0 - 10,0)

Gol darah

:O

Hitung Jenis Leukosit


Neutrofil segmen

: 63 %

Limfosit

: 30 %

Monosit

7%

2. Pemeriksaan Immunologi
HbsAg

: (-)

3. Pemeriksaan Kimia Darah


Ureum

: 84,82

mg/dl (10 - 50)

Creatinin

: 0,84

mg/dl (0,6 - 1,1)

SGOT

: 64,30

U/l (0 - 25)

SGPT

: 44,55

U/l (0 - 29)

GDS

: 124

mg/dl (70 - 120)

4. Pemeriksaan Radiologi abdomen 2 posisi


Distribusi udara di dalam usus normal
Tidak tampak gambar air fluid level
Tampak gambar free air massif
Kesan

: Gbr. Pneumoperitoneum / Perforasi

G. DIAGNOSIS KERJA
Abdominal pain e/c peritonitis e/c perforasi

H. PERENCANAAN
1. Rencana terapi
a) Tindakan resusitasi Airway, Breathing, Circulation
b) Restorasi cairan infuse RL : D5% ( 1 : 1 ) maintenance
c) Pencegahan infeksi Ceftriaxone 1g/12 jam
Metronidazol 500mg/12 jam
d) Terapi simptomatik Ranitidin 1A/12 jam

e) Pasang NGT dan Dauer Catheter Balans cairan


2. Rencana diagnostic
a) Informed Consent
b) Konsul Anastesi
c) Laparotomi exsplorasi

I.

FOLLOW UP

Tanggal 29 April 2011


S
O

A
p

Nyeri perut (+), BAB (-) 2 hr, Kentut (-), Nyeri boyok (+), Nyeri kepala (+)
KU : Tampak kesakitan, Compos mentis
VS : TD : 100/70 mmHg
Kep : CA -/-, Si -/Dada : S1-2 reg, sdv +/+
Perut : Peristaltik menurun, NT (+) hampir seluruh lapang perut
Ext : Edema -/-, akral hangat
Abdominal pain curiga ileus
Terapi : Inf. asering : Nacl : D5% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ketorolac 30 mg/8 jam
Alinamin F 1A/12jam
Ranitidin 1A/12jam
Pasang DC dan NGT
Pasien di puasakan
Diagnostik : Cek DL, EKG, Abd 3 posisi

Tanggal 29 April 2011 jam 16.30


S

Nyeri perut (+), BAB (-) 2 hr, Kentut (-), Nyeri boyok (+), Nyeri kepala (+)
,demam (+)

KU : Tampak kesakitan, Compos mentis


VS : TD : 70/40 mmHg
Suhu : 37,5
N : 100 x/mnt
RR : 24 x/mnt
Kep : CA -/-, Si -/Dada : S1-2 reg, sdv +/+
Perut : Peristaltik menurun, NT (+)seluruh lapang perut
Ext : Edema -/-, akral hangat

Hasil lab : Hb 11,5


AT 191000
AL 3100
GDS 115
A
Curiga ileus obstruksi dengan febris
p
Terapi : Advis Sp.B
Inf Grojog samapi TDS > 100 mmHg
Inf. asering : Nacl : D5% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ketorolac 30 mg/8 jam
Alinamin F stop
Ranitidin 1A/12jam
Metronidazol 1flush/12jam
Balans cairan, Obs. KU dan VS
Tanggal 29 April 2011 jam 19.00
S
O

A
p

Nyeri perut (+), BAB (-) 2 hr, Kentut (-), Nyeri boyok (+), Nyeri kepala (+)
,Demam (+)
KU : Tampak kesakitan, Compos mentis
VS : TD : 80/50 mmHg
Suhu : 36,8
N : 104 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Kep : CA -/-, Si -/Dada : S1-2 reg, sdv +/+
Perut : Peristaltik menurun, NT (+)seluruh lapang perut
Ext : Edema -/-, akral hangat
Hasil lab : Hb 12,0
AL 4500
AT 173000
UR 84,82 OT 64,30 PT 44,55
Abdominal pain curiga ileus dd peritonitis
Terapi : Advis Sp.B
Masuk ICU
Dopamin

