Anda di halaman 1dari 8

TUGAS BIOETIKA

ANNISA 137027001
MAGISTER KEDOKTERAN TROPIS 2013
Euthanasia
Euthanasia berasal dari kata eu yang artinya baik, dan thanatos yang
artinya kematian. Hal ini menyatakan bahwa euthanasia adalah praktik yang dengan
sengaja bertujuan untuk mengakhiri kehidupan atau memberikan kematian dengan
maksud menghilangkan penderitaan dan rasa sakit.
Euthanasia dapat dikategorikan menjadi euthanasia yang volunter dan
involunter, dimana pada beberapa negara euthanasia volunter telah legal, dan euthanasia
involunter merupakan tindakan yang dianggap kriminal. Kontroversi yang terjadi
seputar euthanasia melibatkan moral, etika, isu legalitas, isu agama, dan sebagainya.
Variasi lain dari euthanasia adalah euthanasia aktif dan pasif, dimana euthanasia
pasif adalah tindakan menahan atau menghentikan suatu pemberian terapi yang
digunakan untuk kelangsungan hidup. Euthanasia aktif adalah penggunaan alat bantu
atau substansi yang bertujuan untuk mematikan.
Berdasarkan sejarah umum, sampai pada masa Hippocrates, dokter memiliki
tugas, yaitu pertama untuk menyembuhkan, dan apabila itu tidak mungkin, maka tugas
lainnya adalah untuk membunuh. Pada masa itu pembunuhan terhadap bayi bayi cacat
juga dilaksanakan. Beberapa agama telah menentang hal tersebut, dan setelah praktik
tersebut dilarang, euthanasia kembali muncul pada abad ke 18. Legalisasi pertama
euthanasia adalah pada tahun 1935 oleh Nazi di Jerman.
Euthanasia di Dunia
Euthanasia merupakan praktik yang menjadi perdebatan di berbagai belahan
dunia, namun praktik ini telah dilegalkan di negara negara tertentu. Negara negara
yang telah melegalkan euthanasia antara lain adalah Belanda, Belgia, Luxembourg, dan
sebagian kecil negara di Amerika Serikat seperti Oregon, Washington, Vermont, dan
Montana.
Euthanasia telah dilegalkan di Belgia sejak 2002, namun sejak masa berlakunya,
euthanasia tidak diperkenankan pada pasien di bawah usia 18 tahun. Meskipun
euthanasia telah menyebar di negara negara Eropa, Belgium adalah negara pertama di
dunia yang telah menarik seluruh pembatasan usia terhadap praktik tersebut. Pada tahun
2012, terdapat 1432 kasus tercatat euthanasia di Belgia. Terjadi peningkatan dari tahun

ke tahun, yaitu 25% sejak tahun 2011. Hasil pengumpulan suara di Belgium pada tahun
2013 memberikan hasil 50 -17 yang memenangkan legislasi praktik euthanasia kepada
anak anak.
Euthanasia dalam Pandangan Medis
Euthanasia telah lama dikenal dalam bidang medis. Dalam pandangan kedokteran juga
euthanasia ditujukan untuk meringankan penderitaan orang yang sakit atas
permintaannya sendiri maupun keluarga. Praktik ini telah sejak lama dijalankan
dibeberapa tempat tertentu, meskipun legalitasnya masih menjadi perdebatan. Dalam
bidang medis, masalah yang sering terjadi adalah penentuan ada atau tidaknya harapan
hidup dan definisi mati itu sendiri.
Mati adalah berhentinya secara permanen fungsi organ organ vital (paru
paru, jantung, dan otak) sebagai satu kesatuan yang utuh, yang ditandai oleh
berhentinya konsumsi oksigen, sehingga satu demi satu sel yang merupakan elemen
hidup terkecil yang membentuk manusia akan mengalami kematian, yang mana dimulai
dari sel sel yang paling rendah daya tahannya terhadap ketersediaan oksigen.
Untuk menentukan seseorang hidup atau mati salah satunya adalah permanent
cessation of heart beating and respiration, dimana ketika nafas dan detak jantung
berhenti seseorang dikatakan mati. Mati dalam konsep lainnya adalah brain stem
death is death dimana kematian batang otak sudah dinyatakan bahwa seseorang telah
mati.
Euthanasia dipraktikkan untuk mengakhiri pasien yang menderita, dimana
menderita dalam hal ini dimaksudkan kepada pasien dengan penyakit terminal dan
pasien dengan nyeri yang tidak tertahankan. Penyakit terminal dalam hal ini belum
memiliki batasan yang jelas, begitu juga dengan nyeri yang tidak tertahankan.
Pada praktinya, tahun 2003 sekitar 1626 kasus euthanasia telah dilakukan di
Belanda, dengan metode berupa pemberian barbiturat dosis tinggi (10gr) ataupun
penggunaan sodium thiopental intravena untuk menyebabkan koma, kemudian
diteruskan dengan pemberian pancuronium sehingga nafas berhenti dan menyebabkan
kematian. Dokter diwajibkan hadir pada setiap pelaksanaan untuk memastikan prosedur
dilakukan pada orang yang tepat (menghindari kesalahan dan penyalahgunaan), serta
memastikan prosedur berjalan hingga akhir (kematian). Seringnya praktik ini dilakukan
di rumah.

Metode yang paling sering dilakukan dalam praktik medis adalah euthanasia
pasif, dimana dalam hal ini penolong menghentikan semua bantuan hidup atau
melepaskan alat alat penunjang kehidupan. Penghentian ini biasanya dilakukan pada
pasien dengan penyakit berat dan tidak dapat ditolong dengan pengobatan apapun yang
ada, dan telah menerima tindakan tindakan maksimal dalam perawatan yang intensif.
Di sisi lain, hal hal seperti mematikan mesin ventilator sering dinilai membunuh dan
dianggap pembiaran. Tindakan ini sebenarnya adalah membiarkan pasien untuk
meninggal secara wajar.
Keputusan untuk mengentikan tindakan ini sangat sulit, dan diperlukan dokter
dokter yang berpengalaman untuk bisa mempertimbangkan kondisi dan keinginan
pasien.
Euthanasia di Masyarakat
Jumlah kasus euthanasia semakin meningkat setiap tahunnya, khususnya pada
negara yang dilegalkan untuk melakukan praktik tersebut. Pada beberapa kalangan hal
ini dinilai mengkhawatirkan, khususnya bagi pasien pasien yang lanjut usia yang takut
akan disabilitasnya di kemudian hari sehingga menyebabkan dirinya khawatir hidupnya
akan dibiarkan berakhir begitu saja.
Tindakan legalisasi euthanasia dianggap telah mengkontaminasi etika perawatan dan
mengganggu kemampuan masyarakat untuk mempercayai dokter. Perdebatan tentang
euthanasia membuat saya takut. Sebagai seorang wanita berumur, saya takut saya
akhirnya menuju ke masa depan dimana saya akan kehilangan kontrol terhadap hidup
saya. Apakah saya akan hidup atau mati akan bergantung pada nurani individu yang
tidak saya kenal, mungkin dokter atau perawat, atau siapa pun yang berada dalam
posisi yang dapat menentukan diri saya. (Ogrizek, 2013)
Penilaian masyarakat terhadap euthanasia kerap dipengaruhi nilai moral dan
agama, dimana banyak agama yang menentang pengakhiran kehidupan sebagaimana
pada praktik euthanasia. Banyak masyarakat dari golongan cacat yang juga merasa
hidupnya tak layak untuk diperjuangkan akibat dari alasan alasan tindakan praktik
pengakhiran kehidupan akibat kecacatan seperti ini.
Permintaan terhadap euthanasia masih dianggap suatu tindakan pembunuhan di
masyarakat, sekalipun tindakan tersebut dilakukan atas dasar kasih sayang karena tidak
dapat melihat orang yang dicintai menderita.

