Anda di halaman 1dari 31

Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Renno Adi.T, Abla Ghanie, Yuli Doris Memy


Bagian/Departemen IKTHT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, RS Dr. Mohammad Hoesin
Abstrak
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang
intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor
pendengaran organ Corti pada telinga dalam. Gangguan pendengaran akibat
bising (noise induced hearing loss / NIHL ) adalah tuli akibat terpapar bising yang
cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh
bising lingkungan kerja. Masalah ini sering dijumpai pada pekerja industri di
negara maju maupun berkembang, terutama negara industri yang belum
menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik. Di Indonesia masih
banyak di jumpai masalah NIHL. Bising lingkungan kerja dapat berdampak buruk
terhadap pekerja dengan risiko gangguan pendengaran akibat bising sekitar 30%.
Deteksi dini berupa pemeriksaan audiometri nada murni dilakukan secara
berkala minimal sekali dalam setahun pada pekerja dengan lingkungan kerja yang
bising. Pemeriksaan ini sangat diperlukan untuk mengetahui perubahan ambang
dengar pekerja tersebut. Konseling dan pendidikan kesehatan harus dilakukan
pada semua pekerja yang memiliki risiko tinggi terjadinya gangguan pendengaran
akibat bising.
Kata kunci: NIHL, pekerja industri, deteksi dini

Abstract
In general, noise is unwanted sound. Intensity noise 85 decibels (dB) or
more can cause damage to hearing receptor organ of Corti in the inner ear.
Hearing loss due to noise (noise induced hearing loss / NIHL) is deaf as a result
of exposure to noise is quite loud in a long enough period of time and is usually
caused by a noisy work environment. This problem often encountered in industrial
workers in developed and developing countries, especially the industrialized
countries that have not implemented a system with good hearing protection. In
Indonesia, there are still many problems encountered in NIHL. Noisy work
environment could adversely affect workers at risk of hearing loss due to noise
around 30%.
Early detection in the form of pure tone audiometry examinations done
regularly at least once a year on a worker with a noisy work environment. This
examination is necessary to determine the worker's hearing threshold changes.
Counseling and health education should be carried out on all workers who have a
high risk of hearing loss due to noise.
Keywords: NIHL, industrial workers, early detection

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi di sektor industri pada negara maju maupun
berkembang telah berhasil menciptakan berbagai macam produk mesin atau alat
transportasi massal yang dalam pengoperasiannya seringkali menghasilkan polusi
suara atau timbulnya bising di tempat kerja. Suara bising atau polusi suara,
sebagai salah satu efek dari sektor industri dapat menimbulkan gangguan
pendengaran atau ketulian pada pekerjanya. Permasalahan ini sering timbul
terutama di negara industri yang belum menerapkan sistem perlindungan
pendengaran dengan baik. Menurut OSHSA ( Occupational Safety and Health
Administration) batas aman pajanan bising bergantung pada lama pajanan,
frekuensi dan intensitas bising serta kepekaan individu dan beberapa faktor lain.
Di Indonesia khususnya dan negara lain umumnya, pajanan bising yang dianggap
cukup aman adalah pajanan rata-rata sehari dengan intensitas bising tidak
melebihi 85 dB selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.1,2
Menurut WHO bising lingkungan merupakan masalah penting sejak tahun
1970. Bising lingkungan tersebut tidak hanya bising di lingkungan luar tetapi juga
bising yang timbul di dalam rumah seperti penggunaan alat-alat rumah tangga
yang menimbulkan suara bising misalnya alat penyedot debu. Gangguan
pendengaran yang ditimbulkan akibat bising dapat terjadi secara mendadak atau
perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari
oleh penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang
pendengaran, biasanya sudah dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan
(irreversible). Selain itu kelainan bisa bersifat bilateral tetapi dapat juga unilateral.
Gambaran audiogram biasanya mengenai nada tinggi dan terdapat takik di
frekuensi 4000 Hz. Pada tahap awal gangguan itu hanya dapat dideteksi dengan
pemeriksaan audiometri. Gejala awal biasanya adanya keluhan berdenging di
telingnya. Gangguan pendengaran jenis sensorineural terjadi akibat kerusakan
struktur di koklea yaitu kerusakan pada sel-sel rambut di organ korti. Gangguan
pendengaran akibat bising dapat ringan sampai berat akibat pajanan bising yang
berlangsung lama, yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut yang juga
terjadi bertahap, perlahan-lahan sehingga tidak disadari oleh para pekerja. Pada

tahap yang berat dapat mengganggu komunikasi, sehingga mempengaruhi


kehidupan sosialnya. Gangguan pendengaran akibat bising bersifat menetap dan
tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu pencegahan sangat penting.1-3
DEFINISI
Bising
Beberapa ahli mendefinisikan bising secara subyektif sebagai bunyi yang
tidak diinginkan, tidak disukai, dan mengganggu. Secara obyektif bising terdiri
atas getaran bunyi kompleks yang terdiri atas berbagai frekuensi dan amplitudo,
baik yang getarannya bersifat periodik maupun nonperiodik.1 Bising mencakup
efek fisiologik dan psikologik. 4 Secara fisik bising merupakan gabungan berbagai
macam bunyi dengan berbagai frekuensi yang sebagian besar hamper tidak
mempunyai periodisitas. Meskipun demikian komponen bising dapat diukur serta
dianalisis secara khusus. Secara fisiologik, akustik dan elektronik bising adalah
sinyal yang kadang-kadang tidak mempunyai arti atau tidak berguna dengan
intensitas yang berubah secara acak setiap saat. Bising mempunyai satuan
frekuensi atau jumlah getar per detik yang dituliskan dalam Hertz, dan satuan
intensitas yang dinyatakan dalam desibel (dB). Berkaitan dengan pengaruhnya
terhadap manusia, bising mempunyai satuan waktu atau lama pajanan yang
dinyatakan dalam jam perhari atau jam per minggu.

Di lingkungan industri,

bising dapat berupa bising kontinu berspektrum luas dan menetap (steady wide
band noise) dengan batas amplitudo kurang lebih 5 dB untuk periode waktu 0,5
detik. Contohnya suara mesin, suara kipas angin dll. Bising kontinu dapat juga
berspektrum sempit dan menetap (steady narrow band noise) misalnya bunyi
gergaji sirkuler, bunyi katup gas dan lain-lain. Bising terputusputus (intermitten
noise) yaitu bising yang tidak berlangsung terus-menerus melainkan ada periode
relatif berkurang, contohnya bunyi pesawat terbang dan bunyi kendaraan yang
lalu lintas di jalan. 4,5 Bising karena pukulan kurang dari 0,1 detik (impact noise)
atau bunyi pukulan berulang (repeated impact noise). Bising dapat juga berasal
dari ledakan tunggal (explosive noise). Bising jenis itu memiliki perubahan
tekanan bunyi melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya

mengejutkan pendengarnya.

5,6

Contoh bunyi ledakan, ialah tembakan senapan

atau meriam. Jenis bising lain adalah ledakan berulang (repeated explosive noise),
contohnya mesin tempa di perusahaan. Bising dapat terdengar datar atau
berfluktuasi. 5,6
Gangguan Pendengaran akibat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penyakit akibat kerja yang
sering dijumpai di banyak pekerja industri, Gangguan pendengaran tersebut
biasanya bilateral tetapi dapat juga unilateral. Gangguan biasanya mengenai nada
tinggi dan terdapat takik di frekuensi 4000 Hz pada gambaran audiogramnya.

