Anda di halaman 1dari 17

TATA KRAMA TERHADAP ORANG TUA/ YANG DTUAKAN

1. Bertutur bahasa dengan bahasa yang halus dan baik

,
(Sumber gambar : eprttx.blogspot.com 320 240
diakses pada 27 Mei 2014 pukul 15:40 WIB

( Sumber gambar : dzone17.blogspot.com 548 411,


diakses pada 26 Mei 2014 pukul 16:40 WIB

Dalam tatakrama Jawa, khusunya bertutur bahasa dengan orang tua yang lebih
dituakan berbeda dengan sebayanya. Tata krama, etika, atau sopan santun yang dimiliki oleh
Suku Jawa tidak terlepas dari sifat-sifat halus dan kasar. Etika antara manusia dengan
sesamanya dibedakan antara yang muda dengan yang tua seperti, anak dengan orang tua,
kakak dengan adik, murid dengan guru, atasan dengan bawahan, dengan yang sebaya dan
sebagainya. Adanya penegelompokan tatanan dalam berinteraksi tersebut mengharuskan
manusia Jawa untuk berprilaku atau berbicara dengan melihat posisi, peranan, serta
kedudukan dirinya dan posisi lawan.
Tata krama Suku Jawa tidak hanya tampak pada tatanan bahasa yang digunakan,
tetapi juga pada gerakan tubuh, dari isyarat gerakan tubuh maupun tatanan bahasa yang
digunakan dapat diketahui dengan siapa seseorang berhadapan. Tata krama yang sangat
menonjol pada keluarga Jawa adalah dalam percakapan sehari-hari dan bahasa yang
digunakan.
Tata krama ini tidak hanya tampak pada tiga jenis bahasa yang digunakan yakni
Ngoko, krama alus dan krama inggil. Tata krama ini juga diwujudkan dalam gerakan dan
bahasa tubuh merupakan isyarat yang dipahami secara universal. Dengan melihat dari
kejauhan saja kita bisa tahu posisi seseorang terhadap orang lainnya dari gesture atau gerak
badannya cara berbicaranya. Tata krama yang menonjol dalam keluarga Jawa adalah adanya
perbedaan dalam percakapan sehari-hari dengan keragaman bahasa yang digunakan.

Ngoko yaitu bahasa yang di gunakan sehari hari dengan lawan bicara orang yang
sepadan atau yang lebih muda.
Krama (kromo) yaitu bahasa yang di gunakan ketika lawan bicaranya orang yang
lebih tua atau orang yang lebih di hormati. Dan yang ketiga adalah krama alus, yaitu bahasa
yang di gunakan oleh kalangan tengah atau terutama dalam kraton atau kasultanan dan atau di
gunakan kepada orang yang sangat di hargai atau petinggi. Sebagai masyarakat jawa tentu
harus mengetahui apa - apa saja jenis ketiga bahasa itu, karena dalam adat jawa tidak boleh
seseorang itu meninggikan ngajeni diri sendiri. Krama inggil adalah bahasa yang
digunakan untuk menghormati seseorang yang diajak bicara, termasuk juga di dalamnya dari
tingkah laku, cara duduk, raut muka, pandangan, dan lain sebagainya. Umumnya tata krama
Jawa diajarkan sejak kecil sehingga dapat menjadi sebuah kebiasaan yang tidak akan
dilupakan sampai seseorang tua. Tentu saja dalam penggunaannya, tata krama Jawa sangat
fleksibel mengikuti keadaan yang ada pada saat seseorang berada di suatu tempat dan
kondisi.
Namun sayangnya tata krama Jawa ini mulai luntur dan tidak lagi diajarkan dengan
baik kepada generasi muda. Generasi muda yang mengaku orang Jawa sudah jarang yang
mengerti mengenai hakekat dan makna tata krama Jawa. Orang Jawa yang lahir di luar
komunitas Jawa, misalnya di Jakarta atau di luar pulau bahkan hampir tidak bisa berbahasa
Jawa. Padahal esensi tata krama Jawa itu ada pada bahasanya. Olah gerak tubuh yang baik,
sikap yang sopan tidak akan lengkap dan bermakna tanpa bahasa yang halus dan sopan. Oleh
karena itu perlu adanya gerakan untuk kembali memahami hakekat tata krama dan budaya
Jawa sebagai sebuah jati diri.
Akhir - akhir ini juga terlihat bahwa kebanyakan orang tua di kalangan masyarakat
Jawa tidak lagi mengajarkan bagaimana menggunakan bahasa Jawa yang baik tapi justru
menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan bahasa ibu mereka tak di ajarkan. Solusi agar
bertutur sopan sesuai dengan adat masyarakat Jawa yang perlu dipertahankan adalah dengan
yang pertama, dari pihak keluarga, karena keluarga merupakan tempat yang pertama dan
utama dalampembentukan jati diri maupun kepribadian seseorang. Di dalam keluargalah
seorang anak dikenalkan berbagai aturan, norma, dan nilai-nilai yang baik. Seorang anak dari
keluarga yang beretika baik akan memiliki budaya kesopanan dengan baik pula, dan begitu
pula sebaliknya.

2. Berpamitan ketika berpergian.

(Sumber gambar : www.solopos.com 640x 444,


diakses pada 29 Mei 2014 pukul 19:30 WIB)

Berpamitan menjadi tata krama yang sangat dijunjung tinggi dalam adat masyarakat
Jawa. Orang yang tidak berpamitan saat meninggalkan suatu tempat, bisa-bisa dibilang tak
punya sopan. Dalam keluarga muslim, jamak disampaikan ucapan assalamualaikum
sebelum pergi atau saat datang/bertamu ke suatu rumah.
Sudah seharusnya berpamitan saat hendak pergi dari suatu tempat di mana kita masih
meninggalkan orang lain di sana. Entah itu keluarga di rumah, atasan atau rekan di kantor,
bahkan teman-teman di tempat nongkrong. Berpamitan menjadi sangat penting saat kita
bertamu.
Datangnya kebudayaan dari barat sangat mempengaruhi nilai-nilai tradisional bangsa
Indonesia, sehingga semakin lama nilai tradisional Negara kita sendiri semakin pudar. Para
remaja Indonesia kian mengikuti dan mencontoh kebudayaan luar negeri dan melupakan
nilai-nilai tradisional Negara sendiri, seperti contohnya kesopanan dalam berpamitan ini, baik
kepada orang tua sendiri, orang yang dituakan maupun sebaya.
Solusinya agar tetap tubuh tata krama ini adalah dengan kesadaran diri serta
bimbingan intensif orang tua, pandai dalam memilih teman di lingkungan juga menjadi
pendorong besar agar seorang anak agar tata krama dan nilai sopan santunnya tetap terjaga.
Karena tidak heran zaman saat ini, anak muda bangsa ini lebih terpengaruh pada pergaulan
bebas yang tak bermoral dan beretika, menduakan norma-norma kesopanan serta kurang ilmu
agamanya.

Inilah yang harus kita benahi, belajar menjadi seorang yang dewasa dalam menyikapi
sesuatu, tau posisi dan kedudukan dengan siapa kita berbicara dan berinteraksi. Karena
sebaik-baik manusia adalah yang sempurna akhlaknya. Subhanallah.
3. Bila melintas di depannya, mengucapkan permisi sambil agak membukukkan badan

(Sumber gambar : cahayasukacitaz.blogspot.com


diakses pada 26 Mei 2014 pukul 20:20 WIB)

Dalam tata krama Jawa, ada etika dan sopan santun yang harus dipenuhi. Ini tidak
terlepas dari sifat halus dan kasar. Tata krama Jawa mengatur semua hubungan mencakup
antara manusia dengan Tuhan, manuia dengan lingkungan dan manusia dengan manusia yang
lainnya. Etika yang ada antara manusia dan manusia dibedakan dalam tata krama Jawa.
Antara orang muda kepada orang tua memiliki etika tersendiri, berbeda dengan etika yang
ada antar orang yang sebaya atau antara orang yang lebih tua ke orang yang lebih muda.
Dengan pengelompokan ini membuat manusia Jawa diharuskan berbicara dan berperilaku
dengan melihat posisi, peran serta kedudukan dirinya di hadapan orang lain.
Salah satu contoh sederhana dalam mengormati orang yang lebih tua ataupun sesama
manusia dalah dengan membungkukkan badan ketika melewati orang yang sedang
berbincang atau mengobrol. Ini mencirikan bagaimana cara kita menghormati seseorang baik
yang kita kenal maupun tidak kita kenal.
Namun pada saat ini, sudah jarang sekali ditemukan anak muda yang
membungkukkan badannya ketika melewati orang tua yang sedang berbicara, mereka lebih
acuh, lewat hanya lewat tanpa mengucapkan permisi maupun salam tanda hormat pada yang
lebh tua, lebih-lebih salim tehadap orang yang dituakan tersebut.

Apa penyebab dan dampaknya, penyebab mungkin bervariasi, mungkin saja


pendidikan budi pekertinya di sekolah dulu tidak maksimal, hanya hapal secara teori namun
prakteknya dilingkungan tidak dilakukan. Mungkin juga kurangnya pengawasan serta
kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya, karena tidak lain, tidak bukan, orang tua
adalah contoh bagi anaknya. Bila orang tua mengajarkan yang kurang baik, kemungkinan
anak meniru itu besar. Dampaknya, seperti yang dijelaskan diatas. Lunturnya tata krama dan
norma sopan santun pemuda-pemudi saat ini. Nantinya anak akan menjadi oarang yang tak
tau sopan santun, dikucilkan, banyak yang memusuhi dan yang pailing parah bila banyak
terjadi pada pemuda masa kini, hilangnya citra bangsa ini sebagai bangsa yang menjunjung
norama sopan-santun, dan hanya dijadikan semboyan tanpa aksi yang nyata.
Solusi yang diberikan yakni, yang pertama diberitahukan oarang tua agar selalu yang
pertama ditanamkan dalam mendidik anak adalah ilmu agama dan budi pekerti, karena
seoarang yang benar akhlaknya akan benar pula hidupnya. Saat ini orang tua lebih
mendahulukan anaknya untuk di les privat mata pelajaran umum, sedang agamanya jarang
sekali. Kurangnya sosok Uswatun Hasanah pada diri orang tua juga menjadi berpengaruh
pada perkembangan sopan-santun anak, karena sekarang ini, orang tua lebih suka
menyibukkan dirinya dengan pekerjaan ketimbang dengan anaknya, sedang anak di rumah
malah di urus oleh asisten rumah tangga.
Agar tata krama di kalangan generasi muda tetap terjaga dengan baik maka orang tua,
guru atau yang dituakan harus selalu menanamkan nilai-nilai tata krama tersebut di samping
memberi contoh langsung.

4. Menghormati guru dengan mendengarkan dengan baik saat sedang memberi


penjelasan di kelas.

(Sumber gambar : 3sobatman.blogspot.com


diakses pada 27 Mei 2014 pukul 19:40 WIB)

(Sumber gambar : www.ipabionline.com 400 236


diakses pada 27 Mei 2014 pukul 19:30 WIB)

Dalam tata krama masyarakat Jawa dikenal ungkapan Guru, ratu, wong atau karo.
Inimengandung arti bahwa guru, menurut urutan kata-katanya, adalah orang yang pertamatama harus dihormat, kemudian berturut-turut raja dan orang tua. Agaknya ini tidaklah
berlebihan, karena gurulah yang memberikan pengetahuan, kepandaian, ketrampilan sebagai
bekal hidup. Setiap guru selalu dengan ikhlas berusaha agar anak didiknya menjadi orang
yang berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Guru merupakan sosok sangat berpengaruh dalam hidup kita, karena sampai
kapanpun umur dan tingginya pendidikan kita, beliaulah yang mempunyai jasa besar dalam
kehidupan kita. Sosoknya sangat hormati, sampai-sampai guru dijuluki sebagai pahlawan
tanpa tanda jasa. Jika ada salah satu murid yang sudah lulus dari sekolah dan ia sudah
menjadi orang yang sukses, ia tidak boleh melupakan jasa para gurunya. Jadi, patutlah kita
berterima kasih kepada guru dan tak lupa kita juga harus pandai-pandai bersyukur pada Allah
SWT .Karna Allah-lah yang memberi kita otak untuk menerima berbagai bentuk pendidikan
baik dalam bidang akademik maupun non akademik yang disampaikan oleh guru.
Kita sebagai seorang pelajar wajib untuk beradab pada guru, karena beliau yang
memberi kita ilmu yang bermanfaat. Jadi , kita harus selalu berlaku penuh sopan santun pada
guru, baik ketika kita sedang berkata dan bertanya pada guru, tidak memotong
pembicaraannya ketika beliau sedang menerangkan tentang pelajaran, dan selalu
6

menghormati beliau dimana dan kapanpun. Meskipun, terkadang guru membuat kita jengkel,
kita harus selalu berfikir jika yang guru lakukan adalah untuk kebaikan kita.
Seorang siswa wajib berbuat baik kepada guru dalam arti menghormati, memuliakan
dengan ucapan dan perbuatan sebagai balas jasa atas kebaikan yang diberikannya. Guru
adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik siswa-siswinya untuk menjadi lebih baik
sebagaimana yang diridhoi Allah SWT. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua
orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama perintah tersebut tidak
bertentangan dengan syariat agama.
Sayangnya, saat ini banyak sekali luntur tata krama siswa pada sang guru. Banyak
permasalahan yang terjadi antara guru dan murid, banyak murid yang mulai acuh dan
mangabaikan guru sebagai orang tuanya disekolah. Sudah tak ada lagi tata kramanya, bila
melihat gurupun sudah jarang membungkukkan badan sebagai rasa hormat serta menyalami
gurunya, menganggap bahwa penjelasan guru di kelas sangat membosankan hingga banyak
siswa yang mulai meremahkan dan banyak yang mengantuk dikelas. Tak hanya mengantuk,
kadang para siswa sering membuat kegaduhan, tidak memeperhatikan ketika guru sedang
menjelaskan, rame sendiri dengan teman-teman, hingga yang terparah saat ujian hanya bisa
mencontek atau menunggu bocoran kunci jawaban.
Bila sudah seperti, wibawa seorang guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa mulai
luntur. Bukan salah sang guru bila muridnya banyak yang bandel, namun pasti orang tua
murid komplain pada pihak sekolah tentang sistem pengajaran yang buruk, bila diketahui
anaknya mendapat nilai jelek disekolah. Bila tata krama suah hilang, norma dan etika sudah
tak dijunjung tinggi, harus salahkan siapa.
Solusinya, agar tiapa anak dapat membangun kembali tata krama yang baik dan
santun, pihak keluarga merupakan pengaruh terbesar dalam pembentukan karakter, jati diri
maupun kepribadian seseorang. Di dalam keluargalah seorang anak dikenalkan berbagai
aturan, norma, dan nilai-nilai yang baik.
Peran sekolah juga sangat penting, Sekolah adalah salah satu tempat sosialisasi yang
penting bagi generasi muda. Sekolah sebagai lembaga formal mempunyai peraturanperaturan sendiri yang mengharuskan murid untuk mematuhinya, seperti seragam, jam-jam
pelajaran, etika terhadap guru dan sebagainya. Di sini yang sangat berperan adalah pemberian
pelajaran budi pekerti. Di dalam masayarakat berbagai unsur misal kebiasaan, adat istiadat
7

dan norma-norma yang berlaku turut menentukan perilaku seseorang. Disini guru berperan
besar dalam mendidik murid-muridnya, agar menjadi murid yang menjunjung nilai sopan
santun yang baik.
Dan yang terakhir adalah lingkungan pada masyarakatnya, dengan siapa ia bergaul
dan bagaimana pengaruhnya dirinya. Di dalam masyarakat kadang seorang anak mendapat
pengaruh yang sangat besar sebab di dalam masyarakat bertemu berbagai lapisan masyarakat
yang sangat beragam dengan latar belakang sosial budaya yang beragam pula. Seseorang
yang melanggar etika akan mendapatkan sangsi dari yang ringan sampai yang berat
tergantung apa yang dilanggarnya.
Dapat disimpulkan bahwasannya beradab atau tata krama pada guru sangatlah
penting , karena berkat adanya guru kita mendapat ilmu yang bermanfaat. Dengan tata krama
itu pula ilmu yang kita dapat dari beliau akan bermanfaat lebih besar. Oleh sebab itu jangan
sekali-kali kita menyakiti hati seorang guru, karena itu adalah dosa besar.
TATA KRAMA DALAM BERTAMU
5. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

(Sumber gambar : azisbaypesat.blogspot.com400 293


diakses pada 28 Mei 2014 pukul 20:00 WIB)

Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan dan tali
silaturahmi yang dianjurkan. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata
krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata
krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni renggangnya
hubungan persaudaraan. Dengan mempererat tali silaturrahim pada sesama, berarti kita telah
8

membina hidup rukun, menumbuhkan rasa kasih sayang, tolong menolong dan saling
membantu antara sesama manusia. Selain itu, bertamu tidak saja menghubungkan tali
persaudaraan tetapi juga akan banyak menambah wawasan ataupun pengalaman.
Salah satu adab yang paling sederhana namun bila disepelakan akan membawa
bencana dalam ikatan persaudaraan sesama umat manusia adalah hal kecil ini, mengetuk dan
mengucap salam yang sekarang ini mulai memudar dalam masyarakat khususnya Jawa yang
terkenal sebagai suku yang selalu menjunjung tinggi adab dan tata krama.
Saat ini, orang mulai menyepelekan tata krama yang satu ini, kadang hanya mengetuk
saja tanpa mengucap salam, langsung masuk tanpa dipersilahkan masuk dahulu oleh tuan
rumah, bahkan yang sering dilakukan bila di panggil-panggil tidak ada jawaban malah
mengintip-ngintip rumah tuan rumah melalui jendela. Ini sangguh bukanlah tata krama
bartamu yang baik, bila kita sudah mengetuk pintu serta salam minimalnya 3 kali, namun
tidak ada jawaban dari dalam rumah, karena mungkin si tuan rumah memang sedang tidak
ada di rumah, hendaknya kita langsung berajak pergi atau bila ada tetangganya, menitip pesan
bila anda sedang ada keperluan dan agar segera menghubungi bila sudah dirumah.
Inilah cara terbaik agar bertamu tapi tetap bertata krama bila tidak ada orang dirumah.
Banyak hal lain yang dapat diperlakukan dalam bertamu, namun yang saya bahas hanya yang
paling sering terjadi disekitar kita.

TATA KRAMA KETIKA MAKAN DAN MINUM


6. Biasakan minum dengan duduk dan menggunakan gelas, tidak minum langsung dari
bibir teko (nyucup) dan tidak menuang langsung ke dalam mulut (ngelonngo).

(Sumber gambar : ujhermanto.blogspot.com diakses


pada 26 Mei 2014 pukul 14:30 WIB)

Tata krama Jawa sesuai dengan perkembangan jaman mengalami perubahan atau
bergeser salah satunya adalah tata cara makan dan minum. Walaupun saya sendiri kurang
paham, mengenai tata krama minum ala orang Jawa, yang saya tahu hanya, biasanya orang
Jawa minum dengan menggunakan kendil dan duduk bersila.
Dalam Islam sendiri, minum telah menjadi hal patut diperhatikan. Rosulullah SAW
sendiri mencontohkan agar umatya tidak minum sambil berdiri lebih bagusnya lagi minum
dengan menyebut nama Allah. Minum selalu kita lalukan setiap saat, ilmuan juga mengatakan
bahwasanya manusia tanpa makan dapat bertahan 2 minggu, namun manusia tanpa minum
hanya dapat bertahan kurang lebih 24 jam.
Yang mulai hilang dalam tata krama minum ini adalah banyak orang yang minum
dengan berdiri, kadang makan dan minum sambil jalan. Masyarakat Jawa sudah mulai
terkontaminasi gaya hidup orang Barat yang hidup sibuk dan dinamis. Namun bila boleh
jujur, Masyarakat Barat memang keras kehidupannya, mereka dituntut hidup tepat waktu
hingga tidak ada waktu untuk makan-minum, lalu lebih memilih makan dan minumnya
10

dijalan. Sedang kita, kesibukan apa yang kita lakukan hingga mengharuskan untuk makan
dan minum sambil berdiri dan jalan. Solusinya dari masalh ini adalah membangun tata
krama yang mulai hilang ini, biasakan dari kecil kita terbiasa dengan makan dan minum
dengan duduk dan membaca doa dahulu sebelum makan.
Tanamkan juga dalam benak kita, bahwasanya yang minum dan makan sambil berdiri
hanya hewan, manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah, tidak patut untuk meniru
cara makan dan minum makhluk yang lebih rendah darinya. Manusia di beri akal oleh Allah
untuk berfikir, sedang Allah memberikan akal bagi hewan tapi mereka tidang menggunakan,
yang mereka gunakan hanya insting.
Kita patutnya bersyukur, kita dijadikan makhluk yang mulia dihadapan Allah, semua
sama saja di hadapan Allah, yang membedakan hanya amal dan ibadahnya. Hadaknya saat ini
kita mulai berbenah diri untuk selalu jadi manusia yang bisa menjadi contoh bagi yang lain,
tak perlu hal yang besar, mulailah dengan hal yang kecil. Keran hal yang besar sekaligus akan
terasa berat.
Saat ini marikan kita budayakan agar minum/makan dengan duduk yang manis dan
membaca doa, Insya Allah makanan/minuman yang kita masukkan dalam raga kita
membawa berkah.

11

7. Saat makan hendaknya memulai dengan doa, makan tidak sambil berdiri dan sambil
berbicara serta menghabiskan makanan.

(Sumber gambar: http://2yu-li.blogspot.com/2014/01/etika-dan-tatakrama-jawa.html diakses pada 25 Mei 2014 pukul 17:00 WIB)

(sumber gambar: cepakantik.blogspot.com diakses


pada 25 Mei 2014 Pukul 16:40)

Makan adalah hal penting. Dalam hubungan dengan makan bersama orang lain, baik
kita sedang bertamu disuguhi makanan, sebagai tuan rumah menyuguhkan makanan maupun
makan bersama teman-teman di restoran, rumusnya hanya satu, jangan sampai kita membuat
orang lain merasa tidak nyaman. Perilaku-perilaku yang bisa membuat orang lain kehilangan
nafsu makan atau perilaku tidak sopan ditulis oleh Ki Padmasusastra Ngabehi wirapustaka di
Surakarta, 1914 dalam Serat Subasita sebagai berikut: dalam mengunyah makanan
hendaknya dikunyah pelan pelan dan jangan menimbulkan bunyi (Jawa: kecap). Orang yang
kalau makan kecap disamping saru juga membuat enek orang lain. Apalagi kalau yang
dimasukkan mulut terlalu banyak kemudian nasi yang kita kunyah kelihatan dari luar. Oleh
sebab itu kalau mengunyah makanan jangan sambil bicara dan bibir harus tertutup.
Dalam menyunyah makan juga sama, contohnya saat makan daging, jangan menggigit
daging kemudian ditarik dengan tangan. Atau memotong (Jawa: nyuwil) dengan kedua
tangan. Potongan daging jangan besar-besar. Yang pas dengan mulut kita sehingga tidak sulit
mengunyahnya. Perhatian bagi yang suka mengeremus tulang muda, kalau makan bersama
orang lain sebaiknya tunda dulu hasrat mengeremus tulang muda. Hal ini amat tidak sopan.
Kebiasaan masyarakat Jawa dalah menusuk gigi setelah makan, bertujuan agar sisasisa makanan yang ada di mulut dapat dibersihkan keluar, dengan cara menggunakan biting
lidi ataupun yang lainnya dimasukkan dalam rongga-rongga gigi. Hati-hati menggunakan
tusuk gigi. Mencukil makanan yang terselip jangan demonstratif, tutuplah dengan tangan.
12

Makanan yang tercungkil (Jawa: slilit) sebaiknya ditelan saja (toh sama dengan yang barusan
kita makan). Sekali-kali jangan kita tiup keluar dan jatuh entah kemana. Bisa saya tahu-tahu
nempel di jidat orang di seberang kita. Meletakkan cukilan makanan di piring pun bisa
membuat mual sebelah kita kalau ia sensitif.
Dalam mengambil dan menyelesaikan makanan pun orang Jawa mempunyai aturan
yakni, jangan meraih lauk yang jauh dari kita walaupun enak. Ambil yang dekat-dekat saja,
kecuali ditawarkan dan tempat lauk didekatkan ke kita. Mengambil nasi dan lauk jangan
terlalu banyak. Disamping tidak sopan kalau kemudian tidak habis akan semakin memalukan.
Upayakan kita bisa menyelesaikan makan bersama-sama dengan yang lain, walaupun
tatakrama tuan rumah, ia menyelesaikan makan setelah yang lain selesai.
Budaya Jawa akomodatif terhadap kepercayaan orang lain. Mengenai sisa makanan
pun setidaknya ada dua aliran yang dianut orang Jawa. Pertama kalau kita makan harus
bersih. Artinya jangan ada sisa nasi sebutirpun. Nanti Dewi Sri menangis. Dikarenakan
masyarakat Jawa percaya bahwasanya Dewi Sri: Ikut mendidik anak. Yang kedua, disisakan
sekitar satu suap. Simbol untuk tidak menghabiskan kamukten atau simbol supaya anak
cucu masih bisa menikmati rejeki. Bisa juga sengaja disisakan karena sisa makanan
(utamanya orang besar) dipakai untuk ngalap berkah oleh orang kecil. Tentang piring bersih
atau disisakan tidak ada yang memasalahkan. Yang penting kalau disisakan ya ditata yang
rapi di pinggir, jangan berserakan.

TATA KRAMA SAAT BERJALAN/ DIPERJALANAN

13

8. Membuang / menyingkirkan dari jalan segala sesuatu yang membahayakan.

Menyingkirkan duri atau segala yang membahayakan dari jalan, adalah salah satu dari
sekian banyak cabang dari cabang-cabang iman kepada Allah. Karenanya, dari hal kecil ini
seorang dapat dikataka memiliki karakter yang bagus. Yang itu ditandai dengan kepemilikan
atas budi pekerti yang mulia dan tatakrama yang terpilih. Dan, menyingkirkan duri jalan
merupakan salah satu tanda dari sekian banyak tanda, bahwa seseorang itu telah mempunyai
iman, akhlak, dan tatakrama.
Jalan adalah wilayah publik. Kita dahulu diajarkan, untuk jangan sampai mengganggu
jalan tempat berlalunya lalu-lintas. Itulah sebabnya, Islam mengajarkan, pengguna jalan harus
diberikan hak-haknya sebagai pengguna jalan. Sebenarnya yang harus disingkirkan dari jalan
tidak hanya tangkai duri, paku atau hanya benda-benda yang membahayakan yang berada di
jalan. Tapi, prinsip umumnya segenap apa pun yang mengganggu pengguna jalan harus
disingkirkan semata karena Allah.
Mengenai hal ini, pemerintah harus mampu memberikan jaminan keamanan bagi
pengguna jalan. Termasuk di antaranya, jalan harus benar-benar bersih dari sampah dan
segenap kegiatan yang dapat mengganggu aktifitas pengguna jalan. Di samping jalan harus
bersih dari penjahat dan penjambret. Perlu diketahui jalan merupakan salah satu sarana untuk
umum, yang fungsinya dapat dinikmati oleh orang banyak, dijalan juga semua bisa terjadi,
bagi kaum musafir berjalan merupakan jalan untuk mendekatkan diri pada Allah dengan
mengembara dijalanNya.
Namun sayangnya saat ini, kesadaran masyarakat mulai berkurang. Bukan malah
menyingkirkan sesuatu dijalan, malah menaruh dan membuang sesuatu dijalan. Gaya hidup
individualis serta norma dan etika yang kurang menjadikan masyrakat kita kurang sadar
terhadap kebersihan di jalan. Akibatnya bukan main-main, saat kita tidak peduli pada
14

lingkungan dijalan, bisa saja terjadi kecelakaan yang tidak di inginkan, banyak merenggut
korban jiwa serta parahnya banjir yang hampir tiap tahun melanda.
Marilah hendaknya kita menjadi teladan terhadap manusia lain. Solusinya agar salah
tata krama ini selalu di junjung adalah dengan yang pertama, biasakan membuang segala hal
yang dapat membahayakan pengguna jalan, semata-mata hanya untuk kenyamanan saat kita
di jalan dan agar tidak membahayakna orang lain, kedua biasakan membuang sampah di
tempat sampah, dan memungut sampah untuk di buang pada tempatnya. Di samping berusaha
sekuat tenaga untuk meminimalkan lahirnya sampah-sampah baru, dan yang terakhir dengan
mengajak segenap umat manusia untuk sadar terhadap bersih lingkungan.
Hidup Bersih, Hidup Benar, dan Hidup Tidak Menyakiti Orang Lain. Inilah sebuah
citradiri dan jatidiri baru yang harus segara diamalkan oleh kita warga di negeri ini. Apabila
para pejabat dan segenap komponen bangsa ini commitment and consistent tata krama
menyingkirkan segala yang membayakan, bangsa Indonesia akan benar-benar menjadi
bangsa yang bersih dan bangsa yang disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini. Inilah
sebuah jawaban nyata, mengapa bangsa kita tidak lagi dihormati oleh bangsa-bangsa lain.
Disebabkan, para tokoh terutama para pejabatnya, tidak menjadikan bangsa Indonesia bangsa
yang terhormat dan disegani.
Sekaranglah saatnya, sebagai putera-puteri ibu pertiwi, berusaha sekuat tenaga untuk
mengembalikan nama baik dan nama harum bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang sehat,
bangsa yang sejahtera, bangsa yang masyarakatnya bahagia, bangsa yang bersih, bangsa yang
teguh tata kramanya dengan kebenaran, dan bangsa yang mampu memimpin bangsa-bangsa
lain.

15

TATA KRAMA TERHADAP ORANG LAIN


9. Tidak menguap dengan membiarkan mulut ternganga di hadapan orang lain

Saat ini menguap, merupakan hal yang biasa, manusiawi memang, namun orang yang
mempunyai tata krama yang baik pasti paham menempatkan dirinya saat ingin menguap.
Meguap merupakan hal yang kurang mengenakkan apalagi saat kita berada dalam suatu
forum, bila kita menguap, terlihat sekali bahwa kita sedang bosan ataupun tidak fokus dengan
apa yang dibicarakan dalam forum. Dan ini yang biasanya membuat orang lain tidak nyaman
dan kurang menghargai diri kita, karena menguap merupakan tanda orang malas.
Mengantuk dan menguap adalah penyakit harian yang pasti kita alami dimana saja
dan kapan saja. Dalam bahasa Jawa menguap disebut Angob. Menguap terkait erat dengan
kantuk. Tidak ada kuap tanpa kantuk demikian pula tidak ada kantuk tanpa kuap. Menguap
juga merupakan perilaku tidak sadar orang yang bosan.
Oleh sebab itu kalau kita sedang menerima tamu baik di rumah maupun di kantor
jangan sekali-sekali menguap. Hal ini sama saja mengusir secara halus. Tentu saja yang bisa
merasakan hanya tamu yang tanggap ing sasmita dari bahasa tubuh tuan rumah. Bila kita
sebagai tuan rumah merasa akan angob carilah trik supaya tidak ketahuan tamu kita.
Apakah berdiri, pura-pura mengambil sesuatu di tempat lain atau cara lain yang pas. Tamu
juga jangan sampai menguap di depan tuan rumah. Orang Jawa mengatakan degsura atau
kurang ajar.
Oleh sebab itu, perlu kita perhatikan posisi sekitar maupun kondisi orang disekitar
kita karena menguap merupakan hal yang kurang sopan bila tidak menutup mulut saat

16

menguap. Solusinya, hindari mungkin menguap, bila menguap tak tertahankan, tutuplah
mulut dengan tangan agar tidak mengganggu orang lain.
10. Tidak batuk dan bersin tanpa menutup mulut di hadapan orang lain.

Bersin (Jawa: wahing) bisa terjadi karena banyak hal. Rangsangan debu halus, alergi
atau sakit flu. Bersin juga terkait dengan penularan penyakit dan tatakrama. Bila kita bersih
sebaiknya menoleh ke samping kiri atau kanan yang tidak ada orang dan mulut kita lindungi
dengan telapak tangan. Bila keluar ingus bersihkan dengan saputangan atau tissue. Bersin
kalau terjadi memang sulit dicegah dan ditahan, tetapi sedapat mungkin upayakan supaya
suaranya tidak terlalu membuat orang lain tidak nyaman.
Bila bersin hendaknya kita menutup dengan sapu tangan dan tissu agar tidak
menularkan virus kaepada orang lain, karena bisa saja saat kita menderita batuk ataupun pilek
kuman-kuman menular lewat bersin yang kita keluarkan. Dan ini tidak baik karena
menularkan penyakit kepada sesama manuasia.

17

Anda mungkin juga menyukai