properti tanah
Uji ini merupakan salah satu uji tanah yang paling sering digunakan, oleh karena itu civil
engineer wajib memahaminya dengan baik
Saya buka pembahasan kali ini dengan tanya jawab untuk beberapa pertanyaan mendasar
Q&A for dummies
Apakah uji ini ingin mengetahui kuat tekan tanah? Sesungguhnya bukan kuat tekan, tp kuat
gesernya (makanya di judul saya tambahkan kata geser dalam tanda kurung).
Uji ini mirip dengan uji kuat tekan beton, tapi mengapa disini diberikan kekangan dari water
pressure? Tanah bukanlah material yang elastik, karakteristiknya selalu berubah saat
pembebanan, kekangan ini diaplikasikan untuk mengetahui efek kekangan. Pada model tanah
yang paling simpel (elastik Mohr-Coulomb), tidak ada efek kekangan dari tanah ke properti
tanah, namun karena setiap uji hanya dapat menghasilkan satu lingkaran Mohr, maka dilakukan
beberapa uji triaksial dengan variasi kekangan
Mengapa sampel tanah dilapisi dengan membran? Tanah memiliki kandungan air tertentu,
dimana selama proses pengujian, kandungan air ini harus selalu mencerminkan kondisi realdi
lapangan, cara untuk menjaga water content dari tanah agar tidak berubah adalah dengan
melapisi tanah dengan membran
Mengapa digunakan pelat batu berpori pada proses pengujian? Ada 3 jenis uji triaksial UU, CU,
dan CD. Pada uji CU dan CD, air akan diperkenankan keluar dari sampel untuk mensimulasi
fase konsolidasi dan fase drained, sehingga satu-satunya jalan agar air bisa keluar adalah
dengan menggunakan pelat berpori
Mengapa pada uji triaksial yang disebutkan diatas terdiri dari singkatan 2 buah huruf?Karena uji
triaksial terdiri dari 2 fase, fase pertama adalah fase kompresi, sedangkan fase kedua adalah
fase pemberian tegangan geser
Apakah perbedaan dari ketiga uji triaksial yang disebutkan diatas? Itulah tujuan saya menulis
posting ini, tapi jawabannya tidak singkat, jadi akan dijawab diluar bagian Q&A ini
Mengapa dikatakan diatas elastic Mohr-Coulomb adalah model tanah yang paling simpel?
Karena kenyataannya demikian, pada model elastic hanya ada 2 parameter, kadangkala ditulis
sebagai Modulus Young dan Poisson ratio, kadangkala ditulis sebagai koefisien Lame
kadang ditulis sebagai bulk modulus
dan ,
Setelah tanah mencapai tegangan lelehnya, tanah tidak memiliki plastic flow (artinya
tidak ada hardening/softening) alias perfectly plastic
Characteristic state (titik perubahan dari kondisi kompresi ke dilasi) terjadi bersamaan
dengan yield dari tanah
adalah kohesi tanah, yang merupakan tahanan geser intrinsik yang dimiliki tanah.
Kohesi dapat dirasakan saat kita meremas lempung yang basah, lempung tersebut tidak kembali
ke bentuk asalnya karena kohesi lempung merekatkan lempung tersebut
Sedangkan
Apa makna sudut geser tanah? Pada kondisi tanpa tegangan pengekang, sudut geser tanah ini
dapat kita lihat saat kita ambil sejumlah pasir dan kita tuang diatas permukaan, pasir tersebut
akan membentuk sudut tertentu dengan permukaan. Inilah makna fisik dari sudut geser tanah
pada kondisi tanpa tegangan pengekang (dalam bahasa inggris: natural angle of repose)
Dua parameter inilah yang menentukan letak permukaan plastis dari kriteria plastis MohrCoulomb
Pada buku-buku mekanika tanah yang umum dijumpai, gambar permukaan runtuh (plastis)
Mohr-Coulomb digambarkan dalam sumbu Mohr sebagai berikut :
Mohr-Coulomb 2D
permukaan bidang runtuhnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini (seperti cone es krim). Jadi
saat dikatakan failure/rupture surface, memang faktanya bidang keruntuhan itu memang
merupakan suatu permukaan
Mohr-Coulomb 3D
Pada model elastik-plastik sempurna seperti model Mohr-Coulomb, permukaan ini tidak
berevolusi (tidak membesar/mengecil dan tidak berpindah).
