Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Empiema merupakan komplikasi yang paling sering dari pneumonia pneumokokus,
yang terjadi sekitar 2 % dari semua kasus. Meskipun telah ada antibiotik yang potensial,
pneumonia bakterial masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas di Amerika. Setiap tahun
angka kejadian pneumonia bakterial diperkirakan sekitar 4 juta dengan rata-rata 20 %
membutuhkan perawatan di rumah sakit. Karena sebanyak 40 % penderita yang dirawat di
rumah sakit dengan pneumonia bekterial memiliki efusi pleura. Efusi terjadi akibat
pneumonia merupakan persentase yang besar dari efusi pleura. Angka morbiditas dan
mortalitas pada penderita pneumonia yang disertai efusi pleura lebih tinggi daripada
penderita yang hanya menderita pneumonia saja.
Terdapat 91 kematian di rumah sakit di Indonesia, penyebab utamanya adalah infeksi
bakteri parah (49,5%), diare (13,2%), dan kurang gizi (7,7%). Pneumonia atau empiema
sebanyak 29 kematian di rumah sakit pada kelompok kotri dan 39 persen pada kelompok
plasebo. Apabila penerimaan di rumah sakit dipertimbangkan berdasarkan penyebabnya,
pneumonia/empiema adalah yang paling utama, baik secara tunggal atau bersamaan dengan
TB, malaria, dan kurang gizi. Bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonela adalah bakteri
yang paling sering ditemukan dari biakan darah.
Meskipun tidak diketahui kapan sebenarnya emfiema dimulai, namun tampaknya
terjadi dalam beberapa tahun antara perubahan patofisiologi awal dan onset timbulnya gejala.
Karena secara klinik tidak mungkin untuk menentukan apakah pasien menderita bronkitis
kronis atau emfiema, dan pasien biasanya memiliki beberapa keadaan yang ada pada
keduanya, kriterianya akan ditampilkan pada pembahasan mengenai asuhan keperawatan
empiema.
1.2.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebgai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar penyakit empiema.
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan yang harus dilakukan pada
penderita empiema.

3. Memberikan gambaran asuhan keperawatan secara teoritis kepada klien yang menderita
empiema.
4. Memenuhi tugas Mata Kuliah KMB I.
1.3. Ruang Lingkup Penulisan
Pada makalah ini, penyusun membatasi ruang lingkup penulisan yaitu Konsep Dasar
dan Asuhan Keperawatan pada Penderita Empiema.
1.4. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode deskriftif yaitu
dengan menggambarkan konsep dasar dari penyakit empiema dan asuhan keperawatannya
dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet, dan diskusi dari
kelompok.

BAB 2
LANDASAN TEORITIS

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


1. Pengertian
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ
atau sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran
a.

1)

pernapasan bagian atas, bawah, dan paru.


Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan
udara yang terhirup. Saluran pernapasan terdiri dari:
Hidung. Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat
kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan
rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses
oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada

dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.


2) Faring. Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tenggorok sampai
esophagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut
(orofaring), dan di belakang laring (laringofaring).
3) Laring (Tenggorokan). Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas
bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina
yang bersambung di garis tengah.
4) Epiglotis. Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup laring
pada saat proses menelan.
b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan menghasilkan
surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1) Trakea. Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang 9 cm yang
dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas
16-20 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas
2)

epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.


Bronkus. Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri
atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian
kiri yang memiliki 3 lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang

dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas ke bawah.


3) Bronkiolus. Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.

4) Alveolus. Alveolus itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epithelium pipih, dan disinilah darah
hampir langsung bersentuhan dengan udara. Suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari
alveolus dan pertukaran gas pun terjadi.
c.

Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam rongga
thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus
yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura
yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri.
Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk
kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis,
berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.

2. Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi,
difusi gas, dan transportasi gas/perfusi.
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu
pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif
yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas
sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke
kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran
otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakangerakan ini adalah proses pasif.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan
CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi
c.

O2.
Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan
CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah
jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.
4

2.2 Konsep Dasar Empiema


1. Definisi
Ada beberapa pengertian mengenai empiema, yaitu:
a.

Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) didalam ronggga pleura dapat setempat
atau mengisi seluruh rongga pleura Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus

c.

pada cavitas pleura .


Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural
Secara garis besar, empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh
infeksi langsung pada rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi purulen atau
keruh. Pada empiema terdapat cairan pleura yang mana pada kultur dijumpai bakteri atau sel
darah putih > 15.000 / mm3 dan protein > 3 gr/ dL.

2. Etiologi
Sebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (Streptococus pneumoniae) dan
Streptococus b hemolyticus (Sterptococus pyogenes) adalah penyebab empiema yang terbesar
di bandingkan sekarang. Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Proteus species dan Klebsiella pneumoniae merupakan grup yang terbesar dan
hampir 30 % dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya kejadian empiema sebagai
komplikasi pneumonia pneumokokus.
Staphylococcus aureus merupakan organisme penyebab infeksi yang paling sering
menyebabkan empiema pada anak-anak, terutama pada bayi sekitar 92 % empiema pada
anak-anak di bawah 2 tahun. Bakteri gram negatif yang lain Haemophilus influenzae adalah
penyebab empiema pada anak-anak.
Empiema juga dapat disebabkan organisme yang lain seperti empiema tuberkulosis
yang sekarang jarang dijumpai pada negara berkembang. Empiema jarang disebabkan oleh
jamur, terutama

pada

penderita

yang

mengalami

penurunan

daya

tahan

tubuh

(Immunocompromised). Aspergillus species dapat menginfeksi rongga pleura dan dapat


menyebabkan empiema dan ini terkadang terjadi pada penderita yang mengalami penurunan
daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan pleura yang serius
walaupun jarang.
Untuk terjadinya infeksi paru-paru, kuman pathogen harus dapat melewati saluran
pernapasan bawah. Kebanyakan orang dewasa telah memiliki antibodi untuk beberapa jenis
virus yang umum, dan kebanyakan infeksi virus bersifat ringan.

3. Patofisiologi
Infeksi paru dapat menyebabkan terjadinya empiema. Infeksi adalah komplikasi yang
paling sering terjadi. Sumber infeksi yang paling jarang termasuk sepsis abdomen, yang mana
pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura
melalui aliran getah bening. Abses hati yang disebabkan Entamoeba histolytica mungkin juga
terlibat dan infeksi pada faring, tulang thoraks atau dinding thoraks dapat menyebar ke
pleura, baik secara langsung maupun melalui jaringan mediastinum.
Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat
menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat disebabkan
oleh penekanan pada paru akibat penimbunan udara, cairan, darah atau nanah dalam rongga
pleura. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabelitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening. Eksudat dan
transudat dibedakan dari kadar protein yang dikandungnya dan berat jenis. Transudat
mempunyai berat jenis <1,015 dan kadar proteinnya kurang dari 3%; eksudat mempunyai
berat jenis dan kadar protein lebih tinggi, karena banyak mengandung sel. Penimbunan cairan
dalam rongga pleura disebut efusi pleura.
Infeksi oleh organisme-organisme patogen menyebabkan jaringan ikat pada membran
pleura menjadi edema dan menghasilkan suatu eksudasi cairan yang mengandung protein
yang mengisi rongga pleura yang dinamakan pus atau nanah. Jika efusi mengandung nanah,
keadaan ini disebut empiema.
4. Manifestasi Klinis
Sesak napas adalah gejala yang paling utama. Pada empiema gejala lain yang timbul
adalah panas, menggigil, dan penurunan berat badan. Gejala empiema yang timbul tergantung
dari terbentuknya atau tidaknya fistula ke bronkus, yakni berupa fistula bronkopleura. Bila
tidak terjadi fistula, maka gejalanya akan tetap berat, sementara itu apabila telah terjadi
fistula maka gejalanya akan lebih ringan.
Adapun gejala klinis yang dapat timbul adalah sebagai berikut, antara lain:
a. Sering dijumpai demam
b. Malaise dan kehilangan berat badan pada empiema kronis
c. Penderita sering mengeluh adanya nyeri pleura (Pleuritic pain)
d. Dispnea dapat disebabkan akibat kompresi atau penekanan pada paru-paru oleh cairan
empiema

e.

Batuk sering dijumpai dan adanya fistula bronkopleural yang disertai dengan sputum yang

purulen yang dapat dibatukkan.


5. Komplikasi
Secara umum, empiema bisa merupakan komplikasi dari: Pneumonia, infeksi pada
cedera di dada, pembedahan dada, pecahnya kerongkongan, dan abses di perut.
Adapun komplikasi secara khusus yang dapat timbul dari empiema adalah sebagai
berikut:
a.

Bula yang terbesar terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah sehingga dapat

b.

memperburuk fungsi dari pernapasan.


Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula kadang-kadang dapat berubah

c.

menjadi ventil pneumotoraks.


Kagagalan pernapasan dank or pulmonale merupakan komplikasi terakhir dari empiema.
Kematian justru terjadi setelah terjadinya kegagalan pernapasan. Pada tipe pink puffer,
walaupun pasien tampak sangat sesak akan terapi O2 dan CO2 darah masih dalam batas

normal.
d. Terjadinya penurunan berat badan yang hebat, terutama pada usia muda.
e. Infeksi pleura mengarah ke sepsis, perlu diadakan evaluasi pepsis secara menyeluruh,
f.

misalnya foto dada.


Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke
rongga pleura melalui aliran getah bening

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan
suara pernapasan dan suara pernapasan terdengar ronchi. Untuk membantu memperkuat
diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:
a.

Rontgen dada/foto thoraks


Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Dengan foto thoraks
posisi lateral dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling
sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura

sebanya 300 ml.


b. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
c.

adanya pneumonia, abses paru atau tumor.


USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya

sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.


d. Torakosentesis
7

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan
cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
e.

dibawah pengaruh pembiusan lokal).


Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi,
dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20%
penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura

tetap tidak dapat ditentukan.


f. Analisa cairan pleura
g. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
7. Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan adalah mengalirkan cavitas pleura hingga mencapai ekspansi
paru yang optimal. Dicapai dengan drainase yang adekuat, antibiotika (dosis besar ) dan atau
streptokinase.
Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit dengan :
a. Aspirasi jarum ( Thorasentesis ),jika cairan tidak terlalu kental.
b. Drainase tertutup dengan WSD (Underwater seal), indikasi bila nanah sangat kental,
pnemothoraks.
c. Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang mengental dan debris serta
mesekresi jaringan pulmonal yang mendasari penyakit.
d. Dekortikasi, jika imflamasi telah bertahan lama.
e. Pengobatan. Obat golongan antibiotik yang dipakai adalah Klindamisin dengan dosis 3x600
mg IV, lalu 4x300 mg oral/hari. Obat injeksi diganti oral jika kondisi klien tidak panas lagi
dan merasa baikan. Atau penggunaan kombinasi obat yang sama efektifnya dengan
Klindamisin adalah Penicilin 12-18 juta unit/hari + metronidazol 2 gram/hari selama 10 hari.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Keluhan
Adapun data-data keluhan yang dapat dijadikan dasar dalam pengkajian adalah sebagai
a.
1)
2)
3)
4)
5)
b.
1)

berikut:
Data Subjektif
Lamanya gejala (sesak, napas cepat, mendengkur)
Tindakan yang dilakukan di rumah untuk memperbaiki pernapasan
Penggunaan oksigen di rumah sepanjang siang atau selama tidur
Pengobatan yang dipakai dalam menghilangkan gejala
Riwayat merokok
Data Objektif dan Data Fokus
Inspeksi: Respirasi cepat, batuk, dada tampak lebih cembung, tampak meringis dan sesak,

barrel chest.
2) Palpasi: pengurangan pengembangan dada, penurunan taktil fremitus
3) Perkusi: diafragma bergerak hanya sedikit, suara ketok sisi sakit redup (dullness)
4) Auskultasi: suara pernapasan menunjukkan intensitas yang rendah, biasanya ekspirasi
memanjang, vocal fremitus menurun, suara pernapasan tambahan kadang-kadang terdengar
sonor dan atau ronchi, rale halus pada akhir inspirasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang berhubungan dengan empiema adalah sebagai berikut:
a. Pola aktivitas/istirahat
b. Sirkulasi
c. Pola hygiene
d. Pola nutrisi
e. Rasa nyaman
.f. Keadaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
1) Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada
posisi posteroanterior atau lateral.
2) Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi
1) Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang
terlokalisir.
2) Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu
c.

dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.


Pemeriksaan CT scan

3.3.Evaluasi
Berikut evaluasi yang dapat dilihat pada pasien yang sudah menjalankan asuhan
keperawatan sesuai diagnose, yaitu sebagai berikut:
9

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekret terhadap infeksi
pada rongga pleura.
Evaluasi yang dapat diterima adalah:
a. Data subjek:
Klien mengatakan: sudah tidak sesak.
Klien mengatakan: batuknya sudah mulai berkurang.
b. Data objek:
Bronci (-), mengi (-), RR: 20-22 x/menit, pernapasan normal, bernaoas tidak mengunakan
otot bantu napas.
2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

a.
b.
3.

4.
a.
b.

nutrisi yang tidak adekuat.


Evaluasi yang diperoleh:
Data subjek: Klien mengatakan: sudah ada nafsu makan, tidak mual, tidak muntah.
Data objek: Peningkatan berat badan.
PK: Sepsis
Evaluasi yang diperoleh:
Data subjek: Klien mengatakan: Tidak sesak, nyeri hilang.
Data objek: Klien tampak tenang, pernapasan tampak normal.
Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan infeksi pada paru.
Evaluasi yang diperoleh:
Data subjek: Klien mengatakan: Tidak nyeri saat bernapas, tidak sesak.
Data objek: TTV normal, tampak tenang.
BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi langsung pada
rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi purulen atau keruh. Pleura dan
rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat menghambat
pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat disebabkan oleh
penekanan pada paru akibat penimbunan udara, cairan, darah atau nanah dalam rongga
pleura. Infeksi oleh organisme-organisme patogen menyebabkan jaringan ikat pada membran
pleura menjadi edema dan menghasilkan suatu eksudasi cairan yang mengandung protein
yang mengisi rongga pleura yang dinamakan pus atau nanah. Jika efusi mengandung nanah,
keadaan ini disebut empiema.
Sesak napas adalah gejala yang paling utama. Pada empiema gejala lain yang timbul
adalah panas, menggigil, dan penurunan berat badan. Obat golongan antibiotik yang
digunakan dalam penyembuhan empiema adalah Klindamisin dengan dosis 3x600 mg IV, lalu
4x300 mg oral/hari. Obat injeksi diganti oral jika kondisi klien tidak panas lagi dan merasa
10

baikan. Atau penggunaan kombinasi obat yang sama efektifnya dengan Klindamisin adalah
Penicilin 12-18 juta unit/hari + metronidazol 2 gram/hari selama 10 hari.
Pemberian asuhan keperawatan empiema difokuskan pada upaya pencegahan terhadap
terjadinya komplikasi yang berlanjut selama proses pemulihan fisik klien. Penentuan
diagnosa harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan secara maksimal
dan mendapatkan hasil yang diharapkan. Pemberian asuhan keperawatan kepada klien
penderita empiema secara umum bertujuan untuk memperlancar pernapasannya. Oleh karena
itu, dibutuhkan kreativitas dan keahlian dalam pemberian asuhan keperawatan dan
kolaborasikan dengan tim medis lainnya yang bersangkutan.
4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami selaku penulis berpesan kepada semua
khusunya bagi tenaga kesehatan agar di dalam setiap tindakan keperawatan dan
mendahulukan kebutuhan oksigen bagi penderita yang mengalami gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigen termasuk empiema. Apabila salah dalam pengambilan keputusan maka
akan berakibat fatal bagi pasien. Maka dari itu keprofesionalan seorang perawat adalah
mereka yang dapat memahami kebutuhan manusia secara menyeluruh, demi pemberian
asuhan keperawatan yang terbaik bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul H, A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta: Penerbit PT
Salemba Medika.
C. Long, Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Suatu Proses Pendekatan Proses
Keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
E. Doenges, Marilyin. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius.
Juall Carpenito, Lynda. 1998. Diagnosa Keperawatan . Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Pearce, Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol. 2. Jakarta:
EGC
Tabrani Rab, H. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates.
11

Tamrani, Anas. 2008. Klien Gangguan Pernapasan: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
(www.medicastore.com)
(kendhin x-template.blogspot.com)
(Scribd Newsletter)

12

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah
ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Allah SWT mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui proses kpemecahan dan
pengayakan yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di
susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan
dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang Askep Pada Emphiema dan sengaja dipilih karena
menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak
yang peduli terhadap dunia pendidikan. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada
guru pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah
ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya.

Lhokseumawe,

Penulis

i
13

September 2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

ii

Bab 1 PENDAHULUAN..........................................................................................

1.1. Latar Belakang........................................................................................


1.2. Tujuan Penulisan.....................................................................................
1.3. Ruang Lingkup........................................................................................
1.4. Metode Penulisan....................................................................................

1
1
2
2

Bab 2 TINJAUAN TEORITIS................................................................................

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan..............................................

2.2. Konsep Dasar Empiema..........................................................................

Bab 3 ASUHAN KEPERAWATAN.........................................................................

10

4.1. Pengkajian..............................................................................................
4.2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan...................................................
4.3. Evaluasi..................................................................................................

10
10
10

Bab 4 PENUTUP......................................................................................................

12

4.1. Keseimpulan...........................................................................................
4.2. Saran.......................................................................................................

12
12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

13

ii

14

Anda mungkin juga menyukai