3,4

Pada tahap awal gangguan itu hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan
audiometri. Gejala awal biasanya adanya keluhan berdenging di telingnya.
Gangguan pendengaran jenis sensorineural terjadi akibat kerusakan struktur di
koklea yaitu kerusakan pada sel-sel rambut di organ korti. 5 Gangguan
pendengaran akibat bising dapat ringan sampai berat akibat pajanan bising yang
berlangsung lama, yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut yang juga
terjadi bertahap, perlahan-lahan sehingga tidak disadari oleh para pekerja. Pada
tahap yang berat dapat mengganggu komunikasi, sehingga mempengaruhi
kehidupan sosialnya. Gangguan pendengaran akibat bising bersifat menetap dan
tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu pencegahan sangat penting.3-6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Pada orang dewasa terdapat dua alasan tersering hilangnya pendengaran
sensorineural

yaitu

presbiakusis

dan

NIHL.

Kedua

penyebab

tersebut

menghasilkan kerusakan pada sel-sel rambut luar telinga bagian luar, khususnya
pada bagian basal yang berubah menjadi koklea. NIHL adalah salah satu dari
sepuluh penyebab penyakit akibat kerja tersering dan menimbulkan hilangnya
produktivitas kerja dan biaya terkait pada para pekerja. Berdasarkan laporan
WHO (2004), diperkirakan hampir14% dari total tenaga kerja di negara industri
terpapar bising melebihi 30dB dan lebih ari 30 juta orang di Amerika terpaapr
bising 85dB atau lebih (NIOSH, 1998). Diperkirakan 5-0 juta orang di Amerika
yang terpapar kebisingan >85dB di tempat kerja beresiko terhadap gangguan
pendengaran akibat bising. Berdasarkan survey multi center di Asia Tenggara
pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang
cukup tinggi yaitu 4.6% sedangkan 3 negara lain yakni Sri Lanka 8.8%, Myanmar
8,4% dan India 6.3%. Walaupun bukan yan tertinggi tetapi prevalensi ini dapat
menimbulkan masalah. 6
2.2 Anatomi Telinga
2.2.1 Anatomi Telinga Luar
Telinga bagian luar memiliki 2 bagian utama, yaitu daun telinga (auricle)
dan liang telinga. Daun telinga yang berlekuk terdiri dari beberapa bagian yaitu
heliks, antiheliks, tragus, antitragus, konka, lobulus, fossa triangularis, fossa
skafoid. Yang berfungsi untuk mengumpulkan sumber bunyi dan membantu
menentukan lokalisasi suara.6,7,8 Daun telinga terdiri dari jaringan otot, kulit, dan
tulang rawan. Liang telinga mempunyai panjang sekitar 25 mm pada bagian
posterosuperior dan karena membran timpani yang berbentuk oblik pada bagian
anteroinferior mempunyai panjang sekitar 30 mm. Liang telinga ini berhubungan
dengan membran timpani pada bagian medial dan berbentuk seperti huruf S.
Liang telinga terbagi atas 2 bagian, yaitu 1/3 luar merupakan tulang rawan dengan

lapisan epitel kulit dan submukosanya mengandung kelenjar apokrin, sebasea,


pembuluh darah, dan sel-sel rambut yang berfungsi untuk menghasilkan serumen,
sedangkan 2/3 bagian dalam merupakan bagian tulang dilapisi oleh kulit tipis
yang melekat pada periosteum. Bagian dalam ini tidak mengandung sel rambut
maupun lapisan kelenjar. Lapisan epitel kulit pada liang telinga merupakan
kelanjutan dari lapisan epidermal (skuamosa) yang melapisi membran timpani
bagian luar. 7,8
2.2.2 Anatomi Telinga Tengah dan Telinga Dalam
Disebut tulang koklea karena bentuknya seperti cangkang siput yang
memiliki dua setengah putaran dan rumah bagi organ pendengaran yang disebu
membran labirint yang dikelilingi oleh sel yang disebut cairan perylimfe. Koklea
memiliki volume sekitar 0.2 ml. Dalam ruangan ini terdapat 30000 sel-sel rambut
pendengaran yang berfungsi untuk transduksi getaran menjadi impuls-impuls
saraf dan terdapat sekitar 19,000 serabut-serabut sarad yang bertransmisi menjadi
sinyal-sinyal menuju ke otak. Cara mudah untuk menggambarkannya adalah
membran labirin dibungkus oleh tabung bertulang yang melekat pada sisi apex
dan terbuka pada sisi bawahnya dengan jendela bulat dan oval dan terhubung
dengan labirin vestibular (gambar). Terdapat kontinuitas dengan labirin vestibular
dan organ keseimbangan dimana dari segi teknis bertidak baik sebagai
akselerometer linear dan angular, dan memungkinkan otak untuk mengetahui
posisi kepala dalam hubungan nya dengan gravitasi dan lingkungan sekitarnya. 7,8

Gambar 1. Kokela adalah tuba tulang, diisi oleh perilimfe dimana cairan endolimfe memenuhi
labirin membranosa . Bagian ini memisahkan skala vestibuli dari skala media.

Vibrasi pada plat kaki dari tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan juga
perilimfe dalam tulang koklea. Kepentingan atas cairan ini masih belum
dimengerti sepenuhnya. 7 Oleh karena itu, labirin harus terbuka dan mengizinkan
aliran cairan diperluas ketika pelat kaki tulang-tulang pendengaran bergerak
kedalam dan sebaliknya bergerak keluar ketika pelat kaki tulang pendengaran
bergerak keluar. Proses pembukaan labirin ini difasilitasi oleh membran jedela
bundar yang terletak di bawah jendela oval dari dinding dalam sel telinga tengah.
Labirin ini dibungkus oleh membran fibrosa yang bergerak secara sinkron tetapi
pada fase berlawanan dengan pelat kaki dari jendela oval. Labirin membranosa
dipisahkan menjadi tiga bagian melalui kantung membranosa triangular yang
melintasi sepanjang koklea.

Dua bagian terluar adalah skala vestibuli yang

dihubungkan dengan jendela oval, dan skala timpani yang dihubungkan dengan
jendela bundar. Bagian-bagian yang terisi dengan perilimfe, mereka terhubung
pada bagian apex melalui sebuah pembuka kecil yang disebut helikotrema yang
menyediakan mekanisme penyamaan tekanan oada frekuensi dibawah rentang
pendengaran.

Mereka juga terhubung pada ujung vestibular dengan cairan

disekelilingnya pada otak, melalui sebuah kanal kecil sebagai duktus aque
perilimfatik. Labirin membraosa, juga dikenal sebagai duktus koklear, diisi
dengan cairan yang disebut endolimfe. Pada satu sisi, cairan ini dipisahkan dari
skala vestibuli oleh membran reisner dan pada sisi lainnya dari skala timpani
melalui membran basiler (Gambar 2.3). Membran basiler terdiri dari sejumlah
besar taut, secara radialserabut-serabut saraf paralel yang terbungkus diantara
bahan gelatinosa yang sangat mudah robek. Serabut-serabut saraf ini merupakan
resonansi yang progresif dari ujung basal apikal hingga koklea. 10,11

Gambar 2. Potongan melintang dari koklea yang menunjukkan bagian-bagaian labirin


membranosa. 8

Sel-sel rambut berasal dari ujung bebas stereosilia dimana struktur rambutnya
kecil dan kaku dalam ukuran beberapa mikrometer panjangnya (gambar 2.4).
Stereosilia dari sel-sel rambut diatur dalam beberapa baris dalam sebuah celah
sempit disebut celah subtektorial yang terdapat diatas sel-sel rambut di sisi radial
membran tektorial yang kaku. Silia dari sel-sel rambut luar secara erat melekat di
membran tektorial ketika silia dari sel-sel rambut halus berdiri dan melekat secara
longgar dengan membran tektorial. 7,8,9
Sebagai kesimpulannya, secara anatomi, telinga terdiri dari mekanisme
konduksi suara dan mekanisme transduksi suara. Mekanisme konduksi dari suara
membutuhkan dua bagian yaitu telinga luar yang terdiri dari pinna dan kanalis
akustikus, dan telinga tengah yang terdiri dari membran timpani. Telinga tengah
memiliki celah udara yang terhubungkan dengan hidung yang disebut tuba

eustachius dan tulang mastoid udara yang terdiri dari rantai osikula, malleus,
stapes dan inkus. Telinga dalam atau koklea, mentransduksi getaran yang
ditransmisikan ke perilimfe melalui rantai osikula kedalam impuls saraf yang
diambil ke otak dan dipersepsikan sebagai suara.8

Gambar 3. Penampakan permukaan dari bawah ke atas sel-sel rambut; catatan terdapat tiga baris
dari sel-sel rambut luar dan satu baris sel-sel rambut dalam8,

2.3 Fisiologi pendengaran


2.3.1 Telinga Luar dan Telinga Tengah7-9
Pertama-tama dalam pendengaran berperan proses mekanisme konduksi
suara. Rentang suara yang dapat didengar adalah 10 oktaf dari 16-32Hz
(siklus per detik) hingga 16000-20000 Hz. Sensitivitas adalah sangat rendah
tetapi menjadi lebih sensitive diatas 128 Hz hingga 4000 Hz ketika suara
tersebut berkurang sensitivitasnya. Kepala sebagai penghalang alamiah
kedua telinga dan sumber suara pada satu sisi akan mengproduksi lebih
banyak lagi stimulus ke telinga yang lebih dekat dan secara langsung suara
akan mencapai ke telinga, sehingga membantu mekanisme lokalisasi suara
berdasarkan intensitas dan perbedaan sampainya suara. Pendengaran
frekuensi tinggi lebih diperlukan dibandingkan frekuensi rendah dan untuk
tujuan ini dan hal ini menjelaskan mengapa lokalisasi suara menjadi lebih
sulit dengan adanya tuli frekuensi tingkat tinggi.

Ukuran kepala lebih besar dari pinna sehingga pola pina menjadi tidak
terlalu penting dibandingkan mamalia lain. Namun bentuk pinna berulir
sehingga mampu menangkap suara dengan frekuensi yang lebih tinggi,
membantu identifikasi baik suara yang bersumber dari depan maupun
belakang. Kanal telinga bertindak sebagai tabung resonansi dan
mengaplifikasi suara antara 3000-4000 Hz sehingga menambahkan
sensitivitas (dan juga rentan terhadap kerusakan) telinga pada frekuensi ini.
Telinga sangat sensitive dan berespons dengan suara dengan intensitas yang
sangat rendah, vibrasi yang lebih besar dibandingkan dengan pergerakan
acak alami molekul-molekul di udara. Demi fungsi tersebut, tekanan udara
pada kedua membrane timpani harus setara. Siapapun yang mengalami
bloking telinga bahkan oleh tekanan yang kecil dapat mengubah dengan
cepat

kecepatan

suara. Tuba

eustasia

lah

yang

bertugas

untuk

menyeimbangkan tekanan di keuda telinga, melalui pembukaan jangka


pendek, dengan melakukan proses menelan tiga hingga empat kali, jika tuba
terbuka sepanjang waktu maka sesorang dapat mendengar bunyi setiap
nafasnya. 8-10
Karena membrane yang membatasi telinga tengah adalah sebuah
membrane pernapasan, membrane ini dapat mengabsorbsi karbon dioksida
dan oksigen dari udara dalam telinga tengah dan memproduksi tekanan
negative.

Hal ini akan menimbulkan rasa nyeri (seperti yang dirasakan

saat tuba eustasia tertutup selama di pesawat). Kavitas telinga tengah


ukurannya cukup kecul dan sel-sel mastoid udara bertindak sebagai
reservoir yang berkaitan dengan perubahan tekanan. Jika tekanan negative
berlangsung terlalu lama maka cairan akan disekresikan ke telinga tengah
dan mengakibatkan tuli konduktif. 10
Telinga tengah dan luar memfasilitasi amplifikasi sinyal suara. Pinna
yang merupakan area permukaan besar dan menyalurkan suara ke
membrane timpani yang lebih kecil; sebaliknya permukaan membrane
timpani itu sendiri lebih besar dibandingkan dengan dasar tulang stapes,
sehingga

terdapat

amplifikasi

hidraulik;

sebuah

pergerakan

kecil

disepanjang area yang luas dikonversikan menjadi pergerakan besar dalam


area yang kecil. Sebagai tambahan rantai osikula-osikula merupakan sebuah
sistem yang menyediakan amplifikasi suara. Telinga luar dan tengah
mengamplifikasi suara dari telinga eksterior hingga telinga dalam hingga
mencapai 30dB. 9-10
2.3.2 Telinga Dalam9-10
Fungsi telinga dalam adalah transduksi getaran kedalam impuls-impuls
saraf. Pada saat transduksi tersebut, akan dihasilkan analisis frekuensi (pitch) dan
intensitas (kekerasan). Informasi tingkat suara diteruskan oleh serabut-serabut
saraf ke otak dan pada frekuensi 5kHz, grup-grup serabut saraf akan mengunci
sinyal akustik dalam memberikan informasi frekuensi ke otak sedangkan pada
frekuensi diatas 5kHz, informasi diteruskan ke otak berdasarkan lokasi stimulasi
pada membrane basiler. Disatu sisi, musik yang ditranslate ke dalam frekuensi
dalam rentang 5kHz tidak akan menghasilkan bunyi. 9
Seperti yang dijelaskan diatas, setiap tempat yang berada disepanjang
membrane basiler memiliki karakteristik frekuensinya masing-masing, dimana
frekuensi tertinggi akan berespons denganujung basalis dan frekuensi terendah
akan berespons dengan stapes yang kemudian dilanjutkan ke membrane basiler
berpindah menjadi sebuah gelombang hingga seluruh komponen frekuensi akan
mencapai tempat-tempat respektif hingga terjadi resonansi kemudian mereka akan
berhenti dan tidak berjalan lebih lanjut. Sebagai contoh, suara 1kHz akan
menginduksi resonansi telinga tengah di membrane basiler dan akan berjalan lebih
dari setengah panjang membrane basiler, dimana komponen frekuensi tinggi
(lebih dari kHz) harus melewati jarak kurang dari setengah panjang membrane
basiler. Hal ini menjelaskan mengapa observasi pada suara berfrekuensi rendah,
seperti bising di kemacetan jalan membuat kita sulit mendengar suara saat
menerima telfon, karena adanya efek suara berfrekuensi rendah dalam menutupi
suara yang frekuensi tinggi. 9,10
Di ujung membrane basiler dekat dengan ujung dari inti sentral koklea
adalah sebuah baris tunggal dari sel-sel rambut bagian dalam yang diikuti oleh

tiga baris sel-sel rambut luar dimana terpisah dari baris tunggal sel-sel rambut
dalam oleh struktur segitiga yang kaku yang dikenal sebagai corong organ korti.
Posisi alami partisi koklear menghasilkan sebuah gerakan rocking dari corong
organ kortu dan akibatnya sel rambut bagian dalam terletak pada sisi lateral. 9,10
Telinga telah berkembang sedemikian rupa untuk memperkeras suara yang
besar intensitasnya di lingkungan sekitar dan hanya sel-sel rambut telinga dalam
yang dapat menginisiasi impuls-impuls saraf yang kita interpretasikan sebagai
sebuah suara. Mereka tidak sensitive secara khusus namun mereka diletakkan
diujung telinga dalam mebran basiler yang relative tidak dapat bergerak. Intinya
adalah ketika membrane basiler bergetar, getaran telinga hampir sebagian besar
berasal dari telinga tengah sehingga sel-sel rambut dalam juga mudah mengalami
getaran. 9 Ketika sel-sel tersebut terstimulasi oleh gerakan gelombang yang mereka
respons secara aktif dan fisik. Mereka memiliki protein otot pada dindingsel dan
mudah memendek. Karena mereka melekat baik padamembran reisner dan
membrane basiler, maka mereka memproduksi sebuah pergerakan serabut
tambahan dari labirin membranosa, yang mengamplifikasi jalannya gelombang
pada titik stimulasi maksimal. Pergerakan amplifikasi ini berjalan menuju sel-sel
rambut dalam yang kemudian memberikan respons. Jika jumlah gerakan dari
membrane basiler sedikit, jumlah sel-sel rambut luar akan mengalami kontraktur
dan bertambah secara signifikan terhadap pergerakan sel basiler. Jika jumlah
pergerakannya besar maka kontraktur tidak akan menambahkan gerakan labirin
membranosa. 9,19
Jika sel-sel rambut luar mengalami kerusakan maka mereka tidak lagi
memberikan respons terhadap suara rendah dan sel-sel rambut dalam tidak akan
terstimulasi, hal ini akan menyebabkan tuli pada suara berintensitas rendah. Jika
suara lebih intense, sel-sel rambut dalam akan terstimulasi secara langsung dan
mereka akan memberikan respons secara normal sehingga kemampuan untuk
mendengar suara menjadi tetap baik. Ini merupakan sebuah fenomena yang
disebut perekrutan suara keras. Sel-sel rambut dalam lebih tangguh
dibandingkan sel-sel rambut luar dan menjadi lebih ringan kerusakannya oleh
karena usia, kebisingan atau obat ototoksik jadi usia/kebisingan/obat ototoksik

memang benar akan menurunkan ketajaman pendengaran namun tidak sampai


menyebabkan ketulian. Telah dicatat sebelumnya bahwa telinga memiliki
sensitivitas tertinggi terhadap suara dalam rentang 3000-4000Hz, sebagian karena
mekanisme amplifikasi dari kanal telinga. Dengan demikian, stimulus yang paling
intense diproduksi pada frekuensi ini dan sel-sel rambut luar yang akan merespons
nya menjadi beresiko tinggi mengalami kerusakan. Pemanjagan paparan suara
keras akan merusak sel-sel rambut dan hal inilah yang menjelaskan berkurangnya
pendengaran dari suara yang terjadi pada awalnya berkisar 3-4kHz. 9-10
2.3.3 Proses auditorik sentral 10,11
Impul-impuls saraf dibawa sepanjang saraf akustik statico (n.VIII) dari
koklea menuju batang otak. Disini serabut-serabut saraf akan mencapai nucleus
dimana mereka akan terhubung dengan serabut-serabut saraf lain nya. Serabutserabut saraf dari masing-masing saraf auditorik akan terpisah, beberapa melewati
satu sisi otak dan yang lainnya tetap pada sisi yang sama. Dengan demikian,
stimulus auditorik akan melewati setiap sisi dari otak dari kedua telinga,
penurunan pendengaran unilateral tidak dapat disebabkan oleh sebuah lesi otak.
Serabut-serabut akan melewati otak belakang menuju otak tengah dan korteks
serebri. Terdapat banyak fungsi utama, beberapa diantaranya : 10,11
a. Kemampuan untuk memblok suara-suara yang tidak diinginkan
Pada ruang yang berisik, seorang muda dengan pendengaran normal dapat
dengan mudah masuk dan keluar dalam sebuah pembicaraan, hal ini disebut
tehnik cocktail party effect. Otak cukup otomatis untuk melakukan
penyesuaian waktu sampai dan perbedaan intensitas suara dari beberapa sinyal
sumber suara sehingga mereka dapat dengan mudah melewatkan suara yang
tidak mereka ingin simak dengan cara menekan alur umpan balik. Hal ini
memerlukan fungsi pendengaran perifer pada frekuensi tinggi dari kedua
telinga yang baik, dua telinga, dan mekanisme tambahan sentral. 10
b. Kemampuan lokalisasi spatial

Manusia normal akan dapat melokalisasi dengan akurat sumber suara.


Seseorang dapat mengetahui arah sumber suara, dapat menolehkan kepala
untuk mencari speaker; mereka dapat mengetahui dimana dapat melihat sebuah
pesawat atau seekor burung.

Terdapa neuron-neuron spesifik yang

berhubungan dengan telanga tengah. 10


c. Memadamkan dan menghidupkan suara
Pendengaran memiliki fungsi alternative khususnya untuk mengawasi sinyalsinyal dari semua jenis. Terdapat sel-sel otak yang berespons hanya pada onset
suara dan yang lainnya berespons hanya pada mekanisme memadamkan suara.
Berpikir seperti udara yang berada dalam suatu ruangan ketika ac dinyalakan,
maka seseirang akan dapat langsung mengenalinya. Setelah beberapa saat,
udara ac akan menyatu dengan udara sekitarnya dan bunyinya pun dapat kita
kesampingkan. Ketika dimatikan, kembali seseorang dapat menyadarinya pada
waktu singkat dan kemudian menghilang bersatu dengan suara disekitarnya.
Sel-sel ini mengizinkan perubahan akustik-seseorang dapat dengan konstan
menyesuaikan suara- perubahan dapat dengan segera diperhatikan. Hal ini
benar bahwa telinga seperti mesin yang dapat dengan mudah menyimak adanya
perubahan. 10,11
d. Interaksi stimulus suara dengan bagian-bagian lain dari otak
Stimulus suara memproduksi interaksi dengan bagian-bagian lain dari otak
untuk menyediakan respons yang tepat. Dengan demikian, sinyal pengawas
akan memproduksi sebuah reaksi umum dengan segera dan mengarah ke
pelarian. Suara seorang anak yang menangis dapat membangunkan ibu
meskipun tidak membangunkan orang lain. Suara-suara tertentu dapat
menginduksi rasa marah, kesenangan lainnya. Intinya adalah sensasi yang
diproduksi oleh pendengaran dapat menyatu dengan mekanisme tubuh dalam
sistem saraf pusat untuk membuat mereka menjadi bagian dimana kita
tinggal.10,11

2.4 Tuli Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss)


2.4.1 Definisi Tuli Akibat Bising12,13,14
Tuli akibat bising adalah penyebab kedua tersering dari kerusakan
pendengaran permanent setelah tuli akibat usia. Tuli akibat bising adalah tuli
saraf yang terjadi akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dan dalam
jangka waktu yang cukup lama. The Environmental Protection Agency
(EPA) memperkirakan bahwa lebih dari 9 juta pekerja di industri manufaktur
terpapar bising diatas 85 dB(A) (http://id.articlesnatch.com). 12
2.4.2 Patofisiologi Tuli Akibat Bising
NIHL dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan faktor genetic dan efekefek bising dapat memperparah pemberian obat-obatan atau paparan bahanbahan kimiawi. Patofisiologi NIHL diklasifikasikan baik karena trauma
mekanikal atau metabolic (atau biokimia). Paparan koklea secara intens
terhadap bising dapat mengganggu stereosilia pada sel-sel rambut yang
memisahkan ujung penghubung dan untuk mendepolimerisasi filamentfilamen aktin menghasilkan gangguan pada transduksi sinyal. 12 Mekanisme
utama dari trauma metabolit termasuk akumulasi spesies oksigen radikal
bebas yang meningkatkan oksidatif stress, iskemia koklear diikuti oleh
trauma reperfusi dan eksitotoksisitas neuron auditorik yang diinduksi oleh
pelepasan berlebihan dari neurotransmitter afferent koklear, glutamate.

13

Banyak studi-studi yang melibatkan percobaan terapetik antioksidan dan


inhibitor JNK, antagonis NMDA memberikan hasil efektifitas parsial.
Namun begitu, proteksi dari bising sebelum koklear terpajan trauma adalah
hal yang lebih penting karena kerusakan sel-sel rambut dan neuron-neuron
auditorik pada koklea mamalia tidak mampu diregenerasi baru.12,13
Tekanan suara pada tingkat yang lebih tinggi dari 125dB akan
menyebabkan kerusakan mekanikal derajat berat, sedangkan stress akustik
yang lebih rendah akan menimbulkan mikro lesi pada sel membrane dan
menghasilkan masuknya ion kalsium ke dalam membrane sel dan
menimbulkan gangguan pada homeostasis ion. Stimulasi berlebihan pada

koklea akan mengarahkan ke sekresi berlebihan dari glutamate. Glutamat


merupakan neurotransmitter utama dari neuron-neuron afferent, sehingga
menyebabkan masuknya ion kalsium berlebihan ke dalam sel-sel sesuai
dengan tingkat stress oksidatif dan metabolic. Stress akustik berkelanjutan
akan menurunkan tekanan parsial dari oksigen dan menyebabkan hipoksia
jaringan memerlukan konsumsi oksigen yang lebih tinggi.12-14
Stress metabolic disebabkan oleh ion yang masuk oleh karena glutamate
dan lesi mikro sel membrane, sehingga mengarah pada formasi pembentukan
radikal bebas. 12 Sitokrom C, diketahui sebagai protein aktivatos caspase pada
cascade apoptosis, dilepaskan dari matriks telinga tengah sehingga memicu
kerusakan koklea dan penyebaran ke dalam sitoplasma. Hal ini dan beberapa
kejadian-kejadian intreaseluler mengarahkan ke aktivasi kaskade apoptosis,
sehingga pada ahirnya akan memicu kematian sel. 13 Kerusakan oksidatif dari
sel DNA adalah tinggi selama dan segera setelah trauma akustik, oleh karena
itu, pada 8 jam pertama setelah paparan diusulkan utnuk dilakukan terapi
penting dari penggunaan antioksidan.14
Berdasarkan studi histological, tampak terdapat dua perubahan bermakna
yang terjadi pada koklea segera setelah paparan bising. Hal ini diantaranya
adalah hilangnya sel-sel rambut dan perubahan-perubahan pada stereosilia.
Perubahan stereosilia lebih sering terjadi dibandingkan dengan kematian sel.
Pertama-tama, kematian dan disfungsi yang terlihat pada stereosilia dari
rambut-rambut telinga luar. Stereosilian kemudian dapat bersih kembali
segera setelah cessation bising. Situasi ini diekspresikan sebagai TTsTTS
yang sembuh dalam beberapa menit, jam, bahkan tertunga hingga berharihari. Jika bising berlanjut, maka stereosilia akan melekat satu saama lain dan
berubah secara permanent dalam hal pendengaran, yang kemudian disebut
sebagai PTSs. Peningkatan ambang batas dengan PTS s adalah berisifat tidak
dapat kembali lagi. Pada tahap lanjut, kerusakan dari sel-sel rambu telinga
dalam dan degenerasi sekunder neuronal akan berkembang. Patologi yang
pertama kali terlihat adalah basal yang berubah menjadi koklea mengalami
kehilangan kemampuan mendengar pada frekuensi tinggi. Bising diatas 85dB

mengarah ke tuli sensorineural dan frekuensinya nya lebih besar. Derajat


berat maupun jangka pendek dari bising yang terstimulasi bising,
didefinisikan sebagai trauma akustik, yang dapat menyebabkan PTSs tanpa
menimbulkan TTs. Trauma ini mengarah e kerusakan organ kortikaldan
gabungan dari perilimfe dan endolimfe oleh karena rupture membrane. 15

Gambar. 4 (a) Disorganisasi (kepalapanah hitam), fusi (kepala panah putih) dan hilang (panah
hitam) dari stereosilia sel-sel rambut luar pada membrane basal yang berubah pada
kelompok control. Mikroskop SEM, perbesaran 2000 (b) hilangnya stereosilia pada rambut
sel-sel telinga dalam (tanda panah), disorganisasi pada sel-sel stereosilia rambut-rambut luar
(panah putih-kepala) dan stereosilia splayed (kepala panah hitam) di bagian tengah berubah
pada grup control, mikroskop SEM, perbesaran 2000. (c) apical pada kelompok control,
stereosilia menghilang pada bagian dalam (tanda panah) dan bagian luar (panah) sel-sel
rambut. Fusi dan pemendekanpada sel sterosilia dari sel-sel rambut luar adalah bukti,
Mikroskop SEM, perbesaran 2000. 15

Gambar 5. (a) Hilangnya stereosilia pada bagian luar (kepala panah) dan bagian dalam (panah) selsel rambut ditunjukkan pada bagian basal yang berubah pada kelompok studi, mikroskop
SEM, perbesaran 2000.(b) kerusakan stereosilia pada bagian dalam (panah putih) dan luar
(panah hitam) sel-sel rambut pada bagian tengah berubah pada grup studi. Stereosilia
menghilang pada bagian luar sel-sel rambut (kepala panah) adalah bukti, mikroskop SEM,
perbesaran 750. (c) hilangnya stereosilia (panah) dan kerusakan (panahkepala) pada bagian
luarsel-sel rambut dalamapikal berubah pada grup studi, mikroskop SEM, perbesaran
2000.15

Gambar 6. Skor kerusakan stereosilia sel-sel rambut telinga dalam dan luar pada hasil skrining
dengan mikroskop electron. 15

2.4.3 Gambaran Audiometri Tuli Akibat Bising16-18


Audiometric skrining atau screening audiometry adalah salah satu
prosedur klinis yang dilakukan dokter dalam ruang lingkup keselamatan
dan kesehatan kerja (K3). Ini merupakan salah satu kewajiban perusahaan
sebagai langkah pencegahan gangguan pendengaran sekaligus sebagai
langkah monitoring pengaruh tingkat kebisingan terhadap pekerja yang
terpapar. Tujuannya, untuk mengetahui adanya penurunan pendengaran
sebelum gangguan tersebut dirasakan dengan jelas oleh pekerja. Pada
audiometric diagnostic terdapat pemeriksaan AC (Air Conduction) dan BC
(Bone Conduction) sehingga dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu
gangguan pendengaran, sedangkan pada audiometric skrining hanya
terdapat pemeriksaan AC. 16
Prosedur awal sebelum pemeriksaan audiometri skrining :
a. Siapkan audiometric pure-tone
b. Siapkan ruang/tempat kedap suara
c. Minta pekerja mengisi kuisioner
- Riwayat hobi/pekerjaan yang mempunyai paparan bising

- Faktor resiko gangguan pendengaran (cth : cedera kepala, penggunaan


obat ototoksik, penyakit telinga, operasi telinga, riwayat tuli di
keluarga)
- Gejala yang berkaitan dengan gangguan pendengaran (cth : tinnitus,
secret telinga, pusing, gangguan komunikasi)
d. Pemeriksaan Klinis 17,18
- Pemeriksaan keadaan eksternal telinga
- Periksa keadaan internal telinga dengan otoskopi
- Pemeriksaan kualitatif /tes penala rutin (tes rinne, weber dan swabach)
mungkin didapatkan hasil rinne positif, weber lateralisasi ke telinga
pendegarannya lebih baik dan swabach memendek, sesuai dengan
ketulian jenis sensorineural.
e. Pastikan pekerja bebas paparan bising 16 jam sebelum pemeriksaan
untuk mengurangi resiko TTS (Temporary Threshold Shift)
f. Mulai dari frekuensi dan intensitas suara terendah. Frekuensi yang dites :
500 Hz, 1 KHz, 2 KHz, 3 KHz, 4 KHz, 6 KHz, 8 KHZ. Intensitas suara
yang dites dari 0-120 dBHL.
g. Pemeriksaan DPOAE (Distortion Product Otoacoustic Emission)
Merupakan metode pendeteksi kerusakan pada sel-sel rambut
telinga luar. Lokasi NIHL biasanya di bagian basal berubah menjadi selsel rambut dan DPOAE (2f1-f2) muncul sebagai pemeriksaan paling
tepat dalam menentukan integritas dari sel-sel rambut bagian luar.
DPOAE ditentukan sebagai metode yang sensitive untuk evaluasi trauma
akustik yang menginduksi hilangnya pendengaran pada pasien dengan
gejala-gejala pendengaran abnormal namun memiliki gambar audiogram
yang normal. Pasien trauma akustik yang memberikan gambaran
DPOAE tak terdeteksi pada frekuensi tertentu memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang terdeteksi dengan
DPOAE. 17

Interpretasi Hasil Audiometri18,19


Gambar hasil audiometric berikut menunjukkan perbedaan antara hasil
pemeriksaan yang normal (garis lurus) dan hasil pemeriksaan dengan gangguan
pendengaran akibat kebisingan (garis putus-putus). Gambaran hasil audiometric
disini menunjukkan pola khas gangguan pendengaran akibat kebisingan atau biasa
dikenal dengan NIHL. Pola khas tersebut adalah cekungan dalam atau deep V
pada frekuensi tinggi yang menunjukkan penurunan pendengaran pada frekuensi
tersebut. Cekungan terdalam biasanya terdapat pada level 4000 Hz.
Gambaran NIHL ini merupakan indikator adanya penyakit akibat kerja atau
penyakit gangguan kerja yang bersifat progresif dan irreversible, sehingga
memerlukan perhatian serius khususnya bagi dokter pemeriksa kesehatan tenaga
kerja atau bagi dokter perusahaan.
Adapun berdasarkan tingkat desibelnya, maka gangguan pendengaran dapat
dibagi menjadi : 18
a. Normal : 10 dB sampai dengan 25 dB
b. Mild impairment : 26 dB sampai dengan 40 dB
c. Moderate impairment : 41 dB sampai dengan 55 dB
d. Moderate to severe impairment : 56dB sampai dengan 70 dB
e. Severe impairment : 71 dB sampai dengan 85 dB
f. Very severe impairment : > 85 dB
2.5 Gangguan Pendengaran Akibat Bising di Tempat Kerja 18,,19
Industrialisasi akan selalu diikuti dengan penerapan tehnologi tinggi,
penggunaan bahan serta peralatan yang lebih komplek, namun sering kali
berakibat buruk baik terhadap manusia maupun lingkungan. Di tempat kerja
terdapat beberapa bahaya yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor
fisika, kimia, biologi, ergonomic serta psikologi.

18,

Kebisingan merupakan

sumber bahaya dari faktor fisika di tempat kerja, yang perlu dikendalikan agar
tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif bagi tenaga
kerja. Tidak hanya di tempat kerja, kebisingan juga merupakan masalah di

sekitar lingkungan kita seperti suara pesawat terbang, suara senapan dan lainlain. Pengertian kebisingan adalah bunyi atau suara yang timbul yang tidak
dikehendaki yang sifatnya menganggu dan menurunkan daya dengar
seseorang (WHO, 1993). Terdapat tiga jenis kebisingan yaitu : 18,19
1. Bising Kontinue (terus menerus) seperti suara mesin, kipas angina, dll.
2. Bising intermitten (terputus-putus) yang terjadi tidak terus menerus seperti
suara lalu lintas, suara pesawat terbang.
3. Bising impulsif yang memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB
dalam waktu yang cepat sehingga mengejutkan pendengarnya seperti suara
senapan, mercon, dll.
4. Bising impulsif berulang yang terjadi secara berulang-ulang pada periode
yang sama seperti suara mesin tempa.
Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB/NIHL) adalah penurunan
pendengaran sensorineural yang pada awalnya tidak disadari, karena belum
mengganggu percakapan sehari-hari. Penurunan pendengaran sensorineural tipe
koklea pada kedua telinga. Faktor lama pajanan, intensitas kebisingan, umur serta
faktor lain akan berpengaruh terhadap penurunan pendengaran tersebut. Faktor
yang mempercepat GPAB/NIHL adalah pajanan intensitas kebisingan melebihi
(>85dbA selama 8 jam).
GPAB tidak dapat disembuhkan namun bias dicegah oleh karena itu tempat
kerja yang melebihi NAB harus menerapkan Program Konservasi Pendengaran /
Hearing Conservation Program (HCP). Program konservasi pendengaran meliputi:
20,21,22

1. Pemantaun Kebisingan20,21,22
Alat ukur untuk pengukuran kebisingan di tempat kerja adalah Sound Level
meter (SLM) dan untuk personal monitoring digunakan noise dosimeter.
Sebelum melakukan pengukuran yang pertama harus dilakukan adalah
identifikasi bahaya apakah di area kerja terdapat sumber bahaya dari mesin atau
aktivitas pekerjaan yang dapat menimbulkan kebisingan, bias juga dengan
melakukan Work Through Survey yaitu survey ke tempat kerja dan melakukan
identifikasi bahaya. Langkah selanjutnya melakukan pengukuran kebisingan

dengan SLM, perlu diketahui bahwa noise adalah menggunakan fungsi


logaritma, karena rentang pendengaran manusia sangat lebar dengan satuan
decibel (db). 20,21,22

Gambar 7. Sound Level Meter

2. Audiometri Test
Apabila hasil pengukuran di tempat kerja menunjukkan intensitas kebisingan
melebihi NAB maka lakukan audiometric minimal satu tahun sekali.
Audiometri juga dilakukan pada karyawan baru/rotasi/mutasi sebelum
ditugaskan ke area dengan intensitas kebisingan yang tinggi. Target dari
audiometric test adalah pemeriksaan gangguan pendengaran persepsi, konduksi,
atau campuran. 20,21,22
3. Pengendalian Kebisingan
Langkah efektif untuk pencegahan gangguan pendengaran adalah dengan
melakukan pengendalian pada sumber bahaya dengan eliminasi, subtitusi,
engineering, administrasi. Tahap perencanaan dengan memilih peralatan dengan
efek kebisingan paling rendah, jika mesin yang masih bising tetap digunakan
maka lakukan pemasangan peredam. Untuk tahap administrasi lakukan
pembatasan area yang hanya boleh dimasuki personil yang terlatih (APD) serta
pengaturan jadwal kerja sesuai NAB. 20,21,22

Gambar 8. Ambang Batas Bising 21,22

4. Alat Pelindung Diri21,22


Pemakaian alat pelindung pendengaran adalah upaya terakhir dalam upaya
pencegahan gangguan pendengaran.

4.1 Ear plug/ sumbat telinga


Sumbat telinga bias mengurangi bising + 30 dB lebih. Sumbat dimasukkan ke
dalam liang telinga sehingga suara tidak mencapai membrane timpani. 21,22
4.2 Ear muff/tutup telinga
Tutup telinga menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk
mengurangi bising s/d 40-50 dB frekuensi 100-8000 Hz. 21,22
4.3 Helmet
Menutupi seluruh kepala dandigunakan untuk mengurangi maksimum 35 dBA
pada 250 Hz sampai 50dB pada frekuensi tinggi. 21,22

Gambar 9. APD 21,22

Setiap APD memiliki NNR (noise reduction rate), secara prinsip kebisingan yang
akan diterima telinga kita adalah :
Kebisingan (dBA) = kebisingan area kerja (dBA) - NNR (dBC)
Namun pengukuran dengan rumus diatas tidak tepat, gunakan safety faktir 50%,
dengan mempertimbangkan kualitas serta cara penggunaanya yang tidak tepat,
sehingga rumus diatas menjadi :
Kebisingan (dBA) = kebisingan area kerja (dBA) - [(NNR-7)*50%]

Apabila dengan rumus tersebut kebisingan masih > 85 dBA, maka gunakan
pelindung ganda yaitu ear plug dan ear muff, untuk perhitungan : pilih NNR
terbesar dari ear plug atau ear muff, kemudian hitung dengan rumus :
Kebisingan (dBA) = kebisingan area kerja (dBA)-[(NNR-7*50%]-5
5. Training Motivasi22
Berikan penjelasan ke karyawan tentang akibat kebisingan serta bagaimana
cara mencegahnya, buktikan bahwa tidak ada orang yang kebal terhadap
kebisingan dengan memberikan data catatan rekam medis audiometric serta
data pengukuran area kerja. Pelatihan dengan metode visualisasi adalah cara
yang efektif untuk menjelaskan ke karyawan.
6. Pemeliharaan Catatan/record22
Pemeliharaan data pengukuran kerja, audiometric test karyawan dan
evaluasi secara berkala. Lakukan upaya teknis untuk area kerja yang memiliki
tingkat kebisingan melebihi NAB.
Penatalaksannan Tuli Akibat Bising
a. Terapi Gen
Penelitian terbatu adalah terapi gen untuk meregenerasi sel-sel rambut
pada organ korti orang dewasa. Sebuah strategi penatalaksanaan terbaru untuk
menstimulasi sel-sel pendukung dari organ korti untuk transdiferensiasi
menjadi sel-sel rambut melalui dorongan ekspresi dari transkripsi faktor
Atoh1. Izumikawa et al menunjukkan bahwa vector adenoviral dapat
mengekspresikan Atoh1 dan menghasilkan pembentukan sel menyerupai
rambut pada organ korti babi, 5 minggu pasca inokulasi kasus tuli akibat obat
ototoksik. 21, 22
b. Koklear Implant
Usaha untuk membuat neuron dari sel-sel pluripoten embrionik stem sell
dan sumsum tulang belakang stem sel untuk mengganti neuron atau

menambahkan neuron-neuron auditorik dalam innervasi afferent dalam


mengatasi NIHL telah diupayakan oleh Hildebrang ei al dan Shi et al. Target
terapi invasive ini adalah penghantaran sel-sel progenitor ke epithelium
sensorik dan mempertahankan sel yang tersisa dalam waktu yang lama serta
diferensiasi sel-sel stem sel menjadi jaringan koklear sensorineural. 21,22
c. Alat Bantu Dengar
d. Medikamentosa (Agen-agen otoprotektif)
Beberapa obat dan suplemen makanan secara preklinik dikembangkan
untuk mencegah NIHL disebut sebagai agen otoprotektif yang
dikembangkan secara uji klinis oleh http://www.clinicaltrials.gov yang
dikelola oleh National Library of Medicine at National Institutes of
Health. Obat tersebut diantaranya pertama, antagonis reseptor glutamate
(N-methyl-D-spartate)

dan

inhibitor

JNK/MAPK

tujuan

untuk

menghambat eksitotoksisitas dan apoptosis glutamate. Kedua, campuran


lineage kinase inhibitor (upstream regulator MAPK kinase) untuk
memproteksi sel-sel rambut yang diinduksi oleh neomisin dan suara. 23,24
Enzim-enzim antioksidan endogenus mengkatalisis perubahan superoksida
menjadi oksigen dan hydrogen peroksida atau delesi homozygous dari
glutation peroksidase 1 sehingga dapat mengurangi hydrogen peroksidasi
menjadi air untuk mengurangi kerentanan tuli akibat bising yang
disebabkan oleh hilangnya sel-sel rambut. 25,29,30
Vjakovic daru Universitas Auckland menemukan obat yang berpotensi
untuk meregenerasi jaringan koklear terutama sel-sel sensorik rambut
pendengaran yaitu ADAC, adenosine amine congener, sebuah agonis
reseptor adenosine A1 selektif. Penelitian pada tikus dengan satu kali
injeksi tunggal dalam 6 jam pasca trauma bising akan memberikan
prognosis pemulihan pendengaran yang paling efektif. 26,29
Obat epilepsi juga menunjukkan efek anti tinnitus terhadap model
hewan dari universitas Pittsburgh, penelitian ini memfokuskan area otak
yang menjadi pusat penting auditorik yang disebut nucleus koklear dorsal
(DCN). Penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa tinnitus berkaitan

dengan hiperaktivitas sel-sel DCN dimana sel-sel tersebut memicu adanya


impuls bahkan ketika tidak ada suara sama sekali.

Penelitian ini

menemukan bahwa pada pasien tuli akibat bising terjadi reduksi kanalkanal kecil yang disebut KCNQ yang memfasilitasi keluar masuknya ionion potassium sehingga memicu hiperaktivitas dari sel-sel DCN. Kanal
KCNQ berperan seperti rem yang mampu mengurangi eksitabilitas atau
aktivitas dari sel neuronal. Injeksi retigabine segera setelah paparan bising
(max 30 menit) dan dua kali sehari untuk 5 hari berikutnya dapat efektif
mencegah tinnitus. 27,29
Betahistin dihydrochloride (betahistine) memiliki efek yang
menguntungkan pada beberapa kelainan pada telinga dalam seperti vertigo
yang memberikan efek pad aliran darah koklear (Cochlear blood
flow/CoBF). 28 Betahistin merupakan reseptor antagonis histaminergik H3
kuat yang berfungsi dalam meningkatkan CoBF melalui peningkatan
pelepasan histamine dan konsekuensinya adalah aktivasi dari reseptor
postsinaptik histaminergik H1 dan H2. Betahistin mungkin juga memiliki
efek langsung yang lemah terhadap reseptor-reseptor postsinaptik atau
memodulasi efek melalui reseptor-reseptor autonomic.29

Gambar 10. Diagram Penatalaksanaan Trauma Koklear pada NIHL dan intervensi
berdasarkan penyebab yang mendasari 30

DAFTAR PUSTAKA
1.Sataloff RT, Sataloff J. Occupational hearning Loss, 2rd ed Boca Raton, FL
CRC Press:Taylor & Francis Group;2006.
2.Humes L, Joellenbeck LM, Ducrh J. Noise and military service implication for
hearing loss and tinnitus.Washington,DC:National Academics Press;2005.
5. Bailey, BJ; Johnson, JT; Newlands, SD. Head & Neck Surgery-Otolaryngology,
4th Edition. Philadelphia: J.B. Lippincott Williams and Wilkins. 2006; 129:
1884 930.
6. American college of Occupational and Environmental Medicine. ACOEM
evidence based statement: noised-induced hearing loss. J Occup Environ Med.
2003;45:579-581.Available

at

http://journals.lww.com/joem/Fulltwxt/2003/06000/Noise_induced_Hearing_
Loss.1.aspx.Diakses 29 Juli 2015.
7. Hallowell, Davis and S. Richard Silverman (Ed.),(1970). Hearing and
Deafness, 3rd ed., Holt, Rinehart and Winston.
8. Bailey, BJ; Johnson, JT; Newlands, SD. Head & Neck Surgery-Otolaryngology,
4th Edition. Philadelphia: J.B. Lippincott Williams and Wilkins. 2006; 147:
2190 8.
9. Moler, AR. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorder of The Auditory
System, 2nd ed. Burlington, Vt, Academic Press. 2006 ; 41 56.
10. Dobie RA. Noise-induce hearing loss. In: Bailey BJ, editor. Head and neck
surgery-otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;
2006. p. 2190-200.
11. Brenda , dkk. Chapter 161: Auditory Dysfunction From Excessive Sound
Stimulation.

[Internet

c2012

Juni]

available

from:

http://famona.tripod.com/ent/cummings/cumm161.pdf
12. Available : http://id.articlesnatch.com Diakses 1 Agustus 2015.
13. Hu BH, Henderson D, Nicotera TM. Involvement of apoptosis in progression
of coclear lesion following exposure to intense noise. Hear Res 2002;166:6271.

14. Van Campen LE, Murphy WJ, Franks JR, mathiasPI, Toraason MA. Oxidative
DNA damage is associated with intense noise exposure in the rat. Hear Res
2002;164:29-38.
15. Nordman AS, Bohne BA, Harding GW. Histopathological differences between
temporary and permanent threshold shift. Hearing Research 2000;139:13-30.
16. Osguthorpe JD, Klein AJ. Occupational hearing conservation. Otolaryngol
Clin North Am 1991;24:403-14.
17. Davis B, Qiu W, Hamenik RP. Sensitivity of distortion product otoacoustic
emissions in noise-exposed chinchillas.J Am Acad Audiol 2005;16:69-78.
18. Lee FS, Matthews LJ, Dubno JR, Mills JH. Longitudinal study of pure-tone
thresholds in older persons. Ear Hear. 2005;26:1-11.
19. American National Standards Institute. Determination of Occupational Noise
Exposure and Estimation of Noised-Induced Hearing Impairment, ANSI
S3.44-1996. New York, NY:Acoustical Society of America; 1996.
20. Hager LD. Fit-testing hearing protectors:an idea whose time has come. Noise
Health 2011;13:147-151.
21. Michael K, Tougaw E, Wilkinson R. Role of continuous monitoring in a
hearing conservation program. Noise Health. 2011;13:195-199.
22. Izumikawa M, Minoda R, Kawamoto K, Abrashin KA, Swiderski DL, Dolan
DF, Brough DE, Raphael Y. Auditory hair cell replacement and hearing
improvement by Atoh1 gene therapy in deaf mammals. Nat Med 2005;11:271276[PMID:15711559]
23. Zine A, van de water. The MAPK/JNK signaling pathway offers potential
therapeutic targets for the prevention of acquired deafness. Curr Drug Targets
CNS Neurol Disord 2004;3:325-332[PMID:15379608]
24. Pirvola U, Xing-Qun L, Virkkala J, Saarma M, Muarakata C, Camoratto AM,
Walton KM, Ylikoski J. Rescue of hearing auditory hair cells, and neurons by
CEP-347/KT7515,

an

inhibitor

of

c-jun

N-TERMINAL

KINASE

ACTIVATION. J Neurosci 2000;20:43-50.


25. Ohlemiller KK, McFadden Sl, ding DL, Lear PM, Ho YS. Targeted mutation
of the gene for cellular glutathione peroxidase (Gpx1) increase noised induced

hearing

loss

in

mice.

Assoc

Res

Otolaryngol

2000;1:243-254

[PMID:11545230]
26. Srdjan M; Vlajkovic, Kyu-Hyun Lee, Ann Chi Yan Wong, Cindy X. Guo, Rita
Guota, Gary D. Hoursley, Peter R. Thorne. Adenosine amine congener
mitigates

noise-induced

cochlear

injury.

Purinergic

Signalling,

2010;DOI:10.1007/s11 302-010-9188-5.
27.

J.W.Middleton,

T.Kritani,

C.

Pederson;

J.G.Turner,G.M.G.Shepherd,

T.Tzouhopoulos. Mice wth behavioural evidence of tinnitus exhibit dorsal


cochlear

nucleus

inhibition.Peceedings

hyperactivity
of

because

National

of

decreased

Academy

of

GABAergic
Science,

2011;108(18)7601DOI:10.1073/pnas1100223108
28. Yilmaz H, Aydin S, Sanli A, Erdogan BA, Kibar S, Sirvanci S et al. Evaluation
of the effect of betahistine on noise-induced hearing loss using distortion
product otoacoustic emission and scanning electron microscopy. Int Adv Otol
2015.DOI:10.5152/iao.2015.368.
29. Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. MKKI.
2003;1:224-9.
30. Program Konservasi Pendengaran. Petunjuk Praktis. Pusat Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2004.

Anda mungkin juga menyukai