CR 0,84
GDS 126

Tanggal 30 April 2011 (ICU)


S
O

Nyeri perut (+), BAB (-) 2 hr, Kentut (-), Demam (+)
KU : Tampak kesakitan, Compos mentis
VS : TD : 126/85 mmHg
Suhu : 37,0
N : 100 x/mnt
RR : 23 x/mnt
Kep : CA -/-, Si -/-

Dada : S1-2 reg, sdv +/+


Perut : Peristaltik menurun, NT (+) seluruh lapang perut
Ext : Edema -/-, akral hangat

A
p

Balance cairan = 600 (450+206)


= - 56
Abdominal pain curiga ileus obstruksi dd peritonitis
Terapi : Inf. asering : Nacl : D5% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ketorolac 30 mg/8 jam
Ranitidin 1A/12jam
Metronidazol 1flush/12jam
Balans cairan
Obs. KU dan VS

Tanggal 1 Mei 2011


S
O

A
p

Nyeri perut (+), kembung (+), BAB (-) 2 hr, Kentut (+), Demam (+)
KU : Tampak kesakitan, Compos mentis
VS : TD : 145/85 mmHg
Kep : CA -/-, Si -/Dada : S1-2 reg, sdv +/+
Perut : Peristaltik menurun, NT (+) seluruh lapang perut, distended
Ext : Edema -/-, akral hangat
Balance cairan = 1600 (900+450)
= + 250
Abdominal pain curiga ileus obstruksi dd peritonitis
Terapi : Inf. RL : D5% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ketorolac 30 mg/8 jam
Ranitidin 1A/12jam
Metronidazol 1flush/12jam
Dulcolax supp II
Balans cairan, Puasakan

Tanggal 2 Mei 2011


S
O

Nyeri perut kanan bawah (+), nyeri kepala (+), BAB (-), Kentut (+), Demam
(+)
KU : lemah, Compos mentis
VS : TD : 130/70 mmHg
Nadi 80x/mnt

Suhu 36,2
RR 20 x/mnt
Kep : CA -/-, Si -/Dada : S1-2 reg, sdv +/+
Perut : distended, Hipertympani (+), Peristaltik menurun, NT (+) Mc Burney,
Obturator sign (+), Rovsing sign (+)
Ext : Edema -/-, akral hangat

A
p

Balance cairan = 1600 (1300+450)


Kumulatif = 250 150
= - 150
= +100
Abdominal pain curiga curiga App infiltrat dd peritonitis
Terapi : Inf. RL : D5% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ketorolac 30 mg/8 jam
Ranitidin 1A/12jam
Metronidazol 1flush/12jam
Dulcolax supp II
Balans cairan
Rencana operasi besok

Tanggal 3 Mei 2011


S
O

A
p

Nyeri perut kanan bawah (+), nyeri kepala (+), BAB (-), Kentut (+), Demam
(+)
KU : lemah, Compos mentis
VS : TD : 130/70 mmHg
Nadi 80x/mnt
Suhu 36,2
RR 20 x/mnt
Kep : CA -/-, Si -/Dada : S1-2 reg, sdv +/+
Perut : distended, Hipertympani (+), Peristaltik menurun, NT (+) Mc Burney,
Obturator sign (+), Rovsing sign (+)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Hasil Lab : Hb 12,5 Ht 35
AL 8800 At 165000
Ur 3,52 Cr 0,56 GDS 66,59 K 2,4 Na 137 Cl 100
Protein total 5,80 Alb 3,60
glb 2,20
Abdominal pain curiga App perforasi dd peritonitis
Terapi : Inf. RL : D5% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ketorolac 30 mg/8 jam
Ranitidin 1A/12jam
Metronidazol 1flush/12jam
Dulcolax supp II
Balans cairan , rencana operasi hari ini

Tanggal 3 Mei 2011

Jam 12.00 (Post Operasi)

S
O

A
p

Nyeri perut (+), nyeri kepala (+)


KU : lemah, Compos mentis
VS : TD : 77/50 mmHg
Nadi 131 x/mnt
Kep : CA +/+
Dada : S1-2 reg, sdv +/+
Perut : Hipertympani (+), Peristaltik (-)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Lab post operasi : Hb 12,0 AL 8700 AT 150000 GDS 81
Post laparotomi Exsplorasi H(0) a/i Peritonitis general e/c perforasi gaster
(curvatura minor)
Terapi : Inf Hess 1 flabot maintenance habiskan
Inf. RL : D5% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ketorolac 30 mg/8 jam
Ranitidin 1A/12jam
Metronidazol 1flush/12jam
Dulcolax supp II
Dobutamin 5 meq
Transfusi PRC 1 kolf
Puasakan 3 hari

Tanggal 4 mei 2011


S
O

A
p

Nyeri didaerah luka operasi (+), nyeri kepala (+), flatus (+), sesak (+), puasa
(+)
KU : lemah, Compos mentis
VS : TD : 150/90 mmHg
Nadi 94 x/mnt
RR 24x/mnt
Kep : CA -/Dada : S1-2 reg, sdv +/+
Perut : Hipertympani (+), Peristaltik (-)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Lab ulang : Hb 14,0 AL 11700 AT 167000
Balance = + 595 cc
Post laparotomi Exsplorasi H(1) a/i Peritonitis general e/c perforasi gaster
(curvatura minor)
Terapi : O2 2-3 lt/mnt
Inf. RL : D5% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ketorolac 30 mg/8 jam
Ranitidin 1A/12jam
Metronidazol 1flush/12jam
Lasix extra 1 amp

Tanggal 5 Mei 2011


S

Puasa (+), nyeri kepala (+), BAB (+), sesak (+), batuk (+)

A
p

KU : lemah, Compos mentis


VS : TD : 150/70 mmHg
Nadi 84 x/mnt
RR 22 x/mnt
Kep : CA -/Dada : S1-2 reg, sdv +/+
Perut : Hipertympani (+), Peristaltik (-)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Lab ulang : Na 135 K 2,6 Cl 98 UR 0,60 CR 18,93
Protein total 4,14 Alb 2,65 Glb 1,49
Post laparotomi Exsplorasi H(2) a/i Peritonitis general e/c perforasi gaster
(curvatura minor)
Terapi : O2 2-3 lt/mnt
Nacl maintenance 1 flabot
Inf. RL : D5% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ketorolac 30 mg/8 jam
Ranitidin 1A/12jam
Metronidazol 1flush/12jam
Inpepsa 4x1C

TINJAUAN PUSTAKA

Terminologi abdomen akut telah banyak diketahui namun sulit untuk


didefinisikan secara tepat. Tetapi sebagai acuan adalah kelainan nontraumatik
mendadak dengan gejala utama di daerah abdomen dengan nyeri sebagai
keluhan utama dan memerlukan tindakan bedah segera, misalnya pada
perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan
cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga
perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan abdomen akut. Secara garis
besar, keadaan tersebut dapat dikelompokkan dalam lima hal, yaitu:
1. Proses peradangan bakterial-kimiawi;
2. Obstruksi mekanis: seperti pada volvulus, hernia atau perlengketan;
3. Neoplasma atau tumor: karsinoma, polypus, atau kehamilan ektopik;
4. Kelainan vaskuler: emboli, tromboemboli, perforasi, dan fibrosis;
5. Kelainan congenital
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi

akibat

penyebaran

infeksi dari

organ-organ abdomen (misalnya

apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna,


komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada
keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri. Namun adanya
kontaminasi bakteri yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi tubuh
yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, kesemua hal
ini merupakan faktor-faktor yang dapat memudahkan terjadinya peritonitis
(radang peritoneum).
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang
berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan
perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak
langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis dapat terjadi akibat suatu
respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi
kimiawi atau invasi bakteri.

ANATOMI
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.
Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu
coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding
enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Sedangkan kedua rongga
mesoderm, bagian dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga
mesoderm tersebut kemudian akan menjadi peritoneum.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis


(tunika serosa).

2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina


parietalis.

