Anda di halaman 1dari 3

Pasar dan Lembaga Keuangan

Dosen: Junino Jahja

Laporan Kunjungan ke Indonesian Banking Expo 2015


Riska Saptiana Pakpahan 1206254984

Indonesian Banking Expo (IBEX) merupakan acara tahunan yang ini diselenggarakan
oleh Perhimpunan Bank-Bank Umum (Perbanas). Acara yang berlangsung dari tanggal 9-11
September di JCC tahun ini mengusung tema pengembangan perbankan digital dalam
memperluas akses keuangan dan pelayanan kepada masyarakat. Teknologi dinilai memberikan
peran yang besar dalam perkembangan dan kemajuan industri perbankan sehingga perlu untuk
diperhatikan. Aktivitas yang diselenggarakan dalam IBEX 2015 meliputi pameran industri
perbankan, seminar, pameran industri kreatif, kompetisi, dan sosialisasi gerakan sistem
perbankan pada masyarakat. Pada kesempatan kali ini (11/9), saya mengikuti CIO forum yang
dilaksanakan di ruang Merak mengenai tantangan dan peluang terkini di bidang ICT untuk
Perbankan Forum di lingkungan CIO perbankan. Forum ini diisi oleh empat pembicara dari
berbagai bidang ahli dan dimoderatori oleh Bapak Teddy Sukardi dari IKTII. Secara umum,
peserta dari acara ini adalah para banker dan mahasiswa.
Teknologi yang sangat berkembang tentunya memiliki manfaat dalam kegiatan bisnis
khususnya dalam hal ini adalah dunia perbankan. Saat ini, banyak dari kegiatan usaha yang
beroperasi secara online sehingga para konsumen menjadi semakin mudah dalam melakukan
transaksi. Contoh dari kegiatan tersebut adalah aplikasi Go-Jek, Grabtaxi, website OXL, Lazada,
dan masih banyak lagi. Dalam dunia perbankan juga telah banyak diciptakan inovasi baru yang
didukung dengan perkembangan teknologi seperti SMS banking, e-banking, token, dan
sebagainya. Akan tetapi, manfaat dari segala keunggulan teknologi tersebut menimbulkan
tantangan bagi para penggunanya. Salah satu permasalahan utamanya adalah malware seperti
yang diungkapkan oleh Bapak Budi Rahardjo selaku dosen dari ITB. Hal ini menjadi masalah
karena para konsumen harus memberikan data-data pribadinya kepada pihak perusahaan melalui
aplikasi atau website tersebut. Data tersebut seharusnya menjadi sesuatu yang rahasia, namun

sulit untuk dijaga secara sepenuhnya karena masih banyak celah yang dapat ditembus oleh pihak
luar, sekuat apapun sistem yang dibuat.
Bagi dunia perbankan, hal tersebut akan menjadi sulit sebab teknologi perbankan
sangatlah rumit. Bila ditelusuri, sistem yang digunakan dapat bercabang-cabang. Sebelum bank
menggunakan segala teknologi yang ada, sistem juga harus didaftarkan untuk mendapatkan
sertifikasi dari negara. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Bambang Heru Sardjono dari pihak
Kementerian, seluruh instansi harus mendaftarkan segala sistem, melakukan sertifikasi, uji
kelayakan, pengujian perangkat (hardware dan software). Hal ini dilakukan agar negara juga bisa
menjaga sistem tersebut. Landasan hokum dari adanya teknologi indormasi ini adalah UU no. 1
tahun 2008, PP no. 82 tahun 2012, Pemenkominfo no. 36 tahun 2014.
Bapak Rudi Lumanto dalam sesinya menjelaskan mengenai lima prinsip information
security dalam perbankan. Yang pertama adalah ICT (Information and Communication
Technologies) merupakan pisau yang bermata dua karena menjadi pintu masuk bagi data pribadi
seperti yang telah dijelaskan di atas. Prinsip yang kedua adalah threat follow vulnerability.
Dikatakan bahwa ancaman tersebut akan mudah untuk menyerang sistem seperti dicontohkan
adanya malware dan cyber six. Prinsip yang ketiga adalah bad guys tend to go where the masses
go. Maksud dari pernyataan ini adalah pelaku kejahatan akan mengikuti ke tempat orang lain
banyak bertransaksi. Hal ini pertama dilakukan melalui link yang paling lemah. Prinsip yang
keempat adalah tidak ada perlindungan yang aman 100%. Hal inilah yang menjadi tantangan
sebab selalu ada celah dalam sistem. Prinsip yang kelima adalah memperkuat PPT (People
Process Technology). Di masa sekarang ini mungkin sulit untuk empowering people karena
masih banyak dari masyarakat yang belum mampu untuk menguasai teknologi. Oleh karena itu,
diusulkan untuk melakukan revolusi cyber di Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
mengadakan National Bug Bounty Program dengan mengikutsertakan masyarakat. Bagi
siapapun yang mampu menemukan kelemahan sistem dari Kementerian akan mendapatkan
reward. Selain itu, perlu ditingkatkan mengenai budaya cyber dan keamanan dari tekonologi.
Menurut Bapak Djarot Subiantoro, Indonesia perlu mempersiapkan diri akan penguasaan
teknologi terutama dalam menghadapi AEC. Hal ini perlu sebab kesiapan Indonesia dalam
penguasaan teknologi masih berada di peringkat 64 di dunia, berada di bawah Singapura,
Malaysia dan Thailand yang berada dalam peringkat 50 terbesar. Solusi yang ditawarkan adalah
dengan OPEX (operation expense) based. Jadi, perusahaan menggunakan layanan pihak ketiga.

Akan tetapi, untuk dapat melaksanakannya dibutuhkan kebijakan dari regulator seperti prioritas
peluang berkaitan dengan tren, prioritas pembangunan infrastruktur backbone. Dan tuntunan
akan critical system.
Forum ini diakhiri dengan sesi Tanya jawab dari CIO bank BCA (Hermawan Tendean),
Mandiri (Georgino Godong), dan Mega (Hariantono). Menurut mereka, apa yang dibicarakan
dalam forum sesuai dengan apa yang dihadapi oleh mereka di dunia nyata. Tantangan terbesar
bagi bank adalah banyak hal yang harus bank urus jika negara sendiri tidak mampu memberi
proteksi yang maksimal sehingga dapat menggerus keuntungan dan membuat konsumen
kesulitan dengan sistem yang berbelit-belit. Menurut saya, forum ini sangat menarik sebab
menambah pengetahuan saya akan pentingnya teknologi dan tidak semudah itu mengurus
teknologi. Solusi yang diberikan juga cukup menarik sebab menurut saya dapat membantu
pelaksaan sistem. Akan tetapi, saya berharap hal ini betul dilaksanakan sehingga tercipta suatu
kemajuan dalam bidang teknologi khususnya yang dapat mendukung kegiatan bisnis di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai