PENDAHULUAN
1
Premedikasi ialah pemberian obat 1- 2 jam sebelum induksi anestesia agar dapat
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia. Selain itu,dengan adanya kemajuan
teknik anestesia, tujuan utama pemberian premedikasi tidak lagi hanya untuk mempermudah
induksi dan mengurangi penggunaan jumlah obat anestesia yang digunakan, tetapi terutama
untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesia.
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak
pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan
menentramkan hati pasien. Oleh karena itu selain memberikan obat, dokter yang bersangkutan
juga sebaiknya membangun hubungan baik dengan pasien.
Pemilihan dan pemberian obat premedikasi juga disesuaikan dengan hasil kunjungan pre
anestesi dan pemeriksaan pasien yang merupakan bagian penting dalam mempersiapkan pasien
sebelum menjalani pembedahan, dengan tujuan untuk menilai keadaan umum penderita tersebut.
Kunjungan dilakukan sehari sebelum pembedahan. Pada kunjungan tersebut dilakukan
wawancara dan pemeriksaan fisik. Pada wawancara tersebut ditanyakan penyakit apa saja yang
pernah diderita, penyakit keturunan, alergi obat dan pernahkah mengalami tindakan pembedahan.
Oleh sebab itu pemberian obat-obat premedikasi merupakan hal mutlak yang harus dilakukan
sebelum melakukan operasi.
TUJUAN PREMEDIKASI
Obat premedikasi terdiri dari berbagai jenis, sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ingin
dicapai melalui pemberian obat-obatan tersebut. Jenis-jenis dalam setiap penggolongan obatnya
sendiri bermacam-macam, menurut kegunaan, indikasi dan mekanisme kerjanya.
Dengan demikian, apabila disesuaikan dengan maksud pemberian obat premedikasi, maka dapat
dideskripsikan tujuan, waktu, cara pemberian serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dosis obatobat premedikasi. 2,3)
Tujuan pemakaian premedikasi 3)
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien :
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Kunjungan pre anestesia dan rasa simpati akan masalah yang dihadapi pasien seringkali
bermanfaat mengatasi rasa sakit dan khawatir pasien dalam menghadapi operasi .
2
Memberikan ketenangan
Obat-obat sedatif menyebabkan penurunan aktivitas mental. Imajinasi menjadi tumpul
sehingga reaksi terhadap nyeri pun berkurang. Ada dugaan bahwa kantuk
dapat
seringkali
tanpa
digunakan
gelisah
emosional,
obat-obat
seperti
diazepam. Efek amnesia yang didapat cukup kuat jika digunakan bersama-sama atau
ditambah dengan obat golongan opiat.
Memberikan analgesia
Seringkali pasien mengeluhkan nyeri pasca pembedahan. Eckenhoff dan Herlich
membuktikan pasien dengan premedikasi narkotika kurang mengeluh nyeri pada masa
pulih, akan tetapi masa pulih lebih lama.
Sekresi berlangsung selama anestesia dan biasanya akibat rangsangan tindakan pengisapan
atau pemasangan pipa jalan napas trakea. Atropin dapat mengurangi sekresi jalan napas. Hal
ini menguntungkan pada pemakaian eter. Atropin yang bekerja sebagai antikholinergik ini
berperan mengurangi sekresi bronkus sebelum anestesia.
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
Dahulu dianggap tujuan premedikasi antara lain untuk mengurangi metabolisme basal
(Goedel 1937), sehingga induksi dan pemeliharaan menjadi lebih mudah dan obat-obat yang
diperlukan juga jadi lebih sedikit dan pasien lebih cepat sadar.
Beecher (1955) meragukan penurunan BMR hanya dengan dosis obat yang biasa. Ngai dan
Pepper (1962) mengatakan bahwa penerangan pra anestesia tidak mengurangi pemakaian
oksigen. Peningkatan pemakaian oksigen tampak bila pasien ketakutan, walaupun telah
diberikan narkotika atau hipnotika. Pemakaian premedikasi berat memperlambat pasien sadar
dan bergerak dini, setelah pembedahan. Oleh karena itu umumnya premedikasi ringan lebih
disukai untuk meminimalkan beban kerja staf perawat di kamar pulih.