Perkembangan otonomi individu sekarang juga menjadi salah satu permasalahan


di masyarakat, sekalipun hal tersebut adalah benar, dimana banyak pro euthanasia
berpendapat bahwa hidup dan mati seseorang adalah hak orang itu sendiri, sehingga ia
berhak menentukan apabila ia ingin mati.
Kasus pada tahun 2008, dimana seorang pria meminta dirinya untuk dilakukan
euthanasia. Craig Ewert menderita Lou Gehrigs syndrome, yaitu suatu penyakit
neuron motorik. Ewert yang menggunakan alat bantu respirasi, ventilator, menyetel
waktu pada alat tersebut dan kemudian meminum campuran substansi yang letal, lalu
meninggal beberapa menit kemudian. Adegan yang dilakukan di Klinik Dignitas
Switzerland ini direkam sebagai film dokumenter berjudul Right to Die atau Hak
untuk Mati. Hal ini adalah kasus bunuh diri pertama yang disiarkan di televisi. Di
video tersebut Ewert sempat berkata, saya lelah dengan penyakit ini, namun saya
tidak lelah untuk hidup. Saya masih cukup menikmati hidup dan masih ingin untuk
melanjutkannya, namun masalahnya, saya benar benar tidak bisa.
Ada dua argumentasi paling umum yang sering digunakan oleh pendukung
tindakan euthanasia, yaitu untuk meringankan penderitaan orang yang menderita secara
fisik atau psikis pada kasus penyakit terminal, dan alasan lainnya adalah untuk
meningkatkan hak otonomi individu seseorang. Hal ini sering menjadi masalah, karena
orang dengan penyakit terminal belum tentu ingin mati, dan orang yang ingin mati ada
pula yang tidak berpenyakit fisik atau menderita.
Para penentang praktik euthanasia berpendapat bahwa hal ini pada akhirnya
akan mengakibatkan praktik berlarut, sehingga orang orang yang dianggap menderita
namun sebenarnya tidak ingin mati pada akhirnya akan dibunuh juga, dan juga bukan
hanya orang yang sakit dan menderita berat saja yang akan di euthanasia.

Euthanasia dalam Pandangan Agama


Ada beberapa agama yang ada di dunia, dan di Indonesia sendiri agama yang
sering dijumpai antara lain Islam, Kristen, Katolik, Budha, dan Hindu. Pandangan
agama terhadap tindakan euthanasia secara umum menyatakan penolakan dengan
berbagai alasan.
Dalam agama islam, hidup merupakan anugrah dari Allah, dan hanya Allah yang
dapat menentukan kapan seseorang hidup atau mati. Oleh karena itu tindakan bunuh diri

ataupun pembunuhan dilarang dalam agama Islam. Pada euthanasia aktif, tindakan
mempergunakan alat meskipun bertujuan mempermudah suatu proses kematian tidak
diperkenankan oleh syara, sebab ini juga merupakan suatu tindak pembunuhan. Pada
suatu konferensi di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan
yang membenarkannya dilakukan euthanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas
kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga.
Katolik telah berjuang untuk memberikan pedokman sejelas mungkin mengenai
penyakit dan kondisi tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral gereja tentang
euthanasia dan alat penunjang hidup. Dengan semakin banyaknya metode untuk
menunjang hidup, semakin kabur pula batas dalam hal pembenaran kematian. Paus
Yohanes Paulus II menegaskan bahwa euthanasia merupakan tindakan belas kasihan
yang keliru, Belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut menanggung
penderitaasn sesama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang yang penderitaannya
tidak dapat kita tanggung.
Agama Budha sangat menjunjung tinggi makna dari suatu kehidupan, sehingga
pembunuhan terhadap makhluk hidup merupakan suatu pelanggaran moral. Bagi ajaran
Buddha tindakan euthanasia tidak dapat dibenarkan dan siapapun yang terlibat di
dalamnya akan mendapatkan karma.
Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia dijelaskan pada ajaran tentang
karma, moksa, dan ahimsa. Karma adalah konskwensi teradap semua jenis tindakan,
dab akan terakumulasi terus menerus dalam reinkarnasi. Ahimsa adalah prinsip pantang
menyakiti siapapun. Hal seperti menyakiti orang lain apalagi pembunuhan, dan bunuh
diri adalah perbuatan yang terlarang dalam ajaran Hindu dan dapat memberikan dampak
buruk pada proses reinkarnasi.
Euthanasia dalam Pandangan Hukum
Belum ada undang undang yang secara khusus mengatur tentang eutanasia,
dan tidak ada hukum tertulis yang benar benar menyebutkan euthanasia dalam
kalimatnya. Namun banyak hal hal yang bisa disimpulkan dari beberapa pasal yang
ada yang kemungkinan berkaitan dengan praktik euthanasia. Euthanasia dalam KUHP
dikateorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa, sehingga pasal pasal yang berkaitan
terhadap hal tersebut mungkin dapat dikaitkan:
Pasal 338
: Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain,
diancam karena pembunuhan, dihukum dengan hukuman penjara
selama lamanya lima belas tahun.

