Anda di halaman 1dari 10

TERAPI ERCP UNTUK PANKREATITIS

ec. BATU EMPEDU


Evan L. Fogel, M.D. dan Stuart Sheran, M.D.
Departement kedokteran, universitas Indiana, Indianapolis

seorang lelaki berusia 74 tahun masuk rumah sakit setelah mengalami onset
akut dari nyeri pada epigastrium, yang telah berlangsung selama 6 jam. Pasien
diketahui memiliki takikardi dengan HR 114x/menit; TD 140/90 mmHg, RR
24x/menit, suhu 37,6 derajat celcius dcan saturasi oksigen 92% ketika bernafas
spontan. Kadar serum amylase 1270 U per liter (kadar normal 19-8"6), dan kadar
serum lipase 6430 U per liter ( kadar normal 7-59); kadar ini cocok dengan
diagnosis pankretitis akut. Pemeriksaan laboratorium lain pada saat pasien masuk
adalah hematokrit 47%, leukosit 18.000, kadar kalsium 7.8 mg/dl, kadar alanine
aminotransferase 295 IU, kadar aspartat aminotransferase 295 IU/liter, alkalin
fosfatase 217 UI per liter, kadar bilirubin 0.9 mg/dl,kgd 240 mg/dl, kadar BUN 47
mg/dl, dan creatinin 1.3 mg/dl. USG abdomen menunjukkan adanya batu empedu;
ukuran diameter batu empedu pada umunya adalah 6mm dan diperkiran adanya
causa intraduktal, dan dinilai sebagai kasus yang berat. Ketika dikonsultasikan
kepada gastroenterologis, disarankan untuk melanjutkan terapi suportif yang sedang
diberikan tetapi akan mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan endoscopic
retrograde cholangio pancreatograpy (ERCP), namun tergantung dari keadaan
umum pasien.
MASALAH KLINIS
Pankreatitis akut merupakan penyakit yang terdapat diseluruh dunia, dan lebih
dari 240.000 kasus dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat. Penyakit batu empedu,
penyebab paling umum dari pakreatitis akut, merupakan 50% kasus yang dilaporkan
di negara-negara barat.
Prognosis dari pankreatitis akut tergantung dari tingkat beratnya penyakit.
Kebanyakan pasien dengan pankreatitis batu empedu tampak hanya menderita
penyakit ringan dengan penyebab yang ringan, dan pasien-pasien ini sembuh dengan
cepat dengan terapi konservatif. Bagaimanapun juga, pankreatitis berat yang
berhubungan dengan komplikasi klinis yang signifikan dijumpai pada kelompok
pasien yang lebih kecil. Untuk menentukan beratnya pankreatitis dan untuk membatu
triase (apakah pasien ini harus dimasukkan kedalam ruangan biasa atau ICU),
beberapa sistem untuk menentukan derajat keparahan penyakit telah dikembangkan,
diantaranya, kriteria Ranson dan kriteria acute physiology and cronic health
evaluation II merupakan kriteria yang sering digunakan. Karena rendahnya tingkat
keparahan dari penyakit ini, bagaimanapun juga, prediktor klinis ini memiliki nilai
prediktif yang rendah (43-49%) untuk menilai adanya kegagalan organ atau
Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 1

komplikasi serius. Kelompok kami tidak menggunakan sistem grading resmi dalam
mengibati pasien dengan pankreatitis akut.