Tanah hanya mampu menahan kombinasi tegangan yang tidak melampaui permukaan MohrCoulomb tersebut.
Dengan melakukan uji triaksial, kita dapat mengakses 2 properti tanah yang didasari pada model
keruntuhan Mohr-Coulomb, yang pertama adalah kohesi tanah , sedangkan yang kedua
adalah sudut geser tanah
UJI ITB
PRAKTIKUM MEKANIKA BATUAN
ITB, 12 13 JUNI 2009
1.
I. Latar Belakang
Mekanika batuan adalah salah cabang disiplin ilmu geomekanika. Mekanika batuan merupakan ilmu
yang mempelajari sifat-sifat mekanik batuan dan massa batuan. Hal ini menyebabkan mekanika
batuan memiliki peran yang dominan dalam operasi penambangan, seperti pekerjaan
penerowongan, pemboran, penggalian, peledakan dan pekerjaan lainnya.
Sehingga untuk mengetahui sifat mekanik batuan dan massa batuan dilakukan berbagai macam uji
coba baik itu dilaboratorium maupun dilapangan langsung atau secara insitu.
Untuk mengetahui sifat mekanik batuan dilakukan beberapa percobaan seperti uji kuat tekan
uniaksial, uji kuat tarik, uji triaksial dan uji tegangan insitu.
Mekanika batuan sendiri mempunyai karakteristik mekanik yang diperoleh dari penelitian ini adalah
kuat tekan batuan (t), kuat tarik batuan (c ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v), selubung
kekuatan batuan (strength envelope), kuat geser (), kohesi (C), dan sudut geser dalam ().
Masing-masing karakter mekanik batuan tersebut diperoleh dari uji yang berbeda. Kuat tekan
batuan dan Modulus Young diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial. Pada penelitian ini nilai kuat
tekan batuan dan Modulus Young diambil dari nilai rata-rata hasil pengujian lima contoh batuan.
Untuk kuat tarik batuan diperoleh dari uji kuat tarik tak langsung (Brazillian test). Sama dengan uji
kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik tak langsung menggunakan lima contoh batuan untuk
memperoleh kuat tarik rata-rata. Sedangkan selubung kekuatan batuan, kuat geser, kohesi, dan
sudut geser dalam diperoleh dari pengujian triaksial konvensional dan multitahap.
Selain mengamati sifat mekanik atau dinamik dari batuan dalam praktikum ini juga akan diamati
sifat fisik batuan tersebut, dengan mengamati bobot dan masa jenisnya dalam beberapa keadaan.
1.
1.
Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan uji sifat mekanik yang paling
umum digunakan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk menentukan kuat tekan batuan (t ),
Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v) , dan kurva tegangan-regangan. Contoh batuan berbentuk
silinder ditekan atau dibebani sampai runtuh. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh
silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan luas permukaan pembebanan yang datar,
halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan. Dari hasil pengujian akan
didapat beberapa data seperti:
Tangent Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial
yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai
kuat tekan uniaksial.
2.
Average Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial
yang dihitung pada bagian linier dari kurva tegangan- tegangan.
3.
Secant Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial
yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol ke suatu titik pada kurva
regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50%
dari nilai kuat tekan uniaksial.
Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat tekan uniaksial menghasilkan tujuh tipe pecah,
yaitu :
a. Cataclasis
b. Belahan arah aksial (axial splitting)
c. Hancuran kerucut (cone runtuh)
d. Hancuran geser (homogeneous shear)
e. Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear corner to corner)
f. Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear)
g. Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery union-leaves and buckling)
Gambar 2.2 Tipe hancuran batuan pada kuat tekan uniaksial
(Kramadibrata, 1991)
1.
Sifat mekanik batuan yang diperoleh dari uji ini adalah kuat tarik batuan ( t).
Ada dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik contoh batuan di
laboratorium, yaitu metode kuat tarik langsung dan metode kuat tarik tak langsung. Metode kuat
tarik tak langsung merupakan uji yang paling sering digunakan. Hal ini disebabkan uji ini lebih
mudah dan murah daripada uji kuat tarik langsung. Salah satu uji kuat tarik tak langsung adalah
Brazilian test.
Pada uji brazilian, kuat tarik batuan dapat ditentukan berdasarkan persamaan:
t= 2.F.(2.4)
.D.L
Keterangan :
t = Kuat tarik batuan (MPa)
Uji kecepatan rambat gelombang ultrasonik dilakukan untuk menentukan cepat rambat gelombang
ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini, waktu tempuh gelombang primer
yang merambat melalui contoh batuan diukur dengan menggunakan Portable Unit Non-destructive
Digital Indicated Tester (PUNDIT). Kecepatan rambat gelombang primer ditentukan melalui
persamaan 2.5.
Vp= L .(2.5)
tp
Keterangan:
L = panjang contoh batuan yang diuji (m)
Vt= waktu tempuh gelombang ultrasonik primer (detik)
tp = cepat rambat primer atau tekan (m/detik)
Cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat di dalam batuan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu: ukuran butir dan bobot isi, porositas dan kandungan air, temperature kehadiran
bidang lemah.
1.c.i. Ukuran butir dan bobot isi
Batuan yang memiliki ukuran butir halus atau kecil memiliki cepat rambat gelombang lebih besar
daripada batuan dengan ukuran butir kasar atau besar. Hal ini disebabkan karena batuan berbutir
kasar akan memberikan ruang kosong antar butir lebih besar dibandingkan batuan berbutir halus.
Ruang kosong inilah yang menyebabkan cepat rambat gelombang menurun karena tidak ada media
perambatannya. Sama halnya dengan ukuran butir, batuan berbutir halus memiliki bobot isi yang
lebih padat dibandingkan batuan berbutir kasar. Karena kerapatan antar butir yang tinggi dan
sedikitnya ruang kosong yang dimiliki batuan. Oleh karena itu, batuan yang memiliki bobot isi tinggi
memiliki cepat rambat gelombang yang tinggi.
1. Porositas dan kandungan air
Porositas merupakan banyaknya rongga dalam suatu batuan terhadap volume keseluruhan. Jadi
semakin tinggi nilai porositas akan menunjukan semakin banyak rongga atau ruang kosong di dalam
batuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi porositas maka cepat rambat gelombang
akan semakin kecil. Kandungan air dalam batuan yang cenderung berpori akan merubah kecepatan
rambat gelombang di dalam batuan tersebut. Pada nilai porositas tertentu, kecepatan rambat
gelombang akan bertambah besar karena terjadinya peningkatan derajat
kejenuhan air. Hal ini terjadi karena kecepatan rambat gelombang di dalam air jauh lebih besar
dari di udara.
2.Temperatur
Kecepatan rambat gelombang ultrasonik juga diperngaruhi. Temperatur tinggi
pada saat pengujian akan menurunkan cepat rambat gelombang yang merambat
melalui contoh batuan.
3. Kehadiran bidang lemah
Bidang lemah yang berada didalam batuan akan mempengaruhi cepat rambat gelombang ultrasonik.
Bidang lemah yang merupakan bidang batas antara dua permukaan akan menhadirkan ruang kosong
berisi udara. Ruang kosong ini akan memperlambat cepat rambat gelombang ultrasonik. Dengan
demikian, kehadiran bidang lemah akan menurunkan cepat rambat gelombang yang merambat
melalui batuan.
1.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan ( strength ) dari percontoh batu secara tidak
langsung dilapangan. Percontoh batuan dapat berbentuk silinder.
Peralatan yang digunakan mudah dibawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan. Pengujian
cepat, sehingga dapat diketahui kekuatan datuan dilapangan, sebelum pengujian dilaboratorium
dilakukan.
Kohesi (C)
Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial, diberi tekanan
pemampatan (3), dan dibebani secara aksial (1), sampai runtuh. Pada uji ini, tegangan menengah
dianggap sama dengan tekanan pemampatan (3= 1).
Alat uji triaksial yang digunakan merupakan merujuk pada alat triaksial yang dikembangkan oleh
Von Karman pada tahun 1911 (Gambar 2.4). Di dalam apparatus ini, tekanan fluida berfungsi
sebagai tekanan pemampatan (3 ) yang diberikan kepada contoh batuan. Fluida dialirkan dengan
menggunakan pompa hidraulik dan dijaga agar selalu konstan.
