Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

RHINITIS ALERGI

Oleh:
Qonita Hanif
201320401011132

Pembimbing:
dr. Purnaning Wahyu P, Sp. THT-KL
SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG
TENGGOROK
KEPANITERAAN KLINIK RSUD JOMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

Pendahuluan
Rhinitis alergi merupakan gangguan fungsi hidung yang terjadi
setelah pajanan alergen melalui inflamasi mukosa hidung yang
di perantarai IgE dengan gejala karakteristiknya rinore,
obstruksi hidung dan hidung gatal, serta bersin-bersin dapat
sembuh spontan dengan atau tanpa pengobatan (Skoner DP,
ARIA WHO, 2001).
Prevalensi rinitis alergi di dunia saat ini mencapai 10-25% atau
lebih dari 600 juta penderita dari seluruh etnis dan usia (ARIA
WHO, 2008, Dept of health and human service,2002). Di
Amerika Serikat, lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis
alergi, 14,3% pada laki-laki dan 12% perempuan (ARIA WHO,
2008). Di Indonesia belum ada angka yang pasti, tetapi di
Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan
cukup tinggi (5,8%) (Harianto, 2009). Data tersebut
menunjukkan tingginya angka insidensi rinitis alergi pada usia
sekolah dan produktif (Sudiro et al, 2010).

Kekambuhan dari rhinitis alergi menyebabkan penurunan


produktivitas kerja sampai kehilangan hari sekolah.
Keadaan ini dapat menggangu kualitas hidup melalui
timbulnya rasa lelah, sakit kepala, dan kelemahan kognitif
(ARIA WHO, 2008).

Diagnosis
rhinitis
alergi
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis, gejala, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Terapi pada rinitis alergi adalah menghindari
kontak dengan alergen penyebab, medikamentosa,
operatif dan imunoterapi (ARIA WHO, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi

Dinding Rongga
Hidung

KM

KI

septum

Konka (tonjolan tulang,


dilapisi mukosa): konka
inferior(KI), medius(KM)
dan superior(KS)
Meatus nasi:
Meatus nasi inferior:
antara dasar rongga
hidung dengan konka
inferior
Meatus nasi medius:
antara konka inferior
dan medius
Meatus nasi superior:
antara konka medius
dan superior

Pembuluh darah utama di hidung berasal dari


arteri karotis interna (AKI) dan karotis eksterna
(AKE)
AKI arteri ethmoidalis anterior dan posterior
AKE arteri fasialis dan arteri maksilaris interna
Arteri fasialis arteri labialis superior
Arteri maksilaris interna arteri sfenopalatina,
arteri nasalis posterior dan arteri palatina mayor.
plexus Kiesselbach atau Littles area
anastomosis dari arteri sfenopalatina, palatina
mayor, ethmoidalis anterior dan labialis superior

Fungsi Pernapasan
9

1. Menyiapkan udara :
Menyaring: (vibrise, selimut lendir)
Membasahi: (dengan penguapan sekret
hidung) kelembaban udra kl 80%
Memanasi: Trasfer panas dari darah ke
udara di dalam rongga hidung (konka),
udara dingin berubah 36-370

Fungsi Pernapasan
10

2. Desinfeksi:

Kuman ditangkap oleh lendir


Dibunuh dengan enzim lisozim
Suasana asam mematikan kuman
Selimut lendir didorong ke belakang oleh
silia epitel mukosa ke nasofaring, ditelan
Fagosit, limfosit, histiosit di jar
submukosa

Fungsi Penghidu
11

Udara inspirasi masuk ke rongga


hidung ke atap bersentuhan dengan
daerah pembauan (regio olfaktoria).
Merangsang reseptor di ujung syaraf,
n. olfaktorius, pusat penghidu.
Bila terjadi buntu hidung (udim, polip,
tumor hiposmia/anosmia

Fungsi Lain
12

Fungsi resonansi suara :


Getaran yang dihasilkan pita suara
menimbulkan resonansi pada rongga
sinus suara merdu. Bila buntu hidung
bindeng
Fungsi drainase dan ventilasi sinus :
Gangguan fungsi sinusitis

Definisi Rhinitis Alergi


Rhinitis alergi merupakan
gangguan fungsi hidung
yang
terjadi
setelah
pajanan alergen melalui
inflamasi mukosa hidung
yang di perantarai IgE
dengan
gejala
karakteristiknya
rinore,
obstruksi
hidung
dan
hidung gatal, serta bersinbersin
dapat
sembuh
spontan dengan atau tanpa
pengobatan (Skoner DP,
ARIA WHO, 2001).

DeGuzman DA, dkk 2013,


berpendapat bahwa rhinitis
alergi adalah peradangan yang
di perantarai IgE-antigen dan
sel membran yang melapisi
hidung. Penyakit ini ditandai
dengan
bersin,
obstruksi,
rhinorrhea, dan hidung gatal.
Penyakit ini juga dapat disertai
dengan konjungtivitis alergi
(ditandai dengan gatal, mata
berair yang juga mungkin
merah atau bengkak). Rhinitis
alergi dapat terjadi musiman,
menetap, atau dapat terjadi
secara
sporadis
setelah
eksposur tertentu.

Epidemiologi

Etiologi

Klasifikasi

Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) WHO


2008

Rhinitis alergi

Patofisiologi

DIAGNOSI
S
Riwayat atopi
dan sumber
alergen,
riw
pengobatan
Riw
pekerjaan

ANAMNESA

Pemeriksaan
fisik

SKIN PRICK TEST,FOTO WATER,NASAL


ENDOSKOPI

Bersin>5x(setiap kali
serangan)
Rinore (ingus bening,
encer, dan banyak)
Gatal dihidung,
tenggorokan langitlangit atau telinga
Hidung tersumbat
(menetap dan
bergantian)
Hiposmia/anosmia, post
nasal
drip,
Allergic
shiner, donniemorganline, alergic
solute,alergic crease
anak2
Mata:hiperlakrimasi
Rinos.ant :sekret
hidung seromukoid,
boggy,pucat

Alergi shiner
Alergi shiner
Alergi crease

GAMBAR ALERGI SHINER, ALERGI CREASE, ALERGI


SALUTE

Rhinoskopi Anterior : tampak konka edema,


pucat , sekret hidung seromukoid

SKIN PRICK TEST

Test
Prick test

Kegunaan
Paling sensitif untuk tes kulit-IgE spesifik;
mudah; hemat biaya

Serum IgE spesifik (RAST)

alternatif lain yang dapat dilakukan untuk


pengujian kulit yang tidak dapat dilakukan;
obat

dan

penyakit

kulit

lain

tidak

mempengaruhi hasil.
Nasal allergen challenge

Partikulari yang berguna untuk rinitis kerja

Rhinometry akustik

mengkuantifikasi tingkat sumbatan hidung

Sweat Chlorida
itoplasma antineutrophil afterantibody (ANCA)

Dapat menyingkirkan polip karena fibrosis


kistik
Berguna untuk

mempertimbangkan apabila

terjadi vaskulitis
Radiografi

Dapat

memperlihatkan

abnormalitas

CT/MRI

anatomi
menilai perubahan anatomi, terutama pada
penyakit sinus yang lebih rumit

dari

Diagnosis Banding
Tumor Hidung

Gejala

unilateral,

visual,

+/-

perubahan

hidung gatal berkurang,

bersin berkurang, epistaksis berulang.


Granulomatosis Wegner

Epistaksis,

sinusitis

berulang,

keterlibatan paru, hematuria, gejala


sistemik
Sarcoidosis

adenopati,

sesekali

pioderma

gangrenosum
Rinitis virus

Sumbatan hidung dan buntu, infeksi


sembuh sendiri dengan atau tanpa
pengobatan gejala (akut)

Rinitis Vasomotor

Gejala menetap, hipersekresi, pruritus dan atau bersin


terkait dengan temperatur perubahan, kelembaban,
konsumsi makanan pedas atau alkohol, dan bau.

Hormonal atau Rinitis Medikamentosa

Mungkin

berhubungan

dengan

kehamilan,

penggunaan kontrasepsi oral, atau hipotiroidisme.


Obat terkait dengan Gejala memicu rhinitis termasuk
inhibitor ACE, reserpin, guanethidine, phentolamine,
metildopa,
prazosin, beta blockers, chlorpromazine, dekongestan
nasal topikal, aspirin, dan obat anti-inflamasi. Sulit
untuk mendiagnosa, namun dapat teratasi setelah
melahirkan, atau pengobatan hipertiroidisme.

Rhinosinusitis Bakt

Sumbatan hidung, demam, nyeri wajah, memburuknya

erial

gejala tanpa pengobatan (kronis)

Rinitis kerja

Dipicu oleh bahan kimia atau iritasi di lingkungan

Kondisi struktural atau mekanis

kerja
Atresia Choanal, deviasi septum, adenoid yang
membesar, benda asing, turbinates hipertrofik

Penatalak
-sanaan

Operatif

Komplikasi

Komplikasi dari rhinitis alergika yang paling


sering muncul adalah :
1.

2.

3.
4.
5.

Polip hidung
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa rhinitis alergika
merupakan salah satu penyebab terbentuknya polip
hidung dan kekambuhan polip hidung.
Otitis media serosa/efusi yang sering residif terutama
pada anak anak.
Sinusitis paranasal
Asma bronkial
Pasien dengan rhinitis alergika memiliki resiko 4 kali
lebih tinggi untuk menjadi asma bronkial (Irawati,
Kasakeyan, & Rusmono, 2010)

KESIMPULAN

Daftar Pustaka
1.

2.

3.
4.

5.

6.

7.