3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina


parietalis.
Area permukaan total peritoneum sekitar dua meter persegi, dan
aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan
elektrolit kecil dapat bergerak menuju dua arah. Molekul-molekul yang lebih
besar kemudian akan dibersihkan ke dalam mesotelium diafragma dan sistem
limfatik melalui stomata-stomata kecil.
Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu:

Gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum,


kolon sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum);

Pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter

(retroperitoneum).
ETIOLOGI
Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis
infektif (umum) dan abses abdomen (lokal). Bila ditinjau dari penyebabnya,
infeksi peritonitis terbagi atas:

1. Penyebab primer : peritonitis spontan (pada pasien dengan penyakit


hati kronik, dimana 10-30% pasien dengan sirosis hepatis yang
mengalami asites akan mengalami peritonitis bakterial spontan)

2. Penyebab sekunder : berkaitan dengan proses patologis dari organ


visera (berupa inflamasi, nekrosis dan penyulitnya misalnya perforasi
appendisitis, perforasi ulkus peptikum atau duodenum, perforasi tifus
abdominalis, perforasi kolon akibat divertikulitis, volvulus, atau kanker
dan strangulasi kolon asenden).

3. Penyebab tersier : infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal


yang adekuat, timbul pada pasien dengan kondisi komorbid
sebelumnya, dan pada pasien yang imunokompromais (riwayat
sirosis hepatis, TB).
Bila dilihat dari organ yang menyebabkan peritonitis, maka penyebabnya
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Esofagus: keganasan, trauma, iatrogenik dan sindrom Boerhaave;


2. Lambung: perforasi ulkus peptikum, adenokarsinoma, limfoma, tumor
stroma GIT, trauma dan iatrogenik;

3. Duodenum: perforasi ulkus peptikum, trauma (tumpul dan penetrasi),


dan iatrogenik;

4. Traktus bilier: kolesistitis, perforasi kolelithiasis, keganasan,ta duktus


koledokus, trauma dan iatrogenik;

5. Pankreas: pankreatitis (alkohol, obat-obatan batu empedu), trauma


dan iatrogenik;

6. Kolon asendens: iskemia kolon, hernia inkarserata, obstruksi loop,


penyakit crohn, keganasan, divertikulum meckel, dan trauma;

7. Kolon desendens dan appendiks: iskemia kolon, divertikulitis,


keganasan, kolitis ulseratif, penyakit crohn, appendisitis, volvulus
kolon, trauma dan iatrogenik;

8. Salping, uterus dan ovarium: radang panggul, keganasan dan


trauma.
Sedangkan menurut agen-nya, peritonitis dapat dibedakan menjadi dua
kelompok sebagai berikut:

1. Peritonitis steril atau kimiawi


Peritonitis yang disebabkan karena iritasi bahan-bahan kimia,
misalnya getah lambung, dan pankreas, empedu, darah, urin, benda
asing (talk, tepung, barium) dan substansi kimia lain atau proses
inflamasi transmural dari organ-organ dalam (misalnya penyakit
crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen

2. Peritonitis bakterial:
a) Peritonitis bakterial spontan, 90% disebabkan monomikroba,
tersering adalah bakteri gram negatif, yakni 40% Eschericia coli,
7% Klebsiella-pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus dan
lain-lain. Sementara bakteri gram positif, yakni Streptococcus
pneumoniae 15%, Streptococcus yang lain 15%, golongan
Staphylococcus 3%, dan kurang dari 5% kasus mengandung
bakteri anaerob.

b) Peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan bakteri gram positif


yang berasal dari saluran cerna bagian atas, dapat pula gram
negatif, atau polimikroba, dimana mengandung gabungan bakteri
aerob dan anaerob yang didominasi bakteri gram negatif.
PERFORASI GASTER
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang
komplek dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi
dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan
suatu kasus kegawatan bedah.
1. Anatomi Gaster
Merupakan bagian dan saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas

fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,


terletak di bawah diafragma di. depan pankreas dan limpa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri.
Bagian lambung terdiri dari:

a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri


osteum kardium dan biasanyanya penuh berisi gas.

b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardiun, suatu lekukan pada


bagian bawah kurvatura minor.

c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot


yang tebal membentuk spinter pilorus.

d. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari


osteum kardiak sampai ke pilorus.

e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari


sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan
sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari
bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.

f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian


abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium
pilorik.