5. Mengurangi isi cairan lambung (resiko aspirasi)
Kombinasi dari puasa pre-operatif dengan pemberian obat premedikasi anti muntah dapat
mencegah muntah yang mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi. Akibat aspirasi isi lambung
dapat terjadi Mendelsons syndrome, yaitu trias ( tachycardia, tachypnea, cyanosis), wheezing
dan ronchi.
6. Memudahkan intubasi pada anestesi umum
Pemberian obat premedikasi untuk merelaksasi otot-otot tubuh juga termasuk merelaksasi otot
saluran pernapasan sehingga memudahkan intubasi.
7. Mengurangi refleks yang membahayakan (reaksi alergi, refleks vagal)
Rangsang nyeri yang ditimbulkan tindakan pembedahan bisa menyebabkan bagian tubuh
bergerak apabila anestesia tidak memadai. Obat-obat analgetika penting diberikan sebelum
pembedahan sehingga anestetika lemah seperti N2O hanya memerlukan sedikit penambahan
obat-obat lain selama anestesi.
4
Anestesia yang dangkal dapat menyebabkan tertariknya testikulus dan dilatasi sfingter anus.
Trauma kulit menyebabkan perubahan denyut jantung dan tekanan darah menjadi meningkat.
Namun demikian pemberian atropin dalam dosis biasa tidak banyak membantu mengatasi
vagal refleks ataupun perubahan denyut jantung dan tekanan darah, dikarenakan durasi kerja
atropin yang amat singkat.
Waktu dan Cara Pemberian Obat Premedikasi
Tergantung dari cara pemberian obat dan indikasi pemakaiannya.
1. Pemberian secara subkutan memiliki onset kerja yang lama dan tidak akan efektif dalam
waktu 1 jam.
2. Pemberian secra intramuskuler minimal onset kerja 40 menit.
3. Pemberian secara intravena memiliki onset kerja paling cepat, dapat segera efektif sebelum
induksi. Sering dipakai dalam kasus darurat. Namun yang harus diingat bahwa pemberian
secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropin. Hal ini dapat dikurangi
dengan pemberian secara perlahan dan diencerkan.
Faktor yang mempengaruhi dosis obat premedikasi
1. Usia
Merupakan variabel yang penting di dalam kerja obat. Pada usia 40 tahun keatas efek narkotik
dan sedatif akan meningkat, sedang rasa sakit berkurang dengan meningkatnya usia. Hal ini
diakibatkan dari menurunnya persepsi nyeri dan kepekaan terhadap rangsang sensorik juga
menurun. Selain daripada itu aktivitas refleks jalan napas juga menurun.
2. Temperatur
Setiap kenaikan suhu 1o C maka basal metabolisme akan naik 7 - 12%
3. Emosi
Takut dan tegang akan meningkatkan kepekaan terhadap rasa nyeri. Mekanisme ini diduga
merupakan penyebab terbesar kenaikan laju basal metabolisme pre anestesi
4. Penyakit
Penderita penyakit kronis dan gizi buruk akan mudah mengalami kelebihan dosis obat, seperti
morfin. Pada anemia pun dosis obat harus dikurangi.
Nama Obat
Atropine
Scopolamin
Glycopyrolate
Hipnotik-Sedatif
Fenobarbital
Golongan Barbiturat
(Luminal)
Sekobarbital
Pentobarbital
Golongan
Benzodiazepin
Anti H1
Anti H2
Anti Emetik
Neuroleptik
Anti Serotonergik
Midazolam
Diazepam
Difenhidramin
Cimetidin
Ranitidin
Metoklopramid
Droperidol
Dehydrobenzperido
l
Ondansentron
A.OBAT ANTIKHOLINERGIK
Atropin, skopolamin dan glycopyrolate merupakan golongan antikolinergik yang banyak
digunakan untuk premedikasi. Obat ini merupakan competitive inhibitor terhadap muscarinic
action dari acethylcholine. Hingga saat ini antikholinergik digunakan untuk mendapatkan efek
perifer tanpa efek sentral seperti antispasmodik, penggunaan lokal pada mata sebagai
CNS toxicity
Central anticholinergik syndrome merupakan efek toksik antikholinergik terhadap CNS.
Gejala dapat menyerupai gelisah, agitasi, prolonged somnolence, dapat pula terjadi kejang
dan koma pasca operasi. Toksisitas lebih sering terjadi setelah pemberian skopolamin.
Insidens juga meningkat pada pasien usia lanjut. Biasanya diatasi dengan pemberian
fisostigmin 1-2mg iv.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Atropin dan skopolamin meningkatkan dead space fisiologis 20-25%. Ini merupakan
kompensasi terhadap meningkatnya minute ventilation, sehingga Pa CO2 tidak meningkat.
Meningkatnya minute ventilation bukan merupakan antagonis terhadap respirasi akibat
pemberian bersama dengan narkotik.
Atropin
Merupakan prototipe atau alkaloid antimuskarinik yang dapat ditemukan pada atropa belladona
dan datura stramonium. 4)
Farmakodinamik : 4)
1. Saraf autonom
Memblok aksi organ yang disuplai oleh post ganglionic cholinergik nerves seperti : otot polos,
secretory gland dan bekerja pada efektor sel-sel kompetisi dengan acethylcholine pada muscarinic
activity. Tidak mempunyai efek pada produksi ataupun destruksi acethylcholine. Complete vagal
block memerlukan dosis 3 mg.
2. Saraf pusat
Merangsang medulla dan high center serta langsung memacu pusat respirasi untuk mengatasi
efek depresi morfin. Dosis besar akan menyebabkan central depresion. Atropin dapat
menimbulkan mengantuk. Efek puncak terjadi setelah pemberian injeksi hypodermic.
3. Mata
Menyebabkan paralise spincter iris, sehingga terjadi dilatasi pupil. Atropin tidak menaikkan
tekanan intraocular terlalu tinggi, tetapi harus hati-hati pada glaukoma sudut sempit.
4. Pernapasan
Menyebabkan desaturasi oksigen di dalam darah, kemungkinan akibat shunting di dalam paru
dan efeknya akan lebih buruk setelah pemberian subkutan. Menyebabkan paralise kelenjar
salivarius, keringat dan bronchial. Meskipun otot bronchial relaksasi sehingga terjadi kenaikan
dead space anatomi dan fisiologi. Pemberian im 1 jam sebelum induksi akan menekan saliva lebih
efisien dari pemberian iv segera sebelum induksi. Atropin bersifat bronchodilator dan menurunkan
sekresi bronchial.
5. Sirkulasi
Saat heart rate melambat karena vagal stimulation, efek ini tidak terlihat setelah pemberian iv
dengan dosis klinis. Ini dapat terjadi pada dosis kecil (0,05 mg). Akibatnya heart rate akan menjadi
9
lebih cepat oleh peripheral vagal paralysis dan berefek pada SA pacemaker. Tachycardia ini
disertai dengan diastolic yang singkat, sehingga terjadi penurunan coronary filling time dan
meningkatkan myocardial oxygen consumption, sehingga harus hati-hati pada penderita coronary
disease. Pemberian 0,5mg iv akan meningkatkan heart rate 20x/ menit. Pada kasus gross
tachycardia (heart disease, tirotoksikosis, hiperpireksia) sebaiknya atropin dihindari.
6. Saluran sekretorial
Tonus, peristaltik usus dan urinary tract menurun. LES relaksasi, sehingga barrier pressure
<13 cmH2O dan mengakibatkan refluks. Menghambat muscarinic effect dan meningkatkan BMR.
Indikasi :4)
o Mengurangi sekresi
o Melindungi jantung terhadap vagal refleks
o Melindungi muscarinic effect dari obat kholinergik yang digunakan pada reverse non
depolarizing muscle relaxant.
o Mengatasi bradicardia pada high spinal block
Kontra indikasi :4)
o Pasien dengan demam tinggi
o Tirotoksikosis
o Glaukoma sudut tertutup
o Ileus paralitik
o Asma
o Penyakit hepar dan ginjal berat
Efek samping :4)
o Memprovokasi terjadinya hiperpireksia
o Menaikkan tekanan intra okular
o Mulut kering, flushing, rash dan muntah
o Takikardi dan palpitasi
o Retensi urin dan hesitasi
Sediaan : 4)
ampul 0,25 mg/ ml (1 ml)
10
Dosis : 5)
o Premedikasi : dewasa 0,01 - 0,02 mg/kgbb, anak 0,15 mg/kgBB 1 jam pre op.
o Reverse : 0,02 mg/kg iv, sebelum neostigmin
o Intoksikasi pestisida : 1-2mg
barbiturat
biasanya
digunakan
untuk
menimbulkan
sedasi.
Keuntungan
menggunakan barbiturat ialah tidak memperpanjang masa pemulihan dan kurang menimbulkan reaksi
yang tidak diinginkan. Golongan barbiturat jarang menimbulkan mual dan muntah, dan hanya sedikit
menghambat pernapasan dan sirkulasi dibandingkan morfin (opiat). 4)
Selama beberapa waktu barbiturat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan
sedatif. Namun sekarang selain untuk penggunaan spesifik sudah jarang digunakan dan pemakaiannya
diganti dengan benzodiazepin yang lebih aman. 4)
2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN
Hampir semua efek benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek
utama sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi, relaksasi otot, dan antikonvulsi.
Hanya dua efek saja yang bekerja di jaringan perifer yaitu, vasodilatasi koroner setelah pemberian iv
dan blokade neuromuskuar setelah pemberian dosis tinggi.
Farmakodinamik :4)
1.
Saraf pusat
Benzodiazepin tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturat
atan anestetik umum. Namun peningkatan dosis benzodiazepin menyebabkan depresi SSP dari sedasi,
hipnosis, stupor. Relaksasi otot, pengurangan terhadap rangsang emosi / ansietas, relaksasi otot dan
anti konvulsi. Selain menyebabkan tidur, benzodiazepin juga menimbulkan amnesia retrograd dan
dapat mengurangi rasa cemas. Efek amnesia tersebut memerlukan dosis besar yang beresiko
memperpanjang masa pemulihan.
2.
Pernapasan
11
Pada dosis biasa obat ini tidak akan memperberat depresi napas yang ditimbulan opioid.
Namun, hati-hati pada penderita PPOK dapat menyebabkan hipoksia alveolar atau narkosis CO2.
Efek hipnotik juga dapat menurunkan tonus otot pada saluran napas dan menimbulkan episode apneu.
3.
Sistem kardiovaskular
Efek ringan, dengan dosis preanestesia dapat menurunkan tekanan darah dan kenaikan denyut
jantung.
4.
Saluran cerna
Diduga dapat memperbaiki berbagai gangguan saluran cerna. Benzodiazepin sedikit
mengurangi tonus sfingter esofagus sehingga ada kemungkinan asam lambung kembali ke esofagus.
Umumnya benzodiazepin diberikan per oral karena absorpsinya baik.4)
Midazolam (Dormicum)
Dengan dosis untuk induksi anestesia, obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan
menimbulkan amnesia retrograde, tetapi tidak berefek analgesik. Efek pada SSP ini dapat diatasi
dengan antagonisnya, flumazenil.
Farmakodinamik : 4)
o Efek sedasi dan induksi tidur
o Anti konvulsan
o Amnesia anterograde (lebih berat dari diazepam)
o Atropin like effect (menyebabkan heart rate meningkat)
o Pelemas otot ringan (anti kejang)
o Vasodilatasi perifer (collapse)
o Onset dan durasi kerja cepat
o Pemberian secara iv menimbulkan iritasi minimal
o Cepat melewati barrier placenta
Indikasi :4)
o Preanestesi
o Intraoperatif anestesi
Kontra indikasi : 4)
o Porfiria
12
13
Farmakodinamik :4)
o Menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik, stimulasi vagus
atau gastrin.
o Mempengaruhi kadar pepsin dan volume cairan lambung
Farmakokinetik :4)
o Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan sehingga simetidin diberikan bersama atau
segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek pasca makan
o Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah
pemberian oral.
o Metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal sisanya melalui tinja.
Indikasi :
o Gejala tukak duodenum
o Hipersekresi asam lambung pada sindroma zollinger ellison
o Gejala tukak stress
o Gangguan GERD ( gastroesofageal refluks disorder )
Efek samping :4)
o Nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus,
kehilangan libido dan impoten.
o Simetidin mengakibatkan disfungsi seksual dan ginekomastia.
Dosis :
o Simetidin : 800 mg
o Ranitidin : 300 mg
15
D.OBAT NEUROLEPTIK
Kelompok obat ini digunakan untuk mengurangi mual muntah akibat anestetik pada masa
induksi maupun pemulihan, misalnya droperidol yang biasanya digunakan bersama dengan fentanil.
Kualitas sedasinya pun lebih baik daripada kualitas sedasi yang ditibulkan oleh morfin saja. Golongan
fenotiazin seperti klorpromazin dan prometazin juga dapat mengurangi muntah, tetapi penggunaannya
dibatasi oleh adanya efek hipotensi intraoperatif dan takikardia,4)
Droperidol (Dehydrobenzpiridol)
Farmakodinamik : 4)
o Neuroleptic dan Sedatif
o Anti emetik
o Hipotensif
o Aman pada ventilatory hypoxic drive
o Pada dosis besar dapat terjadi dysphoria dan gejala extrapyramidal (blok dopaminergik).
Mengatasi gejala extrapyramidal bisa dengan atropin, dilantin, artrane.
Farmakokinetik : Metabolisme 80% di hepar
Dosis :
o Dewasa : 2,5-5 mg iv
o Induksi : 2,5 mg/ kg bb iv
o Maintenance : 1,25-2,5 mg iv
Metoklopramid
Farmakodinamik :4)
o Mempercepat pengosongan asam lambung
o Mencegah mual muntah intoleransi terhadap obat tertentu.
Onset kerja 3-4 menit per oral atau 1-2 menit iv.
Indikasi
Efek samping
: Mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi atau pasca kemoterapi
o Efek samping : sakit kepala, konstipasi, sensasi kemerahan dan panas pda kepala dan epigastrium.
o Dosis
: premedikasi 0,05mg/ kg bb iv
o Kontraindikasi : Keadaan hipersensitivitas, pada kehamilan dan ibu menyusui sebaiknya tidak
digunakan, pada penyakit hati mudah mengalami intoksikasi.
RINGKASAN
17
Walaupun obat-obat premedikasi terdiri dari berbagai macam golongan dan jenis obat serta
tidak termasuk dalam
klinik
sangat
DAFTAR PUSTAKA
1. Premedikasi. Artikel didapatkan dari : URL: http://www.wissegeek.com/what-ispremedication.htm.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Premedikasi. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi 2.
Jakarta; Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007; 3: 31,86.
3. Rachmat L, Sunatrio S. Obat premedikasi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta ; 2004; 15: 67-72.
4. Zunilda SB, Setiawati A, Suyatna FD. Pengantar Farmakologi. Edisi 5. Jakarta; Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
5. Morgan, GE, Mikhail MS, Murray MJ. Lange Clinical Anesthesiology Fourth Edition; McGrawHill Companies; 2006.
18
19