Tingkat mortalitas sekitar 5% pada pasien dengan pankreatitis akut dan sekitar
20-30% pada kasus yang berat, Walaupun angka ini dapat terus menurun. Pasien
dengan dsifungsi organ multisistem progsesif memiliki risiko tertinggi untuk
kematian, dan pada salah satu penelitian, mortalitas pada kelompok pasien ini dapat
mencapai lebih dari 50%. Kematian Kematian yang terjadi dalam 2 minggu pertama
karena inflamatory response syndrome dan kegagalan organ multisistem, dimana
kematian yang terjadi kemudian dapat dihubungkan dengan komplikasi karena
pankreatitis yang mengalami nekrosis.
PATOFISIOLOGI DAN EFEK TERAPI
Patogenesis dari batu empedu masih belum jelas. Penelitian menunjukkan
bahwa batu empedu mungkin menekan septum antara duktus biliari dan pankreas
bagian distal, sehingga terjadi obstruksi duktus pankreas, atau batu tersebut dapat
tinggal pada bagian saluran yang bergabung (ampula Vater), sehingga menyebabkan
reflux cairan empedu kedalam duktus pankreas (figure 1A). Kedua mekanisme
tersebut dapat menyebabkan meningkatnya tekanan pada duktus pankreas. Setelah
obstruksi duktus pankreas terjadi (reflux sekresi pankreas dan bilier, hipertensi duktus
pankreas, dan kelainan sekresi sel-sel asinar) maka terjadilah injury pada duktus
pankreatik, dengan pengeluaran enzim-enzim pankreatik kedalam intersisium
glandular yang menyebabkan autodigesti pankreas dan menyebabkan pankreatitis
akut. penting untuk mengetahui onset akut dari obstruksi, karena tidak semua pasien
dengan pankreatitis kronis dan obstruksi duktus parkeas (dan beberapa pasien dengan
kanker pankres) menampilkan episode akut dari pankreatitis.
Tidaklah jelas kenapa kebanyakan kasus pankreatitis bilier tidak dapat sembuh
sempurna, dimana beberapa pasien dapat memburuk dengan cepat. Penelitian tentang
obstruksi pankreas yang dibuat pada opposum telah menunjukkan nekrosis lebih berat
pada binatang yang juga menderita reflux pankreatobilier. Jika sebuah saluran
bersama yang panjang, yang mana terdapat pada sebagian kecil manusia, diperlukan
agar reflux biliaris dapat terjadi, maka hal ini dapat menjelaskan kenapa pankreatitis
berat hanya terdapat pada minoritas pasien dengan batu duktus biliaris.
Bagaimanapun juga, pada oposum pankreatitis karena obstruksi duktus pankreas
dapat muncul bahkan jika reflux biliar telah dicegah lewat tindakan bedah. Lebih
lanjut, pada anjing, perfusi darii pankreas dengan dengan kantong bilier yang berada
pada kondisi fisiologis tidak dapat menjadi pankreatitis.
Walaupun dengan mekanisme yang rumit, setidaknya setengah dari kasus
parketitis akut biasanya disebabkan oleh lewatnya batu berukuran kecil, biasanya
dengan diamter 5 mm atau kurang. Batu empedu ditemukan didalam tinja pada 8595% pasien dengan pankreatitis akut, diabndingkan dengan tingkat penyembuhan
sebesar 10% pada pasien dengan cholelitiasis simptomatik tanpa pankreatitis. Lebih
Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 2

lanjut, beberapa pembedahan pada tahun 1980an menunjukkan prevalensi tinggi dari
batu duktus biliaris dan batu ampula yang terjepit (impacted ampullary stone) (6378%) pada pasien yang menjalani pembedahan dalam 48 jam setelah masuk rumah
sakit.
Sebelumnya telah diajukan bahwa pemeriksaan ERCP yang dilakukan lebih
awal dengan biliary spihincterectomy dan pengangkatan batu yang menyumbat (fig.
1b dan 1c) mungkin dapat memperbaiki perjalanan penyakit. Pada saat ini sudah
jelaslah bahwa beberapa pasien memang membutuhkan biliary drainage dann
mungkin tidak dapat bertahan jika tidak dilakukan. Bagaimanapun juga, percobaan
klinis tidak menunjukkan keuntungan yang konsisten dari intervensi ini. Tantangan
bagi seorang ahli endoskopi adalah untuk menentukan kelompok pasien mana yang
akan mendapatkan keuntungan dari ERCP dan sphincterectomy yang dilakukan lebih
awal.
BUKTI KLINIS
Peranan dan penentuan waktu ERCP pada pasien dengan pankreatitis bilier
akut telah lama menjadi kontroversi. Banyak percobaan klinis (tabel 1) yang
memperhatikan masalah ini umumnya telah mengevaluasi peranan dari ERCP yang
dilakukan lebih awal dengan atau tanpa endoscopic sphincterectomy, dibandingkan
dengan terapi konservatif dengan atau tanpa penggunaan selektif dari ERCP.
Penentuan waktu ERCP, kriteria inklusi, metode diagnosis pankreatitis bilier, dan
menentukan tingkat keparahan cukup berbeda dalam berbagai penelitian. Mungkin
sebagai dari berbagai faktor ini, hasilnya saling bertolak belakang, dengan beberapa
penelitian menunjukkan keuntungan untuk pasien yang telah diseleksi untuk
menjalani ERCP dan penelitian lain tidak menunjukkan adanya kenuntungan dan
mungkin prognosis yang lebih buruk, tanpa memandang beratnya penyakit.
Percobaan klinis ini telah diulas dan dikaji. Hasil kajian berbeda dengan
penelitian yang dilakukan, sebagian besar karena perbedaan pada desain penelitian
dan kriteria inklusi dan ekslusi. Konsensus menyebutkan bahwa tidak adanya
cholangitis dan obstruksi bilier, tindakan ERCP (dalam 24-72 jam setelah masuk
rumah sakit) tidak menyebabkan penurunan pada mortalitas atau komplikasi lokal
atau sistemik. Data yang ada mendukung penggunaan ERCP pada pasien dengan
obstruksi bilier dan cholangitis.
Seperti terlihat pada panel A, pankreatitis bilier muncul ketika batu empedu
tersangkut diampula, sehingga menyebabkan obstruksi pada duktus biliaris dan duktus
pankreatik dan menyebabkan reflux cairan empedu kedalam duktus pankreas. Seperti
terlihat pada panel B, ERCP dilakukan debgan menggunakan sideviewing
duodenscope, dengan sebuah saluran yang dapat dilewati instrumen. Sebuah wireguided sphicntereotome memotong sphincter bilier dengan bantuan elektrokauter.
Seperti terlihat pada panel C, sebuah balon penerima kemudian digunakan untuk
menyapu duktus dan mengangkat batu.

Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 3

Figure 1. Endoscopic retrograde cholangiopancreatograohy (ERCP) dalam


penatalaksanaan pankreatitis bilier

PENGGUNAAN KLINIS
Kebanyakan pasien dengan pankreatitis bilier, dengan tidak memandang
kemungkinan ringan-beratnya penyakit, tidak mendapatkan keuntungan dari ERCP,
dengan atau tanpa sphincterectomy. Untuk terapi awal, kami melanjutkan dengan
ERCP dalam 24-48 jam setelah onset gejala pada pasien dengan penyakit akut dan
gelaja atau tanda klinis dari cholangitis yang juga diderita (misalnya demam,
jaundice, dan sepsis) atau obstruksi bilier persisten (kadar bilirubin terkonjugasi >5
mg/dl. Intervensi dengan ERCP juga dipertimbangkan pada pasien dengan
kemunduran klinis (rasa sakit yang memburuk, leukositosis, dan perubahan vital sign)
dan peningkatan kadar enzim hati. (LiDan akhirnya, jika gambaran radiologi seperti
USG abdomen atau CT-scan menunjukkan adanya batu pada duktus biliaris, ERCP
harus dilakukan. Sebuah kondisi medis yang tidak stabil yang tidak dapat diberikan
sedasi sedang merupakan konstraindikasi absolut untuk ERCP; kontraindikasi relatif
termasuk perubahan anatomi post-bedah yang menyulitkan akses endoskopik menuju
papilla mayor dan koagulopathy yang signifikan secara klinis.

Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 4

Tabel 1. Indikasi dan kontraindikasi untuk ERCP pada pasien dengan pankreatitis bilier
akut
indikasi
Dicurigai adanya batu pada duktus biliaris sebagai penyebab dari pankreatitis yang
ditegakkan secara klinis dan salah satu dari kriteria berikut:
Cholangitis (demam, jaundice, sepsis)
Obstruksi bilier persisten (bilirubin terkonjugasi lebih dari 5mg/dl
Perburukan klinis (rasa sakit yang memburuk, peningkatan leukosit, vital sign
yang memburuk)
Dijumpai batu pada pemeriksaan radiologis di duktus
kontraindikasi
Absolut:
Kondisi medis yang tidak stabil sehingga tidak dapat dilakukan sedasi sedang
atau general anhestesia
Penolakan dari pasien sendiri
Endoskopis yang masih kurang menguasai ERCP
relatif (Dapat diatasi)
Kondisi anatomis (penyakit gastroduodenal atau perubahan karena

pembedahan) yang akan menyulitkan akses ke papila mayor; dapat diatasi pada kasus
long Roux limb, misalnya, dengan menggunakan alat dan perlengkapan yang dimodifikasi
Koagulopati yang signifikan secara klinis atau tidak dapat dikoreksi; dapat
diatasi, karena stent bilier dapat dipasangkan tanpa harus melakukan sphincterotomy

Ketika keputusan dibuat untuk melanjutkan tindakan dengan ERCP, beberapa


masalah klinis perlu diperhatikan. Untuk pasien dengan cholangitis atau obstruksi
bilier pada pasien dimana penyerapan vitamin K terganggu, PT, INR, atau keduanya
harus diperiksa dan dikoreksi. Nilai INR lebih disukai dibawah 1.5 serta nilai
trombosit lebih dari 75.000/mm3, terutama ketika adanya kemungkinan untuk
melakukan sphincterectomy. Harus dipertimbanhkan untuk melakukan resusitasi
cairan intravena 250 ml/jam setidaknya pada 24 jam setelah masuk rumah sakit,
karena tampaknya dengan mencegah deplesi intravaskuler tampaknya dapat
memperbaiki prognosis pada pasien dengan pankreatitis akut. Pasien tidak boleh
menerima apapun lewat mulut; jika telah dilakukan asupan lewat enteral, hal ini harus
dihentikan dalam rangka meneruskan prosedur (misalnya 6-8 jam sebelumnya).
Pasien dengan obstruksi bilier membutuhkan antibiotik profilaksis sebelum ERCP.
Penggunaan quinolone atau cefalosphorine lebih disukai, karena basil gram negatif
merupakan basil yang paling sering ketika komplikasi terjadi.
Karena fluroskopi dibutuhkan untuk memvisualisasikan struktur duktal selama
ERCP, prosedur dapat dilakukan di bagian radiologi atau bagian endoskopi jika
terdapat unit fluoroskopi yang terpisah. Prosedur dilakukan dengan pasien dengan
posisi pronasi, walaupun posisi left lateral atau bahkan supinasi mungkin diperlukan
pada keadaan tertentu (misalnya pada pasien yang obesitas dan pada mereka dengan
asites yang besar atau luka pada abdomen atau drain). Personil yang diperlukan pada

Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 5

ruangan dimana akan dilakukan prosedur yaitu seorang endoskopis, anestesiologis,


teknisi radiologi dan perawat yang membantu sisi teknis dari prosedur yang akan
dilakukan.
ERCP dilakukan dengan penggunaan sideviewing duodenoscope. Sebuah
saluran instrumen dapat dilewati oleh kateter, sphincterotome, dan perlengkapan lain
melalui duodenoscope, dan sebuah elevator dapat memberikan defleksi dari
instrumen.
Duodensocope dilewatkan melalui mulut pasien ke duodenum
descending. kanulasi bilier kemudian dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
atau meminimalisir masuknya alat ke pankreas. Kanulasi dengan sphinctereotome
yang dipandu dengan kawat (wire-guided) kemudian dilakukan.
Ketika berhasik dilakukan kanulasi, bahan konstras di injeksikan ke biliary tree,
dan gambar dari fluoroscopy digital kemudian diambil/difoto. Jika dicurigai
cholangitis, cairan bilier diaspirasi sebelum dilakukan injeksi bahan konstras dengan
tujuan untuk mendekompresi biliary tree dan meminimalkan risiko diseminasi infeksi.
Cairan bilier dapat diambil untuk dilakukan kultur untuk membantu pemilihan
antibiotik.
Jika sebuah batu ditemukan, orificium bilier dibuka dengan penggunaan
sphincterotome (fig. 1b). Elektrokauter dengan sebuah kawat dari sphincterotome
digunakan untuk memotong segmen sphincter bilier. Tekanan kemudian diberikan ke
kawat untuk membuat lengkungan pada ujung kateter; hal ini membuat kawat dapat
terlihat dan penyesuaian dapat dilakukan. Perawat asisten mengendalikan banyaknya
tekanan yang berikan pada kawat dengan mengatur traksi dari pegangan/handel
sphincterotome, selagi endoskopis mengendalikan kauter dengan menggunakan pedal
kaki yang disambungkan dengan generator listrik.
Batu ukuran kecil hingga sedang (sama atau kurang dari 1 cm) biasanya bisa
diangkat dengan mudah dengan balon penerima, yang digunakan untuk
mengusap/menyapu duktus biliaris, dan mengangkat batu (atau batu-batu)
dibawahnya. Pengangkatsn batubyang lebih besar mungkin membutuhkan
penggunaan kateter dengan ujung basket-tipped, yang mana dapat memungkinkan
tenaga yang kebih besar untuk menarik batu melalui orificium bilier. Kadang-kadang
ujung dari batu yang tersangkut dapat terlihat terdorong dari orificium biliaris dari
papilla mayor yang membengkak. Pada kasus-kasus ini, endoskopis yang
berpengalaman dapat mempertimbangkan untuk menggunakan needle-knife
sphincterotome, yang mengeluarkan kawat pendek yang digunakan untuk memotong
langsung batu yang tersangkut sehingga dapat memfasilitasi pengangkatannya. Teknik
lebih lanjut seperti fragmentasi batu (lithotripsy) kadang diperlukan untuk
mengangkat batu ukuran besar, walaupun dilatasi balon pada orificium biliaris setelah
sphincterotome mungkin sudah cukup.
Peletakan stent duktus biliaris selama ERCP dapat berguna pada situasi tertentu.
Jika pengangkatan batu sempurna tidak dapat dilakukan dalam satu kali tindakan, jika
ada beberapa batu tambahan pada kandung empedu dengan patent cystic duct (kecuali
kalau direncanakan cholecystectomy dalam beberapa hari kemudian), atau jika
dijumpai cholangitis aktif, maka dapat dipertimbangkan untuk memasang stent untuk
memfasilitasi drainase cairan empedu. Prosedur ERCP kedua akan diperlukan untuk
Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 6

melepas stent dan pembersihan untuk batu-batu yang tersisa.


Lama waktu mengerjakan prosedur ERCP bervariasi dari 20 menit hingga 1
jam, tergantung kemudahan dalam kanulasi, jumlah dan ukuran batu, tingkat keahlian
dari endoskopis, dan faktor-faktor lain. Setelah prosedur selesai dilakukan, pasien
dimonitor di ruangan recovery, pada awalnya untuk menilai kestabilan
kardiopulmoner dan untuk menilai adanya tanda-tanda komplikasi dari prosedur yang
dilakukan. Ketika pasien sudah stabil (biasanya 1-2 jam setelah prosedur) pasien
dikembalikan kedalam ruangan untuk perawatan selanjutnya.
Jika batu duktus tidak dapat di visualisasikan selama ERCP dan ada kecurigaan
yang kuat adanya batu, maka dilakukan tindakan sphincterotomy biliaris.
Mikrolitiasis dapat menyebabkan serangan pankreatitis yang sama beratnya dengan
batu ukuran besar, dan batu ukuran kecilmungkin tidak terlihat pada fluoroskopi.
Lebih lanjut, beberapa pasien dengan pankreatitis bilier akut mungkin tidak
dipertimbangkan untuk menjadi kandidat cholecystectomy karena adanya penyakit
lain yang juga diderita. Sphincterotomy bilier akan mencegah episode berulang dari
pankreatitis bilier tanpa adanya risiko yang berhubungan dengan intervensi operatif
pada pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan karena usia lanjut atau penyakit
yang sudah berat, dan pada pasien hamil.
Fasilitas dan biaya rumah sakit untuk ERCP bervariasi tergantung institusi. Pada
tahun 2012, biaya ERCP adalah $568. Pemasangan stent menaikkan jumlah biaya
hingga $651 dan diperlukan prosedur kedua untuk melepaskan stent (dan
kemungkinan untuk pengangkatan batu sekali lagi). Jasa asuransi Medicarw
membayar $350 untuk biaya anestesi, $600 untuk biaya recovery room, dan $250
untuk biaya obat-obatan.
EFEK-EFEK YANG MERUGIKAN
Pankreatitis merupakan komplikasi paling umum setelah dilakukan ERCP,
dengan frekuensi berkisar antara 2-8% pada pasien dengan risiko rendah, seperti
mereka yang menderita choledocholitiasis. Perhatian pada pankreatitis yang
terakserbasi pada pasien dengan pankreatitis bilier akut membuat penerapan ERCP
sebagai prosedur terapi tertunda hingga tahun 1980an. Percobaan oleh Neoptolemos
dkk merupakan satu dari para pioner yang menunjukkan bahwa ERCP dapat
dilakukan dengan aman oleh seorang endoskopis pada pasien dengan pankreatitis
bilier akut. Bagaimanapun juga, tidak ada percobaan acak pernah dilakukan untuk
melihat adanya kemungkinan pankreatiris post ERCP, mungkin karena sulitnya
mengkonfirmasi diagnosis ini pada pasien yang sudah ditegakkan dengan pankreariris
bilier akut.
Komplikasi lain dari ERCP adalah pendarahan (biasanya setelah
sphincterotomy), perforasi ductal atau intestinal, infeksi, dan gangguan
kardiopulmonal. Ketika sphincterotomy tidak dilakukan, pendarahan dan perforasi
periampular seharusnya tidak terjadi. Bagaimanapun juga, perforasi duktus
pankreatik, duktus biliaris, atau keduanya yang disebabkan oleh kawat sebagaimana
juga perforasi intestinal karena trauma dari duodenoscope atau instrumen lain
(terutama pada pasien dengan perubahan anatomi setelah dilakukan pembedahan)
Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 7