Pasal 340

: Barangsiapa dengan sengaja dan dengan terlebih dahulu


merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur

Pasal 344

hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
: Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan
orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 345

: Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,


menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana
kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Pasal 359

: Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan


orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Berdasarkan pasal pasal di atas semua hal tersebut menyatakan bahwa praktik
tersebut secara tersirat adalah terlarang, dimana euthanasia erat dengan aspek
pembiaran, yang akhirnya akan menghilangkan nyawa seesorang. Euthanasia dianggap
suatu bentuk penganiayaan, bahkan pembunuhan.
Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia, praktik euthanasia masih sangat
dilarang dalam bentuk apapun. Masih banyak pro dan kontra yang terjadi dimana
mana. Sebagai perbandingan di negara lain seperti Belanda, euthanasia merupakan hal
yang legal.
Beberapa aspek hukum yang menjadi pertimbangan di belanda adalah:
penderitaan pasien memang dipastikan sangat berat serta tidak ada harapan untuk
pemulihan, permintaan pasien harus volunter tanpa paksaan dan pengaruh obat dan
penyakti pental, pasien mengerti hasil dan konsekuensi prosedur, pasien harus berusia
minimal 12 tahun dan usia 12 16 harus mendapat izin orang tua, dan dokter dapat
melakukan pengakhiran kehidupan apabila menggunakan prosedur dan cara yang tepat.
Euthanasia di Indonesia
Kata euthanasia di Indonesia masih erat kaitannya dengan pembunuhan, dan
merupakan praktik yang tidak seharusnya dilakukan. Meskipun begitu, sebenarnya

praktik euthanasia sudah lama dipraktikkan di Indonesia, yaitu pada hewan, dengan
berbagai alasan dan pertimbangan. Praktik ini belum dikenal luas oleh masyarakat, baik
dari segi prosedur maupun pertimbangan tindakan. Namun tindakan euthanasia pada
manusia, meskipun telah lama diketahui, masih dianggap hal yang terlarang.
Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi nilai hukum dan nilai
agama, dimana dari sisi keduanya sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, euthanasia
adalah praktik yang dilarang.
Hak untuk mati berbeda dengan euthanasia, dimana selama dokter tidak aktif
membantu pasien melaksanakan mati secara nyata (bunuh diri yang dibantu), maka
dianggap tidak euthanasia. Namun di Indonesia, hak untuk mati tidak diterima,
sebagaimana disebutkan pada pasal 344 dan 345. Yang terancam untuk dihukum adalah
yang melalukan tindakan tersebut.
Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 Oktober 2004
telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma terhadap istrinya yang
bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan di samping
itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu
alasan pula. Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia yang
di luar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir
pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.

Contoh kasus di atas adalah salah satu dari banyak permohonan tindakan
euthanasia yang telah diungkapkan terhadap pasien dan keluarga di Indonesia. Atas
dasar kasih sayang, banyak orang yang tidak tahan melihat keluarganya menderita
sehingga meminta hidup seesorang diakhiri lebih cepat.
Selain euthanasia aktif, banyak sebenarnya penolakan pengobatan terjadi di
Indonesia, yaitu ketika mendengar keadaan seseorang tidak bisa ditolong, maka
keluarga meminta pasien untuk dibawa pulang dan dibiarkan meninggal dengan tenang.
Secara formal tindakan euthanasia di Indonesia belum memiliki dasar hukum
sehingga selalu tindakan ini memiliki kemungkinan penuntutan hukum di kemudian
hari.
KESIMPULAN

Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang dengan tujuang menghentikan


penderitaan, dimana dinilai tidak ada jalan lagi yang baik selain kematian. Euthanasia
harus dinilai dari segi agama, hukum, etika moral, budaya, dikarenakan pembahasannya
yang menyangkut kehidupan. Namun hingga sekarang belum ada penjelasan yang
jelas tentang pengertian hidup yang tidak berharapan, mati, atau mati yang baik,
sehingga masalah masalah euthanasia masih menjadi kontroversi dimana mana,
termasuk di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai