Anda di halaman 1dari 7

Preeklamsia Ringan

2.2.1.1 Definisi
Preeklamsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi
endotel. ( Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo. Halaman : 543 )
2.2.1.2 Diagnosa
Diagnose preeklamsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai
protenuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
Hipertensi: sistolik/diastolik 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik 30 mmHg
dan kenaikan diastolok 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklamsia.
-

Protenuria: 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.

Edema: edema local tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia, kecuali edema
pada lengan, muka da perut, edema generalisata. ( Prawirohardjo, Sarwono. 2008.
Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Halaman : 543 )

2.2.1.3 Manajemen umum preeklamsia ringan


Pada setiap kehamilan disertai penyulit penyakit, maka selalu dipertanyakan,
bagaimana:
Sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-obatan, atau terapi
medika mentosa.
-

Sikap terhadap kehamilannya, berarti mau diapakan kehamilan ini

Apakah kehamilan akan diteruskan sampai aterm?

Disebut perawatan kehamilan konservatif atau ekspektatif

Apakah kehamilan akan diakhiri (diterminasi)?

Disebut perawatan kehamilan aktif atau agresif


2.2.1.4 Tujuan utama preeklamsia ringan
Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital,
dan melahirkan bayi sehat.
2.2.1.5 Rawat jalan (ambulatoir)

Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan
ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu
tirah baring.
Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan
aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula
meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal
akan meningkatkan filtrasi glomerili dan meningkatkan dieresis. Dieresis dengan
sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, merurunkan rektivitas kardiovaskular,
sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan
pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi
janin dalam rahim.
Pada preeklamsia tidak perlu melakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal
masih normal. Pada preeklamsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi
ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam.
Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garang lewat ginjal, tetapi pertumbuhan
janin justru membutuhkan lebih banyak mengkonsumsi garam. Bila komsumsi
garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang
banyak, berupa susu atau air buah.
Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan
roboransia prenatal.
Tidak diberikan obat-obatan diuretik, antihipertensi, dan sedative. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi
ginjal.
2.2.1.6 Rawat inap (dirawat di rumah sakit)
Pada keadaan tertentu ibi hamil dengan preeklamsia ringan perlu dirawat di rumah
sakit. Kriteria preeklamsia ringan dirawat di rumah sakit, ialah (a) bila tidak akan
perbaikan : tekanan darah, kadar protenuria selama 2 minggu; (b) adanya satu atau
lebih gejal dan tanda-tanda preeklamsia berat. Selam adi rumah sakit dilakukan
anamnesa, pemariksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksssaan kesejahteraan janin,
berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin
dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu
dan konsultasi dengan bagian mata, jantung, dan lain-lain.
2.2.1.7 Perawatan obstretrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu sampai
37 minggu.

Pada kehamilan pretem (< 37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif,
selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (> 37 minggu), pesalinan ditunggu sampai
terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan
pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila
perlu memperpendek kala II.

2.3

Hipertensi Kronik

2.3.1

Definisi

Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah hipertensi yang didapatkan sebelum


timbulnya kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan,
maka hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik 140
mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg sebelum umur kehamilan 20
minggu. ( Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo. Halaman : 556 )

2.3.2

Etiologi Hipertensi Kronik

Hipertensi konik dapat disebabkan primer: idiopatik: 90 % dan sekunder: 10 %,


berhubungan dengan penyakit ginjal, vaskular kolagen, endokrin, dan pembuluh
darah.

Tabel. Klasifikasi tekanan darah orang dewasa (JNC7 2003)


Kategori

Tekanan darah

Sistolik (mmHg)
Normal

Diastolik (mmHg)

< 120 < 80

Prehipertensi 120 139

80 89

Stage 1 hipertensi

140 159

Stage 2 hipertensi

160 100

2.3.3

90 99

Diagnosis hipertensi kronik pada kehamilan

Diagnosis hipetensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang tela timbul sebelum
kehamilan, atau timbul hiprtensi < 20 minggu umur kehamilan. ( Prawirohardjo,
Sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Halaman : 557 )
Ciri-ciri hipertensi konik:

Umur ibu relatif tua diatas 35 tahun

Tekanan darah sangat tinggi

Umumnya multipara

Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, dan diabetes mellitus

Obesitas

Penggunaan obat-obat anti hipertensi sebelum kehamilan

Hipertensi yang menetap pascapersalinan

2.3.4

Dampak hipertensi kronik pada kehamilan

2.3.4.1 Dampak pada ibu


Bila perempuan hamil mendapat monoterap untuk hipertensinya, dan hiprtensi
dapat terkendali, maka hipertensi kronik tidak brpengaruh buruk pada kehamilan,
meski tetap mempunyai resiko tejadinya solusio plasenta, ataupun superimposed
preeklampsia.
2.3.4.2 Dampak pada janin
Dampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin terhambat atau fetal
growth restriction, intra uterine growth restriction: IUGR. Insidens fetal growth
restriction berbanding langsung dengan derajat hipertensi yang disebabkan
menurunnya pefusi uteroplasenta, sehingga menimbulakna insufiensi plasenta.
Dampak lain pada janin ialah peningkatan persalinan preterm.
2.3.4.3 Pemeriksaan laboratorium
Pemeiksaan khusus berupa ECG (eko kardiografi), pemeriksaan mata, dan
pemeriksaan USG ginjal. Pemeriksaan laboratorium lain ialah fungsi ginjal, fungsi
hepar, Hb, hematokrit, dan trombosit.

2.3.4.4 Pemeriksaan janin


Perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi janin. Bila dicurigai IUGR, dilakukan NST
dan profil biofisik.
2.3.5

Pengelolaan pada kehamilan

Tujuan pengelolaan hipertensi kroni dalam kehamilan adalah meminimalkan atau


mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat hipertensinya sendiri
ataupun akibat obat-obat antihipertensi.
Secara umum ini berarti mencegah terjadinya hiprtensi yang ringan menjadi lebih
berat(pregnancy aggravated hypertension), yang dapat dicapai dengan cara
farmakologik atau perubahan pola hidup: diet, merokok, alkoho, dan substance
abuse.
Terapi hipertensi kronik berat hanya mempertimbangkan keselamatan ibu, tanpa
memandang status kehamilan. Hal ini untuk menghindari terjadinya CVA, infark
miokard, serta disfungsi jantung dan gnjal.
Antihipertensi diberikan:

Sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap hipetensi, yatu pada
stage 1 hipertensi tekanan darah sistolik 140 mmHg, tekanan diastolik 90
mmHg

Bla terjadi disfungsi end organ.

2.3.6

Obat antihipertensi

Jenis antihiprtensi yang digunakan pada hipertensi kronik, ialah

Metildopa:

Suatu 2 reseptor agonis


Dosis awal 500 g 3 x per hari, maksimal 3 gram per hari

Calcium channel blockers

Nifedipin: dosis bervariasi antara 30 90 mg per hari.

Diuretik thiazide

Tidak diberikan karena akan mengganggu volume plasma sehingga mengganggu


aliran darah utero-plasenta.
2.3.7

Evaluasi janin

Untuk mengetahui apakah terjadi insufisiensi plasenta akut atau kronik, perlu
dilakukan Nonstress Test dan pemeriksaan ultrasonografi bila curiga terjadinya fetal
growth restriction atau terjadi superimginjal posed preeklampsia.
2.3.8

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Diagnosi superimposed preeklampsia sulit, apalagi hipertensi kronik disertai


kelainan dengan proteinuria.
Tanda-tanda superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik, adalah a) adanya
proteinuria, gejala-gejala neurologic, nyeri kepala hebat, gangguan virus, edema
patologik yang menyeluruh (anasarka), oliguria, edema paru. b) kelainan
laboratorium: berupa kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, kenaikan
transaminase serum hepar.
2.3.9

Persalinan pada kehamilan dengan hipertensi kronik

Sikap terhadap persalinan ditentukan oleh derajat tekanan darah dan perjalanan
klinik. Bila didapatkan tekanan darah yang terkendali, perjalanan kehamilan normal,
pertumbuhan janin normal, dan volume amnion normal, maka dapat diteruskan
sampai aterm (Parkland Memorial Hospital Dallas).
Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah buruk, maka segera
diterminasi diarahkan pervaginam, termasuk hipertensi dengan superimposed
preeklampsia, dan hipertensi kronik yang tambah berat.
2.3.10 Perawatan pascapersalinan
Perawatan pascapersalinan sama seperti peeklampsia. Edema serebri, edema paru,
gangguan ginjal, dapat terjadi 24 -36 jam pascapersalinan. Setelah persalinan: 6jam
pertama resistensi (tahanan) perifer meningkat. Akibatnya, terjdi peningkatan kerja
ventrikel kiri (left ventrikel work load). Bersamaan dengan itu akumulasi cairan
interstitial masuk kedalam intravascular. Perlu terai lebih cepat dengan atau tanpa
diuretik. Banyak perempuan dengan hipertensi kronik dan superimposed
preeklampsia, mengalami penciutan volume darah (hipovolemia). Bila terjadi
perdarahan pasapersalinan, sangat berbahaya jika diberikan cairan kristaloid
atupun koloid, karena lumen pembuluh darah telah mengalami vasokonstriksi.
Terapi terbaik bila terjadi perdarahan ialah pemberian transfusi darah.

2.4

Hipertensi yang diinduksi Kehamilan

Hipertensi yang diinduksi kehamilan juga disebut hipertensi gestasional


nonproteinurik.
Diagnosis
:
Peningkatan tekanan darah secara menetap hingga 140/ 90
mmHg pada trimester ketiga tanpa adanya bukti preeklamsia pada seorang ibu

yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Ini merupakan diagnosis per
eksklusionam.
Etioligi
:
Kondisi ini mungkin merupaka gambaran respon fisiologis
yang berlebihan dari system kardiovaskular ibu terhadap kehamilan.( Norwitz, Errol
& Schorge, Jhon. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Penerbit
Erlangga. Hal : 89 )

Anda mungkin juga menyukai