Anda di halaman 1dari 5

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI

KELALAIAN DALAM PELAKSANAAN TES

Disusun oleh :
Nama

: Hijriati Dianaponti

NIM

: 0603514028

Kelompok

: Peach

KODE ETIK PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI

KASUS

Di dalam buku Tes Psikologi Sejarah, Prinsip dan Aplikasi karangan Robert J. Grogery,
terdapat kasus Vernon dan Brown (1964) yang melaporkan kasus tragis seorang gadis kecil yang
dimasukkan ke rumah sakit bagi penderita retardasi mental sebagai konsekuensi dari
ketidakpekaan penguji terhadap keterbatasan fisik. Si penguji tidak memperhatikan bahwa anak
tersebut tuna rungu dan menyimpulkan bahwa skor IQ Stanford-Binet 29 yang ia dapatkan valid.
Ia tetap menghuni rumah sakit itu selama lima tahun, namun diperbolehkan pulang setelah
mendapatkan skor IQ 113 dalam tes intelegensi berbasis kinerja. Setelah keluar dari rumah sakit ,
ia mengikuti sekolah bagi tuna rungu dan menunjukkan kemajuan yang baik.
Jadi singkatnya gadis kecil ini mengalami gangguan keterbatasan yaitu tuna rungu, seorang
penguji melakukan pengujian terhadap gadis kecil ini tanpa tahu bahwa ia mengalami
keterbatasan dalam pendengarannya. Penguji melakukan tes yang sama dengan tes orang normal,
tidak menggunakan tes khusus, akibatnya hasil tes gadis kecil ini mendapatkan skor iq yang
rendah yang sehingga membuat penguji memasukkan gadis kecil ini ke rumah sakit bagi
penderita retardasi mental selama lima tahun.
Unsur penting dari pelaksanaan tes yang valid adalah sensitivitas terhadap peserta tes.
Kelemahan dalam pendengaran, penglihatan atau bicara dapat sangat menyimpangkan hasil tes.
Bila penguji tidak meperhatikan keterbatasan fisik yang menjadi penyebab hasil tes yang buruk,
seorang pengguna layanan tes dapat dicap memeiliki kelemahan intelektual atau emosional
padahal sebenarnya masalah utamanya adalah keterbatasan sensori atau motorik.
Orang-orang dengan keterbatasan mungkin membutuhkan tes-tes khusus guna asesmen yang
valid. Tes yang valid untuk pengguna layanan tes dengan kelemahan pendengaran pertama-tama

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI

diharuskan penguji mendeteksi adanya keterbatasan. Kegagalan mengetahui adanya gangguan


pendengaran akan menjadi masalah terutama yang terkait dengan para peserta tes berusia muda,
bila terbukti adanya masalah pendengaran maka penguji harus mempertimbangkan
menggunakan salah satu tes khusus.

ANALISIS PELANGGARAN PASAL


1. Bab I, pasal 1(5) tentang layanan psikologi adalah segala aktifitas pemberian jasa dan
praktik psikologi dalam rangka menolong individu dan/atau kelompok yang dimaksudkan
untuk pencegahan, pengembangan dan penyelesaian masalah-masalah psikologis.
Layanan psikologis dapat berupa praktik konseling dan psikoterapi; penelitian;
pengajaran; supervisi dalam pelatihan: layanan masyarakat; pengembangan instrument
asesmen psikologi; penyelanggaraan asesmen; konseling karir dan pendidikan; konsultasi
organisasi; aktifitas-aktifitas dalam bidang forensic; perancangan dan evaluasi program;
dan administrasi. Dijelaskan layanan psikologi guna untuk menolong individu/kelompok,
dalam kasus ini layanan tes intelligensi ini tidak menolong si anak untuk berkembang,
malah memberikan kerugian bagi si anak peserta tes.
2. Bab II Pasal 4 ayat 3(b) tentang pelanggaran sedang disebutkan bahwa tindakan kelalaian
dalam melaksanakan proses mengakibatkan kerugian bagi pengguna jasa layanan
psikologi dan individu yang menjalani pemerikasaan psikologi. Bab IV tentang hubungan
antara manusia, pasal 13(c) disebutkan bahwa pemakai layanan psikologi harus
dilindungi dari akibat yang merugikan sebagai dampaknya. Pelanggaran ini disebabkan
karena ketidaktahuan si penguji bahwa si anak tuna rungu, dan tidak memberikan tes
khusus sehingga mempengaruhi hasil tes dan akhirnya si anak dimasukkan ke dalam
rumah sakit pnederita retardasi metal. Padahal jika ia melakukan tes khusus hasilnya

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI

tidak akan seperti itu dan tidak merugikan dia untuk tinggal dirumah sakit itu selama lima
tahun.
3. Bab III Pasal 9 tentang dasar-dasar pengetahuan ilmiah dan sikap professional,
menjelaskan bahwa dalam pengambilan keputusan psikolog dan/atau ilmuwan psikologi
harus berdasar pada pengetahuan ilmiah dan sikap professional yang sudah teruji.
Palanggaran ini disebabkan bahwa penguji kurangnya pengetahuan untuk cara
mengetahui apakah ada gangguan khusus pada pengguna layanan tes dengan kurangnya
itu sikapnya menjadi tidak professional.
4. Bab XI Pasal 66(3) tentang kemampuan pengguna layanan dalam menjelaskan hasil
asesmen, dan hal yang harus diperhatikan adalah kemampuan bahasa dan istilah psikologi
yang dipahami pengguna jasa. Pelanggaran ini disebabkan karena si penguji tes tidak
menyadari adanya ketidakmampuan mendengar(berkebutuhan khusus) untuk melakukan
tes dengan standar tes untuk orang normal sehingga mempengaruhi hasil tes si anak.

KESIMPULAN
Tindakan yang dilakukan si penguji telah melanggar beberapa kode etik meliputi Pasal 1(5)
tentang menolong individu dan/atau kelompok yang dimaksudkan untuk pencegahan,
pengembangan dan penyelesaian masalah-masalah psikologis. Pasal 4 ayat 3(b) dan pasal 13(c)
tindakan kelalaian yang mengakibatkan kerugian dan pemakai layanan psikologi harus
dilindungi dari akibat yang merugikan.Pasal 9 tentang pengambilan keptusan harus berdasarkan
ilmiah dan sikap professional. Dan Pasal 66(3) tentang kemampuan pengguna layanan dan hal
yang harus diperhatikan oleh penguji.
DAFTAR PUSTAKA
Himpunan Psikologi Indonesia, 2010. Kode Etik Psikologi
Indonesia.

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI

Gregory, Robert J. 2010. Tes Psikologi Sejarah, Prinsip dan


Aplikasi. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai