BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
dapat
mencegah
kerusakan
otak
dan
menyimpannya
dengan
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan
Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat umum
untuk lebih mengetahui dan memahami tentang herniasi serebri.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.
2.1
Definisi
Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana adanya
Etiologi
Herniasi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang menyebabkan efek
massa dan peningkatan tekanan intracranial seperti cedera otak traumatis, stroke,
maupun tumor otak. Karena herniasi memberikan tekanan yang ekstrim pada
bagian-bagian otak, dengan demikian pasokan darah ke berbagai bagian otak akan
terhambat dan sering kali fatal. Oleh karena itu, langkah-langkah ekstrim yang
diambil dalam pengaturan rumah sakit untuk mencegah kondisi ini adalah dengan
mengurangi tekanan intrakranial. 2,3,4
Hal ini paling sering diakibatkan oleh adanya pembengkakan otak.
Herniasi otak juga merupakan efek samping yang paling umum dari tumor di
otak, termasuk: tumor otak primer dan tumor otak metastasis.
Herniasi otak juga dapat disebabkan oleh:
Abses
Pendarahan
Hidrocephalus
Stroke yang menyebabkan pembengkakan otak
2.3
Klasifikasi
Otak dapat ditekan ke struktur seperti falx serebri, tentorium serebelli, dan
bahkan melalui lubang yang disebut foramen magnum di dasar tengkorak melalui
sumsum tulang belakang berhubungan dengan otak.
Ada dua kelompok utama herniasi: supratentorial dan infratentorial.
Herniasi Supratentorial adalah struktur biasanya terdapat di atas pakik tentorial
sedangkan infratentorial adalah struktur di bawahnya.
Supratentorial herniasi :
1. Uncal
2. Central (transtentorial)
3. Cingulate (subfalcine)
4. Transcalvarial
Infratentorial herniasi :
1. Upward (upward cerebellar or upward transtentorial)
2. Tonsillar (downward cerebellar)
2.3.1
Herniasi Uncal
Pada herniasi uncal terjadi pergeseran aspek median lobus temporal otak
melalui tentorium sehingga dengan demikian dapat menekan batang otak bagian
atas. Uncus juga dapat menekan saraf kranial ketiga, yang dapat mengganggu
input parasimpatis mata pada sisi dari saraf yang terkena sehingga menyebabkan
pupil mata mengalami dilatasi dan gagal untuk konstriksi pada tes respon cahaya.
Dilatasi pupil sering menunjukkan adanya kompresi pada saraf kranial III yang
disebabkan oleh karena hilangnya persarafan untuk semua pergerakan otot mata
kecuali untuk rektus lateral (diinnervasi oleh VI saraf kranial) dan oblik superior
(diinnervasi oleh saraf kranial IV). 3,4,5
dan bagian lobus temporal dari kedua hemisfer otak ditekan melalui celah di
cerebelli tentorium. Herniasi Transtentorial dapat terjadi saat otak bergeser baik ke
atas atau bawah melewati tentorium, yang masing-masing disebut herniasi
transtentorial ascending dan descending. Herniasi descending dapat melebarkan
cabang arteri basilar (arteri pontine) yang nantinya menyebabkan arteri tersebut
robek dan berdarah. Hal tersebut dikenal sebagai pendarahan Duret. Hal tersebut
mempunyai efek yang fatal. Secara radiografis, downward herniasi ditandai
dengan tidak terlihatnya suprasellar cistern dari herniasi lobus temporal ke hiatus
tentorial. Hal ini terkait dengan adanya kompresi pada peduncles otak. 1,2,3,4
2.3.3
frontalis terjepit pada bagian bawah dari falx serebri, yang merupakan dura mater
pada bagian atas kepala dan berada diantara dua hemisfer otak. herniasi cingulate
dapat disebabkan ketika salah satu hemisfer membengkak dan mendorong
cingulate gyrus pada falx serebri. Hal ini tidak banyak memberi tekanan pada
batang otak seperrti herniasi jenis lain, tetapi dapat mengganggu pembuluh darah
di lobus frontal yang dekat dengan tempat cedera (arteri serebral anterior) dan hal
ini dapat menuju ke arah herniasi sentral. Keterlibatan aliran darah dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra cranial yang nantinya dapat
menyebabkan bentuk-bentuk herniasi yang lebih berbahaya. Gejala untuk herniasi
cingulate tidak dapat dijelaskan secara jelas. Biasanya selain pada herniasi uncal,
herniasi cingulate dapat menyebabkan abnormal posturing dan koma . 1,2,3,4
2.3.4
Herniasi Transcalvarial
Pada herniasi transcalvarial, otak tergeser melalui fraktur atau adanya
pembedahan di dalam tengkorak atau juga biasa disebut herniasi eksternal. Jenis
herniasi ini mungkin terjadi selama kraniotomi. 1,2,3,4
2.3.5
bergerak naik melalui pembukaan tentorial atau disebut herniasi cerebellar. Otak
tengah didorong melalui celah tentorial. Hal ini juga mendorong otak tengah ke
bagian bawah. 1,2,3,4
2.3.6
Herniasi Tonsillar
Pada herniasi tonsillar yang juga disebut herniasi downward cerebellar
atau "coning", cerebellar tonsil bergerak ke bawah melalui foramen magnum yang
mungkin dapat menyebabkan kompresi batang otak yang lebih bawah dan
kompresi korda spinalis servikal bagian atas pada saat mereka melewati foramen
magnum. Peningkatan tekanan pada batang otak bisa mengakibatkan disfungsi
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Pemeriksaan neurologis menunjukkan adanya perubahan dalam kesadaran
pasien tersebut. Hal ini tergantung pada beratnya herniasi tersebut sehingga akan
ada masalah pada satu atau lebih reflex yang berhubungan dengan fungsi saraf
cranial. Pasien dengan herniasi otak memiliki ritme jantung yang tidak teratur dan
kesulitan bernafas secara konsisten.
Untuk herniasi transtentorial, computed tomography (CT) scanning atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) berguna untuk evaluasi. MRI dapat
memberikan pandangan aksial, serta sagital dan koronal.
Untuk subfalcine / cingulate herniasi, CT scan atau MRI lebih berguna untuk
evaluasi, dengan MRI mampu memberikan aksial, sagital, dan pandangan koronal.
Untuk foramen magnum / herniasi tonsillar, MRI memberikan visualisasi
terbaik di pandangan sagital dan koronal. Namun, karena pasien dengan jenis
herniasi ini sering terjadi akut, CT scan aksial lebih memungkinkan untuk
visualisasi dari kondisi ini.
Untuk sphenoid / herniasi Alar, MRI memberikan visualisasi terbaik pada
gambar parasagittal. Namun CT scan aksial atau MRI bisa menunjukkan
perpindahan anterior dari arteri serebral ipsilateral menengah, yang merupakan
perpindahan anterior dari arteri serebral ipsilateral menengah, yang merupakan
tanda herniasi sphenoid tidak langsung.
Untuk herniasi ekstrakranial, CT scan atau MRI berguna untuk evaluasi. 1,2
10
2.6
Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan bervariasi untuk herniasi otak. Sebagai aturan umum,
2.7
Prognosis
Herniasi otak dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Bahkan,
ketika herniasi terlihat pada CT scan, prognosis untuk pemulihan fungsi saraf
adalah buruk. Pasien mungkin menjadi lumpuh pada sisi yang sama dengan lesi
yang menyebabkan tekanan atau kerusakan pada bagian otak disebabkan oleh
herniasi dapat menyebabkan kelumpuhan pada sisi yang berlawanan lesi.
Kerusakan pada otak tengah, yang berfungsi mengaktifkan jaringan reticular yang
mengatur kesadaran akan menyebabkan koma. Kerusakan pada pusat-pernafasan
kardio di medula oblongata akan menyebabkan pernapasan dan serangan jantung.
1,2
11
BAB III
KESIMPULAN
Herniasi Otak adalah pergeseran dari jaringan otak normal sehingga
melewati falk serebri atau melewati tentrorial
adanya peningkatan tekanan intracranial (TIK) pada salah satu kompartemen otak
sehingga menyebabkan pergeseran dari jaringan otak menuju ke area yang lebih
rendah tekanan intrakranialnya. Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tidak ada terapi spesifik untuk
herniasi serebri, penatalaksanaan bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum
pasien dan komplikasi yang timbul bergantung dari seberapa luas herniasi itu
terjadi.
12
DAFTAR PUSTAKA
R.,
2004.
Intracranial
Pressure.In:
Color
Atlas
of
Neuroanatomy. Taub, E., ed. 1st ed. New York: Stuggart Thime. 160-161.
3. Kumar, V., Cotran, R., Robbins, S.L, 2003. Herniasi serebral. Dalam:
Buku ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. 906-907.
4. Price, S.A.,Wilson, L., 2005. Peningkatan Tekanan Intrakranial. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klini proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
1170-1171.
5. Mardjono, M., Sidharta, P., 2009. Koma supratentorial diensefalik. Dalam:
Neurologi Klinis Dasar. Edisi 1. Jakarta:Dian Rakyat. 193-195.
6. Mardjono, M., Sidharta, P., 2009. Koma infratatentorial diensefalik.
Dalam: Neurologi Klinis Dasar. Edisi 1. Jakarta:Dian Rakyat. 196-197.