Gambar 2.4 Aparatus uji triaksial Von Karman, 1911 (Patterson, 1978)
Pada mulanya, beban aksial merupakan instrumen utama yang mengendalikan uji ini. Namun
dengan perkembangan teknologi masa kini sudah memungkinkan untuk mengendalikan uji ini
melalui kontrol beban atau deformasi yang dialami contoh batuan, bahkan dengan menggunakan
katup servo, regangan aksial dan tekanan pori dapat juga diatur besarnya. Untuk penelitian ini,
digunakan mesin tekan Control seri 85060715 CAT C25/B tanpa katup servo.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Triaksial
1. Tekanan pemampatan
Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam uji triaksial. Besarnya
tegangan aksial pada saat contoh batuan runtuh saat pengujian triaksial selalu lebih besar daripada
tegangan aksial saat contoh batuan runtuh pada pengujian kuat tekan uniaksial. Hal ini disebabkan
karena adanya penekanan (pemampatan) dari arah lateral dari sekeliling contoh batuan pada uji
triaksial. Berbeda pada pengujian kuat tekan uniaksial, tekanan pemampatannya adalah nol (zero
confining pressure), sehingga tegangan aksial batuan lebih kecil. Berdasarkan penelitian Von
Karman (1911) pada batuan marbel Carrara dapat dilihat dengan adanya tekanan pemampatan pada
contoh batuan mengakibatkan kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile. Gambar 2.5
menunjukkan semakin tingginya tegangan puncak (peak) jika tekanan pemampatannya semakin
besar.
2. Tekanan pori
Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari tentang tekanan pori pada uji triaksial
terhadap batuan sandstone (lihat Gambar 2.6). Dapat disimpulkan bahwa naiknya tekanan pori akan
menurunkan kekuatan batuan.
Gambar 2.5 Pengaruh tekanan pemampatan terhadap kurva teganganregangan pada batuan Carrara marble oleh Von Karman, 1911
(Vutukuri & Katsuyama, 1994)
Gambar 2.6 Pengaruh tekanan pori terhadap kurva tegangan-regangan
pada batu sandstone oleh Schwartz, 1964 (Vutukuei, Lama & Saluja,
1974)
3. Temperatur
Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan batuan dan membuat
batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva tegangan diferensial (deviatoric stress,
3-1) regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500 MPa dan pada
temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat batuan adalah brittle, tetapi pada
temperatur 800 0C batuan hampir seluruhnya ductile. Efek temperatur terhadap tegangan
diferensial saat runtuh untuk setiap tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh
temperature diabaikan.
Gambar 2.7 Pengaruh temperatur terhadap kurva tegangan diferensialregangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500
MPa oleh Griggs, 1960 (Vutukuri & Katsuyama, 1994)
4. Laju deformasi
Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan batuan. Hal ini terbukti dari
penelitian-peneliatian terdahulu. Pada tahun 1961, Serdengecti dan Boozer melakukan penelitian
tentang pengaruh kenaikan laju deformasi pada uji triaksial. Dari penelitian mereka pada batuan
limestone dan gabbro solenhofen,
Gambar 2.8 Pengaruh laju deformasi terhadap kurva kuat tekantekanan pemampatan untuk batuan Westerly granite oleh Logan dan
Handin, 1970 (Vutukuri & Katsuyama, 1994)
4. Bentuk dan Dimensi contoh batuan
Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan uniaxial bentuk silinder.
Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan, kemungkinan tiap contoh batuan dipengaruhi oleh
bidang lemah akan semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar contoh batuan yang akan diuji,
kekuatan contoh batuan tersebut akan berkurang.
Variasi perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d) diketahui akan mempengaruhi
kekuatan contoh batuan. Kekuatan contoh batuan akan menurun seiring dengan menaiknya
perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Mogi pada tahun 1962.
Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan kuat tekan uniaksial, perbandingan
antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan area
permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh
batuan.
5. Tipe Deformasi Batuan pada Uji Triaksial
Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan runtuh dapat dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile fracture. Serdengecti dan Boozer menyebutkan bahwa
brittle fracture terjadi pada tekanan pemampatan yang rendah, temperatur yang rendah dan laju
deformasi yang besar. Sebaliknya, ductile fracture lebih sering terjadi pada tekanan pemampatan
yang tinggi, temperatur yang tinggi dan laju deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama & Saluja,
1974).
Griggs & Handin (1960) menjelaskan deformasi makroskopik yang dialami
batuan pada tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial. Mereka mendapati
lima tipe deformasi yang terjadi yang dialami contoh batuan saat diberi tekanan
pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial tersebut (lihat Gambar 2.9).
Tipe 1 menunjukkan deformasi brittle yang ditandai oleh bentuk runtuh atau pecah yang berupa
splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang sejajar terhadap arah gaya tekan aksial yang
mengindikasikan lepasnya ikatan antarbutir dalam contoh batuan karena tarikan.
Tipe 2 masih menunjukkan deformasi brittle, sudah terlihat adanya deformasi plastis sebelum
contoh batuan runtuh (seiring dengan naiknya tekanan pemampatan). Belahan yang berbentuk
kerucut dengan arah aksial menunjukkan terjadinya tegangan kompresif, sedangkan belahan
kerucut akan memiliki arah lateral ketika terjadi tegangan tarik.
Tipe 3 sudah mulai menunjukkan transisi dari brittle ke ductile. Penambahan tekanan pemampatan
menyebabkan contoh batuan runtuh in shear. Shear runtuh terjadi ketika butiran yang terikat
berpindah sepanjang bidang geser. Proses ini terjadi secara perlahan dari tarikan (tension) dan
berakhir dengan geseran (shear).
Karena tekanan pemampatan semakin naik, contoh batuan mulai terdeformasi secara ductile (laju
deformasi semakin menurun) dan contoh batuan sudah mulai bersifat plastis (tipe 4). Apabila
tekanan pemampatan dinaikkan kembali, contoh batuan akan bersifat sangat plastis dan akan sukar
untuk mendapatkan kekuatan puncaknya (tipe 5).
Gambar 2.9 Diagram skematik berbagai tipe deformasi batuan pada
pengujian triaksial oleh Griggs dan Handin, 1960 (Vutukuri &
Katsuyama, 1994)
1.
III. PERCOBAAN
1.
Prosedur Kerja
Porosity
Void ratio
Peralatan :
o
Timbangan
Oven
Langkah Kerja
1.
2.
3.
4.
5.
Isi eksikator dengan air hingga penuh dan udara dalam eksikator dihisap dengan bantuan
pompa vakum sampai tidak ada gelembung udara yang keluar dari contoh batuan
6.
Penimbangan berat contoh batuan jenuh: Ww, ( setelah contoh batuan dijenuhkan dengan
air didalam eksikator yang hampa udara selama 24 jam ).
7.
8.
Penimbangan berat contoh batuan kering: Wo, ( setelah contoh batuan dikeringkan didalam
oven selama 24 jam pada temperature oven 900
Untuk mengukur cepat rambat gelombang Ultrasonic pada contoh batuan yang biasanya
dilakukan sebelum uni UCS
Jangka Sorong
Pasta / Gemuk
Mempersiapkan alat uji yaitu Portable Unit Non destructive Digital Indicated Tester
(PUNDIT)
2.
2.
3.
Lumasi permukaan atas dan bawah contoh batuan agar seluruh permukaan mengalami kontak yang
merata dengan transdufer
1.
2.
3.
Hidupkan PUNDIT dan catat waktu perambatan gelombang primer pada display (sec)
Dial Gauge
Jangka Sorong
Stopwatch
Langkah Kerja
1.
2.
3.
4.
Lakukan persiapan alat mesin tekan, letakkan contoh batuan dipusat antara plat atas dan
plat bawah mesin tekan. Contoh batuan diletakkan dengan permukaan bawah menempel pada
plat bawah.
5.
Pada mesin tekan dipasang tiga buah dial gauge untuk mengukur deformasi aksial, lateral 1,
dan lateral 2.
6.
