Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian


Fenomena yang terjadi selama beberapa tahun terakhir di Indonesia adalah
masyarakat yang mulai kritis atas tindakan-tindakan pemerintah dari segala aspek,
dengan menuntut adanya sikap transparan dan akuntabel dari pemerintah.
Reformasi sikap masyarakat tersebut membuat pemerintah berusaha untuk
menciptakan dan menggiatkan clean and good government governance
(pemerintahan yang bersih dan baik).
Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah memulai perbaikan ke arah
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan baik dengan membuat beberapa
kebijakan. Salah satunya dalam bidang keuangan yaitu dengan disahkannya paket
Undang-Undang Keuangan Negara yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undangundang tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk memperbaiki dan
melaksanakan reformasi dalam bidang keuangan.
Berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mereformasi bidang
keuangan menyebabkan seluruh pemerintah daerah tak luput dari isu
pemerintahan yang bersih dan baik. Otonomi daerah di Indonesia yang diatur oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang direvisi
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 serta Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan
mengatur urusan daerahnya. Kewenangan dan tanggung jawab tersebut diperkuat
oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang memuat salah satu urusan pemerintah
daerah yaitu mengatur administrasi keuangan daerah.
Untuk mengatur dan mengelola keuangan daerah, dikeluarkanlah
kebijakan berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang direvisi dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007. Setiap pemerintah daerah wajib
berpedoman kepada Permendagri No. 13 Tahun 2006, selain kepada Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi
yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Didalam
SAP dinyatakan bahwa pemerintah harus membuat laporan keuangan sesuai
standar yang telah dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kegiatan
keuangan yang dilakukan selama periode anggaran.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu pemerintahan daerah
yang otonom, yang telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengelola
keuangan daerahnya adalah entitas yang wajib membuat laporan keuangan yang
berpedoman kepada SAP sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan daerah. Salah satu aktivitas yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa
Barat untuk mengelola keuangan daerahnya adalah berupaya untuk meningkatkan
perekonomian daerah, antara lain dengan melakukan investasi.

Sejalan dengan kewenangan daerah berdasarkan kebijakan


otonomi daerah, maka Pemerintah Daerah juga berkewajiban untuk
membina dan mengembangkan dunia usaha daerah sebagai pilar
pertumbuhan perekonomian di daerah. Untuk itu langkah utama yang
harus dilakukan adalah pemberdayaan investasi daerah. Pemberdayaan
investasi daerah adalah suatu upaya harus dilakukan secara sistematis
untuk mendorong peningkatan investasi di daerah.
Investasi dunia usaha di daerah sebenarnya diharapkan dapat
memacu pertumbuhan perekonomian daerah sekaligus pemerataan
pendapatan masyarakat. Dengan banyak investasi dunia usaha di daerah
maka diharapkan semakin bertambahnya lapangan kerja yang dapat
menampung angkatan kerja. Hal ini juga akan membawa dampak
terhadap penurunan angka urbanisasi. (www.apkasi.or.id)
Investasi pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi,
sosial, dan/atau manfaat lainnya. (PP No. 1 Tahun 2008 Pasal 2 Ayat 1) dan
investasi pemerintah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. (PP No. 1 Tahun 2008 Pasal 2
Ayat 2). Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan investasi di beberapa Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun tidak semua investasi tersebut bertujuan
untuk memperoleh manfaat secara finansial. Beberapa investasi yang dilakukan
merupakan bagian dari penyelamatan aset pemerintah daerah di BUMD. Hal

tersebut dikarenakan sebagian besar BUMD tersebut melayani kepentingan


publik.
Untuk mengetahui besaran investasi yang telah dilakukan pemerintah,
maka diperlukan siklus akuntansi yang baik demi mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pemerintah daerah. Hal tersebut akan berdampak pada laporan
keuangan pemerintah daerah, dimana segala transaksi dan kegiatan yang
berhubungan dengan keuangan daerah harus dilaporkan dan
dipertanggungjawabkan. Segala hal yang berhubungan dengan perlakuan
akuntansi untuk investasi dan informasi lain yang berkaitan akuntansi investasi
telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 06
Tahun 2005 yang terdiri dari bentuk, klasifikasi, pengukuran, metode penilaian,
pengakuan hasil, pelepasan dan pemindahan, serta pengungkapan investasi di
laporan keuangan pemerintah.
Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
pasal 10 ayat (2), menyatakan bahwa dalam rangka pengelolaan keuangan daerah,
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai salah satu tugas yaitu menyusun
laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Pemerintah, laporan keuangan yang terdiri dari Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan disusun dan disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Penyajian laporan keuangan terdapat dalam PSAP No. 01 yang mengatur
penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum dalam rangka meningkatkan