dapat muncul tanpa sphincterotomy. Pendarahan post-ERCP telah dilaporkan pada


lima percobaan acak, dengan tidak ada perbedaan berarti antara pasien yang menjalani
ERCP rutin lebih awal atau mereka yang menjalani strategi terapi konservatif
(masing-masing 2.6% dan 1.4%). Perforasi post-prosedur dinilai pada dua percobaan,
tetapi tidak dijumpai adanya perforasi tersebut.
Percobaan oleh Folsch dkk menunjukkan adanya peningkatan kejadian gagak
nafas pada kelompok ERCP jika dibandingkan dengan kelompok yang diterapi secara
konservatif (15 dari 126 pasien [11.9%] vs. 5 dari 112 pasien [4.5%]). Walaupun
hipoxemia tidak umum ditemukan pada pasien pankreatitis, ERCP yang dilakukan
lebih awal tidak menimbulkan komplikasi ini pada percobaan lain. Alasan untuk
peningkatan kejadian gagal nafas pada percobaan oleh Folsch dkk masih tidak jelas.
DAERAH KETIDAKPASTIAN
Analisa awal menunjukkan bahwa pasien dengan pankreatitis berat
mendapatkan manfaat dari intervensi awal sengan ERCP, dengan atau taap
sphincterotomy. Bagaimanapun juga, kajian selanjutnya tidak dapat mengkonfirmasi
manfaat ini pada pasien yang tidak juga menderita cholangitis. Pada pasien yang
menderita pankreatitis bilier tanpa jaundice, USG endoscopic dan Magnetic resonance
cholangiopancreatography sangat akurat untuk memprediksi chokedocholithiasis
persisten dan pemeriksaan ini dapat dijadikan dasar untuk ERCP. Memang
pendekatan yang lebih disukai pada saat ini adalahnendoscopic USG yang diikuti oleh
ERCP (pasien masih dalam keadaan sedasi yang sama) hanya jika batu ductus biliaris
terdeteksi. Penelitian lebih lanjut diperkukan untuk menentukan apakah teknik
visualisasi ini dapat menyingkirkan kebutuhan untuk melakukan cholangiography
intraoperasi selama cholecystectomy.
Pertanyaan apakah semua pasien dengan batu kantung empedu dan pankreatitis
bilier harus menjalani cholecystectomy elektif setelah sphincterotomy bilier dilakukan
masih menjadi kontroversi. Pada percobaan acak mengenai pertanyaan ini, 120 pasien
yang telah menjalani ERCP dengan sphincterotomy dan ekstraksi batu kemudian
harus menjalani laparascopic cholecystectomy dalam 6 minggu setelah prosedur awal
atau setelah pendekatan wait-and-see konervatif dilakukan. Pendekatan wait-and-see
sering dihubungkan dengan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan bilier,
kebutuhan untuk mengukang ERCP pada beberapa kasus, komplikasi post-operatif
yang lebih banyak, dan masa rawat rumah sakit yang lebih panjang. Kami
merekomendasikan laparascopic cholecystectomy pada pasien yang dapat menjalani
pembedahan setelah dilakukan pembersihan duktus biliaris. Jika ERCP dan
sphincterotomy tidak dilakukan pada awal episode pankreatitis, pembedahan harus
dilakukan ketika gejala akut telah membaik. Sebuah cholangiogram intra-operasi
harus didapatkan selama dilakukan cholecystectomy, terutama jika sphincterotomy
pre-operatif bekun dilakukan
Pada pasien dengan pankrestitis bilier akut setelah cholecystectomy, sebuah
keputusan harus dibuat berdasarkan apakah akan dilakukan ERCP. Jika pasien terus
mengeluhkan abdominal pain, dan kadar enzim liver yang terus menerus, walaupun
Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 8

tampaknya pankreatitisnya sudah menunjukkan perbaikan, maka melakukan tindakan


ERCP sebagai langkah selanjutnya dipandang sebagai tindakan yang rasional. Jika
pasien telah sembuh dari episode pankreatitis dengan perbaikan substansial pada (atau
normalisasi dari) kadar LFT, kami melakukan evaluasi dengan magnetic resonance
cholangiopancreatography dan melanjutkan dengan ERCP hanya jika dijumpai
adanya choledocholitiasis.
GUIDELINES
Guidelines dari inggris, yang dipublikasikan pada tahun 2005, mendukung
dilakukannya ERCP pada tahap awal (dalam 72 jam setelah masuk rumah sakit) pada
semua pasien yang diprediksi dengan atau benar-benar menderita pancreatitis biliaris
berat. Bagaimanapun juga, rekomendasi ini dibuat berdasarkan temuan pada
percobaan acak yang dilakukan sebelumnya sebagaimana juga ulasan yang dibuat
oleh Sharma dan Howden dan Ayub dkk. Seperti disebutkan sebelumnya, penelitian
selanjutnya menunjukkan bahwa hanya pasien yang juga menderita choleangitis yang
mendapatkan manfaat dari tindakan ini. Pada tahun 2007, American
Gastroenterological Association mempublikasikan bahwa peranan ERCP rutin pada
pankreatitis biliaris berat masih menjadi kontroversi. Direkomendasikan untuk
melakukan ERCP urgent (dalam 24 jam setelah masuk rumah sakit), bagaimanapun
juga, pada pasien dengan cholangitis, dan ERCP awal (dalam 72 jam setelah masuk
rumah sakit) direkomendasikan jika kecurigaan terhadap batu duktus bilier persisten
masih tetap tinggi. Guidelines terbaru yang diterbitkan oleh American College of
Gastroenterology menyarankan bahwa ERCP urgent (dalam 24 jam setelah masuk
rumah sakit) diindikasikan pada pasien dengan pankrearitis bilier yang juga menderita
cholangitis akut pada saat yang bersamaan, tapi hak ini tidak diperlukan pada
kebanyakan pasien yang tidak memiliki bukti adanya obstruksi bilier yang sedang
berkangsung.
REKOMENDASI
Pasien yang dijabarkan di bagian awal adalah seorang pria berusia 74 tahun
dengan pankrearitis akut. Kombinasi dari kadar serum alanin aminotransferase 295
UI/liter (7 kali lebih tinggi dari kadar normal) dan cholelithiasis yang teridentifikasi
pada pemeriksaan USG abdomen merupakan petunjuk adanya penyebab yang
berkaitan dengan biliaris. Gambaran klinis yang diberikan tidak menunjukkan adanya
kemungkinan adanya ascending cholangitisbatau obstruksi bilier (yaitu kadar bilirubin
yang normal dan diameter duktus bilier yang normal). Pasien ini harus diterapi secara
konservatif dengan resusitasi cairan intravena yang agresif, analgesik intravena, dan
dan agen antiemetik. Pada kasus ini kita tidak akan melanjutkan dengan ERCP awal
rutin (dalam 72 jam setelah masuk rumah sakit). Bagaimanapun, ERCP akan
dipertimbangkan jika terdapat perburukan keadaan klinis pasien, terutama jika pasien
tersebut memilki peningkatan LFT dan biliary sphincterotomy akan dilakukan jika
dijumpai pada duktus biliaris. Untuk mengurangi risiko pada bilier di masa yang akan
Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 9

datang, kami akan merekomendasikan cholecystectomy pada masa rawat rumah sakit
yang sama jika pankreatitis pasien telah sembuh dan tidak memiliki risiko tinggi
pembedahan

Terapi ERCP Untuk Pangkreatitis ec Batu Empedu

Page 10

Anda mungkin juga menyukai