Pompa dihidupkan, sehingga oli yang bertekanan tinggi akan masuk kedalam silinder. Piston
dalam silinder bergerak kebawah sampai permukaan contoh batuan menyentuh plat tekan
bagian atas. Karena kedua permukaan contoh batuan telah menyentuh plat tekan
menyebabkan kenaikan piston terhambat sehingga gaya didalam contoh batuan meningkat.
Besarnya gaya yang ada di dalam contoh batuan ini ditransmisikan ke system alat pengukur
gaya. Matikan pompa.
7.
Atur jarum penunjuk pada ketiga dial gauge pada posisi nol
8.
hidupkan kembali pompa dan mulai lakukan pembacaan gaya setiap interval 2 kN hingga
terjadi failure dan dicatat proses pembebanan deformasi aksial dan lateralnya.
9.
Alat pengukur gaya terdiri dari dua buah jarum penunjuk yaitu jarum hitam dan jarum
merah. Jarum hitam menunjukkan gaya di dalam contoh batuan, sedangkan jarum merah di
gerakkan oleh jarum hitam. Bila contoh batuan hancur (failure) gaya di dalam contoh batuan
berkurang, jarum hitam akan bergerak kembali ke nol dan jarum merah tertinggal pada skala
terakhir yang ditunjukkan jarum hitam. Maka gaya maksimum yang mampu ditahan oleh
contoh batuan akan ditunjukkan oleh jarum merah.
10. Matikan motor dan catat juga lamanya waktu percobaan. Lakukan cara yang sam untuk contoh
batuan yang lain.
F
Plat tekan
F
Uji Kuat Tekan
Cakupan : Mengetahui nilai kuat tarik (tensile strength) tak langsung dari batu yang di uji.
Peralatan :
Dial Gauge
Jangka Sorong
Stop Watch
2R
H
Langkah Kerja
1.
2.
3.
siapkan contoh batuan dengan ukuran dimensi panjang = setengah kali diameter
(L=D)
1.
Lakukan persiapan mesin tekan. Letakkan contoh batuan dipusat antara plat atas dan plat
bawah mesin tekan, dengan dinding silinder menempel pada plat atas dan plat bawah dengan
terlebih dahulu dilapisi kertas karbon untuk pembacaan sudut
2.
3.
Hidupkan mesin tekan sehingga contoh batuan menyentuh plat tekan bagian atas
4.
Dan catat proses pembebanan deformasi aksial sampai contoh batuan pecah dan jarum hitam akan
bergerak kembali ke nol.
Kohesi (C)
Peralatan :
o
Jangka Sorong
Stop watch
F normal
F geser
F geser
Uji Geser Langsung
Langkah Kerja :
1.
2.
3.
Letakkan contoh batuan yang telah berada dalam cetakan beton ke dalam alat shear box.
4.
Pasang dial gauge untuk mrngukur perpindahan pada arah pergeseran. Atur pada posisi nol.
5.
6.
Berikan gaya gaser dengan besar tertentu menggunakan mesin direct shear otomatis.
7.
Lakukan pembacaan pertambanhangaya setiap interval deformasi sebesar 0,5 mm. Lakukan
tegangan geser mencapai puncak (kondisi residual).
8.
Setelah contoh patah, berikan gaya yang berlawanan arah dengan gaya yang sebelumnya
sampai tegangan gesernya mencapai puncak (kondisi residual).
9.
Selama pemberian gaya, lakukan pula pembacaan gaya setiap interval deformasi sebesar
atau 0,5 mm.
Jangka Sorong
PP
D
PP
Langkah Kerja
1.
2.
Contoh batuan yang disarankan untuk pengujian ini adalah berbentuk silinder dengan
diameter = 50 mm.
3.
4.
Atur kedua konus dengan menggunakan pompa hidrolik sampai contoh batuan dalam
keadaan terjepit oleh kedua konus penekan.
5.
Kalibrasi alat pengukur beban dalam keadaan nol, kemudian set dalam keadaan peak
6.
7.
Tambah tekanan kedua konus pada contoh batuan secara konstan sampai batuan failure.
8.
Catat beban maksimum saat contoh batuan failure dan ukur jarak antar kedua konus
penekan setalah pengujian.