Susunan lapisan dari dalam keluar, terdin dari:

Lapisan selaput lendir, apabila lambung ini dikosongkan, lapisan ini


akan berlipat-lipat yang disebut rugae.

Lapisan otot melingkar (muskulus aurikularis).

Lapisan otot miring (muskulus obliqus).

Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal).

Lapisan jaringan ikat/serosa (peritonium).

Hubungan antara pilorus terdapat spinter pilorus.

Fungsi lambung. terdiri dari:

a) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan


oleh peristaltik lambung dan getah lambung.

b) Getah cerna lambung yang dihasilkan;

Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino


(albumin dan pepton).

Asam garam (HCl) fungsinya; Mengasamkan makanan, sebagai


anti septik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin.

Renin fungsinya, sebagai ragi yang membekukan susu dan


membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).

Lapisan lambung. Jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi


asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung.

Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi
lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi
lambung karena kerja saraf sehingga menimbulkan rangsangan
kimiawi yang nienyebabkan dinding lambung melepaskan hormon
yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi
oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu
gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.

2. Penyebab Perforasi Gaster

a) Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut


(contoh: trauma tertusuk pisau)
b) Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering
ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
c) Obat aspirin, NSAID, steroid. Sering ditemukan pada orang dewasa
d) Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akuta,
divertikulosis akut, dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.
e) Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai komplikasi
menjadi perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi
pada pasien ini sering tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien
mulai membaik.

f) Benda asing ( tusuk gigi) dapat menyebabkan perforasi oesophagus,


gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan
sepsis.
3. Patofisiologi
Secara

fisiologis,

gaster

relatif

bebas

dari

bakteri

dan

mikroorganisme lainnya karena keasaman yang tinggi. Kebanyakan


orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang
normal dan tidak berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti
perforasi gaster. Bagaimana pun juga mereka yang memiliki masalah
gaster sebelumnya berada pada resiko kontaminasi peritoneal pada
perforasi gaster. Kebocoran asam lambung kedalam rongga peritoneum
sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak ditutup dan
partikel makanan mengenai rongga peritoneum, peritonitis kimia akan
diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari peritonitis bakterial.

Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara peritonitis kimia


awal dan peritonitis bakterial lanjut.
4. Gejala Klinis
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya
pergerakan diertai nausea, vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam
dan mengigil.
5. Pemeriksaan fisik

a) Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda


eksternal seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat
pola pernafasan dan pergerakan perut saat bernafas, periksa adanya
distensi dan perubahan warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus
peptikum pasien tidak mau bergerak, biasanya dengan posisi flexi
pada lutut, dan abdomen seperti papan.

b) Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan


suatu peritonitis difusa.

c) Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum


d) Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri
tekan. Bila ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh
abdomen mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan
konsistens sperti adonan roti mengindikasikan perdarahan intra
abdominal.

e) Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini


dapat membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess
tuba ovarian yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.
6. Diagnosis Banding
Penyakit ulkus peptikum
Pancreatitis acuta
Endometriosis
PID
Appendicitis acuta
Colitis iskemik
Inflamatory bowel disease

Gastritis
Cholecystitis, colik bilier
Torsi ovarium
Salpingitis acuta
Demam typoid
Crohns disease
Colitis

7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi
bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan

penutupan perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi


medis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang non
toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan
cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya

8. Prognosis
Prognosis untuk peritonitis

general yang disebabkan oleh

perforasi gaster adalah mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini


bergantung kepada Lamanya peritonitis;

a) < 24 jam = 90% penderita selamat;


b) 24-48 jam = 60% penderita selamat;
c) 48 jam = 20% penderita selamat.
d) Adanya penyakit penyerta
e) Daya tahan tubuh
f) Usia Makin tua usia penderita, makin buruk prognosisnya.
g) Komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai