Abstract
In general, noise is unwanted sound. Intensity noise 85 decibels (dB) or
more can cause damage to hearing receptor organ of Corti in the inner ear.
Hearing loss due to noise (noise induced hearing loss / NIHL) is deaf as a result
of exposure to noise is quite loud in a long enough period of time and is usually
caused by a noisy work environment. This problem often encountered in industrial
workers in developed and developing countries, especially the industrialized
countries that have not implemented a system with good hearing protection. In
Indonesia, there are still many problems encountered in NIHL. Noisy work
environment could adversely affect workers at risk of hearing loss due to noise
around 30%.
Early detection in the form of pure tone audiometry examinations done
regularly at least once a year on a worker with a noisy work environment. This
examination is necessary to determine the worker's hearing threshold changes.
Counseling and health education should be carried out on all workers who have a
high risk of hearing loss due to noise.
Keywords: NIHL, industrial workers, early detection
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi di sektor industri pada negara maju maupun
berkembang telah berhasil menciptakan berbagai macam produk mesin atau alat
transportasi massal yang dalam pengoperasiannya seringkali menghasilkan polusi
suara atau timbulnya bising di tempat kerja. Suara bising atau polusi suara,
sebagai salah satu efek dari sektor industri dapat menimbulkan gangguan
pendengaran atau ketulian pada pekerjanya. Permasalahan ini sering timbul
terutama di negara industri yang belum menerapkan sistem perlindungan
pendengaran dengan baik. Menurut OSHSA ( Occupational Safety and Health
Administration) batas aman pajanan bising bergantung pada lama pajanan,
frekuensi dan intensitas bising serta kepekaan individu dan beberapa faktor lain.
Di Indonesia khususnya dan negara lain umumnya, pajanan bising yang dianggap
cukup aman adalah pajanan rata-rata sehari dengan intensitas bising tidak
melebihi 85 dB selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.1,2
Menurut WHO bising lingkungan merupakan masalah penting sejak tahun
1970. Bising lingkungan tersebut tidak hanya bising di lingkungan luar tetapi juga
bising yang timbul di dalam rumah seperti penggunaan alat-alat rumah tangga
yang menimbulkan suara bising misalnya alat penyedot debu. Gangguan
pendengaran yang ditimbulkan akibat bising dapat terjadi secara mendadak atau
perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari
oleh penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang
pendengaran, biasanya sudah dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan
(irreversible). Selain itu kelainan bisa bersifat bilateral tetapi dapat juga unilateral.
Gambaran audiogram biasanya mengenai nada tinggi dan terdapat takik di
frekuensi 4000 Hz. Pada tahap awal gangguan itu hanya dapat dideteksi dengan
pemeriksaan audiometri. Gejala awal biasanya adanya keluhan berdenging di
telingnya. Gangguan pendengaran jenis sensorineural terjadi akibat kerusakan
struktur di koklea yaitu kerusakan pada sel-sel rambut di organ korti. Gangguan
pendengaran akibat bising dapat ringan sampai berat akibat pajanan bising yang
berlangsung lama, yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut yang juga
terjadi bertahap, perlahan-lahan sehingga tidak disadari oleh para pekerja. Pada
Di lingkungan industri,
bising dapat berupa bising kontinu berspektrum luas dan menetap (steady wide
band noise) dengan batas amplitudo kurang lebih 5 dB untuk periode waktu 0,5
detik. Contohnya suara mesin, suara kipas angin dll. Bising kontinu dapat juga
berspektrum sempit dan menetap (steady narrow band noise) misalnya bunyi
gergaji sirkuler, bunyi katup gas dan lain-lain. Bising terputusputus (intermitten
noise) yaitu bising yang tidak berlangsung terus-menerus melainkan ada periode
relatif berkurang, contohnya bunyi pesawat terbang dan bunyi kendaraan yang
lalu lintas di jalan. 4,5 Bising karena pukulan kurang dari 0,1 detik (impact noise)
atau bunyi pukulan berulang (repeated impact noise). Bising dapat juga berasal
dari ledakan tunggal (explosive noise). Bising jenis itu memiliki perubahan
tekanan bunyi melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya
mengejutkan pendengarnya.
5,6
atau meriam. Jenis bising lain adalah ledakan berulang (repeated explosive noise),
contohnya mesin tempa di perusahaan. Bising dapat terdengar datar atau
berfluktuasi. 5,6
Gangguan Pendengaran akibat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penyakit akibat kerja yang
sering dijumpai di banyak pekerja industri, Gangguan pendengaran tersebut
biasanya bilateral tetapi dapat juga unilateral. Gangguan biasanya mengenai nada
tinggi dan terdapat takik di frekuensi 4000 Hz pada gambaran audiogramnya.
3,4
Pada tahap awal gangguan itu hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan
audiometri. Gejala awal biasanya adanya keluhan berdenging di telingnya.
Gangguan pendengaran jenis sensorineural terjadi akibat kerusakan struktur di
koklea yaitu kerusakan pada sel-sel rambut di organ korti. 5 Gangguan
pendengaran akibat bising dapat ringan sampai berat akibat pajanan bising yang
berlangsung lama, yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut yang juga
terjadi bertahap, perlahan-lahan sehingga tidak disadari oleh para pekerja. Pada
tahap yang berat dapat mengganggu komunikasi, sehingga mempengaruhi
kehidupan sosialnya. Gangguan pendengaran akibat bising bersifat menetap dan
tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu pencegahan sangat penting.3-6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Pada orang dewasa terdapat dua alasan tersering hilangnya pendengaran
sensorineural
yaitu
presbiakusis
dan
NIHL.
Kedua
penyebab
tersebut
menghasilkan kerusakan pada sel-sel rambut luar telinga bagian luar, khususnya
pada bagian basal yang berubah menjadi koklea. NIHL adalah salah satu dari
sepuluh penyebab penyakit akibat kerja tersering dan menimbulkan hilangnya
produktivitas kerja dan biaya terkait pada para pekerja. Berdasarkan laporan
WHO (2004), diperkirakan hampir14% dari total tenaga kerja di negara industri
terpapar bising melebihi 30dB dan lebih ari 30 juta orang di Amerika terpaapr
bising 85dB atau lebih (NIOSH, 1998). Diperkirakan 5-0 juta orang di Amerika
yang terpapar kebisingan >85dB di tempat kerja beresiko terhadap gangguan
pendengaran akibat bising. Berdasarkan survey multi center di Asia Tenggara
pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang
cukup tinggi yaitu 4.6% sedangkan 3 negara lain yakni Sri Lanka 8.8%, Myanmar
8,4% dan India 6.3%. Walaupun bukan yan tertinggi tetapi prevalensi ini dapat
menimbulkan masalah. 6
2.2 Anatomi Telinga
2.2.1 Anatomi Telinga Luar
Telinga bagian luar memiliki 2 bagian utama, yaitu daun telinga (auricle)
dan liang telinga. Daun telinga yang berlekuk terdiri dari beberapa bagian yaitu
heliks, antiheliks, tragus, antitragus, konka, lobulus, fossa triangularis, fossa
skafoid. Yang berfungsi untuk mengumpulkan sumber bunyi dan membantu
menentukan lokalisasi suara.6,7,8 Daun telinga terdiri dari jaringan otot, kulit, dan
tulang rawan. Liang telinga mempunyai panjang sekitar 25 mm pada bagian
posterosuperior dan karena membran timpani yang berbentuk oblik pada bagian
anteroinferior mempunyai panjang sekitar 30 mm. Liang telinga ini berhubungan
dengan membran timpani pada bagian medial dan berbentuk seperti huruf S.
Liang telinga terbagi atas 2 bagian, yaitu 1/3 luar merupakan tulang rawan dengan
Gambar 1. Kokela adalah tuba tulang, diisi oleh perilimfe dimana cairan endolimfe memenuhi
labirin membranosa . Bagian ini memisahkan skala vestibuli dari skala media.
Vibrasi pada plat kaki dari tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan juga
perilimfe dalam tulang koklea. Kepentingan atas cairan ini masih belum
dimengerti sepenuhnya. 7 Oleh karena itu, labirin harus terbuka dan mengizinkan
aliran cairan diperluas ketika pelat kaki tulang-tulang pendengaran bergerak
kedalam dan sebaliknya bergerak keluar ketika pelat kaki tulang pendengaran
bergerak keluar. Proses pembukaan labirin ini difasilitasi oleh membran jedela
bundar yang terletak di bawah jendela oval dari dinding dalam sel telinga tengah.
Labirin ini dibungkus oleh membran fibrosa yang bergerak secara sinkron tetapi
pada fase berlawanan dengan pelat kaki dari jendela oval. Labirin membranosa
dipisahkan menjadi tiga bagian melalui kantung membranosa triangular yang
melintasi sepanjang koklea.
dihubungkan dengan jendela oval, dan skala timpani yang dihubungkan dengan
jendela bundar. Bagian-bagian yang terisi dengan perilimfe, mereka terhubung
pada bagian apex melalui sebuah pembuka kecil yang disebut helikotrema yang
menyediakan mekanisme penyamaan tekanan oada frekuensi dibawah rentang
pendengaran.
disekelilingnya pada otak, melalui sebuah kanal kecil sebagai duktus aque
perilimfatik. Labirin membraosa, juga dikenal sebagai duktus koklear, diisi
dengan cairan yang disebut endolimfe. Pada satu sisi, cairan ini dipisahkan dari
skala vestibuli oleh membran reisner dan pada sisi lainnya dari skala timpani
melalui membran basiler (Gambar 2.3). Membran basiler terdiri dari sejumlah
besar taut, secara radialserabut-serabut saraf paralel yang terbungkus diantara
bahan gelatinosa yang sangat mudah robek. Serabut-serabut saraf ini merupakan
resonansi yang progresif dari ujung basal apikal hingga koklea. 10,11
Sel-sel rambut berasal dari ujung bebas stereosilia dimana struktur rambutnya
kecil dan kaku dalam ukuran beberapa mikrometer panjangnya (gambar 2.4).
Stereosilia dari sel-sel rambut diatur dalam beberapa baris dalam sebuah celah
sempit disebut celah subtektorial yang terdapat diatas sel-sel rambut di sisi radial
membran tektorial yang kaku. Silia dari sel-sel rambut luar secara erat melekat di
membran tektorial ketika silia dari sel-sel rambut halus berdiri dan melekat secara
longgar dengan membran tektorial. 7,8,9
Sebagai kesimpulannya, secara anatomi, telinga terdiri dari mekanisme
konduksi suara dan mekanisme transduksi suara. Mekanisme konduksi dari suara
membutuhkan dua bagian yaitu telinga luar yang terdiri dari pinna dan kanalis
akustikus, dan telinga tengah yang terdiri dari membran timpani. Telinga tengah
memiliki celah udara yang terhubungkan dengan hidung yang disebut tuba
eustachius dan tulang mastoid udara yang terdiri dari rantai osikula, malleus,
stapes dan inkus. Telinga dalam atau koklea, mentransduksi getaran yang
ditransmisikan ke perilimfe melalui rantai osikula kedalam impuls saraf yang
diambil ke otak dan dipersepsikan sebagai suara.8
Gambar 3. Penampakan permukaan dari bawah ke atas sel-sel rambut; catatan terdapat tiga baris
dari sel-sel rambut luar dan satu baris sel-sel rambut dalam8,
Ukuran kepala lebih besar dari pinna sehingga pola pina menjadi tidak
terlalu penting dibandingkan mamalia lain. Namun bentuk pinna berulir
sehingga mampu menangkap suara dengan frekuensi yang lebih tinggi,
membantu identifikasi baik suara yang bersumber dari depan maupun
belakang. Kanal telinga bertindak sebagai tabung resonansi dan
mengaplifikasi suara antara 3000-4000 Hz sehingga menambahkan
sensitivitas (dan juga rentan terhadap kerusakan) telinga pada frekuensi ini.
Telinga sangat sensitive dan berespons dengan suara dengan intensitas yang
sangat rendah, vibrasi yang lebih besar dibandingkan dengan pergerakan
acak alami molekul-molekul di udara. Demi fungsi tersebut, tekanan udara
pada kedua membrane timpani harus setara. Siapapun yang mengalami
bloking telinga bahkan oleh tekanan yang kecil dapat mengubah dengan
cepat
kecepatan
suara. Tuba
eustasia
lah
yang
bertugas
untuk
terdapat
amplifikasi
hidraulik;
sebuah
pergerakan
kecil
tiga baris sel-sel rambut luar dimana terpisah dari baris tunggal sel-sel rambut
dalam oleh struktur segitiga yang kaku yang dikenal sebagai corong organ korti.
Posisi alami partisi koklear menghasilkan sebuah gerakan rocking dari corong
organ kortu dan akibatnya sel rambut bagian dalam terletak pada sisi lateral. 9,10
Telinga telah berkembang sedemikian rupa untuk memperkeras suara yang
besar intensitasnya di lingkungan sekitar dan hanya sel-sel rambut telinga dalam
yang dapat menginisiasi impuls-impuls saraf yang kita interpretasikan sebagai
sebuah suara. Mereka tidak sensitive secara khusus namun mereka diletakkan
diujung telinga dalam mebran basiler yang relative tidak dapat bergerak. Intinya
adalah ketika membrane basiler bergetar, getaran telinga hampir sebagian besar
berasal dari telinga tengah sehingga sel-sel rambut dalam juga mudah mengalami
getaran. 9 Ketika sel-sel tersebut terstimulasi oleh gerakan gelombang yang mereka
respons secara aktif dan fisik. Mereka memiliki protein otot pada dindingsel dan
mudah memendek. Karena mereka melekat baik padamembran reisner dan
membrane basiler, maka mereka memproduksi sebuah pergerakan serabut
tambahan dari labirin membranosa, yang mengamplifikasi jalannya gelombang
pada titik stimulasi maksimal. Pergerakan amplifikasi ini berjalan menuju sel-sel
rambut dalam yang kemudian memberikan respons. Jika jumlah gerakan dari
membrane basiler sedikit, jumlah sel-sel rambut luar akan mengalami kontraktur
dan bertambah secara signifikan terhadap pergerakan sel basiler. Jika jumlah
pergerakannya besar maka kontraktur tidak akan menambahkan gerakan labirin
membranosa. 9,19
Jika sel-sel rambut luar mengalami kerusakan maka mereka tidak lagi
memberikan respons terhadap suara rendah dan sel-sel rambut dalam tidak akan
terstimulasi, hal ini akan menyebabkan tuli pada suara berintensitas rendah. Jika
suara lebih intense, sel-sel rambut dalam akan terstimulasi secara langsung dan
mereka akan memberikan respons secara normal sehingga kemampuan untuk
mendengar suara menjadi tetap baik. Ini merupakan sebuah fenomena yang
disebut perekrutan suara keras. Sel-sel rambut dalam lebih tangguh
dibandingkan sel-sel rambut luar dan menjadi lebih ringan kerusakannya oleh
karena usia, kebisingan atau obat ototoksik jadi usia/kebisingan/obat ototoksik
13
Gambar. 4 (a) Disorganisasi (kepalapanah hitam), fusi (kepala panah putih) dan hilang (panah
hitam) dari stereosilia sel-sel rambut luar pada membrane basal yang berubah pada
kelompok control. Mikroskop SEM, perbesaran 2000 (b) hilangnya stereosilia pada rambut
sel-sel telinga dalam (tanda panah), disorganisasi pada sel-sel stereosilia rambut-rambut luar
(panah putih-kepala) dan stereosilia splayed (kepala panah hitam) di bagian tengah berubah
pada grup control, mikroskop SEM, perbesaran 2000. (c) apical pada kelompok control,
stereosilia menghilang pada bagian dalam (tanda panah) dan bagian luar (panah) sel-sel
rambut. Fusi dan pemendekanpada sel sterosilia dari sel-sel rambut luar adalah bukti,
Mikroskop SEM, perbesaran 2000. 15
Gambar 5. (a) Hilangnya stereosilia pada bagian luar (kepala panah) dan bagian dalam (panah) selsel rambut ditunjukkan pada bagian basal yang berubah pada kelompok studi, mikroskop
SEM, perbesaran 2000.(b) kerusakan stereosilia pada bagian dalam (panah putih) dan luar
(panah hitam) sel-sel rambut pada bagian tengah berubah pada grup studi. Stereosilia
menghilang pada bagian luar sel-sel rambut (kepala panah) adalah bukti, mikroskop SEM,
perbesaran 750. (c) hilangnya stereosilia (panah) dan kerusakan (panahkepala) pada bagian
luarsel-sel rambut dalamapikal berubah pada grup studi, mikroskop SEM, perbesaran
2000.15
Gambar 6. Skor kerusakan stereosilia sel-sel rambut telinga dalam dan luar pada hasil skrining
dengan mikroskop electron. 15
18,
Kebisingan merupakan
sumber bahaya dari faktor fisika di tempat kerja, yang perlu dikendalikan agar
tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif bagi tenaga
kerja. Tidak hanya di tempat kerja, kebisingan juga merupakan masalah di
sekitar lingkungan kita seperti suara pesawat terbang, suara senapan dan lainlain. Pengertian kebisingan adalah bunyi atau suara yang timbul yang tidak
dikehendaki yang sifatnya menganggu dan menurunkan daya dengar
seseorang (WHO, 1993). Terdapat tiga jenis kebisingan yaitu : 18,19
1. Bising Kontinue (terus menerus) seperti suara mesin, kipas angina, dll.
2. Bising intermitten (terputus-putus) yang terjadi tidak terus menerus seperti
suara lalu lintas, suara pesawat terbang.
3. Bising impulsif yang memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB
dalam waktu yang cepat sehingga mengejutkan pendengarnya seperti suara
senapan, mercon, dll.
4. Bising impulsif berulang yang terjadi secara berulang-ulang pada periode
yang sama seperti suara mesin tempa.
Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB/NIHL) adalah penurunan
pendengaran sensorineural yang pada awalnya tidak disadari, karena belum
mengganggu percakapan sehari-hari. Penurunan pendengaran sensorineural tipe
koklea pada kedua telinga. Faktor lama pajanan, intensitas kebisingan, umur serta
faktor lain akan berpengaruh terhadap penurunan pendengaran tersebut. Faktor
yang mempercepat GPAB/NIHL adalah pajanan intensitas kebisingan melebihi
(>85dbA selama 8 jam).
GPAB tidak dapat disembuhkan namun bias dicegah oleh karena itu tempat
kerja yang melebihi NAB harus menerapkan Program Konservasi Pendengaran /
Hearing Conservation Program (HCP). Program konservasi pendengaran meliputi:
20,21,22
1. Pemantaun Kebisingan20,21,22
Alat ukur untuk pengukuran kebisingan di tempat kerja adalah Sound Level
meter (SLM) dan untuk personal monitoring digunakan noise dosimeter.
Sebelum melakukan pengukuran yang pertama harus dilakukan adalah
identifikasi bahaya apakah di area kerja terdapat sumber bahaya dari mesin atau
aktivitas pekerjaan yang dapat menimbulkan kebisingan, bias juga dengan
melakukan Work Through Survey yaitu survey ke tempat kerja dan melakukan
identifikasi bahaya. Langkah selanjutnya melakukan pengukuran kebisingan
2. Audiometri Test
Apabila hasil pengukuran di tempat kerja menunjukkan intensitas kebisingan
melebihi NAB maka lakukan audiometric minimal satu tahun sekali.
Audiometri juga dilakukan pada karyawan baru/rotasi/mutasi sebelum
ditugaskan ke area dengan intensitas kebisingan yang tinggi. Target dari
audiometric test adalah pemeriksaan gangguan pendengaran persepsi, konduksi,
atau campuran. 20,21,22
3. Pengendalian Kebisingan
Langkah efektif untuk pencegahan gangguan pendengaran adalah dengan
melakukan pengendalian pada sumber bahaya dengan eliminasi, subtitusi,
engineering, administrasi. Tahap perencanaan dengan memilih peralatan dengan
efek kebisingan paling rendah, jika mesin yang masih bising tetap digunakan
maka lakukan pemasangan peredam. Untuk tahap administrasi lakukan
pembatasan area yang hanya boleh dimasuki personil yang terlatih (APD) serta
pengaturan jadwal kerja sesuai NAB. 20,21,22
Setiap APD memiliki NNR (noise reduction rate), secara prinsip kebisingan yang
akan diterima telinga kita adalah :
Kebisingan (dBA) = kebisingan area kerja (dBA) - NNR (dBC)
Namun pengukuran dengan rumus diatas tidak tepat, gunakan safety faktir 50%,
dengan mempertimbangkan kualitas serta cara penggunaanya yang tidak tepat,
sehingga rumus diatas menjadi :
Kebisingan (dBA) = kebisingan area kerja (dBA) - [(NNR-7)*50%]
Apabila dengan rumus tersebut kebisingan masih > 85 dBA, maka gunakan
pelindung ganda yaitu ear plug dan ear muff, untuk perhitungan : pilih NNR
terbesar dari ear plug atau ear muff, kemudian hitung dengan rumus :
Kebisingan (dBA) = kebisingan area kerja (dBA)-[(NNR-7*50%]-5
5. Training Motivasi22
Berikan penjelasan ke karyawan tentang akibat kebisingan serta bagaimana
cara mencegahnya, buktikan bahwa tidak ada orang yang kebal terhadap
kebisingan dengan memberikan data catatan rekam medis audiometric serta
data pengukuran area kerja. Pelatihan dengan metode visualisasi adalah cara
yang efektif untuk menjelaskan ke karyawan.
6. Pemeliharaan Catatan/record22
Pemeliharaan data pengukuran kerja, audiometric test karyawan dan
evaluasi secara berkala. Lakukan upaya teknis untuk area kerja yang memiliki
tingkat kebisingan melebihi NAB.
Penatalaksannan Tuli Akibat Bising
a. Terapi Gen
Penelitian terbatu adalah terapi gen untuk meregenerasi sel-sel rambut
pada organ korti orang dewasa. Sebuah strategi penatalaksanaan terbaru untuk
menstimulasi sel-sel pendukung dari organ korti untuk transdiferensiasi
menjadi sel-sel rambut melalui dorongan ekspresi dari transkripsi faktor
Atoh1. Izumikawa et al menunjukkan bahwa vector adenoviral dapat
mengekspresikan Atoh1 dan menghasilkan pembentukan sel menyerupai
rambut pada organ korti babi, 5 minggu pasca inokulasi kasus tuli akibat obat
ototoksik. 21, 22
b. Koklear Implant
Usaha untuk membuat neuron dari sel-sel pluripoten embrionik stem sell
dan sumsum tulang belakang stem sel untuk mengganti neuron atau
dan
inhibitor
JNK/MAPK
tujuan
untuk
Penelitian ini
menemukan bahwa pada pasien tuli akibat bising terjadi reduksi kanalkanal kecil yang disebut KCNQ yang memfasilitasi keluar masuknya ionion potassium sehingga memicu hiperaktivitas dari sel-sel DCN. Kanal
KCNQ berperan seperti rem yang mampu mengurangi eksitabilitas atau
aktivitas dari sel neuronal. Injeksi retigabine segera setelah paparan bising
(max 30 menit) dan dua kali sehari untuk 5 hari berikutnya dapat efektif
mencegah tinnitus. 27,29
Betahistin dihydrochloride (betahistine) memiliki efek yang
menguntungkan pada beberapa kelainan pada telinga dalam seperti vertigo
yang memberikan efek pad aliran darah koklear (Cochlear blood
flow/CoBF). 28 Betahistin merupakan reseptor antagonis histaminergik H3
kuat yang berfungsi dalam meningkatkan CoBF melalui peningkatan
pelepasan histamine dan konsekuensinya adalah aktivasi dari reseptor
postsinaptik histaminergik H1 dan H2. Betahistin mungkin juga memiliki
efek langsung yang lemah terhadap reseptor-reseptor postsinaptik atau
memodulasi efek melalui reseptor-reseptor autonomic.29
Gambar 10. Diagram Penatalaksanaan Trauma Koklear pada NIHL dan intervensi
berdasarkan penyebab yang mendasari 30
DAFTAR PUSTAKA
1.Sataloff RT, Sataloff J. Occupational hearning Loss, 2rd ed Boca Raton, FL
CRC Press:Taylor & Francis Group;2006.
2.Humes L, Joellenbeck LM, Ducrh J. Noise and military service implication for
hearing loss and tinnitus.Washington,DC:National Academics Press;2005.
5. Bailey, BJ; Johnson, JT; Newlands, SD. Head & Neck Surgery-Otolaryngology,
4th Edition. Philadelphia: J.B. Lippincott Williams and Wilkins. 2006; 129:
1884 930.
6. American college of Occupational and Environmental Medicine. ACOEM
evidence based statement: noised-induced hearing loss. J Occup Environ Med.
2003;45:579-581.Available
at
http://journals.lww.com/joem/Fulltwxt/2003/06000/Noise_induced_Hearing_
Loss.1.aspx.Diakses 29 Juli 2015.
7. Hallowell, Davis and S. Richard Silverman (Ed.),(1970). Hearing and
Deafness, 3rd ed., Holt, Rinehart and Winston.
8. Bailey, BJ; Johnson, JT; Newlands, SD. Head & Neck Surgery-Otolaryngology,
4th Edition. Philadelphia: J.B. Lippincott Williams and Wilkins. 2006; 147:
2190 8.
9. Moler, AR. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorder of The Auditory
System, 2nd ed. Burlington, Vt, Academic Press. 2006 ; 41 56.
10. Dobie RA. Noise-induce hearing loss. In: Bailey BJ, editor. Head and neck
surgery-otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;
2006. p. 2190-200.
11. Brenda , dkk. Chapter 161: Auditory Dysfunction From Excessive Sound
Stimulation.
[Internet
c2012
Juni]
available
from:
http://famona.tripod.com/ent/cummings/cumm161.pdf
12. Available : http://id.articlesnatch.com Diakses 1 Agustus 2015.
13. Hu BH, Henderson D, Nicotera TM. Involvement of apoptosis in progression
of coclear lesion following exposure to intense noise. Hear Res 2002;166:6271.
14. Van Campen LE, Murphy WJ, Franks JR, mathiasPI, Toraason MA. Oxidative
DNA damage is associated with intense noise exposure in the rat. Hear Res
2002;164:29-38.
15. Nordman AS, Bohne BA, Harding GW. Histopathological differences between
temporary and permanent threshold shift. Hearing Research 2000;139:13-30.
16. Osguthorpe JD, Klein AJ. Occupational hearing conservation. Otolaryngol
Clin North Am 1991;24:403-14.
17. Davis B, Qiu W, Hamenik RP. Sensitivity of distortion product otoacoustic
emissions in noise-exposed chinchillas.J Am Acad Audiol 2005;16:69-78.
18. Lee FS, Matthews LJ, Dubno JR, Mills JH. Longitudinal study of pure-tone
thresholds in older persons. Ear Hear. 2005;26:1-11.
19. American National Standards Institute. Determination of Occupational Noise
Exposure and Estimation of Noised-Induced Hearing Impairment, ANSI
S3.44-1996. New York, NY:Acoustical Society of America; 1996.
20. Hager LD. Fit-testing hearing protectors:an idea whose time has come. Noise
Health 2011;13:147-151.
21. Michael K, Tougaw E, Wilkinson R. Role of continuous monitoring in a
hearing conservation program. Noise Health. 2011;13:195-199.
22. Izumikawa M, Minoda R, Kawamoto K, Abrashin KA, Swiderski DL, Dolan
DF, Brough DE, Raphael Y. Auditory hair cell replacement and hearing
improvement by Atoh1 gene therapy in deaf mammals. Nat Med 2005;11:271276[PMID:15711559]
23. Zine A, van de water. The MAPK/JNK signaling pathway offers potential
therapeutic targets for the prevention of acquired deafness. Curr Drug Targets
CNS Neurol Disord 2004;3:325-332[PMID:15379608]
24. Pirvola U, Xing-Qun L, Virkkala J, Saarma M, Muarakata C, Camoratto AM,
Walton KM, Ylikoski J. Rescue of hearing auditory hair cells, and neurons by
CEP-347/KT7515,
an
inhibitor
of
c-jun
N-TERMINAL
KINASE
hearing
loss
in
mice.
Assoc
Res
Otolaryngol
2000;1:243-254
[PMID:11545230]
26. Srdjan M; Vlajkovic, Kyu-Hyun Lee, Ann Chi Yan Wong, Cindy X. Guo, Rita
Guota, Gary D. Hoursley, Peter R. Thorne. Adenosine amine congener
mitigates
noise-induced
cochlear
injury.
Purinergic
Signalling,
2010;DOI:10.1007/s11 302-010-9188-5.
27.
J.W.Middleton,
T.Kritani,
C.
Pederson;
J.G.Turner,G.M.G.Shepherd,
nucleus
inhibition.Peceedings
hyperactivity
of
because
National
of
decreased
Academy
of
GABAergic
Science,
2011;108(18)7601DOI:10.1073/pnas1100223108
28. Yilmaz H, Aydin S, Sanli A, Erdogan BA, Kibar S, Sirvanci S et al. Evaluation
of the effect of betahistine on noise-induced hearing loss using distortion
product otoacoustic emission and scanning electron microscopy. Int Adv Otol
2015.DOI:10.5152/iao.2015.368.
29. Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. MKKI.
2003;1:224-9.
30. Program Konservasi Pendengaran. Petunjuk Praktis. Pusat Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2004.