Kohesi (C)
Cakupan :
o
Strength Envelope
Kuat Geser
Kohesi
Peralatan
o
Sex Triaksial
Dial Gauge
Jangka Sorong
Stop watch
Karet Ban
Oli
Karet
Sampel
Mekanisme Sel Triaksial
Langkah Kerja
1.
2.
3.
Contoh batuan dimasukkan ke dalam selubung karet kemudian ditutup kedua ujungnya
dengan menggunakan plat, kemudian diletakkan kedalam sel triaksial dan ditutup. Didalam sel
triaksial ini akan dipompakan oli bertekanan dari pompa hidrolik untuk memberikan tekanan
pengukungan.
4.
Letakkan sel triaksial yang berisi contoh batuan di pusat antara plat atas dan plat bawah
mesin tekan. Contoh batuan diletakkan dengan permukaan bawah menempel pada plat bawah.
5.
Pada alat mesin tekan dipasang dial gauge untuk mengukur deformasi aksial.
6.
Hidupkan mesin tekan sehingga sel triaksial menyentuh plat tekan bagian atas. Matikan
mesin.
7.
8.
Oli dipompakan ke dalam sel triaksial dengan menggunakan pompa hidrolik sampai pada
tekanan tertentu (tekanan pengukungan 1 = x1). Pada saat bersamaan, hidupkan kembali
mesin tekan dan mulai lakukan pembacaan gaya setiap interval tertentu (2 kN atau 1 kn)
hingga terjadi failure.
9.
Catat deformasi aksial pada setiap pembacaan gaya selama proses pembebanan.
10. Bila contoh batuan hancur (failure) yang ditunjukkan oleh jarum hitam yang bergerak kembali
ke nol, matikan motor dan catat juga lamanya waktu percobaan.
11. Lakukan prosedur yang sama untuk contoh batuan ke-2 dan ke-3, tetapi dengan pengukungan
yang berbeda ( x2 dan x3)
UJI VEDC
Uji Kekuatan Tekan / Unconfined Compressive Strength (UCS)
Kuat tekan adalah parameter kunci yang digunakan sebagai ukuran kemampuan monolith bahan
solidifikasi untuk menahan tekanan mekanis. Pengujian kuat tekan material dilakukan untuk
mengetahui mutu kuat tekan suatu material tersebut dengan satuan luasan bidang tekan
tertentu. Unconfined Compressive Strength(UCS) terkait dengan perkembangan reaksi hidrasi di
dalam produk solidifikasi/stabilisasi dan ketahanan bahan monolith hasil proses solidifikasi/stabilisasi
sehingga merupakan parameter kunci. Uji ini merupakan salah satu uji yang umumnya digunakan
dan ada beberapa metode standar untuk penentuannya. Semua melibatkan pembebanan vertikal
terhadap suatu monolith hingga mengalami kerusakan. Metode standar bervariasi satu sama lain
terutama dalam hal bentuk dan ukuran contoh. Karena kesederhanaannya, pengukuran UCS cocok
digunakan sebagai uji kelayakan (Spence, 2005). Pengujian biasanya dilakukan pada hari ke-7, 14,
21 dan ke-28 (US EPA, 1989).
Cara pengujian kuat tekan mengikuti beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Meletakkan benda uji pada mesin tekan secara sentris
2. Kemudian menjalankan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan berkisar
antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik.
3. Melakukan pembebanan sampai benda uji menjadi hancur dan kemudian mencatat beban
maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji.
Compressive Strength (UCS) terhadap produk solidifikasi. Dan hasil uji UCS yang tercantum dalam
dokumen US EPA OSWER Directive No. 9437.00-2A, akan memenuhi syarat jika hasil
ujinya pada hari ke-28 sejak produk dibuat adalah sebesar 50 psi 0,03445kN/cm2.
UJI LAIN
1. Uji Kuat Tekan Uniaksial (UCS)
Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan uji sifat mekanik yang
paling umum digunakan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk menentukan kuat tekan
batuan (t ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v) , dan kurva tegangan-regangan. Contoh
batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani sampai runtuh. Perbandingan antara tinggi
dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan luas
permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis
contoh batuan. Dari hasil pengujian akan didapat beberapa data seperti:
a. Kuat Tekan Batuan (c)
Tujuan utama uji kuat tekan uniaksial adalah untuk mendapatkan nilai
kuat tekan dari contoh batuan. Harga tegangan pada saat contoh batuan
hancur didefinisikan sebagai kuat tekan uniaksial batuan dan diberikan
oleh hubungan :
Keterangan :
c = Kuat tekan uniaksial batuan (MPa)
F = Gaya yang bekerja pada saat contoh batuan hancur (kN)
A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm)
b. Modulus Young ( E )
Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting dalam mengevaluasi
deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai modulus elastisitas batuan
bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah geologi ke daerah geologi lainnya karena
adanya perbedaan dalam hal formasi batuan dan genesa atau mineral pembentuknya.
Modulus elastisitas dipengaruhi oleh tipe batuan, porositas, ukuran partikel, dan kandungan
air. Modulus elastisitas akan lebih besar nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan
daripada diukur sejajar arah perlapisan (Jumikis, 1979).
Modulus elastisitas dihitung dari perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan
aksial. Modul elastisitas dapat ditentukan berdasarkan persamaan :
Keterangan:
E = Modulus elastisitas (MPa)
. = Perubahan tegangan (MPa)
a = Perubahan regangan aksial (%)
b. Nisbah Poisson ( Poisson Ratio )
Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara
regangan lateral dan regangan aksial. Nisbah Poisson menunjukkan
adanya pemanjangan ke arah lateral (lateral expansion) akibat adanya
tegangan dalam arah aksial. Sifat mekanik ini dapat ditentukan dengan
persamaan:
Keterangan:
V = Nisbah Poisson
l = regangan lateral (%)
a= regangan aksial (%)
2. Uji Kuat Tarik Tak Langsung ( Brazilian Test )
Sifat mekanik batuan yang diperoleh dari uji ini adalah kuat tarik batuan (t).
Ada dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik contoh batuan di
laboratorium, yaitu metode kuat tarik langsung dan metode kuat tarik tak langsung. Metode
kuat tarik tak langsung merupakan uji yang paling sering digunakan. Hal ini disebabkan uji
ini lebih mudah dan murah daripada uji kuat tarik langsung. Salah satu uji kuat tarik tak
langsung adalah Brazilian test.
Pada uji brazilian, kuat tarik batuan dapat ditentukan berdasarkan persamaan:
Keterangan :
t = Kuat tarik batuan (MPa)
F = Gaya maksimum yang dapat ditahan batuan (KN)
D = Diameter contoh batuan (mm)
L = Tebal batuan (mm)
3. Uji Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik
Uji kecepatan rambat gelombang ultrasonik dilakukan untuk menentukan cepat rambat
gelombang ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini, waktu tempuh
gelombang primer yang merambat melalui contoh batuan diukur dengan menggunakan
Portable Unit Non-destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT). Kecepatan rambat
gelombang primer ditentukan melalui persamaan 2.5.
Keterangan:
L = panjang contoh batuan yang diuji (m)
Vt= waktu tempuh gelombang ultrasonik primer (detik)
tp = cepat rambat primer atau tekan (m/detik)
4. Pengujian Point Load ( Point Load Test )
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan ( strength ) dari percontoh batu secara
tidak langsung dilapangan. Percontoh batuan dapat berbentuk silinder.
Peralatan yang digunakan mudah dibawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan.
Pengujian cepat, sehingga dapat diketahui kekuatan datuan dilapangan, sebelum pengujian
dilaboratorium dilakukan.
Dari pengujian ini didapat :
Dimana :
Is = Point load strength index ( Index Franklin )
P = Beban maksimum sampai percontoh pecah
D = Jarak antara dua konus penekan
Hubungan antara index franklin (Is) dengan kuat tekan ( t) menurut BIENIAWSKI sebagai
berikut:
c = 18 23 Is untuk diameter percontoh = 50 mm. Jika Is = 1 MPa maka index tersebut tidak
lagi mempunyai arti sehingga disarankan untuk menggunakan pengujian lain dalam
penentuan kekuatan ( strength ) batuan.
5. Direct Box Shear Strength Test
Kohesi (C)
Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial, diberi tekanan
pemampatan (3), dan dibebani secara aksial ( 1), sampai runtuh. Pada uji ini, tegangan
menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan (3= 1).