keterbandingan laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan


bersama sebagian besar pengguna laporan.
Untuk memenuhi tujuan tersebut maka laporan keuangan pemerintah
daerah harus memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan yang dinyatakan
dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Disebutkan bahwa laporan
keuangan pemerintah yang berkualitas adalah laporan yang memenuhi kriteria
relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Hal ini berarti jika salah
satu kriteria tidak dapat dipenuhi, maka laporan keuangan tersebut belum
berkualitas baik.
Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester II Tahun 2008 menyimpulkan bahwa
perkembangan opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2004 sampai
dengan 2007 menunjukkan kualitas yang semakin memburuk. Buruknya kualitas
laporan keuangan daerah ditunjukkan bahwa dari 191 LKPD yang diperiksa,
sebanyak 72 LKPD memperoleh opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau
disclaimer, delapan LKPD memperoleh opini Tidak Wajar (TW), 110 LKPD
memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan hanya satu daerah
yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Selain berupa opini,
hasil pemeriksaan BPK atas 191 LKPD telah menemukan 3.051 kasus senilai Rp
9,93 triliun terkait dengan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku. (Siaran Pers BPK RI, 18 Mei 2009).
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri berdasarkan Laporan Hasil
Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) atas pemeriksaan laporan
keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk tahun anggaran 2008,
mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian. Opini menurut Undang-Undang
No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai


kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang
didasarkan pada kriteria: kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan,
kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.
Seperti dikutip dari LHP BPK, dalam melakukan pemeriksaan keuangan
ini, BPK RI menemukan ketidakpatuhan kepada ketentuan peraturan perundangundangan, kecurangan serta ketidakpatutan yang material. Temuan ini telah BPK
RI muat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan tertanggal 4 Juni 2009
kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Salah satu temuannya adalah masih
terdapat masalah dalam perlakuan akuntansi investasi, khususnya dalam metode
penilaian yang digunakan.
Dampak dari temuan BPK tersebut terhadap kualitas laporan keuangan
adalah pemberian opini yang memuat ketidakwajaran dalam pemenuhan kriteria
kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan serta kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan. Opini tersebut akan menurunkan kualitas laporan
keuangan terutama dari segi keandalan (penyajian jujur, dapat diverifikasi, dan
netralitas), sehingga laporan keuangan pemerintah yang disajikan belum
memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan sepenuhnya. Sebagaimana
berita yang diungkapkan dari BPK yaitu persentase LKPD yang informasi
keuangannya tidak dapat diandalkan oleh para pengguna laporan keuangan
semakin banyak, dan sebaliknya, persentase LKPD yang informasi keuangannya
dapat diandalkan semakin sedikit (Siaran Pers BPK RI, 18 Mei 2009).
Berdasarkan uraian masalah diatas dan adanya bukti hasil audit BPK
terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah Provinsi Jawa Barat yang selalu

mendapat opini wajar dengan pengecualian, maka penulis akan melakukan


penelitian mengenai PENGARUH PERLAKUAN AKUNTANSI INVESTASI
TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
PROVINSI JAWA BARAT.

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka permasalahan
yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Adanya otonomi daerah membuat Pemerintah Provinsi Jawa Barat
diharuskan untuk mengelola dan mengatur sendiri keuangan daerahnya
untuk meningkatkan kondisi perekonomian yang salah satu caranya
dengan melakukan investasi di sejumlah perusahaan dan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD).
2. Pengelolaan investasi harus berlandaskan pada aturan perundangan yang
berlaku diantaranya PSAP No. 06 mengenai Akuntansi Investasi dalam PP
No. 24 Tahun 2005, Permendagri No. 59 Tahun 2007, serta PP No. 01
Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah.
3. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai entitas pelaporan harus menyusun
dan menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang memenuhi karakteristik kualitatif
laporan keuangan yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat
dipahami.
4. Hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi
Jawa Barat untuk tahun anggaran 2008 menemukan adanya
ketidaksesuaian mengenai metode penilaian investasi sehingga
menimbulkan pengecualian dari penilaian kewajaran laporan keuangan.

1.3Batasan Masalah
Dari identifikasi dan rumusan masalah tersebut, maka batasan masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perlakuan akuntansi investasi di Pemerintah Provinsi Jawa
Barat dilihat dari aturan perundangan berlaku yang terkait, terutama dalam
metode penilaian investasi.
2. Bagaimana kualitas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
berdasarkan Standar Akuntasi Pemerintahan.
3. Bagaimana pengaruh perlakuan akuntansi investasi terhadap kualitas
laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.4.1

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan akuntansi investasi di

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, khususnya dalam metode penilaian investasi


serta mengidentifikasi kesesuaian laporan keuangan dengan karakteristik kualitatif
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan. Selain itu penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui besarnya pengaruh dari perlakuan akuntansi investasi terhadap
kualitas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

1.4.2

Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat

bagi:
1. Instansi Pemerintah
Penelitian ini dapat memberi masukan yang positif dalam perlakuan
akuntansi investasi yang sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.
Selain itu dapat memberi masukan untuk penyajian laporan keuangan yang
berkualitas baik.

2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bukti empiris dan menambah
perkembangan ilmu pengetahuan baik secara teori maupun implementasi,
khususnya dalam perlakuan akuntansi investasi dan kualitas laporan
keuangan yang baik.
3. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dan arah
untuk penulis selanjutnya dalam melakukan penelitian pada bidang kajian
atau objek yang sama.

Anda mungkin juga menyukai