Adams, G., Boies, L R., Higler, P A. Penyakit Hidung. Dalam :


Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi ketujuh. Jakarta: EGC; 2010;
210-218.
ARIA WHO 2001 ( Allergic Rhinitis and its impact on asthma)
workshop report. Introduction. Jallergy Clin Immunol.2001; Suppl
5: S148.
ARIA At A Glance Pocket Reference 2007 1st Edition. 2007.
ARIA WHO 2008 Update (allergic rhinitis and its impact on
asthma). Introduction. J Allergy Clin Immunol. 2008;63 Suppl
86:4-14.
Bernstein JA. Cost-benefit analysis for allergen immunotherapy.
Immunol Allergy Clinics of N America 2000; 20: 593-607.
Csoma, Z., Ignacz, F., Bor, Z., Szabo, G., Bodai, L., Dobozy, A. &
Kemny, L. (2004). Intranasal Irradiation with the Xenon
Chloride Ultraviolet B
Laser Improves Allergic Rhinitis. Journal of Photochemistry and

8.

9.
10.

11.

12.

13.

14.

DeGuzman AD, dkk. Allergic Rhinitis. Guadline for clinical


Ambulatory. University of Michigan: 2013.
Dorion D, dkk. The journal of Otolaryngology. Bimonthly. 2007.
Harianto, Sumarman I. Prevalensi rinitis alergi perenial pada
penduduk usia 10 tahun ke atas di Kodya dan kabupaten
Bandung. Makalah Kongres Nasional PERHATI. Semarang; 2009
Harsono G, dkk. Dalam: Faktor yang diduga menjadi resiko pada
anak dengan rhinitis alergi di RSU dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta: 2007
Irawati, N., Kasakeyan, E., Rusmono, N. Rinitis Alergi. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telonga Hidung Tenggorok Kepala
Leher Edisi ketuju. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2012; 106-111.
Kay AB. Allergy and allergic diseases. N Engl J Med 2001; 344:
30-7.Naclerio RM. Allergic rhinitis. N Engl J Med 2002; 325: 8609.
Koreck, A., Csoma, Z., Boros-Gyevi, M., Ignacz, F., Bodai, L.,
Dobozy, A., Kemeny, L. (2004). Inhibition of Immediate Type
Hypersensitivity Reaction by Combined Irradiation with
Ultraviolet and Visible Light. Journal of Photochemistry and
Photobiology B : Biology, Vol.77, No.1-3, pp.93-96

15.

16.

17.

18.

19.

20.

Koreck, A.I., Csoma, Z., Bodai, L., Ignacz, F., Kenderessy, A.S.,
Kadocsa, E., Szabo, G., Bor, Z., Erdei, A., Szony, B., Homey, B.,
Dobozy, A. & Kemny, L. (2005). Rhinophototherapy : A New
Therapeutic Tool for the Management of Allergic Rhinitis. The
Journal of Allergy and Clinical Immunology, Vol.115, No.3, pp. 541547
Lakhani N, dkk. Clinical Manifestations of Allergic Rhinitis. Dept of
Medicine. Quueens University. Canada: 2012
Ramirez-Jimenez, F., Pavon-Romero, G., Juarez-Martinez, L., &
Teran, M. (2012). Allergic Rhinitis. Journal of Allergy and Therapy ,
5 (006).
Rondon. C., Campo. P., Togias. A., Fokkens. W. J., Durham. S. R.,
Powe. D. G. Mullol. J., Blanca. M. (2012). Local Allergic Rhinitis :
Concept, Pathophysiology, and Management. Jounal Allergy Clin
Immunol, 129, 1460-7.
Skoner DP. Allergic rhinitis: definition, epidemiology,
pathophysiology, detection and diagnosis. J Allergy Clin Immunol.
2001; 108 Suppl.5:s2-8.
Small, P., & Kim, H. (2011). Allergic Rhinitis. Allergy, Asthma &
Clinical Immunology , 7 (1), 1-8.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

Snow, J B., Ballenger, J J. Allergic Rhinitis. In: Ballengers


Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Edition 9th. Spain:
BC Decker; 2003; 708-731.
Sudiro, M., Teti H. S. M., Bambang. P. (2010). Eosinofil Kerokan
Mukosa Hidung Sebagai Diagnostik Rinitis Alergi. Bagian Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher.
Fakultas Kedokteran. Universitas Padjadjaran. Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung. Vol 42.
Snell, R S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.
Jakarta: EGC. 2006; 803-805.
Soetjipto, D., Mangunkusumo, E., & Wardani, R. S. (2012).
Hidung. In E. A. Soepardi, N. Iskandar , J. Bashiruddin, & R. D.
Restuti, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher (pp. 96-100). Jakarta, Indornesia: Balai Penerbit
FK UI.
Togias, A, dkk. Pathophysiology of Allergic and Nonallergic
Rhinitis. Ankara University. Turkey: 2011.
U.S. Department of Health and Human Services. clinics patient.
Asean ORL Head&Neck Agency for Healthcare Research and
Quality. Congress. Singapore; 2002. Management of Alllergic and
Nonallergic rhinitis.

Anda mungkin juga menyukai